Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hampir 57 tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung
sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita
yang berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe.
Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi dilekatkan
suatu atribut demarkatif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde Reformasi. Karena
esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat apologetik
dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan perpolitikan dan
ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya dan tidak ada ikatan
historis sama sekali Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri
haruslah diyakini sebagai sebuah panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian
juga setelah Orde Reformasi pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan
ketatanegaraan lainnya dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama. Dari
perspektif ini maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan
kebangsaan bagi perkembangan bangsa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini adalah;
1. Bagaimana kondisi politik Indonesia pada masa Orde Lama?
2. Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer?
3. Bagaimana proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru?
4. Bagaimana proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI?
5. Bagaimana perbedaan kebijakan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru?
C. Tujuan Maasalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk;
1. Untuk Mengetahui Bagaimana kondisi politik Indonesia pada masa Orde Lama?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan
parlementer?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru?
4. Untuk Mengetahui Bagaimana proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI
5. Untuk Mengetahui Bagaimana perbedaan kebijakan politik pada masa Orde Lama dan
Orde Baru

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orde Lama (1950 – 1965)
1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara,
ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam
sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya
berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab
pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Dalam sistem demokrasi
ini, partai-partai besar seperti Masyumi, Pni, dan PKI mempunyai partisipasi yang besar
dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada
parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar
berdasarkan UUDS 1950.
Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan sistem Demokrasi Liberal
di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 September 1950 adalah
kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi
yang menjadi partai politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa
pemerintahannya secara garis besar sebagai berikut;
a. Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan
terutama dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan
beberapa daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah
yang ada dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut
menyebabkan kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu
menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden seharusnya
memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara berturut-turut setelah

2
kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden
membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
2. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
a. Sistem Politik Demokrasi Terpimpinat
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang
disebabkan oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan
ketika diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon
dari dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi
terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan
konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak
bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk
sebelumya. Satu hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal
dan Demokrasi Terpimpin adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal,
parlemen memiliki kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan
pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin
presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet
dari Kabinet Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan
digantikan dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno
sebagai perdana menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang
memiliki program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan, sandang
pangan, dan pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain
di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
b. Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam
perjalanan sejarah Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Peristiwa tersebut sampai saat ini masih menimbulkan kontrofersi dalam
pengungkapan fakta yang sebenarnya.
c. Dampak G 30 S dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah:

3
1) Demostrasi menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan
di putuskan dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum
terlihat adanyaa tanda-tanda akan dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk
menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-
adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar
Indonesia seperti KAPPI, KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan
oleh KABI, KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
2) Mayjen Soeharto menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14
oktober 1965 Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat
menjadi Menteri/Panglima AD. Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan
pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.
3) Kedaan ekonomi yang buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik
sebagai panglima, akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah
muncul berbagai gejolak sosial yang pada puncaknya menimbulakan
pemberontakan.
4) Tri Tuntutan Rakyat
Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung
dalam Front Pancasila tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk
mengajukan Tritura yang isinya :
a) Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
b) Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c) Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat
perintah 11 Maret 1966.
5) Kabinet seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan
perubahan cabinet (reshuffle). Kabinet baru ini diberi Nama kabinet Dwikora
yang disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru
adalah sebagai berikut:

4
a) Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri
Panglima Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal.
Pada awalnya untuk menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun
presiden enggan mengutuk G 30 S AD mulai mengurangi dukungannya dan
lebih muali tertarik bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.
b) Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan
dari AD. Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan
jasa baik demi pulihnya kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk
itu ia mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki
Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan tawaran
itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11
Maret 1966.
c) Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari
Presiden melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah
konsep surat penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada
pemegang Supersemar.
d) Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan
bersama empat panglima angkatan bersenjata.
e) Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah
pelengkap Nawaksara dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal
9 Februari 1967 DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada
MPRS agar sidang Istimewa dilaksanakan.
f) Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden
Soekarno untuk membicarakan masalah negara.
g) Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa
digunakan untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi
tentang pernyataan presiden berhalangan atau presiden menyerahkan
kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan
MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk
mempelajarinya.
h) Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali
dengan presiden, presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak
menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.

5
i) Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk
membicarakan konsep yang telahtelah disusun sebelum diajukan kepada
presiden.
j) Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah
diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata
menjaga dan menegakkan revolusi.
k) Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara
presiden /Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah
menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu
Jend.Soeharto.
l) Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat
Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden RI.
B. Orde Baru
1. Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah reaksi dari
berbagai Parpol, Ormas, Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965
partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya
melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut
pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang
anti komunis membentuk Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), dan
lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA (Tiga Tuntutan
Rakyat) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya, Bersihkan kabinet dari unsur PKI,
dan turunkan harga-harga”
2. Kebijakan Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik
masa itu. Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari
awal lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan
keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari
masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada
golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah
partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955. Dari hasil
pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100 kursi lagi

6
yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR berjumlah 460
orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu mendukung
kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
3. Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan
sentralistik yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai
akibatnya di akhir pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh
bidang pembangunan. Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan
seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng
kekuasaan yang otoriter itu.
Operasi militer mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan
publikpun terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan
mereka dapat tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-
ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh
masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi
partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan “yuridis, ketatanegaraan, dan
psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak
setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk
maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain,
pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik
Islam.
4. Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen
terhadap tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan
bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air.
a. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997.
Sebenarnya krisis ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah
yang merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi
perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai
pembangunan ekonomi Indonesia.
b. Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat
semakin meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi
menyebabkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi

7
damai menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan
kelompok.
c. Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya
kekuasaan kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memilik kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan.
Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan
eksekutif.
Faktor Penyebab Munculnya Reformasi:
a. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok
tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal
2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan
rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara
de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan
(nepotisme).
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi
oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan
pada sebagian besar masyarakatIndonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai
Demokrasi Indonesia. Munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan
etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997,
meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
b. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan
mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidanghukum agar dapat mendudukkan masalah-
masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

8
c. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan
Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi
Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
d. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana,
Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Tragedi Trisakti itu telah
mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang
menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat. Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan
dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas
dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum
tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh
agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan
tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera
melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai
Presiden.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an
menandai tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam
kerangka ini, banyak kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik
ke arah demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah
bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan tumbuhnya
demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik yang memadai
diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai
produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan massa yang berasal dari arus
keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit politik di tingkat nasional yang dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya memperlihatkan adanya
kesejajaran.
Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran
politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar
empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama
kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
B. Saran
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien
dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer
secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial.
Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah.
Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti
nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau
“penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut
didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan
pemerintah.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus
bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa
Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset negara untuk dijadikan simpanan buat anak
cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa. Klaten:
Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII SMA
Program IPS. Malili: Raodah Foto Copy.
httt;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//

11

Anda mungkin juga menyukai