PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Heterogenitas bangsa Indonesia memang lah sudah tidak lagi menjadi hal yang baru di dalam
topic perbincangan. Indonesia dengan kemajemukan budayanya menghasilkan perbedaan
budaya nasional yang dimiliki. Walaupun dengan adanya perbedaan itu, nilai-nilai yang
terkandung di dalam setiap kebudayaan tidak pernah luput.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dari kedua macam heterogenitas tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa,
melalui suatu hetrogenitas (perbedaan), dapat memunculkan adanya suatu profesionalisme
dalam pekerjaan, keterampilan-keterampilan khusus (skill), spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, penyadaran HAM, dan lain sebagainya.
Dilihat dari segela keberadaannya, keadaan geografis dan sejarahnya di masa lampau, telah
membentuk Indonesia ini menjadi salah satu negara paling beragam di seluruh dunia. Coba
kita lihat dari segi geografisnya, dimana negara Indonesia ini merupakan suatu negara
kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia membuat tingkat keberagaman di
Indonesia menjadi amat sangat tinggi. Dengan tingginya angka heterogenitas atau
keberagaman tersebut, sering kali memunculkan berbagai bentuk sistem masyarakat yang ada
di Indonesia ini, salah satunya yaitu stratifikasi sosial.
2
Menurut Max Weber (dalam belajar.kemdiknas.go.id), stratifikasi sosial adalah
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, privilege, dan prestise. Dengan
keberadaannya yang sangat heterogen, stratifikasi sosial masyarakat di Indonesia kemudian
ditentukan oleh banyak hal. Pun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa perbedaan-perbedaan
vertikal yang kemudian membentuk stratifikasi sosial ini nampak sangat tajam di Indonesia
(Nasikun 1995).
Seiring dengan berjalannya waktu, secara khusus pasca Indonesia merdeka, telah terjadi
banyak sekali perubahan pada stratifikasi masyarakat di Indonesia. Sistem kasta secara
perlahan mulai ditinggalkan, dan masyarakat Indonesia yang heterogen tersebut mulai
memaknai istilah masyarakat majemuk. Namun, Pertumbuhan sektor ekonomi modern
beserta organisasi administrasi nasional yang mengikutinya membuat jurang kelas tidak
menyempit, dan pada beberapa aspek justru makin melebar. Kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1945, pada nyatanya tidak mempersempit jurang antara masyarakat pedesaan yang
tradisional dan masyarakat perkotaan yang lebih modern. Hingga hari ini, sesungguhnya
masih didapati bahwa stratifikasi sosial atau sistem kelas yang diciptakan berdasar pada
kekuasaan, privilege, dan prestise masih eksis. Lantas kemudian apakah struktur sosial yang
sedemikian memicu terjadinya konflik? Tentu saja. Konflik seringkali timbul dari kelas
bawah yang merasa tidak mendapatkan perlakuan layak dan yang seharusnya dari kelas atas
yaitu kaum penguasa.
Pada masa Hindia-Belanda, yaitu pada masa sistem kasta masih eksis, potensi terjadinya
konflik justru minim karena kasta dianggap sebagai bagian dari adat dan sebagian lain dari
kepercayaan dan agama. Semenjak Indoensia merdeka, sistem kasta sedikit demi sedikit
memudar, hingga kemudian menjadi agak diabaikan. Pada masa ini justru potensi konflik
antar kelas meningkat, karena masing-masing anggota masyarakat merasa memiliki hak yang
sama satu dengan yang lain. Namun demikian, perlu juga dipaparkan bahwa kemerdekaan
membuat intensitas diskriminasi, khususnya terhadap kaum pribumi semakin menipis.
3
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial sesungguhnya agak sukar
dihapuskan. Penghapusan stratifikasi sosial secara ideal menandakan terjadinya kesetaraan
yang adil dalam hitungan materiil terhadap seluruh rakyat suatu negara, dan agaknya hal
tersebut mustahil diwujudkan. Walau stratifikasi sosial tetap ada, namun seiring dengan
berjalannya waktu masyarakat Indonesia semakin mengerti tentang heterogenitas dan
kemajemukan, sehingga semakin hari masyarakat Indonesia nampak semakin menghargai
perbedaan. Revolusi kemerdekaan menurut penulis bukan menghilangkan atau mengurangi
keberagaman. Menurut penulis, keberagaman tersebut justru merupakan aset kekayaan yang
perlu dipertahankan. Namun, revolusi kemerdekaan membuat masyarakat Indonesia semakin
terbuka tentang perbedaan, toleransi dan rasa saling menerima, sehingga perbedaan tidak lagi
dipandang sebagai masalah melainkan berkah.
Kedua macam heterogenitas di atas, dapat kita masukkan ke dalam hubungan horizontal atau
diferensiasi karena keduanya memiliki fungsi (peran) di dalam masyarakat.
Sejak abad ke-20, mulailah muncul laki-laki bekerja sebagai designer, juru masak, dan lain
sebagainya yang sebelumnya merupakan profesi perempuan. Begitu pula sebaliknya, banyak
perempuan bekerja sebagai pilot, dokter, peniliti, bahkan menjadi kepala eksekutif, legislatif,
dan yudikatif yang dulu merupakan pekerjaan laki-laki sudah menjadi profesi perempuan.
4
BAB III
PENUTUP
A.Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
5
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.unnes.ac.id/nurrohmat/2017/09/23/antropologi-indonesia-heterogenitas-
masyarakat/
http://retnoamm.blogspot.com/2017/03/heterogenitas-masyarakat-indonesia.html
https://www.kumpulanteks.com/3-contoh-penutup-makalah-yang-baik-dan-benar/