Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“PADA KLIEN DENGAN GERD”

Oleh:
MUSRIKA
2022149054

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns.Henry Pencon Munthe, S. Kep) (Rizki Sari Utami M, Ners, M. Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AWAL BROS
2022
A. Pengertian

Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung kedalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat
keterlibatan esofagus,faring,laring dan saluran nafas. (Aru W. Sudoyo, 2017 )

Gastroesophageal reflux adalah masuknya isi lambung ke dalam esophagus yang terjadi
secara intermiten pada seseorang, terutama setelah makan ( Asroel, 2016).

GERD adalah kembalinya isi lambung kedalam esofagus dengan cara pasif yang
disebabkan oleh hipotoni sfingter esofagus bagian bawah,posisi abnormal sambungan
esofagus dengan kardia. atau pengososngan isi lambung yang lambat (Arief Mansjoer,2016 ).

Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke esophagus atau lebih


proksimal. Isi lambung tersebut dapat berupa asam lambung, udara maupun makanan ( Resto,
2017)
Refluks Asam (Refluks Gastroesofageal) adalah pengaliran kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Lapisan lambung melindungi lambung dari asam lambung. Karena
kerongkongan kekurangan lapisan pelindung semacam ini, maka asam lambung yang
mengalir kembali ke dalam kerongkongan, menyebabkan : nyeri, peradangan (esofagitis),
kerusakan tenggorokkan.
Penyakit Refluks Gastroesofagus yaitu naiknya kembali makanan yang sudah berada
di lambung ke daerah kerongkongan (esophagus). Seharusnya secara normal makanan yang
sudah kita makan tidak lagi naik ke esophagus, kecuali disebabkan oleh faktor tertentu.
Peristiwa naiknya makanan ini adalah bentuk gerakan mundur yang berlawanan dengan
gerakan esophagus. Apabila refluks terjadi berulang kali dalam waktu yang lama akan
menyebabkan peradangan pada mukosa saluran kerongkongan (esophagus).
Dalam jurnal Refractory Gastro-Oesophageal Relux Disease, GERD didefinisikan
sebagai gejala atau cedera jaringan akibat refluks abnormal isi lambung ke kerongkongan,
dan penyakit pencernaan yang paling mahal (Liu and Saltzman ,2016).
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis yang
disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa esophagus
terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal dan paparanyang berulang.
B. Anatomi /fisiologi

- Organ-Organ Pencernaan
Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan
dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta kelenjarnya
merupakan kesatuan sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi memecah bahan-bahan
makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap dalam tubuh.

Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam


seperti berikut:
i) Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta
peremasan yang terjadi di lambung.
ii) Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim
pencernaan dengan mengubah makanan yang bermolekul besar menjadi molekul
yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut hingga
proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses pencernaan
makanan meliputi hal-hal berikut.
a) Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
b) Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.
c) Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
d) Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan
bantuan enzim, terdapat di lambung.
e) Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.
f) Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh
melalui anus.

Saat melakukan proses-proses pencernaan tersebut diperlukan serangkaian alat-alat


pencernaan sebagai berikut:
1. Mulut
Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan ini mulai
dicerna secara mekanis dan kimiawi. Proses dimaulai dengan aktivitas
mengunyah, dimana makanan dipecah kedalam partikel kecil yang dapt ditelan
dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan, atau bahakan melihat,
mencium, atau mencicip makanan dapt menyebabkan refleks salivasi.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan merupakan saluran panjang (± 25 cm) yang tipis sebagai jalan
bolus dari mulut menuju ke lambung. Fungsi kerongkongan ini sebagai jalan
bolus dari mulut menuju lambung.
Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding kerongkongan untuk menjaga agar
bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini akan mempermudah bolus bergerak
melalui kerongkongan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus dari mulut ke
lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya gerak peristaltik pada otot
dinding kerongkongan. Gerak peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi
otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara memanjang dan
melingkar. Proses gerak bolus di dalam kerongkongan menuju lambung
Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas) terbuka
sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan, epiglotis yang seperti
gelambir mengendur sehingga udara masuk ke paru-paru. Ketika makan,
makanan dikunyah dan ditelan masuk ke dalam kerongkongan. Sewaktu
makanan bergerak menuju kerongkongan, langit-langit lunak beserta jaringan
mirip gelambir di bagian belakang mulut (uvula) terangkat ke atas dan
menutup saluran hidung. Sementara itu, sewaktu makanan bergerak ke arah
tutup trakea, epiglotis akan menutup sehingga makanan tidak masuk trakea
dan paru-paru tetapi makanan tetap masuk ke kerongkongan.
3. Lambung
Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,
terletak di bawah sekat rongga badan. Lambung terdiri atas tiga bagian sebagai
berikut :
a. Bagian atas disebut kardiak, merupakan bagian yang berbatasan dengan
esofagus.
b. Bagian tengah disebut fundus, merupakan bagian badan atau tengah
lambung.
c. Bagian bawah disebut pilorus, yang berbatasan dengan usus halus.
Daerah perbatasan antara lambung dan kerongkongan terdapat otot
sfinkter kardiak yang secara refleks akan terbuka bila ada bolus masuk.
Sementara itu, di bagian pilorus terdapat otot yang disebut sfinkter pilorus.
Otot-otot lambung ini dapat berkontraksi seperti halnya otot-otot
kerongkongan. Apabila otot- otot ini berkontraksi, otot-otot tersebut menekan,
meremas, dan mencampur bolus-bolus tersebut menjadi kimus (chyme).
Sementara itu, pencernaan secara kimiawi dibantu oleh getah lambung.
Getah ini dihasilkan oleh kelenjar yang terletak pada dinding lambung di
bawah fundus, sedangkan bagian dalam dinding lambung menghasilkan lendir
yang berfungsi melindungi dinding lambung dari abrasi asam lambung, dan
dapat beregenerasi bila cidera. Getah lambung ini dapat dihasilkan akibat
rangsangan bolus saat masuk ke lambung. Getah lambung mengandung
bermacam-macam zat kimia, yang sebagian besar terdiri atas air. Getah
lambung juga mengandung HCl/asam lambung dan enzim-enzim pencernaan
seperti renin, pepsinogen, dan lipase.
Asam lambung memiliki beberapa fungsi berikut.
1. Mengaktifkan beberapa enzim yang terdapat dalam getah lambung, misalnya
pepsinogen diubah menjadi pepsin. Enzim ini aktif memecah protein dalam bolus
menjadi proteosa dan pepton yang mempunyai ukuran molekul lebih kecil.
2. Menetralkan sifat alkali bolus yang datang dari rongga mulut.
3. Mengubah kelarutan garam mineral.
4. Mengasamkan lambung (pH turun 1–3), sehingga dapat membunuh kuman yang
ikut masuk ke lambung bersama bolus.
5. Mengatur membuka dan menutupnya katup antara lambung dan usus dua belas jari.
6. Merangsang sekresi getah usus.
Enzim renin dalam getah lambung berfungsi mengendapkan kasein atau protein susu
dari air susu. Lambung dalam suasana asam dapat merangsang pepsinogen menjadi
pepsin. Pepsin ini berfungsi memecah molekul-molekul protein menjadi molekul-
molekul peptida. Sementara itu, lipase berfungsi mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Selanjutnya, kimus akan masuk ke usus halus melalui suatu
sfinkter pilorus yang berukuran kecil. Apabila otot-otot ini berkontraksi, maka kimus
didorong masuk ke usus halus sedikit demi sedikit.

4. Usus halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6–8
meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot
usus. Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh
terhadap proses penyerapan makanan. Lakukan eksperimen berikut untuk
mengetahui pengaruh lipatan terhadap proses penyerapan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. Duodenum (usus 12 jari), panjangnya ± 25 cm,
b. Jejunum (usus kosong), panjangnya ± 7 m,
c. Ileum (usus penyerapan), panjangnya ± 1 m.
Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di
lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di
usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul
glukosa. Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul
asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam
lemak.
Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat kimiawi.
Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi ini.
Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus
mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam
usus halus. Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu,
getah pankreas, dan getah usus.
a. Cairan Empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak mengandung
enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang berperan dalam
pencernaan makanan. Cairan empedu tersusun atas bahan-bahan berikut:
1. Air, berguna sebagai pelarut utama.
2. Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan duodenum agar tidak terjadi
iritasi pada dinding usus.
3. Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang mengakibatkan empedu
bersifat alkali. Garam empedu juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan
lemak dan air (mengemulsikan lemak).
Cairan ini dihasilkan oleh hati. Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar dalam
tubuh yang beratnya ± 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati berfungsi sebagai
pembentuk empedu, tempat penimbunan zat-zat makanan dari darah dan penyerapan
unsur besi dari darah yang telah rusak. Selain itu, hati juga berfungsi membentuk
darah pada janin atau pada keadaan darurat, pembentukan fibrinogen dan heparin
untuk disalurkan ke peredaran darah serta pengaturan suhu tubuh.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus. Dalam
proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu
sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu.
Selain itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus,
menghentikan aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.
b. Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan sebagai
kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan
dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini
dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau-pulau langerhans.
Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes
melitus.
Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus
halus. Dalam pankreas terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam
pemecahan lemak, tripsin membantu dalam pemecahan protein, dan amilase
membantu dalam pemecahan pati.
c. Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah
usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut:
1. Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.
2. Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltosa menjadi
dua molekul glukosa.
3. Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa.
4. Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan peptida
menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan terakhir di
usus halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di
bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-
vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan pelarutnya,
sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap mineral
dan perbedaan struktur bagian-bagian usus. Sepanjang usus halus sangat efisien dalam
penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl–, HCO3–, dan ion-ion bivalen. Ion K+
penyerapannya terbatas di jejunum. Penyerapan Fe2+ terjadi di duodenum dan
jejunum. Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi (jonjot-jonjot usus).
Di dalam villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh limfa, dan sel goblet. Di sini
asam amino dan glukosa diserap dan diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem
vena porta hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan garam
empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke dalam
villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan, kemudian asam lemak
mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke
tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa).
Melalui pembuluh kil (limfa), emulsi lemak menuju vena sedangkan garam empedu
masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi empedu. Bahan-bahan
yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar (kolon).

5. Usus besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang ± 1 meter dan terdiri atas kolon ascendens,
kolon transversum, dan kolon descendens. Di antara intestinum tenue (usus halus) dan
intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum
terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel
darah putih yang berperan dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke bagian belakang dengan gerakan
peristaltik. Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh
dinding kolon, yaitu kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1
sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan
dibantu bakteri Escherichia coli, yang mampu membentuk vitamin K dan B12.
Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit
ke saluran akhir dari pencernaan yaitu rektum dan akhirnya keluar dengan proses
defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat suatu
rangsang yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas
kontraksi rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya
defekasi. Di dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan
sempurna. (Brunner & Siuddarth, 2017)

C. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal refluxdisease)
disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD seringkali
disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang
normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa
sepertiterbakar di esophagus. Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan
dan disebabkan melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung
yang lebih tinggidari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanyakontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi
suatu areayang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika
gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal
ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung.
Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini,
karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan
abdomen lebih besar daripadatekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan
isi lambung terdorong ke dalamesofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau
inkompeten, sfingter tidak dapatmnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah
bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks
yang berulang dapat memperburuk kondisikarena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.Pada beberapa keadaan, meskipun tonus
sfingter dala keadaan normal, refluksdapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang
sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan
abdomen dapat meningkat secara bermakana.Kondisi ini dapat disebabkan porsi
makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekananabdomen yang tinggi cenderung
mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal inimemperbesar gradien tekanan
antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring,terutama setelah makan juga
dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambungmengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupunesofagus memiliki sel
penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atauseaktif sel yang ada di
lambung (Corwin, 2019: 600)
D. Pathway

GERD

Asam lambung Perangsangan saraf simpatis


Refluk s
mengiritasi sel NV (Nervus Vagus)
mukosa esofagus

Peningkatan produksi Hcl di


lambung
Sel mukosa
Hcl kon
esofagus rusak
Mual, muntah

Peradangan
Odinofagia
Menga
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Nyeri akut Gangguan
menelan

G
E. Etiologi
Refluks asam terjadi karena sfingter esofagus bagian bawah (cincin otot di ujung
bawah kerongkongan) gagal berkontraksi sebagaimana mestinya. Sfingter ini
berfungsi sebagai katup satu arah yang mencegah isi perut mengalir ke atas .
Refluks asam mungkin tidak berkaitan dengan sebab apapun. Namun, beberapa
kondisi berikut dapat juga menjadi penyebabnya:
- Hernia hiatal. Tonjolan pipa tenggorokan yang melalui diafragma ini
menghalangi penutupan sfingter. Sebuah hernia hiatus terjadi ketika bagian atas
perut dan LES bergerak di atas diafragma, otot tembok yang memisahkan perut
dari dada. Biasanya, diafragma membantu LES menjaga asam dari naik ke
kerongkongan. Ketika hernia hiatus hadir, refluks asam dapat terjadi lebih mudah.
hernia hiatus dapat terjadi pada orang dari setiap usia dan seringnya adalah
temuan yang normal pada orang sehat di atas usia 50. Sebagian besar waktu,
hernia hiatus menghasilkan tidak ada gejala.
- Kegemukan. Lemak yang berlebihan di dalam rongga perut meningkatkan
tekanannya. Hal ini menyebabkan isi perut mengalir ke kerongkongan.
- Kehamilan. Rahim yang membesar selama kehamilan menekan perut,
menciptakan tekanan yang lebih besar sehingga meningkatkan kecenderungan
refluks. Selain itu, perubahan hormonal menyebabkan sfingter esofagus
mengendur selama kehamilan.
- Makanan. Semakin banyak makanan di perut, semakin tinggi kecenderungan
untuk refluks. Kecenderungan ini juga meningkat setelah memakan makanan
berlemak yang lambat dicerna .
- Merokok. Merokok mencegah sfingter esofagus bekerja dengan baik, mengurangi
tingkat pengosongan perut dan meningkatkan produksi asam lambung.
- Sembelit. Sembelit meningkatkan kecenderungan untuk refluks dengan
meningkatkan tekanan di dalam rongga perut.
- Berbaring. Kecenderungan refluks meningkat ketika Anda berbaring .
- Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang
terlambat dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah sehingga
menimbulkan refluks gastroesofagus.
F. Manifestasi Klinis
The national Association For Practical Nurse Education and Service, Inc dalam
Journalnya yang berjudul “Digestive Disease” menyatakan Gejala utama GERD pada
orang dewasa yang sering mulas, juga disebut nyeri asam pencernaan seperti terbakar
yang lokasinya di bagian bawah dari pertengahan dada, belakang tulang dada, dan di
pertengahan perut. Kebanyakan anak di bawah 12 tahun dengan GERD, dan beberapa
orang dewasa, memiliki GERD tanpa mulas. Sebaliknya, mereka mungkin mengalami
batuk kering, gejala asma, atau masalah menelan.

Rasa terbakar dapat disertai dengan keluarnya isi lambung ke dalam mulut atau
produksi air liur yang berlebihan. Jumlah air liur yang banyak, yang terjadi jika asam
lambung mengiritasi kerongkongan bagian bawah yang meradang disebut water
brash.

G. Komplikasi
Komplikasi dari refluk asam ini adalah:
- Penyempitan kerongkongan (striktur esofageal peptikum)
- Tukak kerongkongan
- Perubahan pre-kanker pada lapisan kerongkongan (sindroma Barret).yaitu perubahan
epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
- Esofagitis ulseratif
- Perdarahan
- Striktur esofagus
- Aspirasit
Bahkan lebih lanjut dikatakan dalam The Journal of Pratical nursing bahwa jika
penangannya lama, maka akan mengakibatkan asma, batuk kronis dan fibrosis paru.

H. Prognosis
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut
ataukeadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang menyebabkan kematian).
Prognosisdari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan
pengobatan yangdiberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan
esofagitis grade Ddapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus
dan pada akhirnyaCa Esofagus.
I. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Roentgen esofagus dengan kontras Barium (esofagogram) atau fluoroskopi dan
pemeriksaan serial traktus gastrointestinal bertujuan untuk menyingkirkan
penyakit penyakit seperti striktur esofagus, akalasia, dll.
b) Pemeriksaan Manometri
c) Tes PPI (proton pump inhibitor)
Golongan obat ini menyupresi produksi asam lambung dengan menghambat
molekul di kelenjar lambung yang bertanggung jawab menyekresi asam lambung,
biasa disebut pompa asam lambung (Lowe, 2018)
d) Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan
sifatnya non invasif (Djajapranata, 2018).
e) Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dapat menilai kelainan mukosa esofagus dan
melakukan biopsi esofagus untuk mendeteksi adanya esofagus Barret atau suatu
keganasan. Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE (Penyakit Refluks Gastro Esofagus). Namun harus
diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara
mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal
perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
f) Tes Provokatif
Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat untuk
menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
g) Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran ini menggunakan alat yang dapat mencatat pH intra-esofagus
post prandial selama 24 jam dan tekanan manometrik esofagus. Bila pH < 4
dianggap ada PRGE.

h) Tes Skintigrafi gastroesofagus.


Bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan menggunakan radioisotop
dan bersifat non invasif.
J. Penatalaksanaan
- Tahap I
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks,
memperbaiki barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esofagus
dengan cara :
a. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
b. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak,
berbumbu, asam, coklat, alkohol, dll.
c. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
d. Jangan makan terlalu kenyang
e. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
f. Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB
Seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
- Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
- ANTASIDA, seperti Alka-Seltzer, Maalox, Mylanta, Rolaids, dan Riopan,
biasanya obat pertama dianjurkan untuk meredakan mulas dan GERDgejala
ringan lainnya.
- H2 BLOCKERS, seperti cimetidine (Tagamet HB), famotidine (Pepcid AC),
nizatidine (Axid AR), dan ranitidine (Zantac 75), menurunkan produksi asam.
- PROTON PUMP INHIBITOR termasuk omeprazole (Prilosec, Zegerid),
lansoprazole (Prevacid), pantoprazole (Protonix), rabeprazole (Aciphex), dan
esomeprazole (Nexium). Inhibitor pompa proton lebih efektif daripada H2 blocker
dan bisa meringankan gejala dan menyembuhkan lapisan kerongkongan di hampir
semua orang yang mengalami GERD.
- Prokinetics membantu memperkuat LES dan membuat perut kosong lebih cepat.
Kelompok mencakup bethanechol (Urecholine) dan metoclopramide (Reglan).
Metoclopramide juga meningkatkan aksi otot di saluran pencernaan.
efek samping yang membatasi mereka kegunaan- kelelahan, mengantuk, depresi,
kecemasan, dan smasalah dengan gerakan fisik. Karena obat bekerja dengan cara
yang berbeda, kombinasi obat dapat membantu mengendalikan gejala. Orang
dengan gejala mulas setelah makan dapat mengambil antasida dan H2 blocker.
Antasida pertama bekerja untuk menetralkan asam dalam perut, dan maka
blocker H2 bertindak pada produksi asam. Pada saat antasida berhenti bekerja,
blocker H2 akan menghentikan produksi asam lambung.
- Pembedahan atau operasi merupakan jalan terakhir ketika obat dan mengubah
gaya hidup tidak mampu menjadi solusi lagi.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Biodata

• Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik medik, alamat.

• Identitas penaggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab
selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan

• Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah anoreksia, melena hematemetis jika
mengalami komplikasi, dan terkadang muntah dan mual.

• Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
(nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu, safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk
mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri.

• Riwayat kesehatan yang lalu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat riwayat
sebelumnya.

1. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak mengetahui tentang faktor resiko yang menyebabkan klien
menderita suatu penyakit gastritis. Perlu dikaji juga bagaimana perilaku sehat klien sehari-
hari, dan pencegahan seperti apa yang dilakukan oleh klien.

2. Pola persepsi kognitif

Biasanya klien tidak mengalami gangguuan penginderaan (penglihatan, pendengaran,


penciuman, perabaan, dan pembauan) dan proses kognitif (berpikir, mengambil
keputusan).

3. Pola nutrisi metabolik

Biasanya status nutrisi klien mengalami gangguan (adekuat). terjadi penurunan nafsu
makan, berat badan. Selain itu perlu dikaji juga bagaimana intake dan output makanan
serta keseimbangan cairan tubuh klien.

4. Pola eliminasi

Klien mengalami gangguan pada pola eliminasi BAB Perlu dikaji juga bagaimana
frekuensi dan konsistensi eliminasi klien.

5. Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan dalam beraktivitas disebabkan oleh mual, muntah, melena
dan hematemetis yang dideritanya.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya klien tidak begitu mengalami gangguan pada konsep diri. Ketika ditanyakan
mengenai penyakitnya, klien hanya menjawab sesuai dengan apa yang dirasakannya.
Tanyakan pandangan klien terhadap dirinya.

7. Pola peran hubungan dengan sesama

Klien kurang mampu menjalankan peran khususnya dikeluarga. Klien tidak


mengalami gangguan interaksi sosial dengan sesama.
8. Produksi seksual

Klien tidak mengalami gangguan seksualitas akibat kondisi klien yang lemah
sehingga tidak terjadi penurunan hubungan seksualitas.

9. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Klien masih mampu mencari pengobatan terdekat, biasanya klien mampu mengatasi
stress akibat penyakit dengan cara sering bertanya.

10. Pola istirahat dan tidur

Biasanya klien mengalami gangguan tidur akibat mual, muntah hematemetis, serta
melena yang dialaminya. Tanyakan berapa jam klien tidur dan istirahat efektif dalam
sehari.

11. Pola keyakinan

Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk kesembuhan
penyakit. Perlu dikaji juga bagaimana pendekatan spiritual klien.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

2. Gangguan menelan b.d intake mual dan muntah


3. Ansietas b.d proses penyakit

C. Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen cedera bilologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri klien berkurang
dengan Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang skala 3
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi,kualitas dan factor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam, relaksasi, distraksi,
kompreshangat/dingin
- Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri: Buscopan
- Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan
berkurang danantisipasi ketidaknyamanan dariprosedur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
- Anjurkan pasien banyak istirahat

2. Gangguan menelan b.d penyempitan/struktur pada esophagus akibat gastroesofag eal reflux
disease.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pada klien dapat
diatasi degan Kriteria Hasil :

- Klien dapat menelan makanan dengan sempurna skala 4

Intervensi :

- Diskusikan pada pasien makanan yang disukainya dan makanan yang tidak
disukainya
- Buat jadwal masukan tiap jam . Anjurkan mengukur cairan/makanan dan minum
sedikit demi sedikit atau makan secara perlahan
- Beri tahu pasien untuk duduk saat makan/minum
- Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan masukan
- Timbang BB tiap hari, buat jadwal teratur setelah pulang
- Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Ansietas b.d proses penyakit

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, ansietas pada klien
dapat diatasi dengan Kriteria Hasil :
- . Menyingkirkan tanda kecemasan skala 4
- Merencanakan strategi koping skala 4
- Intensitas kecemasan skala 4
- Mencari informasi untuk menurunkan cemas skala 4

Intervensi :

- Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan

- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten dan dukungan untuk orang
terdekat

- Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang

- Pertahankan kontak sering dengan pasien, bicara dengan menyentuh bila tepat

D. Evaluasi
Mengevaluasi keberhasilan tindakkan yang telah dilakukan, apakah sesuai dengan
kriteria hasil yang diinginkan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, Mansjoer, dkk, 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI,
Jakarta: Medica Aesculpalus.
2. Aru W, Sudoyo et al. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2
EdisiDepartemen Ilmu Penyakitdalam FKUI. Jakarta.
3. Asroel, H.A., 2018, Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Carpenito – moyet,L.J. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
5. Gerot, Linda and Peter Wignell. 2017. Making Sense of Functional Grammar.
Canberra: Gerd Stabler.
6. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta :EGC; 2019.
7. Salindelo, A., Mulyadi, & Rottie, J. (2016). pengaruh senam diabetes terhadap
kadar gula darah penderita DM tipe 2. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 4.
8. PERKENI. (2016). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia 2016. PB. PERKENI.

Anda mungkin juga menyukai