Anda di halaman 1dari 44

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk

dikomersialkan”
SNI 3549:2009

Badan Standardisasi Nasional


Tepung beras
Standar Nasional Indonesia

ICS 67.060
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 3549:2009

Daftar isi

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .....................................................................................................................................ii
1 Ruang lingkup................................................................................................................... 1
2 Istilah dan definisi ............................................................................................................. 1
3 Komposisi ......................................................................................................................... 1
4 Syarat mutu ...................................................................................................................... 1
5 Pengambilan contoh......................................................................................................... 2
6 Cara uji ............................................................................................................................. 2
7 Syarat lulus uji .................................................................................................................. 3
8 Higiene ............................................................................................................................. 3
9 Pengemasan .................................................................................................................... 3
10 Syarat penandaan......................................................................................................... 3
Lampiran A (normatif) Cara pengambilan contoh tepung beras.............................................. 4
Lampiran B (normatif) Cara uji tepung beras........................................................................... 8
Bibliografi ............................................................................................................................... 38

Gambar B.1 - Tepung beras (Oryza sativa Linn) pada pembesaran 400 kali ..................... 11
Gambar B.2 - Peralatan Monier-Williams ............................................................................ 14
Gambar B.3 - Tingkat pengenceran menggunakan larutan pengencer Butterfield’s
Phosphate-Buffered Dilution Water (BPB)............................................................................. 26

Tabel 1 - Syarat mutu tepung beras ...................................................................................... 1


Tabel A.1 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih sama atau kurang dari 1 kg......................... 5
Tabel A.2 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 1 kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg .... 6
Tabel A.3 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 4,5 kg........................................... 6
Tabel A.4 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih sama atau kurang dari 1 kg......................... 6
Tabel A.5 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 1 kg tapi tidak lebih dari 4,5 kg .... 7
Tabel A.6 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 4,5 kg........................................... 7
Tabel B.1 - Reaksi biokimia E. coli pada uji IMVIC.............................................................. 31
Tabel B.2 - APM per 1 g contoh bila menggunakan 3 tabung untuk setiap tingkat
pengenceran 0,1; 0,01; dan 0,001 g/ml contoh ..................................................................... 31

i
SNI 3549:2009

Prakata

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Standar Nasional Indonesia (SNI) Tepung beras ini merupakan revisi SNI 01-3549-1994,
Tepung beras.

Tujuan penyusunan standar ini adalah :


- Melindungi kesehatan konsumen;
- Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
- Diversifikasi produk atau pengembangan produk;
- Mendukung perkembangan industri tepung beras dan industri pengguna tepung beras.

Standar ini dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal yang tertera dalam:


1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
4. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
6. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
7. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.03725/B/SK/VII/89
tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Bobot dalam Makanan dan Minuman atau
revisinya
8. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03726/B/SK/VII/89
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan dan Minuman atau
revisinya.

Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67 - 04 Makanan dan minuman. Standar ini telah
dibahas melalui rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal
19 Desember 2008 di Jakarta. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen,
lembaga pengujian, Lembaga IPTEK dan instansi terkait lainnya.

Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 24 Juni 2009 sampai dengan
tanggal 22 Agustus 2009 dengan hasil RASNI.

ii
SNI 3549:2009

Tepung beras

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan istilah dan definisi, komposisi, syarat mutu, pengambilan contoh,
dan cara uji tepung beras.

2 Istilah dan definisi

2.1
tepung beras
tepung yang diperoleh dari penggilingan atau penumbukan beras dari tanaman padi (Oryza
sativa Linn)

3 Komposisi

3.1 Bahan baku utama


beras

3.2 Bahan tambahan pangan


bahan tambahan pangan yang diijinkan untuk tepung beras sesuai dengan ketentuan yang
berlaku

4 Syarat mutu

Tabel 1 - Syarat mutu tepung beras

No Kriteria uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bentuk - serbuk halus
1.2 Bau - normal
putih, khas tepung
1.3 Warna -
beras
2 Benda asing - tidak boleh ada
Serangga dalam semua
bentuk stadia dan
3 - tidak boleh ada
potongan-potongannya
yang tampak
Jenis pati lain selain pati
4 - tidak boleh ada
beras
Kehalusan, lolos ayakan 80
5 % min. 90
mesh (b/b)
6 Kadar air (b/b) % maks. 13
7 Kadar abu (b/b) % maks. 1,0
8 Belerang dioksida (SO2) - tidak boleh ada

1 dari 38
SNI 3549:2009

Tabel 1 - (lanjutan)

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
9 Silikat (b/b) % maks. 0,1
10 pH - 5–7
11 Cemaran logam
11.1. Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,4
11.2. Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3
11.3. Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05
12 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,5
13 Cemaran mikroba
13.1 Angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 106
13.2 Escherichia coli APM/g maks. 10
13.3 Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 104
13.4 Kapang koloni/g maks. 1 x 104

5 Pengambilan contoh

Cara pengambilan contoh sesuai Lampiran A.

6 Cara uji

Cara uji untuk tepung beras seperti di bawah ini:


a) Persiapan contoh sesuai Lampiran B.1.
b) Cara uji keadaan sesuai Lampiran B.2.
− Cara uji bentuk sesuai Lampiran B.2.1.
− Cara uji bau sesuai Lampiran B.2.2.
− Cara uji warna sesuai Lampiran B.2.3.
c) Cara uji benda asing sesuai Lampiran B.3.
d) Cara uji serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak
sesuai Lampiran B.4.
e) Cara uji jenis pati lain selain pati beras sesuai Lampiran B.5.
f) Cara uji kehalusan sesuai Lampiran B.6.
g) Cara uji kadar air sesuai Lampiran B.7.
h) Cara uji kadar abu sesuai Lampiran B.8.
i) Cara uji belerang dioksida (SO2) sesuai lampiran B.9.
j) Cara uji silikat sesuai Lampiran B.10.
k) Cara uji pH sesuai Lampiran B.11.
l) Cara uji cemaran logam sesuai Lampiran B.12.
− Cara uji kadmium (Cd) dan timbal (Pb) sesuai Lampiran B.12.1.
− Cara uji merkuri (Hg) sesuai Lampiran B.12.2.
m) Cara uji cemaran arsen (As) sesuai Lampiran B.13.
n) Cara uji cemaran mikroba sesuai Lampiran B.14.
− Persiapan dan homogenisasi contoh sesuai Lampiran B.14.1
− Cara uji angka lempeng total sesuai Lampiran B.14.2.
− Cara uji Escherichia coli sesuai Lampiran B.14.3.

2 dari 38
SNI 3549:2009

− Cara uji Bacillus cereus sesuai Lampiran B.14.4.

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
− Cara uji kapang sesuai Lampiran B.14.5.

7 Syarat lulus uji

Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu sesuai Pasal 4.

8 Higiene

Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik.

9 Pengemasan

Tepung beras dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.

10 Syarat penandaan

Syarat penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan iklan pangan.

3 dari 38
SNI 3549:2009

Lampiran A

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
(normatif)

Cara pengambilan contoh tepung beras

A.1 Prinsip

Pengambilan contoh tepung beras yang dikemas dengan cara melihat banyaknya unit
contoh yang cacat pada AQL (Acceptance Quality Level) 6,5 dan contoh diambil secara
acak.

A.2 Penerapan pengambilan contoh

A.2.1 Informasi yang diperlukan

Dalam menggunakan rancangan pengambilan contoh dalam A.3 diperlukan beberapa


informasi sebagai berikut:
a) Tingkat inspeksi;
b) ukuran lot (N);
c) ukuran kemasan terkecil (bobot bersih dalam g); dan
d) ketentuan standar mengenai kualitas produk yang dikehendaki, misalnya penggolongan
cacat dan jumlah cacat yang diperbolehkan dari sejumlah lot yang diperiksa.

A.2.2 Inspeksi

a) Pemilihan tingkat inspeksi berdasarkan:


Tingkat inspeksi I, digunakan untuk pengambilan contoh normal (biasa).
Tingkat inspeksi II, digunakan untuk pengambilan contoh bila terjadi sanggahan terhadap
hasil pengujian menurut tingkat inspeksi I, atau bila diperlukan hasil pengujian yang lebih
menyakinkan;
b) tentukan ukuran lot (N), misalkan jumlah kemasan terkecil tepung beras,
c) tentukan ukuran contoh (n) yang akan diambil dari suatu lot yang diinspeksi, yang
didasarkan pada ukuran lot, ukuran kemasan terkecil, dan tingkat inspeksi. Penentuan
ukuran contoh dapat dilihat pada A.3,
d) ambil secara acak sejumlah ukuran contoh (n) yang diperlukan dari lot,
e) uji produk berdasarkan standar. Identifikasikan setiap kemasan atau unit contoh yang
tidak memenuhi spesifikasi yang terdapat dalam persyaratan standar dan dinyatakan
cacat berdasarkan penggolongan cacat yang terdapat dalam standar,
f) gunakan rancangan pengambilan contoh pada A.3, dan
g) nyatakan bahwa lot diterima jika cacat sama atau kurang dari jumlah cacat yang
diperbolehkan (c) dan lot ditolak jika cacat melebihi jumlah cacat yang diperbolehkan (c).

A.2.3 Penerapan rancangan pengambilan contoh

A.2.3.1 Tingkat inspeksi I

Misalnya lot terdiri atas 1.000 karton yang berisi kemasan berukuran 20 x 500 g setiap
kartonnya. Keputusan diambil menggunakan Tingkat Inspeksi I karena produk tersebut
belum pernah diuji dan belum pernah mendapat sanggahan mengenai kualitasnya.

a) Ukuran lot (N) : 1.000 x 20 atau 20.000 unit

4 dari 38
SNI 3549:2009

b) ukuran kemasan : 500 g

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
c) tingkat inspeksi : I (lihat rancangan pengambilan contoh 1,
A.3.1)
d) ukuran contoh (n) : 13
e) jumlah maks. cacat yang diterima (c) :2

Lot diterima apabila jumlah cacat yang ditemukan dari 13 contoh yang diuji sama atau
kurang dari 2 dan lot ditolak apabila jumlah cacat yang ditemukan dari 13 kemasan yang diuji
lebih besar dari 2.

A.2.3.2 Tingkat inspeksi II

Bila hasil pengujian pertama mendapat sanggahan (A.2.3.1) maka harus dilakukan
pemeriksaan ulangan terhadap lot tersebut dengan ukuran contoh yang lebih banyak sesuai
dengan tingkat inspeksi II.

a) Ukuran lot (N) : 1.000 x 20 atau 20.000 unit


b) ukuran kemasan : 500 g
c) tingkat inspeksi ` : II (lihat rancangan pengambilan contoh 2,
A.3.2)
d) ukuran contoh (n) : 21
e) jumlah maks. cacat yang diterima (c) :3

A.2.4 Catatan mengenai ukuran contoh

Tidak perlu membatasi ukuran contoh sebagai minimum untuk ukuran lot dan tingkat
inspeksi yang tepat. Dalam semua kasus, contoh yang lebih besar dapat dipilih. Dalam
contoh A.2.3.2 perkiraan yang lebih dipercaya mengenai mutu lot dapat dibuat dengan
mengambil contoh sebanyak 29 atau 48 dan menggunakan jumlah ketentuan, yang diterima
sebanyak 4 dan 6 berturut-turut.

A.3 Rancangan pengambilan contoh

A.3.1 Rancangan pengambilan contoh 1 (Tingkat inspeksi I, AQL = 6,5)

Tabel A.1 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih sama atau kurang dari 1 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
4.800 atau kurang 6 1
4.801 – 24.000 13 2
24.001 – 48.000 21 3
48.001 – 84.000 29 4
84.001 – 144.000 48 6
144.001 – 240.000 84 9
Lebih dari 240.000 126 13

5 dari 38
SNI 3549:2009

Tabel A.2 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 1 kg

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
tapi tidak lebih dari 4,5 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
2.400 atau kurang 6 1
2.401 – 15.000 13 2
15.001 – 24.000 21 3
24.001 – 42.000 29 4
42.001 – 72.000 48 6
72.001 – 120.000 84 9
Lebih dari 120.000 126 13

Tabel A.3 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 4,5 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
600 atau kurang 6 1
601 – 2.000 13 2
2.001 – 7.200 21 3
7.201 – 15.000 29 4
15.001 – 24.000 48 6
24.001 – 42.000 84 9
Lebih dari 42.000 126 13

A.3.2 Rancangan pengambilan contoh 2 (Tingkat inspeksi II, AQL = 6,5)

Tabel A.4 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih sama atau kurang dari 1 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
4.800 atau kurang 13 2
4.801 – 24.000 21 3
24.001 – 48.000 29 4
48.001 – 84.000 48 6
84.001 – 144.000 84 9
144.001 – 240.000 126 13
Lebih dari 240.000 200 19

6 dari 38
SNI 3549:2009

Tabel A.5 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 1 kg

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
tapi tidak lebih dari 4,5 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
2.400 atau kurang 13 2
2.401 – 15.000 21 3
15.001 – 24.000 29 4
24.001 – 42.000 48 6
42.001 – 72.000 84 9
72.001 – 120.000 126 13
Lebih dari 120.000 200 19

Tabel A.6 - Nilai N, n dan c untuk bobot bersih lebih dari 4,5 kg

Jumlah maks. cacat yang


Ukuran lot (N) Ukuran contoh (n)
diterima (c)
600 atau kurang 13 2
601 – 2.000 21 3
2.001 – 7.200 29 4
7.201 – 15.000 48 6
15.001 – 24.000 84 9
24.001 – 42.000 126 13
Lebih dari 42.000 200 19

7 dari 38
SNI 3549:2009

Lampiran B

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
(normatif)

Cara uji tepung beras

A.4 Persiapan contoh

Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji mikrobiologi, uji organoleptik, dan
analisis kimia. Pengambilan contoh untuk uji mikrobiologi dilakukan pertama, kemudian
dilanjutkan dengan pengambilan contoh untuk uji organoleptik dan analisis kimia.

A.4.1 Persiapan contoh untuk uji mikrobiologi

Buka kemasan tepung beras secara aseptik dan ambil contoh tepung beras sebanyak 400 g
dan tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan steril.

A.4.2 Persiapan contoh untuk uji organoleptik

Buka kemasan tepung beras dan ambil contoh tepung beras sebanyak lebih kurang 100 g
dan tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.

A.4.3 Persiapan contoh untuk analisis kimia

Buka kemasan tepung beras dan ambil contoh tepung beras sebanyak 500 g kemudian
tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.

A.5 Keadaan

A.5.1 Bentuk

A.5.1.1 Prinsip

Pengamatan contoh uji secara visual dengan indera penglihatan dan diraba dengan indera
peraba.

A.5.1.2 Cara kerja

a) Taburkan contoh uji secukupnya di atas gelas arloji yang bersih dan kering,
b) amati dan raba contoh uji tersebut untuk mengetahui bentuk contoh uji, dan
c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli.

A.5.1.3 Cara menyatakan hasil

a) Jika teraba serbuk halus, maka hasil dinyatakan “serbuk halus”; dan
b) jika teraba selain serbuk halus, maka hasil dinyatakan sesuai dengan pengamatan.

A.5.2 Bau

A.5.2.1 Prinsip

Melakukan analisis contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penciuman.

8 dari 38
SNI 3549:2009

A.5.2.2 Cara kerja

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering,
b) cium contoh uji untuk mengetahui baunya, dan
c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli.

A.5.2.3 Cara menyatakan hasil

a) Jika tercium bau khas tepung beras, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b) jika tercium selain bau khas tepung beras, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.

A.5.3 Warna

A.5.3.1 Prinsip

Melakukan analisis terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera
penglihatan.

A.5.3.2 Cara kerja

a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering,
b) amati warna contoh uji, dan
c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli.

A.5.3.3 Cara menyatakan hasil

a) Jika terlihat warna putih khas tepung beras, maka hasil dinyatakan “normal”, dan
b) jika terlihat selain warna putih khas tepung beras, maka disebutkan warna yang diamati
dan hasil dinyatakan “tidak normal”.

A.6 Benda asing

A.6.1 Prinsip

Contoh uji diamati secara visual dengan indera penglihatan.

A.6.2 Cara kerja

a) Ambil contoh uji sebanyak 50 g dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering,
b) amati dan raba contoh uji tersebut untuk mengetahui bentuk contoh uji apakah
mengandung benda lain selain tepung beras misalnya tanah, pasir, batu-batuan, dan
lain-lain, dan
c) lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli.

A.6.3 Cara menyatakan hasil

a) Jika tidak terlihat dan teraba benda asing, maka hasil dinyatakan “tidak ada”, dan
b) jika terlihat dan teraba benda asing, maka disebutkan benda asing yang diamati dan
hasil dinyatakan “ada”.

9 dari 38
SNI 3549:2009

A.7 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.7.1 Prinsip

Contoh uji diamati secara visual dengan menggunakan mikroskop atau kaca pembesar.

A.7.2 Peralatan

a) Mikroskop atau kaca pembesar;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) gelas piala 250 ml;
d) corong Buchner; dan
e) kertas saring.

A.7.3 Pereaksi

a) Kloroform (CHCl3); dan


b) tetra klorida (CCl4);

A.7.4 Cara kerja

a) Timbang 50 g contoh uji ke dalam gelas piala 250 ml,


b) tambah CHCl3 sampai 1 cm di atas permukaan contoh uji, biarkan mengendap minimal
selama 30 menit,
c) aduk bagian yang mengambang di atas permukaan lapisan beberapa kali,
d) tuang CHCl3 dan bagian yang mengambang ke dalam corong Buchner (hati-hati jangan
sampai endapan yang di bagian bawah terbawa),
e) tambah CCl4 sebanyak volume CHCl3,
f) biarkan mengendap lagi dan tuangkan lagi seperti di atas,
g) ulangi pengendap-tuangan dengan campuran CHCl3 dan CCl4 sampai bagian yang
mengambang tinggal sedikit (hati-hati jangan sampai bagian serangga yang ada ikut
terbuang),
h) cuci endapan dalam gelas piala dengan CHCl3 atau CCl4 melalui kertas saring, dan
i) amati kertas saring menggunakan mikroskop atau kaca pembesar.

A.7.5 Cara menyatakan hasil

a) Jika tidak terlihat serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang
tampak, maka hasil dinyatakan “tidak ada”; dan
b) jika terlihat serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang
tampak, maka hasil dinyatakan “ada”.

A.8 Jenis pati lain selain pati beras

A.8.1 Prinsip

Membandingkan bentuk granula pati tepung contoh uji dengan bentuk granula pati tepung
beras.

A.8.2 Peralatan

a) Mikroskop dengan pembesaran 300 kali sampai dengan 500 kali.


b) Kaca obyek; dan
c) kaca penutup.

10 dari 38
SNI 3549:2009

A.8.3 Cara kerja

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Timbang 1 g contoh uji ke dalam gelas piala 100 ml dan tambahkan 50 ml air,
b) aduk menggunakan batang pengaduk hingga membentuk suspensi homogen,
c) tempatkan beberapa tetes larutan di atas kaca obyek yang telah diletakkan di mikroskop,
d) tutup dengan kaca penutup secara hati-hati dan jangan sampai terbentuk gelembung
udara,
e) kelebihan larutan suspensi pada kaca objek dibersihkan dengan kertas saring, dan
f) amati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400 kali.

Gambar B.1 - Tepung beras (Oryza sativa Linn) pada pembesaran 400 kali

B.5.4 Cara menyatakan hasil

a) Jika tidak terdapat jenis pati lain, maka hasil dinyatakan “tidak ada”; dan
b) jika terdapat jenis pati lain, maka hasil dinyatakan “ada”.

A.9 Kehalusan

A.9.1 Prinsip

Pengukuran derajat kehalusan contoh uji dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh.

A.9.2 Peralatan

a) Ayakan dan piring/penampung dengan ukuran 80 mesh;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; dan
c) alat penggoyang ayakan.

A.9.3 Cara kerja

a) Timbang (50 ± 0,1) g contoh uji ke dalam ayakan yang dipasang pada alat penggoyang
dan goyangkan selama 5 menit (W1), dan
b) timbang bagian yang tertinggal dalam ayakan (W2)

11 dari 38
SNI 3549:2009

A.9.4 Perhitungan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
⎛W ⎞
Kehalusan (%) = 100 − ⎜ 2 x100 ⎟
⎜W ⎟
⎝ 1 ⎠
Keterangan:
W1 adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g); dan
W2 adalah bobot yang tertinggal dalam ayakan, dinyatakan dalam gram (g).

A.10 Kadar air

A.10.1 Prinsip

Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam oven pada
suhu (130 ± 3) °C.

A.10.2 Peralatan

a) Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) desikator yang berisi desikan; dan
d) pinggan nikel, platina atau aluminium bertutup.

A.10.3 Cara kerja

a) Panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu (130 ± 3) °C selama lebih
kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan
30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik (pinggan dan tutupnya) (W0),
b) masukkan 2 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1),
c) panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan
meletakkan tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (130 ± 3) °C
selama 1 (satu) jam setelah suhu oven (130 ± 3) °C,
d) tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan
dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit sehingga suhunya sama dengan
suhu ruang kemudian timbang (W2),
e) lakukan pekerjaan duplo, dan
f) hitung kadar air dalam contoh.

A.10.4 Perhitungan

⎛W -W ⎞
Kadar air (%) = ⎜ 1 2 ⎟ × 100 %
⎜W -W ⎟
⎝ 1 0 ⎠
Keterangan:
W0 adalah bobot pinggan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);
dan
W2 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g).

A.10.5 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil kadar air. Jika kisaran
lebih besar dari 5 %, maka analisis harus diulang kembali.

12 dari 38
SNI 3549:2009

A.11 Kadar abu

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.11.1 Prinsip

Kadar abu dihitung berdasarkan bobot abu yang terbentuk selama pembakaran dalam tanur
pada suhu 550 °C sampai terbentuk abu berwarna putih.

A.11.2 Peralatan

a) Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) desikator yang berisi desikan; dan
d) cawan platina, kuarsa atau porselen yang berukuran 50 ml sampai dengan 100 ml.

A.11.3 Cara kerja

a) Panaskan cawan dalam tanur pada suhu 550 °C selama kurang lebih satu jam dan
dinginkan dalam desikator selama 30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu ruang
kemudian timbang dengan neraca analitik (W0),
b) masukkan 3 g sampai dengan 5 g contoh ke dalam cawan dan timbang (W1),
c) tempatkan cawan yang berisi contoh tersebut dalam tanur pada suhu 550 °C sampai
terbentuk abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap,
d) pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 30 menit sehingga suhunya
sama dengan suhu ruang kemudian timbang (W2),
e) lakukan pekerjaan duplo, dan
f) hitung kadar abu dalam contoh.

A.11.4 Perhitungan

⎛W −W ⎞
Kadar abu (%) = ⎜ 2 0 ⎟ x 100 %
⎜W −W ⎟
⎝ 1 0⎠

Keterangan:
W0 adalah bobot cawan kosong, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot cawan dan contoh sebelum diabukan, dinyatakan dalam gram (g); dan
W2 adalah bobot cawan dan contoh setelah diabukan, dinyatakan dalam gram (g).

A.11.5 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil kadar abu. Jika kisaran
lebih besar dari 5 %, maka analisis harus diulang kembali.

A.12 Belerang dioksida (SO2)

Metode pengujian belerang dioksida dapat dilakukan dengan metode Monier-Williams


atau metode Iodimetri

Metode Monier-Williams

B.9.1.1 Prinsip

Contoh dipanaskan dengan merefluks menggunakan HCl untuk mengubah sulfit menjadi
SO2. Aliran gas NO2 yang diberikan dibawah permukaan larutan yang direfluks menyapu

13 dari 38
SNI 3549:2009

SO2 melalui kondensor, dan melalui bubbler yang disambungkan dengan kondensor, dengan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
penambahan 3% larutan H2O2, SO2 dioksidasi menjadi H2SO4. Kadar sulfit berhubungan
langsung dengan pembentukan H2SO4, yang ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan
NaOH yang telah distandarkan. Untuk verifikasi, sulfat dapat ditentukan secara gravimetri
sebagai BaSO4.

A.12.1 Peralatan

a) Peralatan Monier-Williams yang telah dimodifikasi, seperti pada Gambar B.2;


b) heating mantle;
c) oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;
d) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
e) food processor atau blender;
f) buret 10 ml;
g) erlenmeyer;
h) gelas piala; dan
i) cawan gooch.

Keterangan gambar:
1. adaptor inlet;
2. corong pemisah;
3. labu destilasi dasar bulat;
4. tabung pemasukan gas;
5. kondensor allihn;
6. bubbler;
7. bejana.

Gambar B.2 - Peralatan Monier-Williams

14 dari 38
SNI 3549:2009

A.12.2 Pereaksi

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Asam klorida, HCl 4M;
larutkan 30 ml HCl ke dalam 60 ml air de-ion.
b) indikator metil merah;
larutkan 250 mg metil merah dalam 100 ml etanol.
c) titran yang distandardisasi, 0,010M NaOH;
d) larutan H2O2 3 %;
larutkan 3 ml H2O2 30 % menjadi 30 ml dengan air de-ion dan periksa terhadap kotoran-
kotoran sulfat.
e) gas nitrogen murni;
f) pyrogallol;
g) larutan kalium hidroksida, KOH;
larutkan 65 g KOH ke dalam 85 ml H2O.
h) etanol 95 %; dan
i) larutan barium klorida, BaCl2 10 %.

A.12.3 Cara kerja

A.12.3.1 Persiapan larutan contoh

a) Siapkan contoh dengan memindahkan contoh yang telah ditimbang secara tepat (50 g
atau sejumlah yang diperkirakan mengandung 500 μg sampai dengan 1500 μg SO2) (W)
ke dalam food processor atau blender,
b) Tambahkan 100 ml etanol dan giling campuran hingga merata, teruskan penggilingan
hingga potongan kecil contoh dapat melewati sambungan labu destilasi,
c) Untuk contoh cairan dapat mencampur sejumlah contoh (50 g atau sejumlah yang
diperkirakan mengandung 500 μg sampai dengan 1500 μg SO2) langsung dengan 100 ml
etanol.

A.12.3.2 Persiapan sistem peralatan

a) Murnikan larutan nitrogren (untuk mengusir oksigen yang masih ada),


b) tambahkan 4,5 g pyrogallol ke dalam botol pencuci gas pada alat Monier-Williams,
c) alirkan gas nitrogen selama 2 sampai dengan 3 menit,
d) tambahkan larutan KOH ke dalam botol pencuci gas sedangkan atmosfir N2 tetap terjaga,
e) matikan nitrogen dan hubungkan botol pencuci gas kepada labu destilasi,
f) siapkan larutan pencuci gas segar setiap hari, atau gunakan gas nitrogen murni tanpa
perlu dilakukan pemurnian,
g) pasang sisa alat Monier-Williams seperti pada Gambar B.2 dan tempatkan heating
mantle dibawah labu destilasi (3),
h) tambahkan 400 ml H2O ke dalam labu destilasi,
i) tutup keran corong pemisah (2) dan tambahkan 90 ml HCl 4M ke dalam corong pemisah,
j) alirkan gas N2 pada (200 ± 10) ml/menit dan juga alirkan air pendingin ke kondensor,
k) tambahkan 30 ml H2O2 3 % yang telah dititrasi menjadi kuning dengan 0,010M NaOH
pada bejana (7),
l) setelah proses berjalan selama 15 menit dan air sudah deoksigenisasi secara merata,
masukkan larutan contoh yang telah dipersiapkan.

A.12.3.3 Penyulingan contoh

a) Angkat corong pemisah (2) dan pindahkan larutan contoh ke dalam labu destilasi,
b) seka sambungan dengan tisue laboratorium, berikan segera pelumas pada sambungan
corong pemisah dan pasang kembali ke labu destilasi,

15 dari 38
SNI 3549:2009

c) alirkan kembali nitrogen melalui larutan H2O2 3 %, periksa setiap sambungan untuk

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
memastikan tidak ada kebocoran,
d) gunakan bulb karet dengan pompa untuk memberikan tekanan diatas HCl pada corong
pemisah,
e) buka keran corong pemisah dan alirkan HCl ke dalam labu destilasi, teruskan
memberikan tekanan yang cukup terhadap larutan HCl agar dapat memasuki labu
detilasi (apabila diperlukan, keran dapat dibuka tutup untuk memberikan tekanan yang
cukup),
f) tutup keran corong pemisah sebelum 2 ml sampai dengan 3 ml terakhir untuk mencegah
kehilangan SO2 ke dalam corong pemisah,
g) panaskan heating mantle, atur panas sampai terjadi 80 tetes/menit sampai dengan
90 tetes/menit kondensat ke dalam labu detilasi dari kondensor,
h) didihkan sampai 1,7 jam (1 jam 42 menit) dan angkat bejana (7),
i) titrasi secepatnya isi bejana (7) dengan 0,010 M NaOH (M) dengan titik akhir kuning
yang muncul lebih dari 20 detik dan catat volume titran (V1),
j) lanjutkan dengan penentuan secara gravimetri apabila diperlukan. Bilas isi bejana (7) ke
dalam gelas piala 400 ml,
k) tambahkan 4 tetes 1M HCl dan larutan BaCl2 10 % yang telah disaring berlebih. Biarkan
campuran semalam,
l) cuci endapan (W) dengan dekantasi sebanyak 3 kali dengan menggunakan air panas ke
dalam cawan gooch yang telah ditimbang sebelumnya,
m) cuci dengan 20 ml alkohol dan 20 ml eter, kemudian keringkan pada 105 °C sampai
dengan 110 °C dan catat bobotnya,
n) tetapkan blanko-blanko pada pereaksi-pereaksi untuk kedua prosedur titrasi dan
gravimetri dan koreksi hasilnya (V2).

A.12.4 Perhitungan

a) Titrasi
32,03 x V x M x 1000
Kadar belerang dioksida (SO2), (μgg/g (ppm)) =
W

b) Gravimetri
mg BaSO4 x 274,46
Kadar belerang dioksida (SO2), (μgg/g (ppm)) =
W

Keterangan:
32,03 adalah miliekuivalen bobot SO2;
V adalah volume NaOH, (V1 – V2), dinyatakan dalam mililiter (ml);
M adalah molaritas NaOH, dinyatakan dalam mol per liter (mol/l);
1000 adalah faktor untuk mengubah miliekuivalen menjadi mikroekuivalen
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
mg BaSO4 adalah bobot BaSO4; dan
274,46 adalah miliekuivalen bobot BaSO4.

A.12.5 Cara menyatakan hasil

a) Jika hasil perhitungan < 1,0 mg/kg, maka hasil dinyatakan “tidak ada”; dan
b) jika hasil perhitungan > 1,0 mg/kg, maka hasil dinyatakan “ada”.

A.12.6 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kadar belerang
dioksida (SO2). Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka analisis harus diulang kembali.
16 dari 38
SNI 3549:2009

Metode Iodimetri

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.13 Silikat

A.13.1 Prinsip

Silikat dengan asam fluorida (HF) membentuk silikon fluorida yang hilang bila dipijarkan.

A.13.2 Peralatan

a) Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) penangas;
d) pembakar; dan
e) cawan platina.

A.13.3 Pereaksi

a) Air suling, H2O;


b) asam sulfat p.a, H2SO4 p.a (1+1); dan
c) asam fluorida, HF.

A.13.4 Cara kerja

a) Timbang 2 g sampai dengan 3 g contoh tepung beras (W) dengan teliti ke dalam cawan
platina,
b) arangkan diatas pembakar dengan hati-hati,
c) abukan di dalam tanur 1150 °C sampai dengan 1200 °C,
d) biarkan di dalam desikator sampai dingin kemudian timbang (W1),
e) tambahkan 1 ml H2O dan 2 tetes H2SO4 p.a, dan 10 ml HF,
f) panaskan di atas penangas sampai kering (di ruang asam),
g) panaskan selama 2 menit pada tanur suhu 1050 °C sampai dengan 1100 °C,
h) dinginkan dalam desikator dan timbang (W2).

A.13.5 Perhitungan

⎛ W1 − W2 ⎞
Kadar silikat (SiO2), (%) = ⎜ ⎟ x 100 %
⎜ W ⎟
⎝ ⎠

Keterangan:
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot abu sebelum ditambah HF, dinyatakan dalam gram (g); dan
W2 adalah bobot abu setelah ditambah HF, dinyatakan dalam gram (g).

A.13.6 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil kadar silikat (SiO2).
Jika kisaran lebih besar dari 10 %, maka analisis harus diulang kembali.

A.14 pH

A.14.1 Prinsip

Perhitungan pH larutan menggunakan pH meter.

17 dari 38
SNI 3549:2009

A.14.2 Peralatan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) pH meter;
b) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg; dan
c) gelas piala 250 ml.

A.14.3 Cara kerja

a) Timbang 10 g contoh tepung beras dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 250 ml,
b) tambahkan 100 ml air yang sudah dimasak pada suhu 25 °C sambil diaduk hingga
homogen dan tidak terbentuk gumpalan,
c) diamkan selama 30 menit dan sesekali aduk,
d) biarkan selama 10 menit atau lebih dan tuangkan supernatan ke dalam gelas piala
250 ml, dan
e) segera ukur pH larutan menggunakan pH Meter yang telah di standardisasi dengan
larutan bufer 4,01 dan pH 9,18 masing-masing pada suhu 25 °C.

A.14.4 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil pH. Jika kisaran lebih
besar dari 10%, maka analisis harus diulang kembali.

A.15 Cemaran logam

A.15.1 Penetapan kadmium (Cd) dan timbal (Pb)

A.15.1.1 Prinsip

Destruksi contoh dengan cara pengabuan kering pada suhu 450 °C yang dilanjutkan dengan
pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8 nm
untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb.

A.15.1.2 Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cd dan


Pb) terkalibrasi (sebaiknya menggunakan SSA tungku grafit);
b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;
c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
d) penangas listrik;
e) penangas air;
f) pipet ukur berskala 0,05 ml atau mikro buret terkalibrasi;
g) labu ukur 50 ml, 100 ml, dan 1000 ml, terkalibrasi;
h) gelas ukur kapasitas 10 ml;
i) gelas piala 250 ml;
j) cawan porselin/platina/kwarsa dengan kapasitas 50 ml sampai dengan 100 ml;
k) wadah polyprophylene; dan
l) kertas saring tidak berabu dengan spesifikasi particle retention liquid sebesar 20-25 μgm.

A.15.1.3 Pereaksi

a) Larutan asam nitrat, HNO3 pekat (65 %, Bj 1,4);


b) larutan asam klorida, HCl pekat (37 %, Bj 1,19);
c) larutan asam nitrat, HNO3 0,1 N;

18 dari 38
SNI 3549:2009

encerkan 7 ml HNO3 65 % dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml dan encerkan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
sampai tanda garis.
d) larutan asam klorida, HCl 6 N;
encerkan 500 ml HCl 37 % dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml dan encerkan
sampai tanda garis.
e) larutan baku 1000 μg/ml Cd;
larutkan 1,000 g Cd dengan 7 ml HNO3 pekat dalam gelas piala 250 ml dan masukkan ke
dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Cd 1000 μg/ml siap pakai.
f) larutan baku 200 μg/ml Cd;
pipet 10 ml larutan baku 1000 μgg/ml Cd ke dalam labu ukur 50 ml kemudian encerkan
dengan air suling sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku kedua ini memiliki
konsentrasi 200 μg/ml Cd.
g) larutan baku 20 μg/ml Cd;
pipet 10 ml larutan baku 200 μgg/ml Cd ke dalam labu ukur 100 ml kemudian encerkan
dengan air suling sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku ketiga ini memiliki
konsentrasi 20 μg/ml Cd.
h) larutan baku kerja Cd;
pipet ke dalam labu ukur 100 ml masing-masing sebanyak 0 ml, 0,5 ml, 1 ml; 2 ml;
4 ml; 7 ml dan 9 ml larutan baku 20 μg/ml kemudian tambahkan 5 ml larutan HNO3 1 N
atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok.
Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 μg/ml; 0,1 μg/ml; 0,2 μg/ml; 0,4 μg/ml;
0,8 μg/ml; 1,4 μg/ml dan 1,8 μg/ml Cd.
i) larutan baku 1000 μg/ml Pb;
larutkan 1,000 g Pb dengan 7 ml HNO3 pekat dalam gelas piala 250 ml dan masukkan ke
dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb 1000 μg/ml siap pakai.
j) larutan baku 50 μg/ml Pb; dan
pipet 5,0 ml larutan baku 1000 μg/ml Pb ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan
dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki
konsentrasi Pb 50 μg/ml.
k) larutan baku kerja Pb;
pipet ke dalam labu ukur 100 ml masing-masing sebanyak 0 ml, 0,2 ml; 0,5 ml; 1 ml;
2 ml; 3 ml dan 4 ml larutan baku 50 μg/ml kemudian tambahkan 5 ml larutan HNO3 1 N
atau HCl 6 N, dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok.
Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 μgg/ml; 0,1 μg/ml; 0,25 μg/ml; 0,5 μg/ml;
1,0 μg/ml; 1,5 μg/ml dan 2,0 μg/ml Pb.

A.15.1.4 Cara kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g contoh dengan teliti dalam cawan porselin/ platina/
kuarsa (m),
b) tempatkan cawan berisi contoh uji di atas penangas listrik dan panaskan secara bertahap
sampai contoh uji tidak berasap lagi,
c) lanjutkan pengabuan dalam tanur pada suhu (450 ± 5) °C sampai abu berwarna putih,
bebas dari karbon,
d) apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan,
basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kira-
kira 0,5 ml sampai dengan 3 ml,
e) keringkan cawan di atas penangas listrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada
suhu 450 °C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan
HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan,
f) larutkan abu berwarna putih dalam 5 ml HCl 6 N, sambil dipanaskan di atas penangas
listrik atau penangas air sampai kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N dan
masukkan ke dalam labu ukur 50 ml kemudian tepatkan hingga tanda garis dengan air

19 dari 38
SNI 3549:2009

suling (V), jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring, ke dalam wadah

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
polyprophylene,
g) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh,
h) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan
SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283 nm untuk
Pb,
i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μgg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y,
j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C), dan
k) hitung kandungan logam dalam contoh.

A.15.1.5 Perhitungan

C
Kandungan logam, (mg/kg) = ×V
m

Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (μg/ml);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml); dan
m adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).

A.15.1.6 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan logam.
Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka analisis harus diulang kembali.

A.15.2 Penetapan merkuri (Hg)

A.15.2.1 Prinsip

Reaksi antara senyawa raksa dengan NaBH4 atau SnCl2 dalam keadaan asam akan
membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbans Hg
yang dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala pada
panjang gelombang maksimum 253,7 nm.

A.15.2.2 Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator
uap hidrida (“HVG”);
b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) penangas listrik;
d) labu destruksi 250 ml berdasar bulat;
e) pendingin terbuat dari borosilikat, diameter 12 mm sampai dengan 18 mm, tinggi 400 mm
diisi dengan cincin Raschig setinggi 100 mm, dan dilapisi dengan batu didih berdiameter
4 mm di atas cincin setinggi 20 mm;
f) labu ukur 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml terkalibrasi;
g) pipet ukur berskala 0,05 ml atau mikro buret terkalibrasi; dan
h) gelas ukur 25 ml.

A.15.2.3 Pereaksi

a) Asam sulfat, H2SO4 9 M;


b) asam nitrat, HNO3 7 M;

20 dari 38
SNI 3549:2009

c) batu didih;

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
d) campuran HNO3 : HClO4 (1:1);
e) hidrogen peroksida, H2O2;
f) larutan Natrium molibdat 2 %;
g) larutan pereduksi;
campurkan 50 ml H2SO4 dengan 300 ml air suling dalam gelas piala 500 ml dan
dinginkan sampai suhu ruang kemudian tambahkan 15 g NaCl, 15 g hidroksilamin sulfat,
dan 25 g SnCl2. Pindahkan kedalam labu ukur 500 ml dan encerkan dengan air suling
sampai tanda garis.
h) larutan NaBH4;
larutkan 3 g serbuk NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air suling dalam labu ukur 500 ml.
i) larutan pengencer;
masukkan 300 ml sampai dengan 500 ml air suling kedalam labu ukur 1000 ml dan
tambahkan 58 ml HNO3 kemudian 67 ml H2SO4. Encerkan dengan air suling sampai
tanda garis dan kocok.larutan baku 1000 μg/ml Hg;
larutkan 0,1354 g HgCl2 dengan kira-kira 25 ml air suling dalam gelas piala 250 ml dan
masukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian encerkan dengan air suling sampai
tanda garis.
j) larutan baku 1 μg/ml Hg; dan
pipet 1 ml larutan baku 1000 mg/l Hg ke dalam labu ukur 1000 ml dan encerkan dengan
larutan pengencer sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki
konsentrasi 1 mg/l.
k) larutan baku kerja Hg;
pipet masing-masing 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; dan 2 ml larutan baku 1 mg/l ke dalam labu
ukur 100 ml terpisah dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis.
Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,0025 μg/ml; 0,005 μg/ml; 0,01 μg/ml;
0,02 μg/ml Hg.

A.15.2.4 Cara kerja

A.15.2.4.1 Pengabuan basah

a) Timbang 5 g contoh (m) dengan teliti ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 ml
H2SO4 9 M, 20 ml HNO3 7 M, 1 ml larutan natrium molibdat 2 %, dan 5 butir sampai
dengan 6 butir batu didih,
b) hubungkan labu destruksi dengan pendingin dan panaskan di atas penangas listrik
selama 1 jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 15 menit,
c) tambahkan 20 ml campuran HNO3 : HClO4 (1:1) melalui pendingin,
d) hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap
putih. Lanjutkan pemanasan selama 10 menit dan dinginkan,
e) tambahkan 10 ml air suling melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyang-
goyangkan,
f) didihkan lagi selama 10 menit,
g) matikan pemanas dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali kemudian
dinginkan sampai suhu ruang,
h) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V),
i) pipet 25 ml larutan di atas ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan larutan
pengencer sampai tanda garis,
j) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh,
k) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan larutan
blanko pada alat “HVG”,
l) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan
SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm,

21 dari 38
SNI 3549:2009

m) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μgg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
sebagai sumbu Y,
n) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C),
o) lakukan pengerjaan duplo, dan
p) hitung kandungan Hg dalam contoh.

A.15.2.4.2 Destruksi menggunakan microwave atau destruksi sistem tertutup

a) Timbang 1 g contoh (m) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 ml HNO3, 1 ml


H2O2 kemudian tutup rapat,
b) masukkan ke dalam oven microwave dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian
alat,
c) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 50 ml secara kuantitatif dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V),
d) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh,
e) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan
blanko pada alat “HVG”,
f) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan
SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm,
g) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y,
h) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C),
i) lakukan pengerjaan duplo, dan
j) hitung kandungan Hg dalam contoh.

A.15.2.5 Perhitungan

C
Kandungan raksa (Hg), (mg/kg) = × V × fp
m

Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (μgg/ml);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml);
m adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g); dan
fp adalah faktor pengenceran.

A.15.2.6 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan raksa (Hg).
Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka analisis harus diulang kembali.

A.16 Cemaran arsen (As)

A.16.1 Prinsip

Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+ direduksi dengan KI
menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk AsH3 yang
kemudian dibaca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang
maksimum 193,7 nm.

22 dari 38
SNI 3549:2009

A.16.2 Peralatan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan
generator uap hidrida (“HVG”);
b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C;
c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
d) burner atau bunsen;
e) pemanas listrik;
f) labu Kjeldahl 250 ml;
g) labu ukur 50 ml, 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml terkalibrasi;
h) labu borosilikat berdasar bulat 50 ml;
i) pipet volumetrik 25 ml;
j) pipet ukur berskala 0,05 ml atau mikro buret terkalibrasi;
k) gelas ukur 25 ml; dan
l) cawan porselen kapasitas 50 ml.

A.16.3 Pereaksi

a) Asam nitrat, HNO3 pekat;


b) asam perklorat, HClO4 pekat;
c) natrium boronhidrida, NaBH4;
larutkan 3 g NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air suling sampai tanda garis dalam labu
ukur 500 ml.
d) asam klorida, HCl 8 M;
larutkan 66 ml HCl 37 % kedalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan air suling
sampai tanda garis.
e) timah (II) klorida, SnCl2.2H2O 10 %;
timbang 50 g SnCl2.2H2O ke dalam piala gelas 200 ml dan tambahkan 100 ml HCl
37 %. Panaskan hingga larutan jernih dan dinginkan kemudian tuangkan ke dalam
labu ukur 500 ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
f) kalium iodida, KI 20 %;
timbang 20 g KI ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan air suling sampai
tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan).
g) Larutan Mg(NO3)2 75 mg/ml;
Larutkan 3,75 g MgO dengan 30 ml H2O secara hati-hati, tambahkan 10 ml HNO3,
dinginkan dan encerkan hingga 50 ml dengan air suling;
h) larutan baku 1000 μg/ml As;
larutkan 1,3203 g As2O3 kering dengan sedikit NaOH 20 % dan netralkan dengan HCl
atau HNO3 1:1 (1 bagian asam : 1 bagian air). Masukkan ke dalam labu ukur 1 L dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
i) larutan baku 100 μgg/ml As;
pipet 10 ml larutan baku arsen 1000 μg/ml ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan
dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi
100 μg/ml As.
j) larutan baku 1 μg/ml As; dan
pipet 1 ml larutan standar arsen 100 mg/l ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan
dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi
1 μg/ml As.
k) larutan baku kerja As;
pipet masing-masing 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml dan 5,0 ml larutan baku 1 μgg/ml As
ke dalam labu ukur 100 ml terpisah dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis
kemudian kocok Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,01 μg/ml; 0,02 μg/ml;
0,03 μg/ml; 0,04 μg/ml dan 0,05 μg/ml As.

23 dari 38
SNI 3549:2009

A.16.4 Cara kerja

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.16.4.1 Pengabuan basah

a) Timbang 5 g sampai 10 g contoh (m) kedalam labu Kjeldahl 250 ml, tambahkan 5 ml
sampai 10 ml HNO3 pekat dan 4 ml sampai 8 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati,
b) setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO3 pekat sedikit demi sedikit
sehingga contoh berwarna coklat atau kehitaman,
c) tambahkan 2 ml HClO4 70 % sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan
menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan
asam perklorat, tambahkan lagi sedikit HNO3 pekat),
d) dinginkan, tambahkan 15 ml H2O dan 5 ml ammonim oksalat jenuh,
e) panaskan sehingga timbul uap SO3 di leher labu,
f) dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan
air suling sampai tanda garis (V),
g) pipet 25 ml larutan diatas dan tambahkan 2 ml HCl 8 M, 0.1 ml KI 20 % kemudian
kocok dan biarkan minimal 2 menit,
h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama
seperti contoh,
i) tambahkan larutan pereduksi (NaBH4) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh,
dan larutan blanko pada alat “HVG”,
j) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan
SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 193,7 nm,
k) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (μg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y,
l) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C),
m) lakukan pengerjaan duplo, dan
n) hitung kandungan As dalam contoh.

A.16.4.2 Destruksi menggunakan microwave atau destruksi sistem tertutup

a) Timbang 1 g contoh (m) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 ml HNO3, 1 ml


H2O2 kemudian tutup rapat,
b) masukkan ke dalam oven microwave dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian
alat,
c) setelah dingin, pindahkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 25 ml secara kuantitatif
dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis,
d) pipet 10 ml larutan destruksi (V) ke dalam labu borosilikat berdasar bulat 50 ml,
tambahkan 1 ml larutan Mg(NO3)2, Uapkan di atas penangas listrik hingga kering dan
arangkan. Abukan dalam tanur dengan suhu 450 °C (± 1 jam),
e) dinginkan, larutkan dengan 2,0 ml HCl 8 M, 0.1 ml KI 20 % dan biarkan minimal
2 menit. Tuangkan larutan tersebut ke dalam tabung contoh pada alat,
f) siapkan NaBH4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat,
g) tuangkan larutan baku kerja As 0,01 μg/ml; 0,02 μg/ml; 0,03 μg/ml; 0,04 μg/ml;
0,05 μg/ml serta blanko ke dalam 6 tabung contoh lainnya. Nyalakan burner serta
tombol pengatur aliran pereaksi dan aliran contoh,
h) baca nilai absorbans tertinggi larutan baku kerja As dan contoh dengan blanko sebagai
koreksi,
i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (μg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y,
j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C),
k) lakukan pengerjaan duplo, dan
l) hitung kandungan As dalam contoh.

24 dari 38
SNI 3549:2009

A.16.5 Perhitungan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
C
Kandungan arsen (As), (mg/kg) = × V × fp
m

Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (μg/ml);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml);
m adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g); dan
fp adalah faktor pengenceran.

A.16.6 Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan arsen (As).
Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka analisis harus diulang kembali.

A.17 Cemaran mikroba

A.17.1 Persiapan dan homogenisasi contoh untuk uji Angka Lempeng Total,
Escherichia coli, Bacillus cereus dan Kapang

A.17.1.1 Prinsip

Pembebasan sel-sel bakteri yang mungkin terlindung oleh partikel makanan dan untuk
menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi
yang kurang menguntungkan dalam makanan. Persiapan dan homogenisasi contoh
bertujuan agar bakteri terdistribusi dengan baik di dalam contoh makanan yang ditetapkan.

A.17.1.2 Peralatan

a) Alat homogenisasi yang sesuai (blender) dengan kecepatan putaran 10000 rpm sampai
dengan 12000 rpm;
b) penangas listrik;
c) neraca kapasitas 2000 g terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 g;
d) labu ukur 50 ml, 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml terkalibrasi;
e) gelas piala steril;
f) labu erlenmeyer steril;
g) botol pengencer steril;
h) pipet volumetrik steril;
i) tabung reaksi; dan
j) pisau, sendok, gunting, dan spatula steril.

A.17.1.3 Larutan pengencer

Butterfield’s Phosphate-Buffered Dilution Water;


- KH2PO4 34 g
- air suling 500 ml
Atur pH dengan NaOH sehingga pH 7,2, tepatkan volume sampai 1000 ml dengan air suling.
Sterilisasi pada suhu 121 °C selama 15 menit. Simpan pada refrigerator untuk membuat
larutan pengencer 1,25 ml larutan stok diencerkan dengan air suling sampai volume
1000 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol pengencer sebanyak 450 ml dan ke dalam
tabung reaksi sebanyak (9 ± 1) ml dan disterilisasi pada suhu 121 °C selama 15 menit.

25 dari 38
SNI 3549:2009

A.17.1.4 Homogenisasi contoh

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Timbang 50 g contoh secara aseptik ke dalam botol pengencer yang telah berisi 450 ml
larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran 1:10, dan
b) kocok campuran beberapa kali sehingga homogen.

A.17.2 Angka lempeng total

A.17.2.1 Prinsip

Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam pembenihan yang
sesuai selama 48 jam pada suhu (35 ± 1) °C.

A.17.2.2 Peralatan

a) Lemari pengeram (inkubator) terkalibrasi;


b) oven/alat sterilisasi kering terkalibrasi.
c) otoklaf;
d) alat penghitung koloni (colony counter);
e) penangas air;
f) pipet ukur 1ml, 5 ml, dan 10 m steril; dan
g) cawan petri gelas/plastik diameter 15 mm x 90 mm steril.

A.17.2.3 Pembenihan dan pengencer

Plate count agar (PCA)


− tryptone 5 g
− yeast extract 2,5 g
− glukosa 1 g
− agar 15 g
− air suling 1000 ml
Larutkan bahan-bahan diatas menjadi 1000 ml dengan air suling dan atur pH menjadi 7,0.
Masukkan ke dalam botol. Sterilkan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121 °C selama
15 menit.

A.17.2.4 Cara kerja

a) Buat tingkat pengenceran sesuai kebutuhan seperti pada Gambar B.3 dengan
menggunakan larutan pengencer Butterfield’s Phosphate-Buffered Dilution Water;

BP

Gambar B.3 - Tingkat pengenceran menggunakan larutan pengencer Butterfield’s


Phosphate-Buffered Dilution Water (BPB)
26 dari 38
SNI 3549:2009

b) pipet masing-masing 1 ml dari tingkat pengenceran 10-1 sampai dengan 10-4 ke dalam

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
cawan petri steril secara duplo,
c) tuangkan 12 ml sampai dengan 15 ml media PCA yang masih cair dengan suhu
(45 ± 1) °C ke dalam masing-masing cawan petri,
d) goyangkan cawan petri dengan hati-hati (putar dan goyang ke depan, ke belakang, ke
kanan dan ke kiri) sehingga contoh dan pembenihan tercampur merata dan memadat;
e) kerjakan pemeriksaan blanko dengan mencampur air pengencer untuk setiap contoh
yang diperiksa,
f) biarkan sampai campuran dalam cawan petri memadat,
g) masukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik ke dalam lemari pengeram pada
suhu 35 °C selama (48 ± 2) jam, dan
h) catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan petri yang mengandung 25 koloni sampai
dengan 250 koloni setelah 48 jam.

A.17.2.5 Perhitungan

Angka lempeng total (koloni/g) = n × F

Keterangan:
n adalah rata-rata koloni dari dua cawan petri dari satu pengenceran, dinyatakan dalam koloni per
gram (koloni/g); dan
F adalah faktor pengenceran dari rata-rata koloni yang dipakai.

A.17.2.6 Pernyataan hasil

A.17.2.6.1 Cara menghitung

a) Pilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara
25 koloni sampai dengan 250 koloni setiap cawan petri. Hitung semua koloni dalam
cawan petri menggunakan alat penghitung koloni. Hitung rata-rata jumlah koloni dan
kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per
gram;
b) jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 koloni
atau lebih besar dari 250 koloni, hitung jumlah koloni yang terletak antara 25 koloni
sampai dengan 250 koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya
sebagai jumlah bakteri per gram;

Contoh :
10-2 10-3
120 25
105 20
120 + 105 + 25
ALT =
[(1 x 2) + (0,1 x 1) x 10−2 ] = 124,9375

c) jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25 koloni
sampai dengan 250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran
koloni per g dengan rumus:
∑C
ALT =
[( ) (
1 x n + 0,1 x n x d
1 2
) ]
Keterangan:
C adalah jumlah koloni dari tiap-tiap petri;
n1 adalah jumlah petri dari pengenceran pertama yang dihitung;
n2 adalah jumlah petri dari pengenceran kedua; dan
d adalah pengenceran pertama yang dihitung;

27 dari 38
SNI 3549:2009

Contoh :

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
10-2 10-3
131 30
143 25

131 + 143 + 30 + 25
ALT =
[
(1 x 2) + (0,1 x 2) x 10 −2 ] = 164,3357

d) jika jumlah koloni dari masing-masing petri lebih dari 25 koloni nyatakan sebagai
jumlah bakteri perkiraan;
− jika jumlah koloni per cm2 kurang dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya sebagai
jumlah perkiraan : jumlah bakteri dikalikan faktor pengenceran.
Contoh :
10-2 10-3 Jumlah bakteri perkiraan
~ 640 1000 x 640 = 640.000 (6,4 x 105)
2
− jika jumlah koloni per cm lebih dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya:
area x faktor pengenceran x 100 contoh rata-rata jumlah koloni 110 per cm2
contoh :
10-2 10-3 area (cm2) jumlah bakteri perkiraan
~ 7150 65 > 65 x 103 x 100 = > 6500.000 (6,5 x 106)
~ 6490 59 > 59 x 103 x 100 = > 5900.000 (5,9 x 106)
e) jika jumlah koloni dari masing-masing koloni yang tumbuh pada cawan petri kurang dari
25, maka nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari 25 koloni dikalikan
pengenceran yang terendah; dan
f) menghitung koloni perambat;
Perambatan pada koloni ada 3 macam, yaitu :
− merupakan rantai yang tidak terpisah;
− perambat yang terjadi diantara dasar cawan petri dan pembenihan; dan
− perambatan yang terjadi pada pinggir atau pernukaran pembenihan.
Jika terjadi hanya satu perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap satu. Jika
terbentuk satu atau lebih rantai terbentuk dan berasal dari sumber yang terpisah-pisah,
maka uap sumber dihitung sebagai satu koloni.

A.17.2.6.2 Cara menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang
digunakan, yaitu angka pertama dan kedua (dimulai dari kiri),

a) Jika angka ketiga lebih besar dari 5, maka bulatkan ke atas;


contohnya : 528 dilaporkan sebagai 530 penulisannya 5,3 x 102
b) jika angka ketiga kurang dari 5, maka bulatkan kebawah; dan
contohnya : 523 dilaporkan sebagai 520 penulisannya 5,2 x 102
c) jika angka ketiga sama dengan 5, maka bulatkan sebagai berikut
− bulatkan ke atas jika angka kedua merupakan angka ganjil; dan
contohnya : 575 dilaporkan sebagai 580 penulisannya 5,8 x 102
− bulatkan ke bawah jika angka kedua merupakan angka genap
contohnya : 565 dilaporkan sebagai 560 penulisannya 5,6 x 102

A.17.3 Escherichia coli

A.17.3.1 Prinsip

Pertumbuhan Escherichia coli ditandai dengan terbentuknya gas pada tabung Durham, yang
diikuti dengan uji biokimia dan selanjutnya dirujuk pada Tabel APM (Angka Paling Mungkin).

28 dari 38
SNI 3549:2009

A.17.3.2 Peralatan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Lemari pengeram (inkubator), (35 ± 1) °C;
b) penangas air tertutup dengan sistem sirkulasi, (45,5 ± 0,2) °C;
c) rak untuk tabung reaksi;
d) pipet Mohr 1 ml dan 10 ml berskala;
e) botol pengenceran (± 20 ml) gelas borosilikat yang resistan, dengan sumbat karet atau
tutup uliran;
f) tabung reaksi;
g) tabung Durham;
h) cawan petri gelas ukuran 15 mm x 100 mm atau plastik ukuran 15 mm x 90 mm, steril;
dan
i) jarum ose (inokulasi), dengan diameter dalam kira-kira 3 mm.

A.17.3.3 Perbenihan pengencer dan pereaksi

a) Lauryl sulfate tryptose (LST) broth / Lauryl tryptose (LT) broth;


b) brilliant green lactose bile (BGLB) broth 2 %;
c) Escherichia coli (EC) broth;
d) Levine's eosin methylene blue (L-EMB) agar;
e) plate count agar (PCA);
f) gram stain;
g) tryptone (tryptophane) broth;
h) pereaksi kovacs’;
i) Methyl red – voges proskauer (MR – VP) broth;
j) pereaksi voges proskauer;
k) larutan methyl red;
l) koser's citrate broth;
m) peptone diluents 0.1 %;
n) pereaksi indole;
o) larutan kalium hidroksida 40 %;
p) buffer fields phosfat buffered dilution water;
q) larutan alpha naphtol 5 %; dan
r) kristal kreatin.

A.17.3.4 Cara kerja

B.14.3.4.1 APM – Uji pendugaan untuk Escherichia coli

a) Lakukan persiapan dan homogenisasi contoh seperti pada B.14.1,


b) inokulasikan masing-masing 1 ml larutan dari setiap tingkat pengenceran (larutan 10-1,
10-2 dan 10-3) ke dalam tiga tabung Laurryl sulfate tryptose (LST) broth. Pegang pipet
sedemikian sehingga ujung bawah pipet menempel pada tabung. Biarkan isi pipet
mengalir 2 detik sampai dengan 3 detik. Pipet jangan ditiup untuk mengeluarkan isinya,
c) masukkan tabung-tabung tersebut ke dalam inkubator pada suhu 35 °C selama
(48 ± 2) jam,
d) amati tabung-tabung tersebut pada pada jam ke-(24 ± 2). Jika ada tabung yang telah
mengandung gas, maka tabung tersebut dinyatakan ”positif”,
e) tabung-tabung yang belum mengandung gas dinyatakan “negatif”, lanjutkan inkubasi
selama 24 jam,
f) catat adanya pembentukan gas setelah inkubasi (48 ± 2) jam, dan nyatakan tabung
tersebut “positif”, dan
g) lakukan uji penegasan terhadap semua tabung yang positif untuk uji pendugaan.

29 dari 38
SNI 3549:2009

B.14.3.4.2 APM – Uji penegasan untuk Escherichia coli

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Pindahkan satu mata Ose dari setiap tabung LST yang positif ke dalam tabung EC broth
yang berlainan,
b) Inkubasikan tabung-tabung EC tersebut ke dalam penangas air yang bersirkulasi, selama
(24 ± 2) jam pada suhu (45,5 ± 0,2) °C, tabung yang telah terbentuk gas dinyatakan
“positif”,
c) apabila negatif, inkubasikan dan periksa kembali pada jam ke-(48 ± 2). Jika telah
terbentuk gas maka tabung tersebut dinyatakan "positif”, dan
d) Lakukan uji lengkap terhadap semua tabung yang positif untuk uji penegasan.

B.14.3.4.3 Uji lengkap untuk Escherichia coli

a) Kocok tabung-tabung EC yang positif secara hati-hati,


b) digoreskan/ditanamkan pada satu cawan agar L-EMB, sedemikian rupa hingga
dihasilkan koloni yang terpisah-pisah dengan jarak minimum 0,5 cm,
c) inkubasikan pinggan L-EMB tersebut selama 18 jam sampai dengan 24 jam pada suhu
(35 ± 1) °C,
d) periksa cawan-cawan terhadap adanya koloni yang berwarna hijau dengan atau tanpa
kilat logam,
e) dari tiap cawan L-EMB, pindahkan maksimal 5 koloni yang mencurigakan pada tabung
agar miring PCA,
f) inkubasikan tabung-tabung agar miring tersebut selama 18 jam sampai dengan 24 jam
pada suhu 35 °C dan gunakan untuk uji selanjutnya,
g) buatlah pewarnaan Gram dari tiap biakan. E coli adalah gram negatif dan berbentuk
batang tak berspora yang harus diuji menggunakan reaksi-reaksi IMVIC seperti dibawah
ini serta harus diinokulasikan kembali ke tabung LST untuk menegaskan adanya
produksi gas,
• pembentukan indol
- Inokulasi tabung tryptone broth,
- inkubasi selama (24 ± 2) jam pada suhu 35 °C,
- uji adanya indol dengan menambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml pereaksi
Kovacs’, dan
- uji ini positif bila lapisan atas berwarna merah.
• uji Voges Proskauer
- Inokulasi tabung medium MR-VP dari setiap tabung PCA dan inkubasikan selama
(48 ± 2) jam pada suhu 35 °C,
- secara aseptis pindahkan 1 ml biakan tabung reaksi steril,
- tambahkan 0,6 ml larutan 5 % alpha naphtol dalam alkohol, 0,2 ml larutan KOH
40 % dan beberapa butir kristal kreatin, dan
- uji Voges Proskauer adalah positif bila terbentuk warna eosin merah muda dalam
waktu 2 jam.
• uji Methyl red
- Setelah uji VP, inkubasikan kembali tabung MR-VP selama 48 jam pada suhu
35 °C;
- tambahkan 5 tetes indikator methyl red pada setiap tabung, dan
- biakan dianggap MR positif bila terjadi warna merah, MR negatif bila kuning.
• penggunaan Sitrat
- Dengan hati-hati tabung Koser's citrate broth diinokulasi dengan menggunakan
jarum lurus sedemikian rupa sehingga hanya mengenai permukaan medium.
Terlalu banyak inokulasi dapat menyebabkan terbawanya zat-zat lain,
- inkubasikan selama 96 jam pada suhu suhu 35 °C, dan
- adanya pertumbuhan dalam tabung yang ditunjukkan dengan warna keruh
menandakan uji yang positif.

30 dari 38
SNI 3549:2009

• Pembentukan gas dari Lactose

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
- Inokulasikan tabung LST dari setiap agar miring PCA. Inkubasikan selama
(48 ± 2) jam pada suhu 35 °C, dan
- periksa tabung tabung itu terhadap adanya pembentukan gas.

B.14.3.4.4 Klasifikasi dan laporan

Tabel B.1 - Reaksi biokimia E. coli pada uji IMVIC

Jasad Indol Methyl Red Voges Proskaeur Sitrat


Escherichia Coli
Varitas I + + - -
Varitas II - + - -

• Klasifikasikan sebagai E. coli apabila IMVIC adalah + + - - atau - + - -, pewarnaan gram


menunjukkan gram negatif bentuk batang tidak berspora yang membentuk gas dalam
kaldu LST dengan waktu inkubasi (48 ± 2) jam pada suhu 35 °C
• Hitunglah APM E. coli dengan menggunakan Tabel B.2 APM berdasarkan jumlah
tabung - tabung dari 3 seri pengenceran yang telah dipastikan mengandung E. coli.

Tabel B.2 - APM per 1 g contoh bila menggunakan 3 tabung


untuk setiap tingkat pengenceran 0,1; 0,01; dan 0,001 g/ml contoh

Tabung yang positif Tabung yang positif


APM APM
0,1 0,01 0,001 0,1 0,01 0,001
0 0 0 <3 2 2 0 21
0 0 1 3 2 2 1 28
0 1 0 3 2 2 2 35
0 1 1 6 2 3 0 29
0 2 0 6 2 3 1 36
0 3 0 9 3 0 0 23
1 0 0 4 3 0 1 39
1 0 1 7 3 0 2 64
1 0 2 11 3 1 0 43
1 1 0 7 3 1 1 75
1 1 1 11 3 1 2 120
1 2 0 11 3 1 3 160
1 2 1 15 3 2 0 93
1 3 0 16 3 2 1 150
2 0 0 10 3 2 2 216
2 0 1 14 3 2 3 290
2 0 2 20 3 3 0 240
2 1 0 15 3 3 1 460
2 1 1 20 3 3 2 1100
2 1 2 27 3 3 3 > 1100

31 dari 38
SNI 3549:2009

A.17.4 Bacillus cereus

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.17.4.1 Prinsip

Pertumbuhan Bacilus cereus ditandai dengan terbentuknya koloni eosin merah muda
penghasil lechitinase, yang diikuti dengan uji konfirmasi pada berbagai media.

A.17.4.2 Peralatan

a) Lemari pengeram (inkubator), (30 ± 2) °C dan (35 ± 2) °C;


b) alat homogenisasi yang sesuai dengan kecepatan putaran 18000 rpm sampai dengan
21000 rpm;
c) penangas air, (48 – 50) °C;
d) mikroskop;
e) alat penghitung koloni;
f) vorteks;
g) bunsen besar dan kecil;
h) rak tabung biakan;
i) botol, steril;
j) tabung anaerobick GasPak;
k) tabung biakan, 13 x 100 mm, steril;
l) pipet 1 ml, 5 ml, dan 10 ml, ketelitian 0,1 ml yang terbuat dari gelas;
m) cawan petri, 90 mm sampai dengan 100 mm dan 140 mm sampai dengan 150 mm steril;
n) batang penyebar steril, diameter 3 mm sampai dengan 4 mm dengan area penyebar 45
mm sampai dengan 55 mm;
o) jarum inokulasi (ose), berukuran 2 mm dan 3 mm; dan
p) pena penanda.

A.17.4.3 Media dan pereaksi

a) Mannitol-egg yolk-polymyxin (MYP) agar plates;


b) egg yolk emulsion, 50 %;
c) trypticase soy-polymyxin broth;
d) larutan polimiksin B untuk MYP agar (0,1 %) dan trypticase soy-polymyxin broth
(0,15 %);
e) lisozyme 0,001 %;
f) phenol red glucose broth;
g) tyrosine agar;
h) lysozyme broth;
i) voges-Proskauer medium;
j) nutrient broth;
k) nitrate broth;
l) nutrient agar untuk B. cereus;
m) sulfanilic acid reagent;
n) alfa naphthol reagent;
o) butterfield's phosphate-buffered dilution water yang disterilkan dalam botol dengan
volume akhir 450 ± 5 ml dan 90 ± 2 ml;
p) Voges-Proskauer test reagents;
q) buffer fosfat;
r) larutan kaium hidroksida 40 %;
s) kristal kreatin; dan
t) metanol.

32 dari 38
SNI 3549:2009

A.17.4.4 Persiapan contoh

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
a) Secara aseptik, timbang 50 g contoh ke dalam blender yang bersih dan steril.
Tambahkan 450 ml butterfield's phosphate-buffered dilution water (1:10) dan kocok
selama 2 menit pada kecepatan tinggi (18.000 rpm sampai dengan 21.000 rpm), dan
b) buat seri pengenceran dengan menggunakan larutan butterfield's phosphate-buffered
dilution water (1:10).

A.17.4.5 Angka Lempeng Total - B. cereus

a) Buat tingkat pengenceran dari 10-2 sampai dengan 10-4 dengan memindahkan 10 ml
contoh yang telah dihomogenkan ke dalam 90 ml larutan pengencer, aduk dengan kuat
dan lanjutkan ke pengenceran 10-4,
b) inokulasi sebanyak 0,1 ml masing-masing tingkat pengenceran (termasuk 1:10)
menggunakan batang penyebar steril di atas permukaan media MYP agar, lakukan
secara duplo,
c) inkubasikan media MYP agar pada suhu 30 °C selama 24 jam,
d) amati koloni yang dikelilingi oleh zona endapan yang menunjukkan bahwa B. cereus
menghasilkan lecithinase berwarna merah muda. Warnanya akan menjadi lebih jelas
apabila inkubasi dilanjutkan,
e) jika warna tidak jelas, lanjutkan inkubasi selama 24 jam lagi sebelum perhitungan koloni,
f) pilih media yang mengandung perkiraan 15 koloni sampai dengan 150 koloni eosin
merah muda penghasil lecithinase,
g) beri tanda di bagian dasar cawan petri berdasarkan zona yang terbentuk menggunakan
pena hitam untuk memudahkan perhitungan dan penjumlahan koloni B. cereus,
h) ambil 5 atau lebih koloni yang positif mengandung B. cereus dari media MYP agar dan
pindahkan ke media nutrient agar miring untuk konfirmasi B.cereus, dan
i) hitung jumlah B.cereus per gram contoh berdasarkan presentase koloni yang telah diuji
dan dikonfirmasi sebagai B. cereus.
Contoh perhitungan:
Jika jumlah rata-rata yang diperoleh pada pengenceran 10-3 adalah 65 dan 4 dari 5 koloni
telah diuji dan dikonfirmasi sebagai B. cereus maka jumlah sel B.cereus per gram contoh
adalah :

65 x 4/5 x 1.000 x 10 = 520.000

Keterangan:
Faktor pengenceran lebih tinggi sepuluh kali dari pengenceran contoh sebab hanya 0,1 ml contoh
diuji

A.17.4.6 APM - B. cereus

a) Teknik APM direkomendasikan untuk menghitung B.cereus dalam contoh yang


diharapkan mengandung B. cereus lebih kecil dari 10 per gram contoh,
b) inokulasikan masing-masing 1 ml larutan dari setiap tingkat pengenceran (larutan 10-1,
10-2 dan 10-3) ke dalam tiga tabung trypticase soy-polymyxin broth,
c) inkubasikan tabung-tabung tersebut dalam inkubator pada suhu 30 °C selama
(48 ± 2) jam;
d) amati tabung-tabung tersebut pada pada jam ke-(48 ± 2) untuk melihat pertumbuhan
bakteri B. cereus,
e) gores biakan dari tabung yang positif dengan ose ke dalam media MYP agar dan
inkubasi selama 24 jam sampai dengan 48 jam pada suhu 30 °C,
f) ambil 1 atau lebih koloni yang berwarna eosin merah muda dengan lechitinase positif
dari media MYP agar dan pindahkan ke media nutrien agar miring untuk konfirmasi
B.cereus, dan

33 dari 38
SNI 3549:2009

g) konfirmasi B. cereus dapat dilihat pada B.14.4.7.

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.17.4.7 Uji penegasan untuk B. cereus

A.17.4.7.1 Kultur campuran

a) Ambil 5 atau lebih koloni yang berwarna eosin merah muda dengan lechitinase positif
dari media MYP agar dan pindahkan ke media agar miring untuk konfirmasi B.cereus,
b) inkubasi selama 24 jam pada suhu 30 °C,
c) Lakukan pengamatan secara mikroskopis, disertai pewarnaan gram. B. cereus akan
tampak berbentuk batang besar, gram positif, dengan rantai pendek hingga panjang,
spora berbentuk ellips, letaknya ditengah sampai sub terminal dan spora tersebut tidak
menggembungkan sporangium,
d) pindahkan 3 mm ose biakan dari setiap agar miring ke tabung (13 x 100) mm yang
mengandung 0,5 ml larutan bufer fosfat steril kemudian dikocok dengan vorteks, untuk
mensuspensikan biakan, dan
e) suspensi biakan ini digunakan untuk konfirmasi B. cereus berikut:

A.17.4.7.2 Uji phenol red glucose broth

a) Inokulasikan 3 ml suspensi biakan menggunakan jarum ose 2 mm,


b) inkubasi tabung tersebut secara anaerobik selama 24 jam pada suhu 35 °C dalam
tabung anaerobik GasPak, dan
c) Kocok tabung tersebut dengan kuat dan amati pertumbuhan B.cereus yang ditandai oleh
peningkatan kekeruhan dan perubahan warna dari merah ke kuning yang menunjukkan
bahwa asam telah dihasilkan secara anaerobik dari glukosa. Perubahan warna dari
merah ke orange/kuning bisa terjadi pada sebagian tabung kontrol yang tidak diinokulasi.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya pengurangan pH akibat pemaparan media oleh CO2
yang terbentuk dalam tabung anaerobik GasPak. Gunakan kontrol positif dan kontrol
negatif untuk menyakinkan perbedaan antara reaksi positif dan positif palsu.

A.17.4.7.3 Uji nitrate broth

a) Inokulasikan 5 ml suspensi biakan menggunakan jarum ose 3 mm,


b) inkubasi tabung tersebut selama 24 jam pada suhu 35 °C,
c) untuk uji nitrit, tambahkan 0,25 ml masing-masing pereaksi sulfanilic acid dan pereaksi
alpha naphtol ke dalam setiap tabung, dan
d) warna oranye yang terbentuk dalam 10 menit menunjukkan bahwa nitrat telah direduksi
menjadi nitrit.

A.17.4.7.4 Uji modified VP medium

a) Inokulasikan 5 ml suspensi biakan menggunakan ose 3 mm,


b) inkubasi tabung tersebut selama (48 ± 2) jam pada suhu 35 °C,
c) untuk uji acetylmethyl-carbinol, pipet 1 ml biakan ke dalam tabung uji (16 x 125) mm,
tambahkan 0,6 mm larutan alpha naphtol, dan 0,2 ml kalium hidroksida (KOH) 40 %,
d) aduk dan tambahkan sedikit kristal kreatin,
e) amati setelah didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang, dan
f) uji positif apabila terbentuk warna ungu.

A.17.4.7.5 Uji tyrosine agar

a) Inokulasikan suspensi biakan dengan ose 3 mm ke seluruh permukaan media miring


agar tirosin,
b) inkubasi media miring tersebut selama 48 jam pada suhu 35 °C,

34 dari 38
SNI 3549:2009

c) amati zona bening yang terbentuk yang menunjukkan bahwa tirosin telah

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
terdekomposisi, dan
d) jika hasil uji negatif maka inkubasi dilanjutkan selama 7 hari sebelum hasil dinyatakan
negatif.

A.17.4.7.6 Uji lysozyme broth

a) Inokulasikan 2,5 ml nutrient broth yang mengandung 0,001 % lisozim dengan 2 mm ose
suspensi biakan,
b) inokulasikan juga 2,5 ml nutrient broth tanpa mengandung 0,001 % lisozim sebagai
kontrol positif,
c) inkubasi tabung tersebut selama 24 jam pada suhu 35 °C,
d) uji pertumbuhan dalam lysozyme broth dan dalam kontrol nutrient broth, dan
e) inkubasi tabung negatif selama 24 jam lagi sebelum dibuang.

A.17.4.7.7 Uji MYP agar

a) Uji ini tidak diperlukan apabila hasil uji telah jelas dengan menggunakan media agar MYP
dan tidak ada gangguan dari mikroorganisme yang lain,
b) bagi bagian dasar cawan petri menjadi 6 bagian sampai dengan 8 bagian yang sama
menggunakan pena,
c) inokulasikan disetiap bagian MYP agar tersebut dengan cara menyentuh permukaan
MYP agar dengan 2 mm ose yang berisi kultur secara hati-hati. Dalam satu petri dapat
diuji 6 atau lebih kultur,
d) Biarkan inokulum diserap sempurna sebelum diinkubasikan selama 24 jam pada suhu
35 °C,
e) amati terbentuknya lecitinase yang ditunjukkan oleh zona endapan disekitar
pertumbuhan,
f) manitol tidak difermentasi oleh isolat jika pertumbuhan dan disekitar media berwarna
eosin merah muda. Warna kuning menunjukkan bahwa asam diproduksi dari manitol,
dan
g) koloni B. cereus biasanya positif lecitinase dan negatif mannitol pada MYP agar.

A.17.4.7.8 Hasil uji konfirmasi B. cereus

Konfirmasi B. cereus apabila:


a) Menghasilkan gram positif dengan spora yang tidak sebesar sporangium,
b) menghasilkan lesitinase dan tidak memfermentasikan manitol dalam media MYP agar,
c) tumbuh dan menghasilkan asam dari glukosa secara anaerobik,
d) mereduksi nitrat menjadi nitrit
e) menghasilkan acetylmethylcarbinol,
f) menguraikan L-tyrosine, dan
g) tumbuh dalam lysozyme 0,001 %.

A.17.5 Kapang

A.17.5.1 Prinsip

Pertumbuhan kapang dalam media yang sesuai, setelah diinkubasikan pada suhu
(25 ± 1) °C selama 5 hari.

A.17.5.2 Peralatan

a) Lemari pengeram (inkubator) (25 ± 1) °C terkalibrasi;


b) otoklaf;
35 dari 38
SNI 3549:2009

c) penangas air, (45 ± 1) °C;

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
d) alat penghitung koloni;
e) mikroskop;
f) cawan petri 15 mm x 100 mm; dan
g) pipet ukur 1 ml dan 10 ml.

A.17.5.3 Pembenihan dan pengencer

Pilihan penggunaan media:


a) Media dengan penambahan larutan antibiotik;
- dichloran rose bengal chloramphenicol (DRBC) agar;
- dichloran 18 % glycerol (DG 18) agar;
antibiotik ditambahkan di media kapang untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Chloramphenicol adalah salah satu pilihan antibiotik, karena stabil saat diotoklaf.
Konsentrasi antibiotik yang diizinkan adalah 100 mg per liter media. Jika tampak
pertumbuhan bakteri, siapkan media dengan penambahan 50 mg per liter
chloramphenicol sebelum otoklaf dan 50 mg per liter chlortetracycline steril saat media
mulai di kondisikan, tepat sebelum menuang media dalam cawan.
b) plate count agar (PCA);
tambahkan 100 mg chloramphenicol per liter jika menggunakan media ini. Media ini tidak
cocok jika diduga ada kapang menyebar (contoh Mucor, Rhizopus dll);
c) malt agar (MA);
d) malt extract agar (kapang) (MEAYM); atau
e) potato dextrose agar (PDA):
- infusion from white potatoes 200 g
- dextrose 20 g
- agar 20 g
- air suling 1000 ml
Larutkan semua bahan di atas. Masukkan dalam labu, sterilkan pada suhu 121 °C
selama 15 menit. Sebelum dipergunakan dinginkan sampai 50 °C dan pH diatur 3,5
dengan asam tartrat 10 % steril. Penurunan pH dapat diganti dengan penambahan 4 ml
antibiotik (1 g/100 ml). Campurkan, kemudian tuangkan ke dalam cawan petri.

A.17.5.4 Cara kerja

a) Lakukan persiapan dan homogenisasi contoh sesuai B.14.1,


b) terdapat dua metode persiapan media dalam cawan, yaitu :
- metode menyebar pada cawan (untuk pilihan media DRBC dan DG 18):
pipet 0,1 ml masing-masing pengenceran secara aseptik ke dalam media padat dan
sebarkan merata dengan menggunakan batang gelas.
- metode menuang pada cawan (untuk pilihan media DG 18):
pipet 1,0 ml masing-masing pengenceran ke dalam cawan petri 15 mm x 100 mm
dan sesegera mungkin tuangkan 20 ml sampai dengan 25 ml media. Campurkan
dengan menggoyang cawan secara perlahan searah jarum jam, kemudian
berlawanan arah jarum jam dalam jangka 1 menit sampai dengan 2 menit.
c) biarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku,
d) pipet masing-masing 1 ml dari pengenceran 10-1 sampai dengan 10-2 ke dalam cawan
petri steril secara duplo,
e) masukkan semua cawan petri dengan posisi tidak terbalik ke dalam inkubator dan
inkubasi pada ruang gelap bersuhu 25 °C selama 5 hari,
f) hitung koloni kapang (perhitungan dapat dilakukan mulai hari ke tiga sampai dengan hari
ke lima). Jika setelah 5 hari tidak ada yang tumbuh, tambahkan waktu inkubasi selama
48 jam, dan
g) nyatakan hasil perhitungan sebagai jumlah kapang per gram contoh.

36 dari 38
SNI 3549:2009

A.17.5.5 Pernyataan hasil

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
A.17.5.5.1 Cara menghitung

Cara menghitung kapang seperti cara menghitung pada angka lempeng total.

A.17.5.5.2 Cara menghitung dan membulatkan angka

Cara menghitung dan membulatkan angka kapang seperti cara menghitung dan
membulatkan angka pada angka lempeng total.

37 dari 38
SNI 3549:2009

Bibliografi

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 923.03, Ash of
Flour, 18th Edition, Chapter 32.1.05.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 925.10, Solids
(Total) and Moisture in Flour, Air Oven Method. 18th Edition, Chapter 32.1.03.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 930.28, Sulfites in
Foods Optimized Monier-Williams Method. 18th Edition, Chapter 47.3.4S3.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 943.02, pH of Flour,
Potentiometric Method 18th Edition, Chapter 32.1.20.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 963.02, Silica in
Liming Material, Gravimetric Method 18th Edition, Chapter 1.3.02.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 965.22, Sorting
Corn Grits, Sieving Method 18th Edition, Chapter 27.4.02.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 971.21, Mercuri in
Foods, Flameless Atomic Absorption Spectrophotometric Method, 18th Edition, Chapter
9.2.22.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 999.11, Lead,
Cadmium, Copper, Iron, and Zinc in Foods: Atomic Absorption Spectrophotometry after Dry
Ashing, 18th Edition, Chapter 9.1.09.
Association of Official Analytical Chemistry. 2005. AOAC Official Method 986.15, Arsenic,
Cadmium, Lead, Selenium, and Zinc in Human and Pet Foods, Multielement Method, 18th
Edition, Chapter 9.1.01.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kategori Pangan. 2006. Kategori
Pangan 06.0.
CODEX Alimerntarius Commission. 1996, FAO/WHO Codex Alimentarius Sampling Plans for
Prepackaged Food (AQL-6.5) CAC/RM 42-1969.
Directorate General of Health Services, Ministry of Health and Family Welfare Government of
India. 2005. Manual of methods of Analysis of Food, Cereals and Cereal Products, 13.0
Microscope Structure of Cereal Starches.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic Plate Count.
Chapter 3.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Bacillus cereus.
Chapter 14.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Mold, Yeast and
Mycotoxin. Chapter 18.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2002. Enumeration of
Echerichia coli and The Coliform Bacteria. Chapter 4.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2003. Food Sampling and
Preparation of Sample Homogenate. Chapter 1.

38 dari 38
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”

BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN


Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 3-4
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta 10270
Telp: 021- 574 7043; Faks: 021- 5747045; e-mail : bsn@bsn.go.id

Anda mungkin juga menyukai