Anda di halaman 1dari 46

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH DIKEMAS HERMETIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Menimbang : a. bahwa ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2016
tentang Persyaratan Pangan Steril Komersial sudah tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga perlu diganti;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang
Keamanan Pangan serta Pasal 3 Peraturan Presiden
Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan
berwenang menetapkan standar mutu pangan olahan
berasam rendah yang dikemas hermetis yang mempunyai
tingkat risiko Keamanan Pangan yang tinggi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Persyaratan Pangan Olahan Berasam Rendah Dikemas
Hermetis;
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5360);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang
Keamanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 249, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 6442);
3. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21
Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 1002);
5. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22
Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 1003);
6. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23
Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Pusat Pengembangan
Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 1004);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
TENTANG PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM
RENDAH DIKEMAS HERMETIS.
-3-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau
tanpa bahan tambahan.
2. Pangan Olahan Berasam Rendah adalah pangan yang
memiliki pH lebih besar dari 4,6 (empat koma enam) dan
aw lebih besar dari 0,85 (nol koma delapan puluh lima).
3. F0 adalah ukuran kecukupan panas untuk proses
sterilisasi komersial yang dinyatakan sebagai ekuivalen
lama pemanasan dalam satuan menit pada suhu konstan
121,1C (seratus dua puluh satu koma satu derajat
Celcius)/250F (dua ratus lima puluh derajat Fahrenheit).
4. Hermetis adalah kondisi kemasan tertutup yang dapat
mencegah masuknya mikroorganisme selama dan setelah
proses pemanasan.
5. Proses Aseptik adalah proses produksi pangan steril
komersial dengan cara memasukkan pangan yang sudah
disterilisasi komersial ke dalam kemasan steril secara
aseptik.
6. Iradiasi Pangan adalah teknologi penanganan pangan,
baik dengan menggunakan sumber iradiasi dari zat
radioaktif maupun akselerator, untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan dengan cara
membebaskan pangan dari jasad renik patogen, serta
mencegah pertumbuhan tunas.
7. Teknologi Halang Rintang (Hurdle Technology) adalah
teknologi pengawetan pangan dengan menggunakan
kombinasi berbagai teknologi antara lain pengontrolan
suhu, aw, pH, potensial redoks, kondisi atmosfer,
dan/atau penggunaan pengawet atau antimikroba.
-4-

8. Uji Tantangan adalah uji mikrobiologis dimana bahan


pangan diinokulasi dengan mikroorganisme dan dipantau
pertumbuhannya selama pengolahan dan/atau
penyimpanan, untuk menentukan pangan telah diproses
secara memadai.
9. Pelaku Usaha Pangan yang selanjutnya disebut Pelaku
Usaha adalah orang perseorangan atau korporasi, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang bergerak pada satu atau lebih subsistem
agribisnis pangan, yaitu penyedia masukan produksi,
proses produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan,
dan penunjang.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

BAB II
PERSYARATAN

Pasal 2
(1) Pelaku Usaha yang memproduksi dan/atau mengimpor
Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis
untuk diedarkan wajib menjamin keamanan pangan.
(2) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan disimpan pada
suhu ruang harus memenuhi persyaratan sebagai
pangan steril komersial.
(3) Steril komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan kondisi yang dapat dicapai melalui perlakuan
inaktivasi spora dengan panas dan/atau perlakuan lain
yang cukup untuk menjadikan pangan tersebut bebas
dari mikroba yang memiliki kemampuan untuk tumbuh
dalam suhu ruang (non-refrigerated) selama distribusi
dan penyimpanan.
(4) Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) untuk Pangan Olahan berupa:
a. minuman beralkohol; dan
-5-

b. air minum dalam kemasan.

Pasal 3
(1) Untuk memenuhi persyaratan sebagai pangan steril
komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
harus dilakukan sterilisasi komersial.
(2) Sterilisasi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan menggunakan:
a. proses panas;
b. proses nonpanas dengan atau tanpa kombinasi
proses panas; atau
c. Teknologi Halang Rintang (Hurdle Technology).
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis dan
disimpan pada suhu ruang juga harus memenuhi
persyaratan keamanan dan mutu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
Sterilisasi komersial yang menggunakan proses panas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. sterilisasi komersial setelah dikemas; dan
b. sterilisasi komersial dengan Proses Aseptik.

Pasal 5
(1) Sterilisasi komersial yang menggunakan proses panas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memberikan
kecukupan proses setara dengan nilai F0 sekurang-
kurangnya 3,0 (tiga koma nol) menit dihitung terhadap
spora Clostridium botulinum.
(2) Penetapan kecukupan proses sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan untuk setiap jenis produk,
jenis medium, ukuran produk, jenis kemasan, dan faktor
kritis lain yang berpotensi mempengaruhi nilai F0.
-6-

(3) Penetapan kecukupan proses sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) harus dibuktikan dengan validasi
kecukupan proses.
(4) Validasi kecukupan proses panas sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Badan ini.

Pasal 6
(1) Sterilisasi komersial yang menggunakan proses nonpanas
dengan atau tanpa kombinasi proses panas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dapat berupa:
a. Iradiasi Pangan; atau
b. metode lainnya.
(2) Sterilisasi komersial yang menggunakan proses nonpanas
dengan atau tanpa kombinasi proses panas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memastikan tingkat
reduksi spora Clostridium botulinum telah
mencapai/memenuhi paling sedikit 12 (dua belas) siklus
log.
(3) Sterilisasi komersial dengan menggunakan proses
nonpanas dengan atau tanpa kombinasi proses panas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan
dengan validasi kecukupan proses.
(4) Validasi kecukupan proses nonpanas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Badan ini.

Pasal 7
(1) Teknologi Halang Rintang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf c dilakukan untuk menciptakan
kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan dan/atau
inaktivasi Clostridium botulinum.
(2) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang
menggunakan Teknologi Halang Rintang (Hurdle
-7-

Technology) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


dibuktikan dengan Uji Tantangan.
(3) Uji Tantangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai persyaratan pada Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Badan ini.

Pasal 8
Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2), Pelaku Usaha yang memproduksi
Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis dan
disimpan pada suhu ruang juga wajib menerapkan cara
produksi yang baik untuk pangan steril komersial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1) Pelaku usaha yang memproduksi Pangan Olahan
Berasam Rendah dikemas Hermetis yang tidak dapat
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) harus menerapkan distribusi rantai
dingin dengan suhu kurang dari 5°C (lima derajat
Celsius).
(2) Dalam hal Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas
Hermetis akan disimpan pada suhu ruang, Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan
proses sedemikian rupa sehingga:
a. pH produk kurang dari 4,6 (empat koma enam);
dan/atau
b. aw produk kurang dari 0,85 (nol koma delapan puluh
lima).

Pasal 10
Penentuan dalam pemenuhan persyaratan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Badan ini dapat menggunakan alur
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
-8-

BAB III
PENGKAJIAN

Pasal 11
(1) Pelaku Usaha yang memproduksi Pangan Olahan
Berasam Rendah dikemas Hermetis dan disimpan pada
suhu ruang menggunakan:
a. sterilisasi komersial proses nonpanas dengan atau
tanpa kombinasi proses panas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b;
b. Teknologi Halang Rintang (Hurdle Technology)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf
c; atau
c. parameter persyaratan keamanan yang belum diatur
dalam Peraturan Badan ini,
harus menyampaikan permohonan pengkajian secara
tertulis kepada Kepala Badan c.q. Direktur Standardisasi
Pangan Olahan untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Permohonan pengkajian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan kelengkapan data sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Kepala Badan memberikan keputusan
berupa:
a. persetujuan; atau
b. penolakan.
-9-

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 12
Pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan Pangan
Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis dilakukan oleh
Kepala Badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13
(1) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang
telah mendapatkan izin edar sebelum Peraturan Badan
ini berlaku wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Badan ini paling lambat 24 (dua puluh empat)
bulan terhitung sejak Peraturan Badan ini diundangkan.
(2) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang
menggunakan Teknologi Halang Rintang (Hurdle
Technology) dan telah mendapatkan izin edar sebelum
Peraturan Badan ini berlaku wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lambat 36
(tiga puluh enam) bulan terhitung sejak Peraturan Badan
ini diundangkan.
(3) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang
sedang dalam proses pengajuan izin edar tetap diproses
sesuai dengan ketentuan Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan yang menjadi dasar pengajuannya
dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Badan ini paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan terhitung sejak Peraturan Badan ini diundangkan.
(4) Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang
menggunakan Teknologi Halang Rintang (Hurdle
Technology) yang sedang dalam proses pengajuan izin
edar tetap diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan
-10-

Badan Pengawas Obat dan Makanan yang menjadi dasar


pengajuannya dan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 36
(tiga puluh enam) bulan sejak Peraturan Badan ini
diundangkan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun
2016 tentang Persyaratan Pangan Steril Komersial (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1144), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 15
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
LAMPIRAN I
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH
DIKEMAS HERMETIS

VALIDASI KECUKUPAN PROSES PANAS

1. Pendahuluan
Sterilisasi komersial menggunakan proses panas harus memberikan
kecukupan proses dengan nilai F0 sekurang-kurangnya 3,0 (tiga koma nol)
menit dihitung terhadap spora Clostridium botulinum. Pemenuhan
kecukupan proses panas harus dibuktikan dengan validasi kecukupan
proses panas.

Validasi kecukupan proses panas merupakan tanggung jawab pelaku


usaha yang memproduksi pangan steril komersial. Validasi tersebut
dilakukan oleh personil yang memiliki kompetensi untuk melakukan
validasi kecukupan proses panas pada proses sterilisasi komersial. Personil
kompeten ini dapat merupakan personil internal atau eksternal industri
pangan yang memiliki kompetensi mencakup regulasi terkait, mikrobiologi
pangan, dan proses panas.

Proses sterilisasi komersial menggunakan proses panas harus dilakukan


oleh operator yang kompeten. Operator ini merupakan personil atau
petugas yang bertanggung jawab untuk memastikan kinerja alat/unit
sterilisasi komersial dengan menggunakan panas (retort atau unit
pengolahan dan pengemasan aseptik), tetap baik sesuai dengan proses
terjadwal.

Validasi kecukupan proses panas meliputi validasi untuk proses sterilisasi


komersial yang menggunakan proses panas, yaitu:
a. sterilisasi komersial setelah dikemas; dan
b. sterilisasi komersial dengan Proses Aseptik.
-13-

2. Definisi Operasional
2.1. Retort adalah bejana bertekanan yang dirancang untuk proses panas
pangan yang dikemas hermetis.
2.2. Bobot Isi adalah bobot solid material (padatan) dari suatu produk
sebelum dilakukan proses.
2.3. Bobot Bersih adalah bobot total produk dikurangi dengan bobot
kemasan.
2.4. Alat Penunjuk Suhu (Temperature Indicating Devices (TID)) adalah alat
penunjuk suhu yang ada pada retort. Alat ini mengukur suhu ruang
retort pada saat proses sterilisasi berlangsung dan diamati serta
dicatat oleh operator.
2.5. Come Up Time (CUT) adalah waktu yang dihitung dari uap dinyalakan
(media pemanas masuk ke dalam retort) sampai retort mencapai suhu
proses.
2.6. Divider adalah lapisan pemisah antar tumpukan produk dalam
keranjang/retort (untuk produk yang ditata).
2.7. Proses Terjadwal (scheduled process) adalah semua kondisi yang
diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan sterilitas
komersial dari peralatan, wadah, dan pangan.
2.8. Venting adalah pengeluaran udara dari retort uap dengan
menggunakan uap sebelum proses terjadwal dimulai.
2.9. Headspace adalah ruang kosong dalam wadah yang tidak ditempati
oleh pangan.
2.10. Pengolahan dan pengemasan aseptik adalah proses produksi Pangan
Steril Komersial dengan cara memasukkan pangan yang sudah
disterilisasi komersial ke dalam kemasan steril secara aseptik.
2.11. Zona Aseptik adalah area yang perlu dibuat dan dipertahankan steril
sehingga produk dan kemasan steril tidak akan terkontaminasi
kembali oleh mikroba. Zona ini dilengkapi pelindung fisik seperti
kotak pelindung atau aliran udara steril.
-14-

3. Validasi
3.1. Sterilisasi Komersial Setelah Dikemas
3.1.1. Persiapan Validasi Kecukupan Panas
a. Mempersiapkan peralatan pengukuran suhu dan tekanan
Peralatan pengukuran suhu dan tekanan dapat berupa
termokopel/data logger.
b. Mengidentifikasi tata letak retort dan sistem perpipaan uap
Identifikasi tata letak retort bertujuan untuk identifikasi titik
pengambilan data sesuai dengan jumlah keranjang dalam 1 retort dan
jumlah tumpukan/layer dalam 1 (satu) keranjang (apabila produk
ditata). Identifikasi sistem perpipaan dapat digunakan untuk
mengetahui retort terjauh dari sumber uap.

3.1.2. Desain Validasi Distribusi Panas


Validasi distribusi panas bertujuan untuk mengevaluasi kinerja retort. Dari
hasil uji distribusi panas dapat diketahui titik terdingin atau titik yang
paling lambat mencapai suhu proses di dalam retort. Data uji distribusi
panas digunakan sebagai dasar dalam mendesain jadwal venting sehingga
proses venting dilakukan dengan sempurna untuk mengusir udara dan
menjamin homogenitas suhu dalam retort. Adapun pada retort yang tidak
memerlukan jadwal venting seperti pada retort tekanan berlebih (over-
pressure retort), maka uji distribusi digunakan untuk memastikan bahwa
suhu retort telah seragam saat suhu proses tercapai dan proses sterilisasi
dimulai.

Idealnya validasi distribusi panas dilakukan untuk semua retort sejenis


yang identik. Namun apabila tidak dapat dilakukan dapat disimulasikan
dengan kondisi terburuk dalam pemilihan retort.

Tahapan validasi distribusi panas adalah sebagai berikut:


a. Mengidentifikasi kondisi terburuk antara lain:
1) Identifikasi kondisi retort terburuk
Kondisi terburuk dapat diidentifikasi berdasarkan antara lain pada
kondisi retort, umur retort, kapasitas terbesar, retort terjauh dari
sumber uap.
-15-

2) Minimum pressure header (tekanan minimal)


Uji distribusi dilakukan pada kondisi suplai uap berada pada
tekanan minimum yang mungkin digunakan di pabrik tersebut.
3) Beban maksimum pada saat proses untuk menciptakan kondisi
terburuk, antara lain kondisi retort terdingin, jumlah kemasan
produk maksimal, ukuran kemasan produk terkecil, penggunaan
divider, penataan produk dalam retort, jumlah retort maksimal yang
venting secara bersamaan.
b. Menempatkan pengukur suhu dan tekanan (termokopel/data logger)
Termokopel/data logger diletakkan di luar kemasan dengan minimal
pada 3 posisi pada masing-masing keranjang serta 1 titik dekat dengan
TID. Apabila jumlah termokopel/data logger tidak mencukupi, validasi
distribusi dapat dilakukan secara bertahap atau diulangi beberapa kali
dalam kondisi proses yang identik.
c. Mengukur suhu dan tekanan selama proses
Selama proses berjalan, suhu dan tekanan akan tercatat/terekam
dengan termokopel/data logger dengan interval pengambilan data
sekitar 1 (satu) menit. Pengukuran data dilakukan mulai dari
menyalakan retort (steam on) sampai selesai pendinginan.
d. Mengolah dan menyajikan data
Setelah data hasil pengukuran setiap termokopel/data logger terkumpul
dan direkapitulasi, selanjutnya dibuat kurva distribusi panas yang
merupakan plot data dengan sumbu x adalah waktu pengamatan suhu
dan sumbu y adalah suhu yang terukur pada termokopel/data logger.
Pada kurva tersebut dapat dilihat profil suhu awal proses, peningkatan
suhu pada setiap bagian retort selama proses sterilisasi.

Distribusi panas yang baik ditunjukkan saat dapat terdistribusi secara


merata pada waktu CUT yang cukup singkat untuk mencapai suhu proses
yang seragam. Upaya perbaikan pendistribusian panas dapat dilakukan
baik melalui perbaikan instalasi peralatan retort, maupun suplai uap yang
disebarkan ke dalam retort.
-16-

3.1.3. Desain Validasi Penetrasi Panas


Setelah dilakukan validasi distribusi panas, dilakukan validasi penetrasi
panas untuk melihat perambatan panas di dalam wadah/kaleng pada
daerah terdingin di dalam retort. Tujuan dari validasi penetrasi panas ini
adalah untuk:
a. Mengukur suhu terdingin pada produk selama proses sterilisasi;
b. Menentukan nilai kecukupan panas minimal (F0 min) produk; dan/atau
c. Mendesain proses terjadwal dan proses alternatifnya.

Idealnya validasi penetrasi panas dilakukan untuk setiap jenis produk,


ukuran produk, potongan produk, media dalam produk, jenis kemasan
produk, ukuran kemasan produk, dan lain-lain. Namun apabila tidak dapat
dilakukan dapat disimulasikan dengan kondisi terburuk dalam pemilihan
produk.

Tahapan validasi penetrasi panas antara lain:


a. Identifikasi kondisi terburuk
1) Identifikasi kondisi retort terburuk
Kondisi terburuk dapat diidentifikasi berdasarkan antara lain pada
kondisi retort, umur retort, kapasitas terbesar, retort terjauh dari
sumber uap.
Retort yang akan digunakan dalam validasi penetrasi panas ini
harus merupakan retort yang sama yang telah dilakukan pengujian
distribusi panas sebelumnya.
2) Minimum pressure header (tekanan minimal)
Suplai uap diatur pada tekanan minimum.
3) Identifikasi titik kritis produk, antara lain bobot isi dan bobot bersih,
ukuran kemasan produk, medium yang digunakan, rasio antara
padatan dan cairan medium, bentuk potongan produk, viskositas
produk (produk cairan), headspace (jika menggunakan retort
agitasi).
4) Beban maksimum pada saat proses untuk menciptakan kondisi
terburuk, antara lain kondisi retort terdingin, jumlah kemasan
produk maksimal, nesting, Initial Temperature, penggunaan divider,
penataan produk dalam retort, jumlah retort maksimal yang venting
-17-

secara bersamaan, kecepatan agitasi retort (jika menggunakan retort


agitasi).
b. Menempatkan alat pengukur suhu dan tekanan (termokopel/data
logger)
Termokopel/data logger diletakkan di dalam produk dengan minimal
pada 3 posisi pada masing-masing keranjang serta 1 titik dekat dengan
TID. Selain itu thermo data logger ditempatkan lebih banyak pada area
terdingin dari retort berdasarkan hasil validasi distribusi panas. Apabila
jumlah alat pengukur tidak mencukupi, validasi penetrasi panas dapat
dilakukan secara bertahap. Akan tetapi harus dipastikan bahwa pada
kondisi yang identik selalu digunakan pada pengambilan data secara
bertahap.
c. Mengukur suhu dan tekanan selama proses
Selama proses berjalan, suhu diukur menggunakan termokopel dan
datanya direkam menggunakan data logger secara periodik. Interval
pengambilan dan perekaman data umumnya sekitar 1 (satu) menit.
Apabila diperlukan interval pengukuran lebih pendek dapat diterapkan
terutama untuk proses sterilisasi yang berlangsung dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Pengukuran suhu dilakukan mulai dari retort
dioperasikan (uap panas mulai dialirkan) sampai selesai pendinginan.
d. Pengolahan dan penyajian data
1) Nilai F0 minimum
Data hasil pengukuran penetrasi panas perlu diolah dengan tujuan
untuk menentukan nilai sterilitas (F0) dari proses panas yang
dilakukan. Diantara metode yang dapat digunakan untuk
menghitung nilai F0 dari hasil pengukuran penetrasi panas adalah
dengan menggunakan metode trapesium atau metode umum
(General Method).
Dengan membandingkan nilai F0 pada desain proses panas yang
dilakukan dengan persyaratan F0 minimal yaitu 3,0 menit, maka
dapat ditentukan apakah proses panas yang diterapkan sudah
memenuhi kecukupan proses panas atau belum. Apabila nilai F 0
yang diperoleh dari hasil lebih besar dari 3,0 menit, maka proses
panas yang dilakukan telah mencukupi. Sedangkan apabila nilai F0
kurang dari 3,0 menit, maka proses panas tidak tercapai (under
process). Dengan cara seperti ini maka dapat ditentukan apakah
-18-

suatu disain proses panas sudah cukup untuk memastikan


inaktivasi bakteri atau spora yang tidak diinginkan.

Berikut langkah-langkah pengolahan dan penyajian data hasil


validasi penetrasi panas:
i. Membuat kurva penetrasi panas;
ii. Menghitung nilai Lethal Rate (LR);
Nilai Lethal Rate (LR) adalah efek letalitas pada suhu tertentu
dibandingkan dengan suhu standar. Nilai sterilitas suatu
proses sterilisasi dapat dihitung dengan mengonversikan waktu
proses pada suhu-suhu tertentu ke waktu ekuivalen pada suhu
standar yang umum, misalnya 121,1 °C untuk proses
sterilisasi. Nilai letalitas dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
(𝑇−𝑇𝑟𝑒𝑓)
𝐿𝑅 = 10 𝑍

dengan:
LR : nilai lethal rate
T : suhu pengamatan pada waktu tertentu
Tref : suhu standar, yang umum digunakan adalah
121,1°C untuk proses sterilisasi
Z : besaran derajat dalam (°C atau °F) yang
dibutuhkan untuk mereduksi nilai D sebesar 1
siklus log
(dimana nilai D adalah waktu yang dibutuhkan
untuk mereduksi jumlah mikroba sebesar satu
siklus log dari jumlah mikroba awal pada suhu
tertentu)

iii. Menghitung nilai F0 minimal.


Nilai F0 salah satunya dapat dihitung dengan menggunakan
metode trapesium atau metode umum. Metode ini adalah
metode untuk menghitung nilai unit sterilisasi dari data
penetrasi panas. Luasan total dari trapesium menunjukkan
nilai sterilisasi (F0) dari proses, yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
-19-

𝑡
𝐹0 = ∫ (𝐿𝑅 )𝑑𝑡
0

Atau:
𝐿𝑅𝑛 + 𝐿𝑅𝑛−1
𝐹0 = ∑ ( ) ∆𝑡
2
dengan:
F0 : nilai sterilisasi pada suhu 121,1C bagi
mikroorganisme yang mempunyai nilai Z tertentu
ΔT : peningkatan atau selang waktu yang digunakan
untuk mengamati nilai T
T : suhu pengamatan pada waktu tertentu
LR : nilai lethal rate

2) Proses Terjadwal
Proses terjadwal merupakan desain proses berupa suhu, waktu dan
tekanan proses yang ditetapkan sesuai dengan hasil validasi
kecukupan panas yang akan dijadikan acuan parameter proses
dalam operasional sehari-hari.
3) Rekomendasi Proses Alternatif
Apabila diperlukan industri dapat membuat proses alternatif untuk
mengantisipasi potensi penyimpangan suhu dan waktu proses.
Rekomendasi proses alternatif tidak diperlukan apabila produk
terdampak ditindaklanjuti dengan pemusnahan atau sterilisasi
ulang berdasarkan proses terjadwal.

3.2. Sterilisasi Komersial dengan Proses Aseptik

Proses sterilisasi komersial secara aseptik terdiri dari:


a. proses sterilisasi produk;
b. proses sterilisasi kemasan; dan
c. proses sterilisasi zona aseptik, yaitu zona dimana proses pengisian dan
penutupan secara aseptis dilakukan.

Proses sterilisasi yang diterapkan pada pengemasan aseptik (kemasan dan


zona aseptik) seharusnya mencapai tingkat sterilitas yang sekurang-
kurangnya setara dengan tingkat sterilitas produk supaya tingkat sterilitas
produk dapat dipertahankan.
-20-

3.2.1. Sterilisasi Produk


Kecukupan proses panas produk ditunjukkan oleh nilai F0 yang diterima
oleh produk. Penetapan nilai F0 didasarkan pada suhu dan waktu tinggal
minimum produk di holding tube.

a. Suhu Minimum (Tmin)


Suhu minimum adalah suhu terukur pada bagian outlet dari holding
tube.

b. Waktu Tinggal Minimum (tmin)


Waktu tinggal minimum (tmin) dievaluasi berdasarkan waktu tinggal
minimum di holding tube.

c. Perhitungan Kecukupan Proses (F0)


Dari parameter suhu (⁰C) dan waktu minimum (menit) di atas,
kecukupan panas produk dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝑇𝑚𝑖𝑛−121.1
F0 = (10 10 ) . 𝑡𝑚𝑖𝑛

Perhitungan F0 harus dimiliki oleh tiap produk yang diproduksi oleh


industri tersebut.

3.2.2. Sterilisasi Kemasan


Tingkat sterilitas kemasan minimal harus sama dengan tingkat sterilitas
produk. Dengan asumsi bahwa tingkat kandungan spora di bahan kemasan
adalah 1 spora/kemasan serta peluang kandungan spora C. botulinum
adalah 10-3 maka tingkat reduksi spora C. botulinum sebesar 6 siklus log
akan memberikan peluang akhir sebesar 10-9 spora C. botulinum/kemasan.
Kondisi ini setara dengan tingkat sterilitas produk yang diproses dengan
konsep reduksi 12 siklus log dengan asumsi kandungan awal spora C.
botulinum sebesar 103.
Untuk memverifikasi bahwa sterilisasi bahan kemasan telah dilaksanakan
dengan benar maka dilakukan uji tantangan (challenge test).
-21-

Sterilisasi kemasan dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun kombinasi


keduanya. Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi kemasan
diantaranya adalah hidrogen peroksida (H2O2) dan asam parasetat (PAA).
Sedangkan sterilisasi secara fisik dapat dilakukan melalui pemanasan dan
iradiasi.

a. Pemanasan
Faktor yang perlu dikendalikan untuk pemastian pencapaian sterilitas
kemasan adalah kombinasi suhu dan waktu. Pemanasan dapat
dilakukan dengan menggunakan uap atau udara kering. Pemanasan
dengan uap panas pada suhu 121 oC selama 20 menit umumnya
memberikan efektivitas yang ekuivalen dengan pemanasan
menggunakan udara kering pada suhu 170 oC selama 60 menit. Hal
yang perlu diperhatikan jika menggunakan uap panas sebagai sterilan
adalah potensi kondensasi uap di permukaan kemasan yang berpotensi
tercampur dengan produk yang akan dikemas. Teknik sterilisasi
kemasan dengan uap banyak digunakan untuk kemasan plastik.

b. Iradiasi
Teknik iradiasi dapat digunakan untuk melakukan sterilisasi kemasan
yang tidak tahan terhadap panas atau karena bentuknya yang sangat
unik sehingga sulit disterilkan dengan teknik lain. Iradiasi sinar gamma
biasanya dilakukan dengan sumber Cobalt 60 atau Caesium 137 dan
bisa juga dilakukan dengan electronic beam machine.

3.2.3. Zona Aseptik


Zona aseptik harus dipantau sebelum dan selama pengisian produk steril
ke dalam kemasan steril. Sterilan yang sering digunakan adalah uap panas
dan/atau H2O2 (peroxide mist). Sebelum penyemprotan H2O2 seluruh
permukaan pengisian harus dipanaskan terlebih dahulu. Setelah
penyemprotan H2O2 dilakukan penyemprotan udara kering
-22-

(steril) panas (280 – 360 oC). Proses sterilisasi berlangsung saat proses
kondensasi dan penguapan.

Kondisi steril harus dipelihara dengan memastikan suhu dan tekanan


udara positif di ruang pengisian. Verifikasi tekanan udara positif dilakukan
dengan pengukuran tekanan udara di zona aseptik terhadap tekanan udara
di luar zona aseptik. Aliran udara yang masuk ke dalam zona aseptik harus
steril. Sterilisasi udara dapat menggunakan insinerator, HEPA filter atau
kombinasi keduanya.

Penyaring udara yang masuk ke dalam zona aseptik harus berfungsi


dengan baik. Seluruh peralatan yang digunakan untuk melakukan proses
sterilisasi dan pengemasan aseptik harus dipastikan memiliki rancangan
peralatan yang saniter sehingga mudah dilakukan sanitasi.

Industri harus melakukan uji kinerja sistem aseptik untuk memastikan


bahwa peralatan dapat bekerja dengan baik sehingga tingkat sterilitas
sebagaimana dilakukan oleh supplier alat dapat tercapai pada sarana
tersebut. Standar unjuk kinerja disesuaikan dengan persyaratan supplier
sistem aseptik.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

ttd.

PENNY K. LUKITO
-23-

LAMPIRAN II
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH
DIKEMAS HERMETIS

VALIDASI KECUKUPAN PROSES NONPANAS

Sterilisasi komersial menggunakan proses nonpanas dapat dilakukan


dengan metode antara lain: Iradiasi Pangan, High Pressure Processing (HPP),
Pulse Electric Field (PEF), kombinasi dari metode tersebut, dan/atau
kombinasinya dengan proses panas. Penggunaan metode tersebut harus
dibuktikan dengan validasi kecukupan proses untuk memastikan tingkat
reduksi spora C. botulinum telah memenuhi sekurang-kurangnya 12 (dua
belas) siklus log.

Informasi validasi kecukupan proses memuat sekurang-kurangnya:


1. Ruang lingkup
a. deskripsi metode inaktivasi yang akan divalidasi;
b. landasan teori;
c. deskripsi, formulasi, dan karakteristik produk;
d. alur proses produksi; dan
e. spesifikasi peralatan.
2. Tujuan proses validasi
Bagian ini menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan
proses validasi kecukupan proses dengan teknik khusus yang
diusulkan.
3. Mikroorganisme target dan data kinetika inaktivasi
Bagian ini mendeskripsikan mikroorganisme yang dijadikan target
proses sterilisasi dengan teknik khusus yang digunakan beserta
justifikasi ilmiahnya. Data kinetika inaktivasi mikroorganisme target
perlu disajikan sebagai salah satu dasar justifikasi utama
pemilihannya dan juga sebagai bahan perbandingan dengan data
kinetika mikroorganisme pengganti (surrogate) jika menggunakan
-24-

mikroogranisme pengganti. Adapun data mikroogranisme pengganti


dan data inaktivasinya mencakup:
a. Deskripsi mikroorganisme pengganti yang digunakan sebagai
mikroorganisme uji coba kecukupan proses sterilisasi dengan
teknik khusus yang digunakan.
b. Data kinetika yang menunjukkan laju inaktivasi mikroorganisme
pengganti dan tingkat sensitivitasnya terhadap parameter proses
utama perlu disajikan untuk mendukung dasar penetapannya
sebagai mikroorganisme pengganti.
4. Parameter kritis (terkait produk dan proses)
Informasi spesifik tentang pengaruh setiap parameter kritis diperlukan
untuk mengontrol kecukupan proses. Berbagai parameter kritis yang
akan berpengaruh terhadap kecukupan proses sterilisasi harus
dijabarkan dan dijelaskan.
5. Simulasi kondisi terburuk
Proses validasi harus dilakukan pada kondisi terburuk yang mungkin
terjadi dalam proses produksi. Kondisi terburuk merujuk kepada
kondisi proses yang akan memberikan tingkat sterilitas yang paling
minimal, misalnya dilakukan pada titik terdingin jika menggunakan
proses panas.
6. Metode/deskripsi proses validasi
Penjelasan setiap tahapan proses validasi perlu dijabarkan. Metode
yang digunakan harus bisa diverifikasi ulang apabila diperlukan.
7. Tingkat reduksi mikroorganisme target pada simulasi kondisi terburuk
Hasil utama berupa jumlah mikroorganisme target/pengganti awal dan
jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup setelah proses sterilisasi
harus disajikan pada bagian ini. Apabila pengujian dilakukan dengan
menggunakan mikroorganisme pengganti maka ekuivalensi tingkat
reduksinya terhadap mikroorganisme target juga perlu disajikan.
8. Kesimpulan
Bagian ini menjelaskan kesimpulan yang diperoleh dari hasil uji
validasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
-25-

9. Authorized person
Bagian ini menjelaskan individu atau organisasi yang bertanggung
jawab terhadap validitas hasil pengujian atau validasi proses sterilisasi
yang diusulkan.

Informasi validasi diatas dapat berupa publikasi ilmiah di peer-reviewed


jurnal, standar yang berlaku, atau laporan perusahaan yang dilakukan
pada laboratorium yang menerapkan Good Laboratory Practices (GLP).

Selain menggunakan validasi kecukupan proses, untuk memastikan


tingkat reduksi spora C. botulinum telah memenuhi sekurang-kurangnya 12
(dua belas) siklus log juga dapat dibuktikan dengan Uji Tantangan.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

ttd.

PENNY K. LUKITO
-26-

LAMPIRAN III
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH
DIKEMAS HERMETIS

PEDOMAN UJI TANTANGAN (CHALLENGE TEST)

1. Pendahuluan
Pangan Berasam Rendah dikemas Hermetis yang akan disimpan pada suhu
ruang dapat diproses sedemikian rupa sehingga menciptakan kondisi yang
menghambat pertumbuhan C. botulinum. Kondisi tersebut dapat berupa
kombinasi pengawetan/Teknologi Halang Rintang untuk menghambat
pertumbuhan C. botulinum dapat berupa kombinasi panas atau metode
inaktivasi yang lain dengan:
a. senyawa penghambat pertumbuhan C. botulinum; atau
b. pengendalian kondisi atmosfer.

Untuk dapat membuktikan bahwa metode tersebut efektif dalam


menghambat pertumbuhan C. botulinum harus dibuktikan dengan Uji
Tantangan. Uji Tantangan adalah uji mikrobiologis dimana bahan pangan
diinokulasi dengan mikroorganisme dan dipantau pertumbuhannya selama
pengolahan dan/atau penyimpanan.

Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam melakukan dan menilai Uji
Tantangan Pangan Olahan berasam rendah yang dikemas Hermetis dan
disimpan di suhu ruang, untuk menunjukkan bahwa persyaratan
keamanan pangan (kondisi Steril Komersial atau kondisi yang tidak
mendukung pertumbuhan C. botulinum) terpenuhi. Pedoman dapat
digunakan baik oleh pengawas, pelaku usaha pangan, serta para pemangku
kepentingan terkait lainnya.
-27-

2. Definisi Operasional
2.1. Aktivitas air atau aw adalah rasio antara tekanan uap air produk
terhadap tekanan uap air murni pada suhu yang sama, yang
menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya.
2.2. Asam tertitrasi (titratable acidity) adalah konsentrasi asam total yang
terkandung dalam pangan.
2.3. Direct plating adalah cara pencacahan bakteri di permukaan
lempengan agar-agar seperti yang ditemukan di dalam cawan petri.
2.4. End-point lethality adalah hasil studi yang dilakukan untuk
menentukan pada interval waktu berapa mulai terdeteksi toksin yang
melebihi ambang batas aman.
2.5. Enumerasi adalah pencacahan/penjumlahan satu per satu.
2.6. Inokulasi adalah proses atau tahap kegiatan pemindahan
mikroorganisme/patogen dari sumber asalnya (inang) ke dalam
sebuah medium yang baru.
2.7. Inokulum adalah mikroorganisme atau patogen yang diinokulasikan
ke dalam sebuah medium atau inang, di mana mikroorganisme
tersebut masih dalam keadaan hidup atau masih berada pada fase
pertumbuhan yang sehat.
2.8. Isolat adalah biakan murni dari mikroorgansime yang diharapkan
berasal dari satu jenis.
2.9. Kultur adalah biakan yang tumbuh.
2.10. Lot/Batch adalah sejumlah tertentu Pangan Olahan yang
diproduksi pada kondisi dan waktu yang sama sehingga
diasumsikan produk memiliki mutu yang seragam.
2.11. Mikroflora kompetitif adalah mikroorganisme yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroba patogen target.
2.12. Mikroorganisme pengganti (surrogate) adalah mikoorganisme
alternatif yang memiliki respon inaktivasi yang mirip dengan C.
botulinum pada saat diberikan perlakukan.
2.13. Patogen avirulen adalah mikroorganisme nonpatogenik yang tidak
mampu menyebabkan penyakit.
2.14. Penyintas (survivor) adalah mikroorganisme yang mampu bertahan
hidup.
-28-

2.15. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan


tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
2.16. Sintasan (survival) adalah aktivitas bertahan hidup.

3. Pedoman Pengkajian Uji Tantangan


3.3. Tenaga Ahli dan Laboratorium
Uji Tantangan harus didesain dan dievaluasi oleh ahli mikrobiologi pangan
yang kompeten. Laboratorium yang digunakan harus terakreditasi atau
laboratorium pemerintah atau memenuhi kelayakan untuk melakukan
pengujian tantangan yang mencakup peralatan, kondisi dan jaminan
validitas hasil, tetapi tidak harus tersertifikasi dalam melakukan Uji
Tantangan. Uji Tantangan harus menggunakan metode yang tervalidasi.
Jika tidak tersedia metode yang tervalidasi, maka dapat menggunakan
metode yang sudah diterima, seperti metode yang diambil dari peer-
reviewed journal (jurnal bermitra bestari).

3.4. Tipe Uji Tantangan


Terdapat berbagai Uji Tantangan terkait dengan validasi prosedur proses
untuk keamanan pangan, kondisi penyimpanan produk dan umur simpan.
Uji Tantangan untuk keamanan pangan bervariasi tergantung tujuan uji,
misalnya uji penghambatan pertumbuhan patogen, atau uji inaktivasi
patogen atau kombinasi keduanya, yang tergantung dari jenis produk,
proses produksi dan analisis bahaya pada produk.

Ada beberapa tipe Uji Tantangan:


a. Uji penghambatan pertumbuhan patogen
Uji yang mengevaluasi kemampuan formulasi produk pangan dengan
jenis pemrosesan dan pengemasan yang spesifik untuk menghambat
pertumbuhan bakteri patogen tertentu ketika disimpan dalam suatu
kondisi penyimpanan (waktu dan suhu).
b. Uji inaktivasi patogen
Uji yang mengevaluasi kemampuan formulasi produk pangan, proses
pembuatan produk pangan atau kombinasinya untuk menginaktivasi
bakteri patogen tertentu.
-29-

c. Gabungan uji penghambatan pertumbuhan dan inaktivasi patogen


Uji ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan formulasi
pangan atau proses untuk menginaktivasi bakteri patogen tertentu dan
menghambat bakteri patogen lainnya, atau untuk mencapai tingkat
inaktivasi yang diikuti dengan penghambatan pertumbuhan penyintas
(survivor) atau cemaran yang muncul setelah pemrosesan.

Parameter yang harus dipertimbangkan ketika melakukan Uji Tantangan:


1. Tenaga ahli dan laboratorium
2. Tipe Uji Tantangan
2.1. Uji penghambatan pertumbuhan patogen
2.2. Uji inaktivasi patogen
2.3. Gabungan uji penghambatan pertumbuhan dan inaktivasi
patogen
3. Produk uji
3.1. Preparasi produk
3.2. Variabilitas produk
3.3. Mikroflora kompetitif
4. Mikroorganisme target
4.1. Identifikasi patogen yang menjadi perhatian
4.2. Penggunaan mikroorganisme pengganti (surrogate)
4.3. Jenis dan jumlah strain
5. Jumlah inokulum
6. Persiapan inokulum
7. Metode inokulasi
8. Kondisi penyimpanan
8.1. Kemasan
8.2. Penyimpanan dan pengangkutan
9. Sampling
9.1. Jumlah sampel dan ulangan
9.2. Analisis sampel
9.3. Penentuan parameter fisik
10. Durasi uji dan interval sampling
11. Interpretasi hasil
12. Laporan hasil
-30-

3.5. Produk Uji


3.5.1. Preparasi Produk
Produk harus disiapkan dalam kondisi yang paling kondusif untuk
pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme uji/target
berdasarkan kondisi penggunaan yang dimaksudkan dan variabilitas
produk. Sifat fisika (seperti pH, aw) produk yang diuji dan dampaknya
terhadap Uji Tantangan atau uji inaktivasi harus dipertimbangkan.

3.5.2. Variabilitas Produk


Pengetahuan tentang variabilitas pemrosesan atau produksi diperlukan
untuk menentukan parameter uji yang sesuai untuk Uji Tantangan.
Variabilitas di dalam dan di antara lot seharusnya ditentukan dengan
mengukur faktor formulasi seperti pH, aw. Semakin besar variabilitas,
semakin banyak sampel produk yang perlu dievaluasi, misalnya,
pengukuran yang perlu dilakukan untuk menentukan batas atas atau
bawah kontrol.

Sedapat mungkin, produk yang digunakan dalam Uji Tantangan adalah


pangan yang berasal dari fasilitas produksi komersial (manufaktur atau
dapur jasa boga) atau diproduksi di laboratorium yang memiliki fasilitas
percontohan/pilot pengolahan pangan. Pangan yang diproduksi di fasilitas
percontohan seharusnya diproses sesuai dengan kondisi yang digunakan
ketika operasi komersial (seperti suhu/waktu memasak, homogenisasi,
pengisian panas, pengirisan).

3.5.3. Mikroflora Kompetitif


Flora kompetitif dapat mempengaruhi hasil Uji Tantangan, terutama uji
yang menentukan pertumbuhan patogen dalam produk pangan. Produk
yang digunakan seharusnya sesegar mungkin, dalam kisaran 10% pertama
dari umur simpannya, misalnya jika umur simpan <1 bulan maka produk
yang seharusnya digunakan adalah yang berumur 1 hingga 3 hari.

Perhatian seharusnya diberikan pada saat inokulasi agar tidak terjadi


kontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk atipikal yang dapat
menghambat pertumbuhan patogen.
-31-

3.6. Mikroorganisme Target


3.6.1. Identifikasi Patogen yang Menjadi Perhatian
Mikroroganisme yang sesuai untuk Uji Tantangan seharusnya ditentukan
oleh ahli mikrobiologi pangan. Ada sejumlah masalah yang harus
dipertimbangkan oleh ahli mikrobiologi pangan, termasuk karakteristik
produk, proses yang digunakan untuk menyiapkannya, dan patogen apa
saja yang relevan secara epidemiologis atau ekologis.

Mikroorganisme yang digunakan untuk Uji Tantangan untuk menentukan


inaktivasi yang disebabkan oleh formulasi produk dapat dipilih
berdasarkan ketahanan patogen terhadap sifat bakterisidal produk
tersebut. Idealnya, dalam melakukan penelitian untuk menentukan
pertumbuhan patogen dalam formulasi pangan, patogen yang digunakan
adalah patogen yang paling tahan terhadap sifat bakterisidal produk dan
tumbuh paling cepat pada produk. Model prediktif dapat bermanfaat dalam
menentukan patogen mana yang dapat tumbuh paling cepat dalam kondisi
Uji Tantangan.

Pilihan mikroorganisme untuk uji inaktivasi proses (misalnya, proses


panas) seharusnya berdasarkan pada kemungkinan keberadaan patogen
pada pangan yang diuji, resistensi patogen terhadap inaktivasi, tujuan
kesehatan masyarakat yang ingin dicapai dengan proses tersebut dan
tujuan penggunaan produk.

3.6.2. Penggunaan Mikroorganisme Pengganti (Surrogate)


Inokulasi pangan dengan bakteri patogen memerlukan fasilitas
perlindungan biologis yang memadai dan mungkin memerlukan
persetujuan pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan, misalnya
dalam kasus penggunaan patogen tertentu seperti C. botulinum. Oleh
karena itu, dalam kasus terbatas, mikroorganisme pengganti nonpatogenik
sangat berguna untuk menguji peralatan pengolahan khusus di pabrik, di
mana adanya patogen akan menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima.
Mikroorganisme pengganti juga mungkin berguna untuk memilih
parameter uji sebelum melakukan uji lengkap dengan patogen.
-32-

Mikroorganisme pengganti biasanya nonpatogen yang mewakili patogen


yang menjadi perhatian, yang memiliki ketahanan yang sama atau lebih
tahan terhadap kondisi yang sedang dipelajari. Jika diperlukan,
mikroorganisme yang mewakili patogen dapat berupa jenis patogen
avirulen. Mikroorganisme pengganti yang ideal harus memiliki karakteristik
sebagai berikut: nonpatogen, memiliki karakteristik inaktivasi dan kinetika
yang dapat digunakan untuk memprediksi patogen target, memiliki
kerentanan yang serupa terhadap cedera, memiliki karakteristik
pertumbuhan yang serupa, penyiapan populasi kepadatan tinggi yang
stabil hingga digunakan mudah dilakukan, mudah dihitung dan memiliki
kemampuan penempelan yang serupa, serta stabil secara genetik.

Sebagai contoh, Clostridium sporogenes telah terbukti menjadi pengganti


yang sangat baik untuk C. botulinum ketika digunakan dalam uji kemasan
yang diinokulasi untuk memvalidasi proses panas untuk pangan berasam
rendah dalam kaleng. Namun, C. sporogenes tidak dapat digunakan sebagai
pengganti langsung untuk memvalidasi penghambatan produksi toksin
botulin pada produk.

Mikroorganisme pengganti yang sesuai untuk satu jenis proses belum tentu
sesuai untuk proses lain yang berbeda. Misalnya, ketahanan panas dari
berbagai strain spora C. botulinum tidak berkorelasi dengan ketahanannya
terhadap tekanan hidrostatik tinggi. C. sporogenes merupakan salah satu
mikroorganisme pengganti yang sesuai untuk C. botulinum pada proses
sterilisasi menggunakan panas, dan Bacillus amyloliquefaciens merupakan
mikroorganisme pengganti yang cocok pada proses sterilisasi menggunakan
High Pressure Processing.

Pilihan mikroorganisme pengganti perlu dijustifikasi. Dokumentasi


pendukung untuk kesesuaiannya sebagai pengganti untuk patogen pada
pangan yang diuji harus disertakan dalam laporan akhir. Jika tidak tersedia
data pembanding langsung yang relevan, uji perlu dilakukan untuk
menetapkan validitas kesesuaian mikroorganisme pengganti dengan
patogen target untuk pangan dan proses tertentu.
-33-

3.6.3. Jenis dan Jumlah Strain


Untuk menjelaskan variasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup di
antara strain, Uji Tantangan sebaiknya dilakukan menggunakan tiga
hingga lima strain baik secara tunggal atau kombinasi.

Secara umum, penggunan inokulum yang terdiri dari beberapa strain


(misalnya koktail) patogen lebih baik, karena akan mewakili variabilitas di
antara mikroorganisme dan dapat mengurangi jumlah uji yang diperlukan.

Pendekatan lain adalah dengan menyaring beberapa strain dalam matriks


pangan yang sedang diteliti dan menentukan strain mana yang memiliki
resistensi terbesar, tumbuh tercepat, dll dan melakukan Uji Tantangan
menggunakan strain tunggal tersebut. Parameter yang digunakan untuk
menyaring strain tersebut tergantung pada tujuan Uji Tantangan, misalnya,
untuk menentukan inaktivasi atau karakteristik pertumbuhan dalam
suatu produk.

Penentuan apakah akan menggunakan strain tunggal atau campuran


beberapa strain seharusnya ditentukan oleh ahli mikrobiologi pangan
yanag memiliki pengetahuan mengenai pengendalian patogen.

Isolat seharusnya sesuai untuk produk pangan yang akan diuji tantangan,
termasuk penggunaan isolat dari pangan, lingkungan pengolahan pangan
dan dari spesimen klinis, yang sesuai. Uji inaktivasi seharusnya
menggunakan strain yang menunjukkan toleransi terhadap proses spesifik
untuk produk yang sedang diuji, seperti panas atau pemrosesan tekanan
tinggi. Strain uji untuk Uji Tantangan pertumbuhan seharusnya
menunjukkan pertumbuhan yang baik pada media laboratorium atau
pangan serupa tanpa inhibitor, dalam kondisi penelitian (misalnya suhu,
atmosfer).

3.7. Jumlah Inokulum


Jumlah inokulum yang digunakan dalam Uji tantangan tergantung dari
tujuan Uji Tantangan apakah untuk menentukan pertumbuhan atau
inaktivasi patogen:
-34-

a. Pertumbuhan patogen
Idealnya jumlah organisme yang digunakan merefleksikan jumlah yang
biasanya diharapkan dalam produk. Umumnya digunakan 2 – 3 log
CFU/g.
Konsentrasi yang lebih rendah dapat digunakan jika terdapat
dokumentasi mengenai cemaran pada konsentrasi lebih rendah, karena
hal ini akan secara akurat mencerminkan kemampuan produk untuk
mendukung pertumbuhan. Jika inokulum dalam konsentrasi rendah
digunakan (misalnya kurang dari 100 sel per unit sampel), konsistensi
antar individu sampel mungkin sulit untuk dicapai.
b. Inaktivasi patogen
Ketika melakukan uji inaktivasi patogen, lazimnya jumlah organisme
yang digunakan tinggi, contohnya 6 – 7 log CFU/g yang bertujuan
untuk menghitung penyintas dan/atau mendokumentasikan inaktivasi
dalam jumlah banyak. Target jumlah mikroorganisme yang direduksi
tergantung regulasi.

3.8. Persiapan Inokulum


Idealnya, isolat dari pangan disimpan dengan cara sedemikan rupa agar
dapat menjaga karakteristik strain terutama terkait dengan sintasan
(survival), pertumbuhan, dan resistensi, dan lainnya. Kultur yang
digunakan paling banyak merupakan turunan kelima (lima kali subkultur).

Untuk Uji Tantangan yang menggunakan sel vegetatif, seharusnya


menggunakan sel dari fase pertumbuhan stationer (18 – 24 jam) pada media
nonselektif pada kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan optimal kultur.
Namun, dalam keadaan tertentu mungkin perlu untuk melakukan
prekondisi atau mengadaptasi kultur pada kondisi spesifik sesuai dengan
karakteristik spesifik dari produk pangan. Misalnya, untuk pangan dengan
pH rendah digunakan kultur yang telah diadaptasi terhadap asam.

Untuk uji inaktivasi, sel-sel yang tumbuh pada suhu yang lebih tinggi dari
suhu optimal dapat menjadi lebih tahan terhadap panas daripada sel-sel
yang tumbuh pada suhu yang optimal. Peningkatan ketahanan panas juga
dapat diamati dengan paparan singkat pada suhu sublethal (heat shock).
Untuk uji inaktivasi atau pertumbuhan, adaptasi sel harus diusahakan
-35-

untuk meniru keadaan fisiologis mikroorganisme pada saat


mengkontaminasi makanan.

Sebelum digunakan, sel dicuci (contoh dalam buffer atau medium


pembawa). Sel kemudian disuspensikan dalam pembawa (buffer atau
bagian dari pangan yang dihomogenisasi). Jika menggunakan berbagai
strain maka setiap strain harus memiliki jumlah yang sama.

Spora patogen seperti C. botulinum, Clostridium perfringens, dan Bacillus


cereus dapat disiapkan, dicuci, dan disuspensikan dalam air steril dan
dibekukan, pada -20 °C (-4 °F) atau dibawahnya. Sebagaimana halnya
dengan sel vegetatif, komposit harus mengandung sejumlah spora yang
setara untuk masing-masing strain. Jumlah spora dalam suspensi spora
dapat dihitung dan kemudian sejumlah volume yang sesuai dapat
dikombinasikan untuk menyiapkan inokulum.

Penggunaan spora untuk pengujian pertumbuhan setelah proses


pengolahan, sebaiknya spora tersebut mengalami perlakuan yang setara
dengan proses pengolahan pangan. Sebagai contoh jika menggunakan
pemanasan maka sebaiknya spora tersebut terlebih dahulu mengalami heat
shock untuk menyetarakan kondisi spora alami yang ada pada bahan
pangan.

Penting untuk memverifikasi jumlah mikroorganisme hidup dalam


inokulum yang digunakan. Selain menghitung suspensi inokulum itu
sendiri, jumlah spora dalam pangan yang diinokulasi seharusnya dihitung
untuk mendapatkan hitungan zero-time (jam ke 0).

Inokulum kering mungkin diperlukan untuk penelitian pada pangan


dengan kelembaban rendah atau ketika peningkatan kelembaban harus
dihindari. Inokulum dapat disiapkan dengan pengeringan beku, atau
dikeringkan pada produk yang mirip dengan pangan yang diuji tantangan.
Saat menyiapkan inokulum yang mengalami dehidrasi, organisme mungkin
memerlukan beberapa hari hingga beberapa bulan untuk stabilisasi.
Populasi mikroorganisme hidup (viable) dari inokulum kering yang telah
stabil seharusnya ditentukan sebelum digunakan.
-36-

3.9. Metode Inokulasi


Proses inokulasi kedalam kemasan pangan harus dilakukan sedemikian
rupa, sehingga tetap mampu mempertahankan karakteristik produk dan
kondisi kemasan, menghindari kontaminasi, dan homogen. Dua hal penting
untuk memelihara karakteristik produk yang diuji yaitu meminimalkan
volume inoklum dan tidak merubah karakteristik kritis produk seperti pH
dan aw. Biasanya volume inokulum tidak lebih dari 1% dari volume pangan.

Inokulasi dapat dilakukan terhadap bets besar sebelum pengemasan atau


inokulasi ke dalam masing-masing (individual) sampel, tergantung pada
rute kontaminasi, pertimbangan pengemasan dan kepraktisan.
Karakteristik ekstrinsik produk yang penting seperti kondisi atmosfer
kemasan perlu dipertahankan pada saat inokulasi dan penyimpanan.

3.10. Kondisi Penyimpanan


3.10.1. Kemasan
Pengemasan produk untuk Uji Tantangan seharusnya mewakili produksi
komersial yang spesifik.

3.10.2. Penyimpanan dan Pengangkutan


Suhu dan kelembaban penyimpanan yang digunakan dalam Uji Tantangan
seharusnya mewakili kisaran suhu dan kelembaban selama distribusi dan
penyimpanan komersial.
Penting untuk memastikan bahwa tersedia ruang penyimpanan yang sesuai
dengan suhu dan kelembaban yang sesuai dan dicatat selama penelitian.

3.11. Sampling
3.11.1. Jumlah Sampel dan Ulangan
Jumlah sampel yang dianalisa pada awal dan setiap interval waktu selama
pemrosesan dan/atau penyimpanan minimal 2 sampel dari setiap ulangan.
-37-

Ketika jumlah sampel yang dianalisis pada setiap interval waktu hanya 2,
sebaiknya penelitian diulang (direplikasi) lebih dari 2 kali. Jika jumlah
sampel yang diuji pada setiap interval waktu sebanyak 3 atau lebih sampel
maka 2 ulangan biasanya memadai.

Ulangan seharusnya merupakan pengujian independen dengan


menggunakan produk dan inokulum dari batch berbeda untuk
mengakomodasi variasi produk, inokulum, dan faktor lainnya. Secara
umum, jumlah sampel dan ulangan seharusnya ditingkatkan untuk kondisi
variabilitas atau ketidakpastian yang lebih tinggi.

Ketika menganalisis sampel untuk toksin botulin, jumlah sampel yang diuji
seharusnya lebih besar (misal, 5 atau lebih sampel) per titik waktu karena
potensi variabilitas dalam produksi toksin di antara sampel. Untuk
penentuan end-point lethality, 5-10 sampel per interval waktu cukup
memadai.

3.11.2. Analisis Sampel


Tujuan persiapan sampel untuk analisis mikroorganisme adalah untuk
mengambil semua spora mikroorganisme atau sel-sel yang menjadi
perhatian (atau toksin, jika perlu).
- Preparasi sampel:
• Pengenceran agar sampel terbaca (pengeceran sampel harus
dilakukan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan jumlah koloni
yang terbaca dan sesuai ketentuan)
• Melakukan pengayaan (enrichment)
Prosedur pengayaan untuk patogen target seharusnya
dipertimbangkan pada titik waktu di mana tingkat penyintas yang
diharapkan, atau yang ditentukan sebelumnya, berada di bawah
batas deteksi (limit of detection) uji menggunakan direct plating.
Metode deteksi cepat yang telah divalidasi dapat digunakan jika tidak
diperlukan penghitungan.
- Menggunakan media selektif
Untuk uji pertumbuhan, patogen harus dienumerasi pada agar selektif
yang sesuai. Uji inaktivasi dapat menyebabkan sel-sel terluka yang
dipupukkan langsung ke agar selektif dapat memberikan hasil tingkat
-38-

kematian yang lebih tinggi (overestimate). Dalam kasus seperti itu,


sampel seharusnya disiapkan dan diuji dengan cara yang
memungkinkan terjadinya perbaikan dan pemulihan mikroorganisme
yang terluka.

Analisis sampel yang tidak diinokulasi (kontrol) dapat dilakukan untuk


memperkirakan mikroorganisme alami yang dapat bertahan selama proses
dan penyimpanan.

3.11.3. Penentuan Parameter Fisik


Sifat pangan seperti komposisi proksimat (protein, lemak, kelembaban), pH,
asam tertitrasi (titratable acidity), aw, kandungan garam dan residu nitrit
dapat mempengaruhi perilaku patogen. Faktor-faktor ini yang sesuai
dengan karakteristik pangan yang diuji sebaiknya dipantau selama Uji
Tantangan. Beberapa parameter yang dapat berubah selama penelitian,
seperti pH, konsentrasi pengawet atau senyawa antimikroba perlu dipantau
pada titik yang tepat sepanjang penelitian secara paralel dengan analisis
mikroorganisme.

3.12. Durasi Uji dan Interval Sampling


Uji tantangan seharusnya dilakukan untuk sekurang-kurangnya selama
1,3 kali umur simpan produk yang diinginkan, untuk mengantisipasi
adanya produk yang disimpan oleh konsumen setelah masa kedaluwarsa.
Pengambilan sampel harus dirancang minimal 7 titik pengambilan sampel
selama pengujian, termasuk sampel pada awal pengujian (hari ke-0).

3.13. Interpretasi Hasil


Menafsirkan hasil pengujian pertumbuhan mikroorgansime dan uji
inaktivasi memerlukan bantuan dari ahli mikrobiologi pangan yang akan
mempertimbangkan semua faktor yang relevan.

3.14. Laporan Hasil


Laporan hasil uji tantangan seharusnya memberikan informasi yang
memadai, termasuk interpretasi hasil penghambatan pertumbuhan atau
-39-

inaktivasi C. botulinum atau mikroorganisme pengganti. Laporan tersebut


seharusnya minimal memuat beberapa hal sebagai berikut:
a. Pendahuluan (termasuk didalamnya tujuan, reviu data pendukung);
b. Karakterisasi produk dan proses;
c. Deskripsi bahan dan metode;
d. Melaporkan data mentah dan data kesimpulan;
e. Deskripsi desain statistik dan hasil analisis;
f. Diskusi; dan
g. Kesimpulan.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

ttd.

PENNY K. LUKITO
-40-

LAMPIRAN IV
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH
DIKEMAS HERMETIS

ALUR PEMENUHAN PERSYARATAN PANGAN BERASAM RENDAH


DIKEMAS HERMETIS
-41-

Keterangan:
a. Untuk menentukan pemenuhan persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Badan ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Jika pangan tidak memiliki pH > 4,6; aw > 0,85; dan/atau dikemas
secara hermetis, maka tidak termasuk Pangan Olahan Berasam
Rendah dikemas Hermetis/bukan pangan steril komersial, sehingga
tidak termasuk dalam cakupan peraturan Badan ini.
2. Jika pangan memiliki pH > 4,6; aw > 0,85; dan dikemas secara
hermetis, namun disimpan pada rantai dingin, maka pangan ini
merupakan Pangan Olahan Berasam Rendah dikemas Hermetis
namun tidak harus memenuhi persyaratan sebagai pangan steril
komersial.
3. Jika pangan memiliki pH > 4,6; aw > 0,85; dan dikemas secara
hermetis, dan disimpan pada suhu ruang, maka pangan ini adalah
pangan steril komersial dan harus memenuhi persyaratan yaitu
harus disterilisasi komersial dengan menggunakan proses panas,
proses nonpanas dengan atau tanpa kombinasi proses panas atau
diproses dengan Teknologi Halang Rintang sehingga menciptakan
kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan C. botulinum.
4. Jika pangan pada angka 3 disterilisasi komersial, maka harus
memenuhi persyaratan F0 ≥ 3 menit untuk yang disterilisasi
menggunakan proses panas, atau tingkat penurunan jumlah spora
C. botulinum ≥ 12 siklus log untuk yang disteriliasi dengan diproses
nonpanas atau kombinasi proses panas dan nonpanas.
5. Jika pangan pada angka 3 diproses dengan Teknologi Halang
Rintang, maka harus lulus uji tantangan.
6. Jika pangan pada angka 3 tidak dapat memenuhi persyaratan
sterilisasi komersial atau Teknologi Halang Rintang, maka pangan
ini harus diturunkan pH nya menjadi < 4,6 dan/atau diturunkan aw
nya menjadi < 0,85 agar dapat disimpan pada suhu ruang.
7. Sistem rantai dingin adalah penanganan pangan olahan pada suhu
<5°C sejak penyimpanan di gudang (pabrik), transportasi
-42-

hingga pemajangan/penjualan di sarana ritel pangan sampai ke


konsumen.
8. * Pemohon dapat mengajukan permohonan pengkajian.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

ttd.

PENNY K. LUKITO
-43-

LAMPIRAN V
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 27 TAHUN 2021
TENTANG
PERSYARATAN PANGAN OLAHAN BERASAM RENDAH
DIKEMAS HERMETIS

KELENGKAPAN DATA PERMOHONAN PENGKAJIAN

1. DATA PEMOHON

Data pemohon antara lain terdiri dari:


a. Nama Pemohon
b. Jabatan
c. Nama Badan Usaha
d. Nama Penanggung Jawab Badan Usaha
e. Alamat Badan Usaha
f. Telepon Badan Usaha
g. Telepon Penganggung Jawab
h. Fax Badan Usaha
i. E-mail Badan Usaha
j. E-mail Penanggung Jawab
k. Pakta Integritas
-44-

2. DATA PANGAN OLAHAN

a. Nama jenis
b. Nama dagang/merek
c. pH
d. aw
e. Jenis kemasan
f. Berat bersih
g. Komposisi

No. Nama Bahan Persentase Fungsi


(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6. dst.. (disesuaikan dengan jumlah bahan baku pangan olahan
sampai dengan 100%)

h. Peredaran di negara lain (jika ada).

No Merk Dagang Negara Dokumen Pendukung


1 …………………….. …………………….. Terlampir
2 …………………….. …………………….. Terlampir
3 …………………….. …………………….. Terlampir
4 …………………….. …………………….. Terlampir
5 …………………….. …………………….. Terlampir
dst….(disesuaikan dengan jumlah regulasi yang dilampirkan)
-45-

3. DATA DUKUNG

a. Proses yang digunakan sesuai permohonan yang diajukan yaitu:


▪ sterilisasi komersial nonpanas dengan atau tanpa kombinasi
proses panas;
▪ Teknologi Halang Rintang; atau
▪ proses lainnya.
b. Deskripsi proses produksi;
c. Dokumen yang membuktikan permohonan yang diajukan berupa:
▪ hasil validasi kecukupan proses sterilisasi komersial nonpanas
dengan atau tanpa kombinasi proses panas; atau
▪ hasil Uji Tantangan; atau
▪ data dukung perubahan persyaratan
(sesuai permohonan yang diajukan);

d. Status regulasi

No Judul Dokumen Ringkasan Dokumen Lengkap


Informasi
1 …………………….. …………………….. Terlampir
2 …………………….. …………………….. Terlampir
3 …………………….. …………………….. Terlampir
4 …………………….. …………………….. Terlampir
5 …………………….. …………………….. Terlampir
dst….(disesuaikan dengan jumlah regulasi yang dilampirkan)
-46-

DATA TAMBAHAN

No Judul Dokumen Ringkasan Dokumen Lengkap


Informasi
1 …………………….. …………………….. Terlampir
2 …………………….. …………………….. Terlampir
3 …………………….. …………………….. Terlampir
4 …………………….. …………………….. Terlampir
5 …………………….. …………………….. Terlampir
dst….(disesuaikan dengan jumlah data dukung yang dilampirkan)

*) wajib diisi

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

ttd.

PENNY K. LUKITO

Anda mungkin juga menyukai