Mata kuliah Teori Pengoptimuman merupakan salah satu mata kuliah pilihan
bagi mahasiswa Program Studi Matematika Universitas Mataram yang disajikan pada
semester 5 dengan bobot 3 SKS. Dengan melihat obyek dan bobot dari mata kulian ini,
materi-materi yang disajikan dipilih sedemikian hingga mahasiswa yang telah lulus
mata kuliah ini memiliki sejumlah kemampuan dasar yang berkaitan dengan teori dasar
yang berkaitan dengan metode pengoptimuman dan penerapannya.
Buku ini dikemas dalam enam bab. Bab I berisi tentang apa dan bagaimana
terkait dengan teori pengoptimuman, dilengkapi dengan landasan matematika yang
berisi teori-teori yang mendukung dalam teknik pengoptimuman. Bab II tentang
teknik-teknik pengoptimuman tanpa menggunakan konsep kalkulus. Bab III mengupas
tentang tehnik pengoptimuman untuk kasus optimasi tanpa kendala. Bab IV membahas
tentang tentang tehnik pengoptimuman untuk kasus optimasi yang berkendala. Bab V
membahas tentang topik khusus yang berkaitan dengan program geometrik dan pada
Bab VI membahas tentang topik program dinamik.
Buku ini disajikan dengan bahasa sederhana disertai dengan pembahasan
contoh-contoh yang terkait dengan topik yang diuraikan. Pada setiap babnya
disediakan beberapa soal latihan. Mahasiswa diharapkan mempelajari dengan baik dan
cermat setiap metoda dan cara yang dilakukan dalam pemecahan soal-soal pada contoh
yang diberikan dan mengerjakan semua latihan yang ada.
Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada Dekan FMIPA Universtas
Mataram yang memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun buku ini.
Kemudian sebagai penyusun kami menyadari kemungkinan adanya kekeliruan atau
kesalahan pada buku ini, dengan hati terbuka kami menerima segala kritikan dan saran
demi perbaikan buku ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Bab 1. Pendahuluan 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Landasan Matematika 2
1.2.1. Norma 2
1.2.2. Invers Matriks 4
1.2.3. Karakteristik Nilai Eigen 5
1.2.4. Fungsi dan Diferensial 7
1.2.5. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks 9
1.3. Kondisi Optimal untuk Masalah Optimasi Tidak Berkendala 11
1.4. Latihan 14
15
Bab 2. Optimasi Tanpa Kalkulus
2.1. Ketaksamaan Rata-Rata Aritmatika dan Geometri 15
2.5. Latihan 23
40
4.1. Kendala
4.2. Klasifikasi Permasalahan Optimasi Berkendala 47
4.2.1 Program Linear (Linear Programming) 47
4.2.2 Program Kuadratik (Quadratic Programming) 49
4.2.3 Program Konveks (Convex Programming) 49
4.2.4 Bentuk Umum Permasalahan Optimasi Berkendala 50
4.3. Metode Transformasi 51
4.4. Pengganda Lagrange (Lagrange Multiplier) 56
4.4.1 Pengganda Lagrange untuk Permasalahan Kendala Persamaan 56
4.4.2 Kasus Khusus : Fungsi Kuadratik dengan Kendala Linear 58
4.4.3 Metode Lagrange untuk Kendala Pertidaksamaan 58
4.5. Teorema Karush-Kuhn-Tucker 60
4.6 . Latihan 62
5.1 Pendahuluan 64
5.2 Posinomial 64
5.3 Program Geometri Tanpa Kendala 65
5.3.1 Tingkat Kesulitan (degree of difficulty) 65
5.3.2 Syarat Cukup untuk Solusi PG 67
5.4 Solusi Program Geometri Menggunakan Ketaksamaan Aritmatik-
Geometrik 72
5.5 Relasi Primal-Dual dan Syarat Cukup untuk Kasus Tanpa Kendala 73
5.6 Permasalahan Optimasi Berkendala 76
5.7 Penyelesaian Permasalahan Program Geometrik Berkendala 76
5.8 Latihan 78
6.1 Pendahuluan 79
6.2 Definisi Program Dinamik 80
6.3 Sifat atau Karakteristik Program Dinamis 80
6.4 Multi Tahapan Proses Pengambilan Keputusan 81
6.5 Konsep Suboptimalisasi dan Prinsip Optimalitas dalam Permasalahan
Program Dinamik 83
6.6 Metode Kalkulus untuk Penyelesaian Program Dinamik 85
6.7 Jenis-jenis Pendekatan Program Dinamis 91
6.8 Latihan 94
Daftar Bacaan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Secara umum, model optimasi diberikan oleh Persamaan (1.1.1) berikut ini.
Min f ( x ) (1.1.2)
x X
dan permasalahan optimasi tanpa berkendala diberikan oleh Persamaan (1.1.3) berikut :
2
Min f ( x)
xX
dengan kendala : Ci ( x) 0, i E , (1.1.3)
C j ( x) 0, j I .
Pada sub bagian ini akan diuraikan beberapa konsep matematika yang menjadi
dasar pengembangan teori dan metode pengoptimuman, seperti norma, matriks, fungsi,
diferensial, himpunan dan fungsi konveks.
1.2.1 Norma
(ii). x x ,
(iii). x y x y .
Untuk x n , beberapa contoh fungsi norma yang sudah umum dikenal antara
lain :
(1). Norma- l : x
maks xk ,
1 k n
n
(2). Norma- l1 : x 1 xk ,
k 1
1/ 2
n 2
(3). Norma- l2 : x 2 xk ,
k 1
3
Secara umum, untuk suatu bilangan bulat p didefinisikan Norma- l p sebagai berikut:
1/ p
n p
x xk (1.2.1)
k 1
p
(ii). A A ,
(iii). A B A B .
Berkaitan dengan norma- l p pada (1.2.1), norma- l p untuk matriks adalah sebagai berikut
Ax
A p
sup p
maks Ax p
(1.2.2)
x0 x x p 1
p
Secara khusus, beberapa definisi norma yang sudah sering dan umum digunakan adalah
(1). Norma maksimum atas vektor kolom:
n
A 1 maks aij (1.2.3)
1 j n
i 1
A 2 maks AT A
1/2
(1.2.5)
didefinisikan dengan d ( x, y ) x y .
4
Berdasarkan definisi norma, berikut ini adalah karakteristik dari fungsi jarak.
lim xn x 0 (1.2.6)
n
lim An A 0 (1.2.7)
n
lim xn xm 0 (1.2.8)
n , m
Pada subbagian ini akan diuraikan beberapa teorema dasar yang berkaitan
dengan invers dan invers yang diperumum (generalized inverse) dari matriks.
(I E) E k ,
1
(1.2.9)
k 0
dan
1
I E
1
. (1.2.10)
1 E
dan
A1
B 1 . (1.2.12)
1 A1 B A
1
b 1 (1.2.13)
1
Pada subbab ini, akan diuraikan beberapa terminologi yang terkait dengan nilai
eigen, khususnya yang terkait dengan matriks definit positif, matriks definit negatif,
dan matriks simetrik indefinit.
Ax x (1.2.14)
( A) maks i (1.2.15)
1i n
(5). Matriks A adalah indefinit jika dan hany jika nilai eigen dari matriks A ada yang
positif dan sekaligus yang negatif.
N ( x ) y n | y x (1.2.16)
Himpunan semua titik limit dari D disebut tutupan (closore) dari D, dinotasikan dengan
D . Jelas bahwa D D . Selanjutnya, jika D D atau setiap titik limit pada D
dimuat oleh D maka D adalah himpunan tutup.
kata lain, untuk setiap x N (c) , f ( x) N ( f (c)). Jika fungsi f kontinu untuk setiap
titik pada D maka f dikatakan kontinu pada D.
8
f
turunan fungsi f di titik c, c ada dan kontinu, i 1, 2, , n. Gradient fungsi f
xi
atau Matriks Jacobian untuk fungsi f di titik x n didefinisikan dengan
T
f f f
f ( x ) ( x) ( x) ( x) (1.2.17)
x1 x2 xn
Jika f kontinu terdiferensial di setiap titik pada himpunan buka D n maka f disebut
kontinu terdiferensial pada D dan dinotasikan dengan f C1 ( D). Secara umum, jika
fungsi kontinu f ( x), dan f ' ( x), f '' ( x),, f (p) ( x) ada dan kontinu untuk setiap titik pada
himpunan D, maka dinotasikan dengan f C p ( D).
2 f
f ( x)
2
( x), 1 i, j n (1.2.18)
i, j xi x j
Atau
2 f 2 f 2 f
x1x1 x1x2 x1xn
2 f 2 f 2 f
2 f ( x) x2 x1 x2 x2 x2 xn
2 f f
2
2 f
x x
n 1 xn x2 xn xn
Himpunan dan funsgi konveks merupakan dua terminologi yang cukup penting
dalam kajian optimasi.
9
x1 1 x2 S (1.2.19)
x S
i 1
i i (1.2.20)
m
dengan
i 1
i 1, i 0, dan i 1, 2,, m.
x1
x1 x2 x2
Himpunan Konveks
Himpunan Bukan Konveks
Pada Gambar 1, himpunan yang pertama (bagian kiri) terlihat bahwa x1 dan x2
serta semua titik pada ruas garis x1 x2 berada pada himpunan S, tetapi pada himpunan
kedua (bagian kanan), x1 dan x2 berada pada himpunan S, tetapi ada bagian pada ruas
f ( x1 (1 ) x2 ) f ( x1 ) (1 ) f ( x2 ), (1.2.21)
1
f ( x1 (1 ) x2 ) f ( x1 ) (1 ) f ( x2 ) c x1 x2 ,
2
(1.2.22)
2
Jika fungsi f pada S merupakan fungsi konveks (konveks seragam), maka invers
dari fungsi f yaitu f merupakan fungsi konkaf /concave (konkaf seragam) pada S,
Gambar 2 Ilustrasi grafik (i) fungsi konveks, (ii) fungsi konkaf, dan (iii) bukan fungsi
konveks dan konkaf
Sebaliknya, grafik fungsi konkaf berada di atas ruas garis yang menghubungkan titik
x1 , f ( x1 ) dan titik x2 , f ( x2 ) untuk setiap x x1 , x2 .
f ( x ( y x )) f ( x ) ( f ( y ) f ( x )), x, y S .
Selanjutnya teorema berikut akan memberikan hubungan antara fungsi konveks dengan
matriks Hessian.
Teorema 1.14 Misalkan S n suatu himpunan konveks yang tidak kosong dan
1) Fungsi f adalah fungsi konveks jika dan hanya jika matriks Hessian yang berkaitan
dengan fungsi f adalah matriks semidefinit positif untuk setiap titik di S.
2) Fungsi f adalah fungsi konveks tegas, jika matriks Hessian yang berkaitan dengan
fungsi f adalah matriks definit positif untuk setiap titik di S.
3) Fungsi f konveks seragam jika dan hanya jika matriks Hessian yang berkaitan
dengan fungsi f adalah matriks definit positif seragam untuk setiap titik di S, yaitu
terdapat konstanta m 0 sehingga
m u u T 2 f (x)u , x S dan u n
2
Definisi 1.15 Titik x disebut titik minimum lokal (local minimizer),, jika terdapat
0 sedemikian hingga f ( x ) f ( x), x n dan x x . Kemudian, Titik x
disebut titik minimum lokal tegas (strict local minimizer), jika terdapat 0
sedemikian hingga f ( x ) f ( x), x n , x x , dan x x .
Definisi 1.16 Titik x disebut titik minimum global (global minimizer), jika
f ( x ) f ( x), x n . Kemudian, Titik x disebut titik minimum global tegas (strict
Secara geometri, ilustrasi definisi minimum lokal, minimum lokal tegas dan
minimum global dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tataran aplikasi, kebanyakan
algoritma yang diajukan digunakan untuk menentukan minimum lokal. Sedangkan
untuk minimum global merupakan pekerjaan yang cukup sulit, kecuali untuk beberapa
fungsi tertentu yang sudah dikenal karakteristiknya, seperti fungsi kuaratik atau fungsi
polinomial pada umumnya.
Minimum Lokal Tegas
Minimum Lokal
Minimum Global
Gambar 3. Ilustrasi minimum lokal, minimum lokal tegas dan minimum global
Salah satu konsep yang sangat penting dalam menemukan lokasi minimum lokal
adalah arah descent (descent direction) yang didefinisikan sebagai berikut.
d n sehingga
f ( x), d 0, (1.24)
Kondisi pada teorema berikut merupakan syarat perlu suatu fungsi f memiliki
minimum lokal di titik x n .
f x 0. (1.25)
Definisi 1.21 Titik x* n disebut titik stasioner (titik kritis) untuk fungsi terdiferensial
f, jika f x* 0 .
Teorema 1.22 Misalkan S n suatu himpunan konveks tak kosong dan fungsi
f :S . Misalkan pula x* S titik minimum lokal sedemikian hingga
f x* f x , x S0 S . .
(1). Jika f fungsi konveks maka x* S juga merupakan titik minimum global.
(2). Jika f fungsi konveks tegas maka x* S merupakan satu-satunya titik minimum
global.
14
1.4 Latihan
x
Ax .
A1
x S
i 1
i i
n
dengan i 0, i 1, 2,, n dan
i 1
i 1.
S x n | Ax b, x 0
4. Misalkan D1 x 2 | x1 x2 1, x1 0 dan D2 x 2 | x1 x2 1, x1 0 .
m
g ( x) i fi ( x)
i 1
i 1
i 1.
15
BAB 2
OPTIMASI TANPA KALKULUS
Pembahasan tentang tehnik atau metode optimasi, biasanya kita tidak terlepas
dari syarat turunan pertama dan kedua dari suatu fungsi, sistem persamaan linier,
operator nonlinier, ukuran jarak dan sebagainya. Bahkan beberapa mahasiswa atau kita
pada umumnya sering kali menganggap bahwa optimasi merupakan suatu topik atau
pokok bahasan yang penyelesaiannya bergantung pada aplikasi dari turunan dan
kalkulus pada umumnya.
Pada bab ini, kita akan mendiskusikan optimasi tanpa menggunakan prinsip dan
tehnik kalukulus, khususnya teori tentang diferensial. Pembahasan tehnik atau metode
optimasi pada bab ini didasarkan pada ketaksamaan rata-rata Aritmatika-Geometri dan
ketaksamaan Cauchy.
1
AM ( x1 x2 xn ) , (2.1.1)
n
1
( x1.x2 ..xn )1/ n ( x1 x2 xn ), (2.1.3)
n
GM adalah
2.2.1 Contoh 1
12 18
Tentukan nilai minimun dari fungsi f ( x, y ) xy, dengan x dan y merupakan
x y
dua bilangan positif.
12 18
Perhatikan suku-suku pada fungsi f ( x, y ) xy. Jika ketiga suku pada fungsi
x y
12 18
f ( x, y) dikalikan maka diperoleh xy 216 . Berdasarkan ketaksamaan
x y
AM-GM berlaku :
17
12 18
xy
1
12 18 x y 3
xy
x y 3
1
1 12 18
2163 xy
3 x y
12 18
18 xy (2.2.1)
x y
2.2.2 Contoh 2
1
f ( x, y ) 3x 4 y (72 3x 4 y) (2.2.3)
12
2.2.3 Contoh 3
x 4y
Tentukan nilai minimum dari fungsi f ( x, y ) 4 x dengan x dan y
y2 x
merupakan dua bilangan positif.
x 4y
Untuk kasus ini, tulis fungsi f ( x, y ) 4 x menjadi
y2 x
x 2y 2y
f ( x, y ) 4 x (2.2.4)
y2 x x
x 2y 2y
f ( x, y ) 4 x
y2 x x
x 2y 2y
1
4x
x 2 y 2 y 4
y2 x x
4 x 2
y x x 4
(2.2.5)
x 2y 2y
4x 2
y x x
16
4
x 2y 2y
4x y2 x x
f ( x, y ) 4 (2.2.6)
4
1
Berdasarkan persamaan (2.2.5) dan (2.2.6) maka diperoleh f ( x, y ) 2 . Dengan
4
demikian diperoleh nilai minimum dari fungsi f ( x, y) adalah 8, yaitu ketika masing-
masing suku pada (2.1.5) bernilai 2.
x, y x1 y1 x2 y2 xn yn . (2.3.1)
x, y x y (2.3.3)
Ruas kiri akan sama dengan ruas kanan, jika terdapat a sehingga x ay.
Contoh 1.
f ( x, y, z ) 2 x 3 y 6 z, (2.3.4)
(22 32 62 )( x 2 y 2 z 2 ) (2 x 3 y 6 z ) 2 , (2.3.5)
Karena syarat x 2 y 2 z 2 1 maka ruas kiri pada (2.3.5) sama dengan 49. Akibatnya
nilai fungsi f ( x, y, z) berada pada interval [7,7] dan kesamaan pada (2.3.5) terjadi
ketika vektor (2,3,6) paralell terhadap vektor ( x, y, z ) , yaitu
x y z
. (2.3.6)
2 3 6
2
nilai terkecil dari f ( x, y, z ) 7 , pada saat nilai x dan nilai terbesar dari
7
2
f ( x, y, z ) 7 , ketika nilai x .
7
20
Contoh 2.
Permasalahan mendasar pada teori estimasi adalah mengestimasi nilai konstanta c, jika
diberikan sejumlah J data z j c v j , j 1, 2, , J dengan v j , j merupakan variabel
J
c b j z j . (2.3.7)
j 1
J
Ingat, bahwa estimator c tidak bias, jika E (c ) c, dengan b
j 1
j 1 . Estimator terbaik
J J J
E b j bk v j vk b 2j 2j , (2.3.8)
j 1 k 1 j 1
dengan kendala
J
b j 1
j 1. (2.3.9)
Pandang kesamaan
J J
1
1 b j (b j j ) .
j 1 j 1 j
J J
1
1 b
j 1
2
j
2
j
j 1
2
,
j
21
dengan tanda sama dengan terpenuhi jika dan hanya jika terdapat suatu konstanta, sebut
, sehingga
1
b j j , j 1, 2, , J .
j
Akibatnya diperoleh
1
bj , j 1, 2, , J .
2j
1
J
1
j 1
2
j
J z
c j2 . (2.3.10)
j 1 j
Trace untuk suatu matriks persegi M, notasi trM , adalah jumlah elemen-elemen
matriks M yang berada di bawah diagonal utamanya. Jika diberikan matriks persegi A
dan B atas lapangan (semua elemennya merupakan bilangan real).
A, B tr ( B T A).
Hasil kali dalam pada matriks dapat digunakan untuk mendefinisikan norma pada
matriks, yang dikenal dengan norma Frobenius, yaitu :
A A, A tr ( AT A). (2.4.1)
Berikut akan diberikan sebuah teorema yang berlaku pada suatu matriks simetri
(Teorema Fan). Namun sebelum itu akan diuraikan dulu beberapa terminologi yang
akan digunakan dalam teorema tersebut.
adalah vektor yang elemen-elemennya merupakan nilai eigen dari matriks simetris S,
dan D( ( S )) merupakan matriks diagonal yang elemennya adalah elemen dari ( S ) .
Berdasarkan definisi ini, dapat ditunjukkan bahwa
S (S ) . (2.4.2)
Misalkan pula ( S ) menyatakan vektor dari nilai eigen S yang diurut dengan urutan
tidak naik.
tr ( SR ) [ ( S )],[ ( R )] ,
dengan tanda sama dengan terpenuhi jika dan hanya jika terdapat matriks ortogonal U
sedemikian hingga
S UD ([ ( S )])U T ,
dan
R UD ([ ( R )])U T .
Akibat dari Teorema Fan, jika matriks S dan R adalah matriks diagonal, maka berlaku
2.5 Latihan
2. Minimumkan fungsi
1 4
f ( x) x 2 2
4x
x x
x p yq
xy ,
p q
BAB 3
OPTIMASI TANPA KENDALA
(UNCONSTRAINED OPTIMIZATION)
Permasalahan optimasi tanpa kendala dapat dibedakan atas dua metode, yaitu
metode pencarian (search methods) dan metode gradien (gradient methods). Namun
secara umum, khususny untuk permasalahan multidimensi, metode pencarian kurang
efisien. Oleh karenanya pada buku ini hanya akan dibahas tentang metode gradien.
Metode gradien merupakan salah satu metode optimasi yang berdasarkan pada
informasi gradient fungsi yang akan dioptimalkan pada suatu titik tertentu. Pada bagian
ini, kita akan fokus pada tiga metode gradien yang umum yaitu :
F F f ( x ) f ( x) g T 12 T H , (3.1.2)
F g T . (3.1.3)
Operasi kali pada ruas kanan (3.1.3) adalah kali skalar atau hasil kali dalam (dot
product) antara vektor g dan vektor .
n
F gi i g cos
i 1
g gT g 2 .
1
(3.1.4)
Perhatikan plot kontur pada Gambar 3.1. Jika x dan x dua titik yang
berdekatan pada kontur A, maka untuk 0 berlaku
F g cos 0 (3.1.5)
Pada sisi lain, F bernilai maksimum (negatif) jika , dan menyatakan arah
dari fungsi g. Gradien g dan g berturut-turut menyatakan arah steepest ascent dan
steepest descent. Secara mendasar definisi terkait dengan hal ini diberikan sebagai
berikut.
akan mengurangi nilai fungsi f ( x). Maksimum pengurangan nilai fungsi f ( x) dapat
dipandang sebagai permasalahan mencari solusi permasalahan
Min F f ( x d ) (3.1.6)
Jika keadaan dari suatu titik x ke suatu titik optimum x* yang menyebabkan
nilai f(x) minimum, maka melalui metode stepest descent arah pencarian ditentukan
oleh nilai seperti diilustrasikan pada Gambar 3.3. Akibatnya, permasalahan dimensi
banyak (multi-dimensional) semula dapat diselesaikan dengan permasalahan dimensi
satu Persamaan (3.1.1).
Pada kenyataannya, d bukanlah titik yang berada pada arah x* dan selanjutnya
prosedur iterasi harus digunakan untuk menentukan solusi yaitu x* . Dimulai dari titik
x0 , arah d d0 g dapat ditentukan dan nilai yang meminimumkan
xk 1 xk k d k . (3.1.7)
positif kecil. Proses iterasi ini seperti diilustrasikan pada Gambar 3.4. Perhatikan
bahwa pola trayektori dari titik awal menuju titik solusi mengikuti pola zig-zag tetapi
saling tegak lurus.
Langkah 3.
Tentukan k , nilai yang meminimumkan f ( xk dk )
menggunakan line search.
29
Langkah 4.
Tetapkan xk 1 xk k d k dan hitung f k 1 f ( xk 1 ).
Langkah 5.
Jika k d k maka kerjakan :
Output x* xk 1 dan f ( x* ) f ( xk 1 ), dan selesai!
Jika tidak,
Tetapkan k k 1 dan ulangi langkah 2-5.
Jika Hessian dari fungsi f ( x) ada, maka nilai yang meminimumkan fungsi
f ( xk d ) , sebut k , dapat ditentukan secara analitik. Antoniou dan Lu (2007:125)
memberikan formula penentuan nilai k , jika diberikan H matriks Hessian untuk f ( x)
adalah
g kT g k
k , (3.1.8)
g kT H k g k
g kT g k
xk 1 xk T gk . (3.1.9)
gk H k gk
Sebaliknya, jika Hessian untuk f ( x) tidak ada, maka nilai k dapat dihitung
dengan menggunakan formula (Antoniou dan Lu, 2007:125) :
g kT g k
2
k
, (3.1.10)
2 f f k g kT g k
Langkah 1.
Input x1 dan tetapkan nilai toleransi (bilangan positif
cukup kecil).
Tetapkan k = 0 dan 0 1.
Hitung f1 f ( x1 ).
30
Langkah 2.
Hitung gradien gk .
Langkah 3.
Tetapkan d k g k dan k k 1.
Hitung f f ( xk g k ).
Tentukan nilai k berdasarkan Persamaan (3.1.10)
Langkah 4.
Tetapkan xk 1 xk k d k dan hitung f k 1 f ( xk 1 ).
Langkah 5.
Jika k d k maka kerjakan :
Output x* xk 1 dan f ( x* ) f ( xk 1 ), dan selesai!
Jika tidak,
Tetapkan k k 1 dan ulangi langkah 2-5.
Hessian dari f ( x) definit positif di titik x x* maka dapat ditunjukkan bahwa jika xk
cukup “dekat” dengan x (close to x ) dengan
1 r
2
f ( xk 1 ) f ( x )
*
[ f ( xk ) f ( x )],
*
(3.1.11)
1 r
untuk m menyatakan nilai eigen terkecil dari Hessian H k dan M menyatakan nilai
hasil turunan tersebut sama dengan nol akan memberikan k yang meminimumkan nilai
fungsi f ( x ) , yaitu :
f n
2 f
i 0, untuk k 1, 2, , n (3.2.2)
xk i 1 xi xk
g H
Atau,
H 1 g (3.2.3)
sedemikian hingga f ( x* ) 0.
Seting g (x) f ' ( x) dan terapkan metode Newton-Rapson pada fungsi g ( x). Oleh
g ( xk )
x k 1 x k , (3.2.4)
g ' ( xk )
atau,
f ' ( xk )
x k 1 x k (3.2.5)
f '' ( xk )
xk 1 xk J[ g ]( x k ) g ( xk ),
1
(3.2.6)
g j
dengan J[ g ]( x) menyatakan matriks jacobian dari turunan parsial orde satu, ( xk ),
x j
Langkah 1.
Input x0 n dan tetapkan nilai toleransi (bilangan
positif cukup kecil).
Tetapkan k = 0
Langkah 2.
Jika gk , maka slesai!
Langkah 3.
Selesaikan Gk gk untuk setiap sk
Langkah 4.
Tetapkan xk 1 xk sk ; dan hitung f k 1 f ( xk 1 ).
Langkah 5.
Tetapkan k k 1 , dan ulangi langkah 2-4.
Teorema 3.1 [Teorema Konvergensi Metode Newton (Sun dan Yuan, 2006)]
Misalkan f C 2 dan xk cukup dengan solusi permasalahan minimasi x* dengan
dengan Gij ( x) menyatakan elemen baris ke-i dan kolom ke-j pada matriks G(x) maka
untuk setiap k, algoritma Newton (3.2.8) adalah well-defined; dibangun oleh barisan
xk konvergen ke x* .
Pada permaalahan seperti ini, fungsi bernilai real F dapat ditulis dalam bentuk
m
F f j2 ( x) f T f . (3.3.2)
j 1
squares. Metode mencari solusi optimal untuk kasus seperti ini dikenal dengan metode
Gauss-Newton.
Bilangan m yang menyakan banyaknya fungsi mungkin saja lebih banyak dari jumlah
variabel elemen x, yaitu bilangan n.
F m f
2 f j ( x) j , i 1, 2, , n. (3.3.3)
xi j 1 xi
gF 2J T f (3.3.4)
m f f 2 f j
2 F m
2 j j
2 f j ( x ) , (3.3.5)
xi x j j 1 xi x j j 1 xi x j
untuk i 1, 2,, n. Jika nilai turunan kedua dari f j ( x ) untuk semua j dapat diabaikan
maka Persamaan (3.3.5) menjadi
m f f
2 F
2 j j (3.3.6)
xi x j j 1 xi x j
H F 2J T J (3.3.7)
Karena gradien dan Hessian dari F sudah diketahui, maka relasi rekursif metode
Newton diberikan oleh persamaan berikut ini.
xk 1 xk k (2 J T J ) 1 (2 J T f )
=xk k ( J T J ) 1 ( J T f )
Langkah 2.
For k 2,3,, n do:
36
Langkah 1.
Input x0 n dan tetapkan nilai toleransi (bilangan
positif cukup kecil).
Tetapkan k = 0
Langkah 2.
Hitung f jk f j ( xk ), j 1, 2, , m dan Fk
Langkah 3.
Hitung J k , g k 2 J kT f k , dan H k 2 J kT J k .
Langkah 4.
Hitung Lk dan k
D menggunakan algoritma Matthews dan
Davies.
1
k y .
Hitung yk Lk g k dan d k LTk D k
Langkah 5.
Tentukan k , nilai yang meminimumkan F ( xk dk ).
Langkah 6.
Tetapkan xk 1 xk k d k ;
37
Langkah 7.
Jika Fk 1 Fk maka kerjakan
Output x* xk 1 , f j ( k 1) ( x* ) untuk j 1, 2, , m dan Fk 1 .
Selesai.
Jika Tidak,
Tetapkan k k 1 , dan ulangi mulai langkah 3.
38
3.4. Latihan
0
(b). Min g ( x), jika g ( x) x12 2 x22 4 x1 4 x2 dengan titik awal x0 .
0
1
3
(b). Tunjukkan bahwa titik x* pada (a) merupakan titik minimum global !
0
(c). Jika titik awal, x0 , berapa banyak iterasi steepest-descent dilakukan
0
agar dicapai titik optimal dengan 1010.
4. Selesaikan permasalahan minimasi,
f ( x) ( x1 5) 2 ( x2 8) 2 ( x3 7) 2 2 x12 x22 4 x12 x32 ,
BAB 4
OPTIMASI BERKENDALA
(CONSTRAINED OPTIMIZATION)
Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal yang terkait dengan prinsip, metode,
dan algoritma yang berkaitan dengan permasalahan optimasi dengan kendala
(constrained optimization).
4.1 Kendala
Bentuk umum permasalahan optimasi berkendala adalah menentukan vektor
x* n yang meminimumkan suatu fungsi,
Min f ( x), (4.1.1)
dengan kendala (subject to) :
a1 ( x) 0, untuk i 1, 2,, p. (4.1.2)
Kesamaan pada (4.1.2) disebut kendala persamaan (equality constraints) dengan dan
ketaksamaan pada (4.1.3) disebut kendala pertidaksamaan (inequality constraints).
Permasalahan optimasi dengan fungsi obyektif/fungsi tujuan (objective function)
dan kendala (4.1.2) dan (4.1.3) yang diasumsikan mempunyai turunan kedua dan
kontinu, yaitu ai ( x ), c j ( x ) C 2 untuk i 1, 2, , p dan j 1, 2, , q. Misalkan D
menyatakan daerah feasibel untuk permasalan (4.1.1), yaitu himpunan semua titik-titik
yang memenuhi (4.1.2) dan (4.1.3) :
D x | ai ( x) 0, untuk i 1, 2, , p dan c j ( x ) 0, untuk j 1, 2, , q (4.1.4)
Defini 4.1
Suatu titik x disebut titik regular (regular point) dari kendala (4.1.5), jika titik x
memenuhi Persamaan (4.1.5) dan vektor kolom a1 ( x), a2 ( x), , a p ( x) adalah
bebas linear.
Berdasarkan Definisi 4.1, Suatu titik regular x dari suatu kendala persamaan,
jika titik x tersebut memenuhi kesamaan (4.1.5) dan matriks Jacobian
J e [a1 ( x) a2 ( x) a p ( x)]T memiliki rank baris yang penuh. Karena
jika p n , pada banyak kasus jumlah vektor x n yang memenihi Persamaan (4.1.5)
adalah finit dan permasalahan optimasi (4.1.1) mempunyai solusi trivial.
Contoh 4.2
Diskusikan dan sketsalah daerah feasibel yang memenuhi kendala persamaan berikut :
x1 x3 1 0 (4.1.7a)
Solusi :
Matriks Jacobian untuk kendala (4.1.7a) dan (4.1.7b) adalah sebagai berikut :
1 0 1
J e ( x)
2 x1 2 2 x2 0
x1 1 x22 1
2
(4.1.8)
Dalam bentuk persamaan parameter dalam t, Persamaan (4.1.8) dapat ditulis menjadi
x1 1 cos(t ) (4.1.9a)
x2 sin(t ) (4.1.9b)
adalah titik regular, jika rank(A) = p. Jika rank(A) = p’< p, maka terdapat dua
kemungkinan yaitu :
rank ( A b ) rank(A), (4.1.11)
atau
rank ( A b ) rank(A). (4.1.12)
Jika Persamaan (4.1.11) terpenuhi, maka terdapat kontradiksi diantara kesamaan yang
ada pada sistem (4.1.11). Oleh karena perlu dilakukan reduksi untuk menghilangkan
yang dua atau lebih kesamaan yang kontradiksi tersebut. Jika Persamaan (4.1.12) yang
terpenuhi dengan rank(A) = p’maka dengan manipulasi aljabar Persamaan (4.1.10)
dapat direduksi menjadi sistem yang ekivalen yang terdiri atas p’kendala kesamaan
linear, yaitu
b
Ax (4.1.13)
Ketika rank(A) = p’, secara numerik terdapat cara untuk mereduksi Persamaan
(4.1.10) menjadi (4.1.13) yaitu dengan menerapkan singular-value decomposition
(SVD) pada matriks A (lihat Lampiran 1). Penerapan SVD pada matriks A
memberikan
A U V T (4.1.14)
S 0
0 0 pn
A
A U (4.1.15)
0
dengan A S[v1 , v2 , , v p ' ]T p 'n dimana vi menyatakan kolom ke-i dari V, dan
A b
x .
0 0
Contoh 4.3
Sederhanakan kendala persamaan berikut ini:
x1 2 x2 3x3 2 x4 4
2 x2 x3 1 (4.1.16)
2 x1 10 x2 9 x3 4 x4 5
Solusi :
pada (4.1.16) dapat direduksi menjadi 2 kesamaan saja, melalui penerapan SVD pada
matriks A dengan
0, 2717 0,8003 0,5345
U 0,1365 0,5818 0,8018 ,
0,9527 0,1449 0, 2673
14,8798 0 0 0
0 1, 6101 0 0 ,
0 0 0 0
Pada sub bab ini akan diuraikan tentang permasalahan optimasi dengan kendala
pertidaksamaan. Diberikan himpunan kendala sebagai berikut :
c1 ( x) 0
c2 (x) 0
(4.1.18)
cq ( x ) 0
linear maka kendala pada (4.1.18) merepresentasikan polihedron dengan q facets dan
banyaknya facets pada polihedron adalah tak berhingga (unlimited).
Terhadap kendala pertidaksamaan, terdapat dua isu pokok yang termuat pada
(4.1.18). Berkaitan dengan titik feasibel x, kendala pertidaksamaan (4.1.18) dapat
dibagi dua klasifikasi, yaitu himpunan kendala dengan c j ( x) 0 dan himpunan kendala
kendala tidak aktif (inactive constraints). Sebagai ilustrasi perhatikan Gambar 4.2
berikut ini.
Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 4.2, c1 ( x) dan c2 ( x) merupakan kendala tidak aktif,
c1 ( x) c1 ( x) y1 0
c ( x) c ( x) y 0
2 2 2
(4.1.20a)
cq ( x) c q ( x) yq 0
yi 0, untuk 1 i q , (4.1.20b)
dalam hal ini variabel y1 , y2 , , yq disebut sebagai variabel dummy (slack variable).
yi y i , untuk 1 i q.
2
Min f ( x ), x E n q (4.1.21a)
dengan kendala :
karena
Cx Cx1 (1 )Cx2
(4.1.23)
d (1 )d d
untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-(4.1.3), dan himpunan Bx* x : x x*
untuk suatu 0 disebut bola yang berpusat di x* dengan jari-jari .
Definisi 4.4 Titik x* disebut titik minimum lokal untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-
(4.1.3), jika terdapat bola Bx* sehingga Dx* Bx* D bukan himpunan kosong dan
f ( x* ) min f ( x) : x Dx* .
Definisi 4.5 Titik x* disebut titik minimum lokal untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-
(4.1.3), jika x* D dan f ( x* ) min f ( x ) : x D .
Definisi 4.6 Titik x* disebut titik minimum lokal kuat (strong local minimizer) jika
terdapat bola Bx* sehingga Dx* Bx* D bukan himpunan kosong dan x* adalah titik
Bentuk standar untuk permasalahan program linear (LP) adalah sebagai berikut :
48
Min f ( x) cT x (4.2.1a)
dengan kendala :
Ax b (4.2.1b)
x0 (4.2.1c)
untuk suatu c n1 , A pn , dan b p1. Pada permasalahan LP, kita ingin
dengan kendala :
Ax b . (4.2.2b)
Selanjutnya, jika kita ekspresikan variabel x sebagai selisih dua variabel non
negatif, vektor x 0 dan vektor x 0 , yaitu :
x x x
dan misalkan
x
x x
y
c x cT 0 x
T
cT
A A I x b dan x 0.
Min c x
T
(4.2.4a)
dengan kendala
Ax b (4.2.4b)
x 0 (4.2.4c)
c
dengan c c dan
A A A I .
0
dengan kendala
Ax b (4.2.5b)
Cx d (4.2.5c)
Pada banyak kasus , Hessian dari fungsi f(x), H, adalah semidefinit positif. Hal
ini berimplikasi bahwa f ( x) fungsi konveks dan daerah feasibel yang ditentukan oleh
Persamaan (4.2.5b) dan (4.2.5c) selalu konveks.
Terdapat beberapa tipe atau model permasalahan CP, namun pada bab ini kita
akan mendiskusikan model yang sering digunakan dalam penerapan sains dan teknik
yaitu :
min ln(det P 1 ) (4.2.6a)
dengan kendala
P0 (4.2.6b)
viT Pvi 1, untuk i 1, 2, , L (4.2.6c)
dengan kendala :
x1
x2 0
3
x1 3 x2 0
x1 3 x2 6
x1 0 dan x2 0.
Solusi :
2 3( x1 3) x22
3
x2
H ( x)
27 3 3( x1 3) x22 3[( x1 3) 2 9]x2
pada titik x, sehingga f ( x) tidak konveks pada daerah feasibel dan permasalahan
optimasi di atas termasuk dalam GCO.
x A b [ I n A A] (4.3.2)
S 1
A AT ( AAT ) 1 V U T
0
dan
0 0 T
I n A A V V VrVr
T
0 I n p
dengan kendala :
ci Vr A b 0, untuk 1 i q (4.3.4b)
dengan kendala persamaan linear yang telah direduksi semula berdimensi n =dim (x)
menjadi berdimensi r dim( ), dimana r n.
Berkaitan dengan permasalahan optimasi (4.3.4), terdapat dua kesimpulan yang
dapat diberikan. Pertama, ukuran permasalahan direduksi dari n menjadi r=n-p dan
Persamaan (4.3.4) diselesaikan dengan solusi dalam * , serta Persamaan (4.3.3)
x* Vr * A b (4.3.5)
Kedua, relasi linear antara variabel x dan yang diperlihatkan oleh (4.3.3)
bahwa derajat ke-nonlinear-an dari fungsi tujuan f(x) dipertahankan pada permasalahan
optimasi (4.3.4). Dengan kata lain, jika permasalahan pada (4.3.1) adalah LP, QP atau
53
CP maka permasalahan yang telah direduksi pada (4.3.4) juga demikian. Kelemahan
dari metode di atas, terletak pada aplikasi SVD terhadap matriks A, terutama jika
ukuran matriks A cukup besar.
Ax APPT x A1 A2 x
dengan A1 p p yaitu memuat p kolom yang bebas linier dari mateik A, dan x PT x
menyatakan vektor yang diperoleh melalui pengurutan kembali komponen dari vektor
x. Jika dinotasikan
x
x (4.3.6)
A1 x A2 b
yaitu
x A11b A11 A2
dimana
A1 A
W P 1 2 n r
Ir
b P A1 b n1
1
0
dengan kendala
ci (W b ) 0, untuk 1 i q. (4.3.8b)
Contoh 4.8 :
Gunakan metode eliminasi variabel di atas untuk meminimumkan fungsi
1 T
f (x) x Hx xT p c (4.3.9)
2
Solusi :
Karena rank(A)=rank([A b]) = 2, maka tiga kendala pada (4.1.16) konsisten, tetapi
redundant. Adalah dua kendala pertama pada (4.1.16) adalah bebas linear, sehingga
jika kita misalkan
x x x
x dengan x 1 dan 3
x2 x4
maka Persamaan (4.1.16) ekivalen dengan
1 2 3 2 4
0 2 x 1 0 1
yaitu
2 2 5
x W b
12 0 12
Hal tersebut dapat kita peroleh jika matriks H dan p pada (4.3.9) dipartisi menjadi
H H12 p1
H 11T
H 22 p
dan p
H12 2
dengan H11 22 , H 22 22 , p1 21 , dan p2 21 maka Persamaan (4.3.9) menjadi
1 T p c
f ( ) T H
2
dimana
55
W T H W H TW W T H H
H 11 12 12 22
p H T b W T H b p W T p
12 11 2 1
1 T
c b H11 b b p2 c
T
W T I H W
H I
adalah matriks definit positif, jika H matriks definit positif. Akhirnya, pada
dengan H
kasus ini diperoleh solusi unik , yaitu :
x *
x
*
*
dengan
1 p dan x * W * b .
* H
Contoh 4.9
dengan kendala
a1 ( x) x14 x 42 x 34 25 0 (4.3.11a)
Solusi :
Kendala pada (4.3.11b) untuk variabel x3 pada Persamaan (4.3.10) dan (4.3.11b) dapat
dieliminasi, sehingga permasalahan optimasi menjadi
57 4 25 72
Min f ( x)= x1 6 x24 x12 x22 x12 32 x22 (4.3.12)
49 7 7
dengan kendala :
113 4 32 128 2
a1 ( x) x1 5 x24 x12 x22 x1 32 x22 39 0 (4.3.13)
49 7 7
Tulis kembali Persamaan (4.3.13) ke dalam bentuk
32 113 4 128 2
5 x24 x12 32 x22 x1 x1 39 0 (4.3.14)
7 49 7
Perhatikan bahwa Persamaan (4.3.14) dapat dipandang sebagai persamaan kuadrat
dalam x22 , sehingga diperoleh solusi
32 1 212 4 512 2
x22 x12 32 x1 x1 244 (4.3.15)
7 10 49 7
Kemudian substitusi (4.3.15) ke dalam Persamaan (4.3.12), menjadikan permasalahan
optimasi (4.3.12) sebagai permasalahan optimasi satu variabel.
h( x* )
h1 ( x* ), h2 ( x* ), h3 ( x* ), (4.4.3)
x
memiliki rank sama dengan r. Syarat perlu bahwa x* merupakan titik pembuat
minimum fungsi f dan kendala h j C 1 adalah terdapat * sehingga
L * *
( x , ) 0, untuk i 1, 2, , n (4.4.4a)
xi
L * *
( x , ) 0, untuk j 1, 2, , r. (4.4.4b)
j
Contoh 4.11
Diberikan permasalahan optimasi
Min f ( x) ( x1 2) 2 ( x2 2) 2 (4.4.5a)
dengan kendala h( x) x1 x2 6.
(4.4.5b)
Solusi :
Pertama, konstruksi persamaan Lagrangian :
L( x, ) ( x1 2) 2 ( x2 2) 2 ( x1 x2 6). (4.4.6)
Syarat perlu untuk kondisi minimum diberikan
L
2( x1 2) 0. (4.4.7a)
x1
L
2( x2 2) 0. (4.4.7b)
x2
L
x1 x2 6 0. (4.4.7c)
Penyelesaian (4.4.7) memberikan nilai optimum untuk permasalahan (4.4.6) adalah
x1* 3, x2* 3, dan * 2 dengan nilai f ( x* ) 2.
58
Salah satu kasus penerapan dari metode Lagrangian yang penting adalah
peminimuman fungsi kuadratik definit-positif (positive-definite quadratic),
1 T
f ( x) x Ax bT x c (4.4.8)
2
dengan kendala Cx d ,
dimana A matriks definit positif berukuran n n , matriks kendala C berukuran n n ,
r n, vektor b dan d masing-masing berukuran n 1 dan r 1.
L( x* , * ) Cx* d 0 (4.4.10b)
yaitu :
A C T x* b
* (4.4.11)
C 0 d
Sehingga solusi untuk permasalahan optimasi (4.4.8) diberikan oleh
x* 1 b A CT
* M , dengan M= .
d C 0
hk ( x) 0, k 1, 2,, r. (4.4.13b)
Kendala pertidaksamaan (4.4.13a) dapat ditransformasi menjadi kendala persamaan
dengan menambahkan varibabel dummy/slack u j , j 1, 2, , m sehingga
59
g j ( x ) u 2j 0. (4.4.14)
L( x, u, , ) f ( x) j g j ( x) u 2j k hk ( x)
m r
(4.4.15)
j 1 k 1
L
2 j u j 0, j 1, 2, , m. (4.4.16b)
u j
L
g j ( x) u 2j 0, j 1, 2, , m. (4.4.16c)
j
L
hk ( x) 0, k 1, 2, , r. (4.4.16d)
k
Permasalahan optimasi (4.4.15) dengan kendala (4.4.16a)- (4.4.16b) merepresentasikan
sistem persamaan linear berukuran n 2m r dengan variabel sebanyak n 2m r
yang terdiri atas variabel x, u, , dan .
Contoh 4.12 :
Minimumkan f ( x) 2 x12 3 x22 2 x1 dengan kendala x12 x22 1.
Solusi :
Misalkan u sehingga x12 x22 1 u 2 0 maka
L
2u 0. (4.4.19)
u
60
L
x12 x22 1 u 2 0 0 (4.4.20)
Penyelesaian (4.4.17)-(4.4.20), jika kita mulai dari (4.4.19) dengan memilih 0 akan
memberikan x1 1/ 2, x2 0, dan u 2 3 / 4. Karena u 2 3 / 4 positif maka kendala
pertidasamaan terpenuhi. Selanjutnya, matriks
4 0
H
0 6
Adalah non-definit sehingga kandidat titik optimum x0 memberikan nilai
f ( x 0 ) 0,5. Selanjutnya, jika dipilh u 0 pada penyelesaian (4.4.19) memberikan
24
(4.4.21) diperoleh x2 0,978. Hasil ini memberikan dua kemungkinan
5
1 24 1 24
solusi optimal, yaitu x1* dan x2* dengan nilai
5 5 5 5
f x* 3,189.
Definisi 4.13
Permasalahan optimasi (P) disebut konsisten, jika daerah feasibel D , dan disebut
super-konsisten, jika terdapat x D sehingga gi ( x) 0, i 1, 2,, I .
61
merupakan solusi dari (P) jika dan hanya jika terdapat vektor * sehingga memenuhi
(1). * 0,
Teorema berikut merupakan Teorema KKT dalam bentuk gradien dan Teorema
KKT khusus untuk masalah program linear.
Vektor x* adalah solusi permasalahan (LP) jika dan hanya jika terdapat vektor * dan
bilangan real r 0 sehingga memenuhi
(1). Ax* b,
(2). r c AT * , dan
(3). r T x 0,
62
4.6. Latihan
dengan kendala :
g ( x, y) y 2 x 0, (L4.1a)
h( x, y) x 2 y 2 1 0. (L4.1b)
a. Ilustrasikan permasalahan tersebut dengan grafik!
b. Tentukan daerah feasibel untuk permasalahan tersebut!
c. Apakah daerah feasibelnya kosisten atau super konsisten?
d. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1b)!
e. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1a)!
f. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1a) dan
(L4.1b)!
a2 ( x) x2 2 x3 4 x4 3
a3 ( x) 2 x3 x4 2
ci ( xi ) xi 0, i 1, 2,3, 4
dengan kendala
63
c1 ( x) x1 0
c2 ( x) x2 0
c3 ( x) (1 x1 )3 x2 0
f ( x* ) 2c2 ( x* ) 3c3 ( x* )
5. Gunakan syarak KKT untuk menentukan solusi dari permasalahan optimasi Konveks
berikut :
min x12 x22 2 x1 4 x2 9
dengan kendala :
x1 0
x2 0
1
x1 x2 1,5 0
2
64
BAB 5
PROGRAM GEOMETRIK
5.1 Pendahuluan
5.2 Posinomial
Fungsi posinomial didefinisikan sebagai :
N
f X Pt X (5.2.1)
t 1
dengan
Pt X ct x1a1t x2a2 t xnant
N (5.2.2)
ct x j jt , t 1, 2, , N ,
a
j 1
dimana ct adalah konstanta real positif, dan a jt adalah konstanta real (positif, nol, atau
2
(2). g ( x1 , x2 , x3 ) x1 x2 x3 x12 x2 4 x3 5 x31/2
x1 x2
Mencari X x1 , x2 ,.., xn
T
(5.3.1)
xk j 1 xk
(5.3.3)
0, k 1, 2,, n
N
= c x x
a1 j a2 j a( k 1) j a( k 1) j anj
j 1 2 x
k 1 x
k 1 x n
j 1
f
N
akj c j x1 1 j x2 2 j xk ( k11) j xk kj xk ( k11) j xn nj 0, k 1, 2,, n
a a a a a a
xk (5.3.4)
xk j 1
Atau
f N
xk akj Pj ( X ) 0, k 1, 2,, n (5.3.5)
xk j 1
Untuk menentukan vektor yang meminimumkan f ( X ),
x1*
*
x
X 2
*
xn
kita harus menyelesaikan n buah persamaan pada (5.3.3) secara simultan. Untuk
menjamin bahwa titik X * meminimumkan fungsi f ( X ), syarat cukup harus terpenuhi,
66
yaitu turunan kedua positif. Secara sederhana, syarat cukup ini terpenuhi jika matriks
Hessian, H, dari fungsi f adalah definit positif, yaitu
2 f
H X* (5.3.6)
xi x j X *
definit positif. Kemudian, karena setiap kondisi ini memenuhi Persamaan (5.3.4), maka
N
a
j 1
kj Pj ( X * ) 0, k 1, 2,, n (5.3.7)
Setelah Persamaan (5.3.7) dibagi dengan nilai minimum dari fungsi f * f X * maka
Persamaan (5.3.7) menjadi
N
a
j 1
*
j kj 0, k 1, 2,, n (5.3.8)
Pj ( X * ) Pj *
*
j (5.3.9)
f* f*
yang menyatakan kontribusi relatif suku ke-j terhadap fungsi objektif optimal.
Berdasarkan Persamaan (5.3.9), maka
N
1 N *
j 1
*
j ( Pj ) 1
f * j 1
(5.3.10)
Kondisi (5.3.8) disebut kondisi ortogonalitas dan kondisi (5.3.10) disebut kondisi
normalitas.
Prosedur untuk menentukan nilai minimum untuk fungsi obyektif, yaitu f * , adalah
sebagai berikut :
Misal diberikan fungsi obyektif
N
*j
f f f f * f f *
* * 1 * 1* * 2
*
*N
j 1 (5.3.11)
P1* P2* PN *
Selanjutnya, berdasarkan (5.3.9) diketahui bahwa f * maka
1* *2 *N
(5.3.11) menjadi
1* *2 *N
P* P * P *
f * 1* 2* N* (5.3.12)
1 2 N
Substitusi definisi Pj ( X ) pada (5.2.2),
67
n
P c j ( xi* ) ij , j 1, 2,, N
* a
j (5.3.13)
i 1
* aij
= * ( xi )
j
j 1 1 j 1 i 1
(5.3.14)
N c j n aij *j
* N
= * ( xi ) j1
j *
j 1 1 i 1
*j
N
c
= j*
j 1 1
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka nilai minimum dari fungsi f * dapat
(5.3.8) dan (5.3.10), yaitu menentukan solusi sistem yang terdiri atas n 1 persamaan
dengan N buah variabel.
menggunakan (5.3.8) dan (5.3.10) merupakan syarat perlu untuk solusi PG yang
68
Solusi simultan untuk Persamaan (5.3.15) merupakan prosedur untuk mendapatkan nilai
xi* , i 1, 2,, n. Namun dalam kenyataannya, bukanlah suatu yang mudah untuk
Dengan mengambil nilai logaritma (ln) pada kedua ruas Persamaan (5.3.16) diperoleh
*j f *
ln
c
j
ln x1* x2* xn*
a1 j a2 j anj
(5.3.17)
=a1 j ln x1* a2 j ln x2* anj ln xn* , j 1, 2, , N
Kemudian, substitusi
w i ln( xi ), i 1, 2, , n (5.3.18)
Dengan cara serupa untuk kasus dengan tingkat kesulitan non negatif yaitu N n 1,
penyelesaian persamaan (5.3.19) yang merepresentasikan permasalahan dengan N
persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui. Melalui penyelesaian persamaan
tersebut akan diperoleh solusi berupa w i ln( xi ), i 1, 2, , n yang berimplikasi
1 0 1 1 1 0
1 1 0 1 2 0
(5.3.22)
0 1 1 1 3 0
1 1 1 1 4 1
1 2 4 0 (K2)
2 3 4 0 (K3)
1 1 3 4 1 (K4)
= 32 1010
1
5
= $ 200
Untuk menentukan nilai optimal dari masing-masing variabel keputusan
Persamaan (5.3.15) memberikan
1
P1* 80 x1* x2* 1* f * 200 40 (K8)
5
1
P2* 80 x2* x3* *2 f * 200 40 (K9)
5
71
1
P3* 80 x1* x3* *3 f * 200 40 (K10)
5
80 2
P4* *4 f * 200 80
* * *
(K11)
xxx
1 2 3 5
Berdasarkan (K8)-(K11) diperoleh
1 1 x3* 1
x2* *
*
; x1
*
; x2* *
2 x1 x3 2 x3
1 2 x3*
* * *
1 * * ; x3* 2
x1 x2 x3 x3 x3
Hasil ini memberikan
1
x1* 1 m, x2* m, dan x3* 2 m. (K12)
2
Dengan cara lain, hasil pada (K12) dan Persamaan (5.3.19) memberikan
200 15 1
1w1 1w2 0w3 ln ln (K13)
80 2
200 15
0w1 1w2 1w3 ln ln 1 (K14)
40
200 15
1w1 0w2 1w3 ln ln 2 (K15)
20
200 52
1w1 1w2 1w3 ln ln 1 (K16)
80
Melalui penjumlahan Persamaan (K13), (K14), dan (K16), kita peroleh
w2 ln(1/ 2) ln(1) ln(1) ln(1/ 2 11) ln(1/ 2) ln( x2* )
Serupa dengan cara di atas, melalui penjumlahan Persamaan (K13), (K15) dan
(K16), kita peroleh
w1 ln(1/ 2) ln(2) ln(1) ln(1/ 2 2 1) ln(1) ln( x1* )
dengan
1 2 N 1 (5.4.2)
(5.4.2). Ruas kiri pada kataksamaan (5.4.3) --yaitu fungsi asli f ( x) -- disebut fungsi
primal. Sedangkan ruas kanan pada ketaksamaan (5.4.3) disebut fungsi predual.
Dengan menggunakan relasi
n
Pj c j xi ij , j 1, 2, , n.
a
(5.4.4)
i 1
maka
1 2 N
P1 P2 PN
1 2 N
1 2 N
n a1 j 1 n
n
c1 xi 2 xi N xi
a2 j 2 aNj
c c
i 1 i 1 i 1
1 2 N
1 2 N
c c c n a 1 n a 2 n a N
= 1 2 N xi i1 xi i 2 xi iN
1 2 N i 1 i 1 i 1
(5.4.5)
1 2 N N a1 j
j
xi j xi nj j
N a2 j N
a
c c c x j1
xi
x j1 x j1
= 1 2 N
1 2 N 1 2 n
Selanjutnya, jika kita pilih bobot j sehingga memenuhi kondisi normalitas pada
a
j 1
ij j 0, i 1, 2,, n (5.4.6)
1 2 N 1 2 N
P1 P2 PN c c c
1 2 N (5.4.7)
1 2 N 1 2 N
Akibatnya, ketaksamaan (5.4.3) menjadi
1 2 N
c c c
P1 P2 PN 1 2 N (5.4.8)
1 2 N
Pada ketaksamaan (5.4.8), ruas kanan disebut fungsi dual, g(1 , 2 , , N ) .
5.5 Relasi Primal-Dual dan Syarat Cukup untuk Kasus Tanpa Kendala
Jika f * dan g * berturut menyatakan nilai minimum untuk fungsi primal dan
nilai minimum untuk fungsi dual, maka berdasarkan (5.4.9) berlaku
f f * g* g (5.5.1)
Pada subbab ini, kita bakan membuktikan bahwa f * g * dan selanjutnya akan kita
atau,
n
ln j
c aij w i , j 1, 2, , N (5.5.5)
j i 1
74
persamaan -- syarat normalitas (5.4.2) dan kesamaan pada (5.5.5). Fungsi obyektif x0
diberikan oleh
N n
x0 e w0 c j e
aij wi
j 1 i 1
(5.5.6)
N
n
= c j exp aij wi
j 1 i 1
n
Karena fungsi eksponensial exp aij wi merupakan fungsi konveks respek
i 1
terhadap variabel wi maka fungsi obyektif x0 yang merupakan kombinasi linear dari
fungsi eksponensial, juga merupakan fungsi konveks. Akibatnya, hanya terdapat satu
titik stasioner untuk fungsi x0 , sehingga dengan sendirinya merupakan titik minimum
Lagrangian,
N N j
L w, , w0 j 1 j aij wi w0 ln (5.5.7)
c
j 1 j 1 j
dengan
w0 1 0
w
w 1 , 2 , dan 1 (5.5.8)
wn N N
Pada titik stasioner, syarat perlu untuk peminimuman fungsi x0 memberikan
L
0, i 0,1, 2, , n (5.5.9a)
wi
L
0, j 0,1, 2,, N (5.5.9b)
j
L
0, j 0,1, 2,, N (5.5.9c)
j
N N
1 j 0 atau j 1 (5.5.10)
j 1 j 1
a
j 1
j ij 0, i 1, 2,, n (5.5.11)
j j
0 0 atau 0 , j 1, 2, , N (5.5.12)
j j
N N
j 1 0 atau
j 1
j 1
j 1 (5.5.13)
n
ln j
c aij wi w0 0, j 0,1, 2, , N (5.5.14)
j i 1
Persamaan (5.5.12), (5.5.13) dan (5.5.14) memberikan
N N N
j 1
j 1 0 j 0 j 0
j 1 j 1
(5.5.15)
j N N c
j
g () j ln ln
j
(5.5.18)
c
j 1 j j 1 j
dengan kendala
N
j 1
j 1 0 (5.5.19a)
a
j 1
ij j 0, i 1, 2,, n (5.5.19b)
Permasalahan optimasi (5.5.18) dengan kendala (5.5.19a) dan (5.5.19b) disebut sebagai
masalah dual untuk problem yang semula (masalah Primal).
76
bilangan positif, dan eksponen (bilangan pangkat) a0ij , (i 1, 2,, n; j 1, 2,, N0 ) dan
x0 g 0 ( X ) f ( X ) c0 j xi (5.7.1)
i 1 j 1
dengan kendala
f k k 1 g k ( X ) 0, k 1, 2, , m (5.7.2)
1 , g k ( x) 1
k (X ) (5.7.3)
1 , g k ( x) 1
77
j 1
0j 1 (5.7.5)
m Nk
k 0 j 1
k akij kj 0, i 1, 2, , n (5.7.6)
5.8 Latihan
f ( X ) 20 x1 x3 40 x2 x3 80 x1 x2 ,
dengan kendala
80 8
10 atau 1
x1 x2 x3 x1 x2 x3
dengan kendala
3x11 x3 x42 4 x3 x4 1,
5 x1 x2 1.
dengan kendala
5 x1 x2 1.
79
BAB 6
PROGRAM DINAMIK
(DINAMICS PROGRAMMING)
6.1 Pendahuluan
Program dinamis adalah suatu teknik matematis yang biasanya digunakan untuk
membuat suatu keputusan dari serangkaian keputusan yang saling berkaitan. Tujuan
utama dari model ini adalah untuk mempermudah penyelesaian persoalan optimasi yang
mempunyai karakteristik tertentu.
Penemu dan orang yang bertanggung jawab atas kepopuleran program dinamik
adalah Richard Bellman. Pada teknik ini, keputusan yang menyangkut suatu persoalan
dioptimalkan secara bertahap dan bukan secara sekaligus. Inti dari teknik ini adalah
membagi suatu persoalan atas beberapa bagian persoalan yang dalam program dinamik
disebut sebagai tahap, kemudian dipecahkan. Penerapan pendekatan program dinamik
mampu untuk menyelesaikan berbagai masalah seperti masalah pengalokasian sumber
daya, muatan (knapsack), capital budgeting, pengawasan persediaan, dan lain-lain.
80
3. State, state menunjukkan kaitan satu stage dengan stage lainnya, sedemikian rupa
sehingga setiap stage dapat dioptimisasikan secara terpisah sehingga hasil optimasi
layak untuk seluruh persoalan.
81
Berikut ini merupakan sifat dasar atau karakteristik yang dimiliki oleh program
dinamis, yaitu :
a. Persoalan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (stage), dimana pada masing-
masing tahapan diperlukan adanya suatu keputusan atau solusi.
b. Masing-masing tahapan terdiri atas sejumlah state yang berhubungan dengan
tahapan yang bersangkutan.
c. Prosedur pemecahan persoalan dimulai dengan mendapatakan solusi (keputusan)
terbaik untuk setiap state dari stage terakhir.
d. Solusi pada suatu tahap meningkat dengan bertambahnya jumlah tahapan.
e. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap keputusan yang
dilakukan pada tahap sebelumnya.
Adapun ciri utama dari program dinamis adalah rangkaian keputusan yang optimal
dibuat dengan menggunakan Prinsip Optimalitas yang berbunyi “jika solusi total
optimal, maka bagian solusi sampai tahap ke-k juga optimal”. Dengan prinsip
optimalitas ini dijamin bahwa pengambilan keputusan pada suatu tahap adalah
keputusan yang benar untuk tahap-tahap selanjutnya.
f. Karena berlakunya prinsip optimalitas, maka terdapat hubungan rekursif yang
mengidentifikasikan keputusan terbaik untuk setiap status pada tahap k memberikan
keputusan terbaik untuk setiap status pada tahap k + 1.
Proses pengambilan keputusan untuk satu tahapan (sebagai bagian dari masalah
multi-tahapan diilustrasikan oleh Gambar 6.1. Proses pengambilan keputusan dapat
dikarakterisasi berdasarkan parameter input atau data (S), variabel keputusan (X) dan
parameter output (T) yang merepresentasikan keluaran yang diperoleh sebagai hasil
dalam membuat keputusan.
Gambar 6.1 Pengambilan Keputusan untuk Permasalahan Satu Tahap (Rao, 2009:546)
82
Parameter input atau data disebut dengan input variabel state, dan parameter
output disebut output variabel state. Kemudian, fungsi objektif (return, R) merupakan
ukuran efektivitas dalam pembuatan keputusan. Untuk satu tahap pengambilan
keputusan (Gambar 6.1) , output keluaran dari input yang melewati tahapan fungsi
transformasi yang bergantung pada input atau data, S dan variabel keputusan, X yaitu
T t (S , X ) (6.3.1)
Karena input sistem pada suatu tahapan dipengaruhi oleh keputusan yang kita buat pada
tahapan sebelumnya, maka fungsi return atau fungsi obyektif dapat diformulasikan
dengan
R r (S, X) (6.3.2)
Secara umum, proses pengambilan keputusan multi tahapan adalah sebagai berikut ini.
Misalkan terdapat n tahap. Pada penerapannya, tahapan ini akan dilabel secara
menurun, n, n 1, n 2, , i 1, i, i 1, , 2,1. Pada tahapan ke-i, misalkan input state
dinotasikan dengan si 1 dan output state dinotasikan dengan si . Karena sistem berlaku
secara serial, maka output tahap ke- (i 1) akan menjadi input pada tahap ke- i , secara
sederhana seperti terlihat pada Gambar 6.2. State transformasi dan fungsi return untuk
masalah pengambilan keputusan yang berkaitan dengan permasalahan multi tahapan
adalah sebagai berikut :
si ti ( si 1 , xi ) (6.3.3)
Ri ri ( si 1 , xi ) (6.3.4)
dengan xi adalah variabel state pada tahap ke-i dan si 1 adalah data pada tahap ke-i+1.
83
n n
f x1 , x2 , , xn Ri ri ( si 1 , xi ) (6.4.1)
i 1 i 1
si ti ( si 1 , xi ), i 1, 2, , n. (6.4.2)
84
Perhatikan, berdasarkan Gambar 6.3 (a), desain tangki air terdapat tiga tahapan
pekerjaan, yaitu (i) mendesain wadah atau tangki penampung air misalnya berbentuk
kotak atau tabung, (ii) mendesain tiang (kolom) penyangga tangki misalnya
menggunakan beton atau rangka baja, dan (iii) mendesain kekuatan fondasinya,
misalnya menggunakan mat atau pile. Dalam hal ini, desain untuk masing-masing
tahapan memerlukan biaya tersendiri, sebut Rk , R j , dan Ri berturut-turut menyatakan
biaya yang dibutuhkan untuk mendesain fondasi, tiang dan wadah air atau tangki.
Dalam pelaksanaan kegiatan desain ini, sistem tangki air di-split menjadi tiga
tahapan tersebut di atas, yaitu desain fondasi, desain tiang, dan desain wadah air.
Untuk menyelesaian permasalahan optimasi sistem tangki air ini, konsep
suboptimalisasi dan prinsip optimalitas diterapkan seperti yang diilustrasikan oleh
Gambar 6.4. Pertama, mulai dengan optimalisasi desain fondasi, yang meliputi bahan,
bentuk dan ukuran yang akan dibuat. Pada tahap ini akan diperoleh keputusan optimal
85
terkait dengan bentuk, bahan dan ukuran fondasi, dengan pertimbangan kekuatan
menyanggah tiang/kolom dengan biaya yang minimum tanpa memperhitungkan biaya
untuk membuat tiang dan wadah air. Selanjunya, tahap kedua adalah optimalisasi
desain kolom atau tiang penyanggah wadah dengan memperhitungkan fondasi yang
telah diputuskan pada tahap sebelumnya. Terakhir, secara bersamaan dengan hasil
tahap pertama dan kedua (fondasi dan tiang), optimalisasi bentuk, bahan dan ukuran
wadah air sebagai satu kesatuan. Pada tahap akhir ini telah dihasilkan sebuah
keputusan desain tangki air, yang terdiri atas fondasi, tiang dan wadah air sesuai dengan
kriteria yang diinginkan tetapi dengan biaya yang minimum.
Relasi Rekurens
min f ( S , X ) R n ( xn ,s n 1 ) R n 1 ( xn 1 ,s n ) R1 ( x1 , s2 ) (6.4.3)
si ti ( si 1 , xi ), i 1, 2, , n (6.4.5)
Sebagai ilustrasi, perhatikan contoh kasus berikut. The four-bar truss seperti
pada Gambar 6.5.
Misalkan xi menyatakan luas daerah ke-i (i = 1,2,3,4). Panjang batang ke-i , notasi
li , i 1, 2,3, 4 diberikan oleh l1 =l3 = 100 in., l2 = 120 in., dan l4 = 60 in. Bobot dari
86
Berdasarkan analisis struktur bangunan, besarnya gaya yang diberikan oleh batang ke-i
pada simpul (pertemuan batang) A-- ( pi ) , deformasi batang ke-i di , kontribusi
berikut ini.
4
1,5625 0, 6750 1,5625 1,3500
d A i (6.5.2)
i 1 x1 x2 x3 x4
Oleh karenanya, permasalah optimasi yang berkaitan dengan masalah “four-bar truss”
adalah sebagai berikut :
min f ( X ) x1 1, 2 x2 x3 0, 6 x4 (6.5.3)
dengan kendala
xi 0, i 1, 2,3, 4 (6.5.4b)
87
Karena defleksi pada simpul A merupakan jumlah dari kontribusi setiap batang, yaitu
sebesar 0,5 in. Fenomena defleksi ini dapat dipandang sebagai alokasi sumberdaya ke
sejumlahi kegiatan xi sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6.6 berikut ini.
1,5625
f1* ( s2 ) min R1 x1 (6.5.5)
x1
sehingga
1,5625
1 , dan x1 0. (6.5.6)
x1
1,5625
x1* (6.5.7)
s2
kepada dua member pertama, 2 kontribusi sumberdaya kepada member ke-2, dan
88
diberikan oleh
0, 6750
s2 s3 2 s3 (6.5.9)
x2
Berdasarkan (6.5.5)
* 0, 6750 1,5625
f1 ( s2 ) f1 s3
*
(6.5.10)
x 0, 6750
s3
2
x2
1,5625
f 2 ( s3 ) min 1, 2 x2
*
(6.5.11)
x2 0
0, 6750
s3
x2
Selanjutnya, misalkan
1,5625 1,5625 x2
F ( s3 , x2 ) 1, 2 x2 1, 2 x2 (6.5.12)
0, 6750 s3 x2 0, 6750
s3
x2
Akibatnya untuk setiap nilai s3 , nilai minimum dari F untuk suatu nilai s3 diberikan
oleh
kepada tiga member pertama, 3 kontribusi sumberdaya kepada member ke-3, dan
f 3* ( s4 ) min x3 f 2* ( s3 ) (6.5.15)
x3 0
89
1,5625
s3 s4 3 s4 (6.5.16)
x3
Persamaan (6.5.14) memberikan
4, 6169
f 2* ( s3 ) (6.5.17)
s4 1,5625 x3
Berdasarkan (6.5.15) dan (6.5.17) diperoleh
4, 6169 x3
f3* ( s4 ) min x3 (6.5.18)
x3 0
s4 x3 1,5625
4, 6169 x3
F ( s4 , x3 ) x3 (6.5.19)
s4 x3 1,5625
Kemudian, untuk setiap nilai s4 , nilai minimum dari F untuk suatu nilai s4 diberikan
oleh
kepada empat member pertama, 4 kontribusi sumberdaya kepada member ke-4, dan
1,3500
s4 s5 4 s5 (6.5.23)
x4
Persamaan (6.5.21)-(6.5.23) memberikan
90
11,5596
f 4* ( s5 ) min 0, 6 x4 (6.5.24)
x4 0
s5 1,3500 x4
11,5596 x4
F ( s5 , x4 ) 0, 6 x4 (6.5.25)
s5 x4 1,3500
Kemudian, untuk setiap nilai s5 , nilai minimum dari F untuk suatu nilai s5 diberikan
oleh
F (11,5596)(1,3500) 6, 44
0, 6 0, atau x4* (6.5.26)
x4 ( s5 x4 1,3500) 2
s5
Selanjutnya, karena nilai s5 diberikan sebesar 0,5 in. bobot minimum dari struktur
dapat dihitung melalui
20,356
f 4* ( s5 0,5) 40, 712 lb. (6.5.28)
0,5
Sedangkan nilai optimum untuk variabel desain diberikan oleh (6.5.26),
(6.5.20), (6.5.13), dan (6.5.7) sebagai berikut :
x4* 12,88 In 2
1,3500
s4 s5 0,5 0,105 0,395 in.
x4*
4, 2445
x3* 10, 73 In 2
s4
1,5625
s3 s4 0,3950 0,1456 0, 2494 in.
x3*
1, 6124
x2* 6, 47 In 2
s3
0, 6750
s2 s3 0, 2494 0,1042 0,1452 in.
x2*
91
1,5625
x1* 10, 76 In 2 .
s2
92
ditentukan oleh keadaan dan keputusan kebijakan pada tahap sebelumnya. Sedangkan
pada program dinamik probabilistic, terdapat suatu probabilitas keadaan mendatang
dengan distribusi peluang tetap yang ditentukan oleh keadaan dan keputusan kebijakan
pada keadaan sebelumnya.
Gambar 6.8 Struktur program dinamik probabilistik
Keterangan gambar :
93
o ci adalah kontribusi dari stage n terhadap fungsi tujuan jika state berubah
menjadi state i
o f n ( sn , xn ) menunjukkan jumlah ekspektasi minimal dari tahap n ke depan,
94
6.8 Latihan
1. Rute pesawat udara yang menghubungkan 16 kota (A, B, C, ..., P) diberikan oleh
Gambar 6.9. Rute perjalanan antara suatu kota dengan kota lainnya, hanya dapat
dilakukan seperti yang ada pada gambar, dimana bobot sisi menyatkan biaya
digunakan jika melewati segment tersebut. Jika seseorang ingin melakukan
perjalanan dari kota A ke kota P dengan biaya minimum, tentukan rute perjalanan
tersebut menggunakan program dinamik!
2. Berdasarkan Gambar 6.9, tentukan rute dan biaya perjalanan minimum, jika
seseorang melakukan perjalan dari kota D ke kota M.
3. Sutau sistem memiliki tiga subsistem yang memuat beberapa komponen yang
disusun secara paralel, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.10. Bobot dan
realibilitas dari semua komponen diberikan oleh tabel berikut.
95
3 6 0,98
DAFTAR BACAAN
Diwekar, U., 2008, Introduction to Applied Optimization, Second Edition, Springer, USA.
Fletcher, R., 2000, Practical methods of Optimization, Second Edition, John Wiley & Sons,
Inc., New York.
Venkataraman, P., 2002, Applied Optimization with MATLAB Programming, John Wiley &
Sons, Inc.,New York.
Rao, Singiresu S., 2009, Engineering Optimization: Theory and Practice, Fourth Edition,
John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Sarker, Ruhul A. dan Newton, Charles S., 2008, Optimization Modelling A Practical
Approach, CRC Press - Taylor & Francis Group, New York.
Sun, W dan Yuan, YX., 2006, Optimization Theory and Methods : Nonlinear Programming,
Springer Optimization and Its Applications, Springer, USA.
Lampiran A. Konsep Aljabar dan Matriks
v
i 1
i i 0 (A.1)
kombinasi linear dari vektor v1 , v2 , , vn adalah subruang n yang disebut subruang
a x
i 1
i i b (A.3)
Subruang span a1 , a2 , , an disebut sebagai range dari matriks A, dinotasikan R ( A).
Selanjutnya, dimensi dari R ( A) disebut rank dari matriks A, dinotasikan rank (A).
Nilai eigen dari matriks A mn didefinisikan sebagai n akar dari persamaan
karakteristik
det( I A) 0 (A.4)
Jika dinotasikan n nilai eigen 1 , 2 ,, n dengan ( A) maka untuk setiap i ( A)
Avi i vi (A.5)
Vektor tak nol vi n di atas disebut dengan vektor eigen dari matriks A yang
Salah satu sifat yang menarik dari matriks simetris adalah sebagai berikut. Jika
A adalah matriks simetris maka terdapat matriks ortogonal X nn , yaitu
XX T X T X I n sehingga
A X X T (A.6)
dengan diag 1 , 2 , , n .
xT Ax 0.
Matriks A aij nn maka matriks simetri pada ruang ini disebut dengan
A UAU H . (A.7)
dengan
S 0
0 0 mn
dan
s diag 1 , 2 , , r