Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Selama hampir 57 tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada
panggung sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor,
maupun cerita yang berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan
Steriotipe. Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi
dilekatkan suatu atribut demokratif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde
Reformasi.

 Karena esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang
bersifat apologetik dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan
perpolitikan dan ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya dan
tidak ada ikatan historis sama sekali

Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah
diyakini sebagai sebuah panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga
setelah Orde Reformasi pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan
ketatanegaraan lainnya dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama.

Dari perspektif ini maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan
landasan kebangsaan bagi perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru
telah banyak memberikan pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi
nasional, terutama melalui konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde
Reformasi sendiri walaupun dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk,
namun telah menancapakan satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi
dan keadilan melalui upaya penegakan supremasi hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut
akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini adalah ;
Pemerintahan Orde Lama 1
a. Bagaimana kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Bagaimana proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI ?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk ;
a. Mengetahui kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama
b. Mengetahui kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer

Pemerintahan Orde Lama 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. ORDE LAMA (1950 – 1965 )


1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara,
ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam
sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya
berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab
pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI
mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet
yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang
merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dudkungan mayoritas dalam
parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka
kabinet harus mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet
baru untuk mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri
penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih
bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah
kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi
yang menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa
pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan dan ketertiban.

Pemerintahan Orde Lama 3


Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan
terutama dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan
beberapa daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah
yang ada dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut
menyebabkan kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu
menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya
memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut setelah
kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden
membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang
dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di
lantik pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan
konstituante (sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas
untuk merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai
macam partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI.
Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas untuk
menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik
berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan
pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.

2. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)


a. Sistem politik Demokrasi Terpimpin
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang
disebabkan oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika
diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari
daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem
pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan
baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak bersejarah di berlakukannya
sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Pemerintahan Orde Lama 4


Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk
sebelumya. Satu hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan
Demokrasi Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan
yang terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya,
dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh
bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari
Kabinet Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan
digantikan dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai
perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini  yang memiliki
program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan
pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR
(pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan
GBHN pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959
berjudu”Penemuan Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik
Indonesia(Manipol),yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah
mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan
Front Nasional dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet
tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga
masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan
besar yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden
dalam mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah
menjadikan jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya.
Presiden sebagai penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri
maupun luar negeri .
b.  Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan
sejarah Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut

Pemerintahan Orde Lama 5


sampai saat ini masih menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang
sebenarnya. Berbagai versi tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan
diantaranya;
  Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu
tindakan makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah.
Tindakan kudeta tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku
Penguasa Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidup berdasarkan
konsep Demokrasi Terpimpin.
Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi
onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.

c.  Dampak G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik


Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
-     Demostrasi menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan
dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa
tanda-tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar
segera menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh
kesatuan aksi pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan
KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh KABI,KAWI yang membulatkan tekad
dalam Front Pancasila.
-     Mayjen Soeharto menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober
1965 Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi
Menteri/Panglima AD. Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan
terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.

-     Kedaan ekonomi yang buruk


Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai
panglima, akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai
gejolak sosial yang pada puncaknya menimbulakan pemberontakan. 
-     Tri Tuntutan Rakyat

Pemerintahan Orde Lama 6


Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front
Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura
yang isinya :
a.    Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
b.    Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c.     Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11
Maret 1966.
-     Kabinet seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan
kabinet 9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang
disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah
sebagai berikut ;
-       Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri
Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada
awalnya untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden
enggan mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik
bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.
-       Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari
AD. Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik
demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga
Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk
menemui presiden guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966.
Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret 1966.
-       Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari
Presiden melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep
surat penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang
Supersemar.
-       Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama
empat panglima angkatan bersenjata.

Pemerintahan Orde Lama 7


-       Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap
Nawaksara dan semakin  bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967 
DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa
dilaksanakan.
-       Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno
untuk membicarakan masalah negara.
-       Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa
digunakan untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang
pernyataan presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah
kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966,
presiden kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
-       Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan
presiden, presiden tidak dapat  menerima  konsep tersebut karena tidak menyetujui
pernyataan yang isinya berhalangan.
-       Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk
membicarakan konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
-       Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah
diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan
menegakkan revolusi.
-       Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara
presiden /Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah
menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu
Jend.Soeharto.
-       Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai pejabat presiden RI.

B.    ORDE BARU (1965-1998)


1.  Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September  timbullah reaksi  dari
berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965
partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya

Pemerintahan Orde Lama 8


melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut
pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang
anti komunis membentuk Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI
( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan
lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan
Rakyat ) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur
PKI,dan turunkan harga-harga”

Faktor Penyebab Munculnya Reformasi

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad
Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok
tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2
telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan
rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de
facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan
(nepotisme).

Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada


institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan
munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi
total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat
dengan nuansa KKN.

Pemerintahan Orde Lama 9


Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
 UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
 UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang
DPR / MPR

 UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

 UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum

 UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan


ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok
tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar
masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah
terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai
akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan
hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut
adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan
Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan
pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras
terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu,
masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah


memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda.
Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di
Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.

Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak.
Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan
Pemerintahan Orde Lama 10
kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003.
Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang
arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.

Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan
intelektual.

2. Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak


ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan
mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-
masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

3. Krisis Ekonomi

KrisiS moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli
1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia
ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi
Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi


Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu.
Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya
sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang
bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI).
Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena
pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di
kembalikan begitu saja.

Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi


juga telah menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan krisis
Pemerintahan Orde Lama 11
ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang
Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya
merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang
menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar
Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia
semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di
Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya
kredit macet.

Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan


menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan
sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.

Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru


sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD
1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru
adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai
bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.

Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh


pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan
sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral
dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.

Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang


ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke
pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap
pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers

Pemerintahan Orde Lama 12


yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu
menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya
dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di
Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.

4. Krisis Kepercayaan

Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah


pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana,
Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.

Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan


kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak
demokratis dan tidak merakyat.

Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden


Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan
mahasiswa ke Gedung

DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR
akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di
gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-
tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan
diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka
pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri.

Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-


tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan
Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum
dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.

Pemerintahan Orde Lama 13


BAB III
PENUTUP

A.  SIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa orde lama di
Indonesia yang berhubungan dengan praktek politik berdasar demokrasi muncul
semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3 November 1945, yang
menganjurkan pembentukan partai-partai politik. Perkembangan demokrasi dalam masa
revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial,
sementara kekuasaan pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan
parlemen. Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar,
terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan
nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa
itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada segelintir
elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai dengan
adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada
dalam keadaan terasingkan dari proses politik.
 
B.  SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi
sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar
kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia
lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi
birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa
daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin
menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya
mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.

Pemerintahan Orde Lama 14


DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa.
Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII
SMA Program IPS. Malili : Raodah Foto Copy.
http ;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//

Pemerintahan Orde Lama 15

Anda mungkin juga menyukai