Anda di halaman 1dari 5

Paham Sesat 

Tasawuf
A Nizami 
1. Kata Tasawuf sekali pun tidak pernah disebut di dalam Al Qur’an dan Hadits yang sahih. Bukankah jika Tasawuf itu
begitu penting dalam Islam tentu Allah dan Rasulnya akan memerintahkan manusia untuk belajarTasawuf? Tidak
mungkin Nabi yang bersifat Balligh”(menyampaikan) menyembunyikan perintah Allah bukan?  Sebaliknya Nabi berkata
bahwa setiap hal yang baru/diada-adakan (di bidang agama) adalah bid’ah dan sesat:
“Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan perkara yang paling buruk adalah perkara yang baru dan setiap bid’ah adalah
tersesat” ( H.R Muslim ).
Allah mengatakan agama Islam sudah sempurna. Jadi tak perlu lagi ditambah bid’ah seperti Tasawuf:
‫يت لَ ُك ُم اِإل ْسالَ َم ِدينًا‬
ُ ‫ض‬ ََ َ ْ ُ ‫ْت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأتْ َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَْي ُكم نِ ْعمتِي ور‬ ُ ‫الَْي ْو َم َأ ْك َمل‬
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS Al-Maa-idah 5:3]
2. Tasawuf tidak jelas artinya. Ada yang menyebut dari shuffah, bulu domba, shof terdepan, bahkan dari kata Yunani:
Theo Sophos. Bagaimana mungkin orang mempelajari sesuatu yang tidak jelas sebagai ajaran dari Islam yang penting?
3. Jika sumber agama Islam adalah Al Qur’an dan Hadits yang sahih (yang dloif/maudlu ditolak):
‫ول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُو َن بِالل ِّه َوالَْي ْوِم‬ َّ ‫اَألم ِر ِمن ُك ْم فَِإ ن َتنَ َاز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء َف ُردُّوهُ ِإلَى الل ِّه َو‬
ِ ‫الر ُس‬ ِ َ ‫الرس‬
ْ ‫ول َو ُْأولي‬
ِ ِ
ُ َّ ْ‫آمنُواْ َأطيعُواْ اللّهَ َوَأطيعُوا‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا َُّأي َها الذ‬
ً‫َأح َس ُن تَْأ ِويال‬ ِ
َ ِ‫اآلخ ِر ذَل‬
ْ ‫ك َخ ْي ٌر َو‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” [QS An Nisaa 4:59]
Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: “Aku tinggalkan padamu dua hal, yang tidak akan sesat kamu selama
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR Ibnu ‘Abdilbarri)
Maka sumber Tasawuf bisa dari mana saja. Istilah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mereka jadikan sumbernya adalah
bisikan yang dida`wahkan datang kepda para wali dan kasyf (terbukanya takbir hingga mereka tahu yang ghaib) yang
mereka da`wahkan, dan tempat-tempat tidur (mimpi-mimpi), perjumpaan dengan orang-orang mati yang dulu-dulu, dan
(mengaku berjumpa) dengan Nabi Khidir a.s, bahkan dengan melihat Lauh Mahfudh, dan mengambil (berita) dari jin
yang mereka namakan para badan halus (Rohaniyyin). Banyak sekali ajaran Tasawuf yang memakai cerita-cerita yang
tidak jelas sahih/dlaifnya serta dari mimpi-mimpi orang yang mereka anggap wali. Belajar Tasawuf bisa membuat kita
lupa dari mempelajari Al Qur’an dan Hadits yang justru merupakan sumber ajaran Islam yang asli.
4. Adapun sumber pengambilan syari`ah bagi ahli Islam adalah Al Kitab (Al Qur`an), As-Sunnah (Al Hadits), Ijma`
(kesepakatan para ulama terdahulu mengenai awal Islam), dan Qiyas (perbandingan, yaitu pengambilan hukum dengan
membandingkan kepada hukum yang sudah ada ketegasannya dari Nash/text Al Qur`an atau Al Hadits, dengan syarat
kasusnya sama, misalnya beras bisa untuk zakat fitrah karena diqiyaskan dengan gandum yang udah ada nash haditsnya).
Sedangkan bagi orang-orang tasawuf, perbuatan syariat mereka didirikan diatas mimpi-mimpi (tidur), khidhir, jin, orang-
orang mati, syaikh-syaikh, semua mereka itu dijadikan pembuat syariat. Oleh karena itu, jalan-jalan dan cara-cara
pembuatan syariat tasawuf itu bermacam-macam. Sampai-sampai mereka mengatakan jalan-jalan menuju Allah
Subhanahu wa Ta'ala itu sebanyak bilangan nafas makhluk-makhluk. Maka tiap-tiap syaikh memiliki tarekat dan
manhaj/jalan untuk pendidikan dan dzikir khusus. Jika dalam Islam sumber dzikir dan do’a berasal dari Al-Qur’an dan
Hadits, maka dalam Tasawuf berdasarkan ajaran para syekhnya (yang mungkin berasal dari mimpi mereka)
5. Islam itu adalah agama yang Muhaddad/jelas (ditegaskan batasan ketentuan) aqidahnya, ibadahnya, dan syari`atnya.
Dalam Islam dijelaskan apa itu rukun Iman, rukun Islam, cara shalat, puasa, dzikir, doa berdasarkan Al Qur’an dan Hadits
yang sahih. Selama ada sumber Al-Qur’an dan Hadits diterima, jika tidak ada ditolak.
6. Sedangkan tasawuf itu agama yang tidak ada batasannya, tidak ada pengertian (yang ditentukan secara pasti) dalam
aqidah ataupun syari`at-syari`atnya. Sumber yang berasal dari mimpi orang yang dianggap wali sudah cukup bagi mereka
untuk diamalkan sehingga amalan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam seperti dzikir, doa, shalat Tahajjud,
dsb justru terlupakan.  Karena ketidak-jelasan sumber dan syari’ah Tasawuf, maka orang-orang kafir memakai Tasawuf
terutama untuk menghilangkan ajaran jihad dari ummat Islam. Contohnya ada di www.libforall.org di mana para pendeta
bekerjasama dengan para sufi berusaha menghilangkan jihad dari ummat Islam lewat Tasawuf.
7. Paham Tasawuf seperti Wihdatul Wujud (bersatunya manusia dengan Allah) itu menyesatkan. Al Hallaj mengaku
sebagai Allah. Ana al Haq (Akulah Allah) begitu katanya. Demikian pula tokoh sufi lain seperti Syekh Siti Jenar yang
mengaku sebagai Allah. Terakhir Ahmad Dhani, Dewa, dalam lagunya Satu”berkata Aku ini adalah diriMu (Allah).”
Mungkin orang sufi berpendapat itu karena teramat dekatnya mereka dengan Allah sehingga sampai mengaku sebagai
Allah. Padahal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang merupakan manusia sempurna dan paling dekat
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak pernah sekalipun mengaku sebagai Allah. Bukankah Nabi dan ummat Islam
selalu berkata “Iyyaka na’budu” (kepadaMu kami menyembah)? Itulah salah satu arogansi sufi. Mengaku Tuhan seperti
Fir’aun. Al Hallaj dan Syekh Siti Jenar
difatwa sesat dan dihukum mati oleh para ulama.
8. Sufi Abu Yazid al-Bustami (meninggal diBistam, Iran,261 H/874 M.) Dia adalah pendiri tarekat Naqsyabandiyah.
Mengaku berguru pada Imam Ja’far padahal dia baru lahir 40 tahun setelah Imam Ja’far meninggal dunia. Pada suatu
waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Yazid Al-Bustami berkata kepada orang-orang yang mengikutinya,
”Innii ana Allah laa ilaaha illaa ana fa`budnii (Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tiada Tuhan melainkan aku, maka
sembahlah aku). ” Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa al-Bustami telah gila. 
Menurut pandangan para sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu, al-Bustami sedang berada dalam keadaan ittihad, suatu
maqam (tingkatan) tertinggi dalam paham tasawuf.
9. Al-Bustami juga pernah mengucapkan kata-kata, ”Subhani, subhani, ma a`dhama sya`ni (mahasuci aku, mahasuci aku,
alangkah maha agungnya aku).” Nah jika Nabi  mengajarkan dzikir “Subhanallahu  (Maha Suci Allah), maka syekh
Tasawuf mengajarkan dzikir” Subhani” (Maha Suci aku). Ini jelas kesombongan yang besar yang dibenci Allah:
ُّ ‫ض َم َر ًحا ِإ َّن اللَّهَ اَل يُ ِح‬
ٍ َ‫ب ُك َّل ُم ْخت‬
‫ال فَ ُخو ٍر‬ ِ ‫اَأْلر‬ ِ ِ ‫َّاس واَل تَم‬ ِ َ ‫واَل تُص ِّعر َخد‬
ْ ‫ش في‬ ْ َ ِ ‫َّك للن‬ َْ َ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan  janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS
Luqman 31:18]
Al-Bustami juga berkata, ”Laisa fi al-jubbah illa Allah (tidak ada didalam jubah ini kecuali Allah).”
10. Paham Tasawuf, kasyf (tersingkapnya hijab, hingga seorang sufi bisa mengetahui hal ghaib), juga bertentangan
dengan ayat Al Qur’an. Padahal Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri tidak mengetahui yang ghaib, bahkan jelas-
jelas menegaskan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak tahu apa yang diperbuat Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri esok (lihat dalam Bab Aqidah). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ُ‫ب ِإاَّل اللَّه‬ ِ ‫اَأْلر‬
َ ‫ض الْغَْي‬
ِ َّ ‫قُل اَّل َي ْعلَ ُم َمن فِي‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬
“Katakanlah ! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara yang ghaib dilangit dan di bumi kecuali Allah .” (QS An-Naml
27:65)
Ada sebagian delegasi yang datang ke Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, mereka menganggap bahwa Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam termasuk orang yang mengaku bisa melihat yang ghaib, maka mereka menyembunyikan sesuatu
didalam (genggaman) tangan mereka untuk beliau. Dan mereka berkata kepada beliau,” Kabarkanlah kepada kami, apa
dia (yang ada dalam gemgaman kami ini) ? Lalu beliau menjawab kepada mereka dalam keadaan berteriak, “Aku bukan
seorang dukun.
“Sesungguhnya dukun dan perdukunan serta dukun-dukun itu didalam neraka.” (Diriwayatkan Abu Daud: 286 ).
11. Diantaranya sufi ada yang menganggap bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak sampai pada derajat
dan keadaan mereka (orang-orang sufi). Dan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (dianggap) jahil (bodoh) terhadap ilmu
tokoh-tokoh tasawuf seperti perkataan Busthami,” Kami telah masuk lautan, sedang para nabi berdiri ditepinya.” Abu
Bakar Jabir Al-Jazairi, pengarang kitab Ila At-Tashawwuf ya`Ibadallaah menisbatkan perkataan tersebut kepada At-Tijani
(pendiri tarekat At-Tijaniyah).
12. Diantara orang-orang sufi ada yang mempercayai bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu adalah kubah
alam, dan dia itulah dan dia itulah Allah yang bersemayam diatas arsy; sedangkan langit-langit, bumi, arsy, kursi, dan
semua alam itu dijadikan dari nurnya (Nur Muhammad), dialah awal kejadian, yaitu yang bersemayam diatas Arsy Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Inilah aqidah Ibnu Arabi dan orang-orang yang datang setelahnya/pengikutnya. Para sufi ini
mengangkat derajad Nabi sedemikian tinggi sehingga seolah-olah sama kedudukannya dengan Yesus (Anak Allah)
dengan Tuhan Bapak menurut kepercayaan agama Kristen. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
َّ ‫وحى ِإل‬
‫َي‬ َ ُ‫قُ ْل ِإنَّ َما َأنَا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم ي‬
“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan
kepadaku” (QS Al Kahfi 18:110).
‫ك لِل َْماَل ِئ َك ِة ِإنِّي َخالِ ٌق بَ َش ًرا ِمن ِطي ٍن‬ َ َ‫ِإ ْذ ق‬
َ ُّ‫ال َرب‬
(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.
(QS Shaad 38:71)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
ٌ ‫ض لَهُ َش ْيطَانًا َف ُه َو لَهُ قَ ِر‬
‫ين‬ َّ ‫ش َعن ِذ ْك ِر‬
ْ ِّ‫الر ْح َم ِن ُن َقي‬ ُ ‫َو َمن َي ْع‬
”Barang siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pemurah (Al Qur`an), kami adakan baginya syetan
(yang menyesatkan), dan syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS Az-Zukhruf 43:36)
Pengajaran Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pengajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, yakni AlQur`an.  Barang siapa
tidak beriman kepada Al Qur`an, tidak membenarkan beritanya, dan tidak meyakini kewajiban perintahnya, berarti dia
telah berpaling dari Al Qur`an, kemudian syetan datang menjadi teman setia baginya.
13. Sufi juga mengecam orang yang menyembah Allah karena menginginkan surga dan takut neraka. Menurut mereka
hanya boleh menyembah Allah karena cinta kepada Allah. Oleh karena itu seorang sufi, Rabiatul ‘Adawiyah berkata, “Ya
Allah jika aku menyembahMu karena ingin surga, maka tutup pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMu karena takut
neraka, maka buka pintu neraka untukku” Itu adalah sifat sombong dan riya. Dalam Islam kita diajarkan untuk mencintai
Allah dan Rasulnya di atas yang lain termasuk diri kita sendiri. Meski demikian kita juga diperintahkan untuk  berharap
akan surga dan takut api neraka.
‫ن َما ُيْؤ َم ُرو َن‬#َ ‫صو َن اللَّهَ َما ََأم َر ُه ْم َو َي ْف َعلُو‬ ِ ٌ ‫ْحجارةُ َعلَيها ماَل ِئ َكةٌ ِغاَل‬
ِ ُ ُ‫آمنُواقُوا َأن ُف َس ُك ْم َو َْأهلِي ُك ْم نَ ًارا َوق‬ ِ َّ
ُ ‫ظ ش َدا ٌد اَل َي ْع‬ َ َ ْ َ َ ‫َّاس َوال‬
ُ ‫ود َها الن‬ َ ‫ين‬
َ ‫يَا َُّأي َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS  At Tahrim 66:6]
Do’a yang terbaik justru bertentangan dengan para sufi tersebut: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa:
‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫َر َّبنَا آتِنَا فِي‬
َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. [QS
Al-Baqarah 2:201]
14. Banyak orang berusaha mengkoreksi kesesatan Tasawuf termasuk Imam Al Ghazali dalam bukunya
Ihya’‘Uluumuddiin. Toh Imam Al Ghazali terperosok juga karena menggunakan contoh di luar Al Qur’an dan Hadits.
Misalkan dalam rangka hidup sederhana memberi contoh sufi yang kelewat zuhud sehingga memakai baju bulu yang
kotor dan berkutu. Padahal Nabi mengatakan kebersihan sebagian dari iman. Begitu pula kisah orang yang hanya
beribadah saja sehingga tidak mampu memberi nafkah keluarganya. Untuk makan dia berkeliling ke rumah temannya.
Yang punya 7 teman maka dalam 7 hari kembali lagi ke teman pertama yang dia tumpangi. Ada pula yang sebulan baru
ketemu dengan teman pertama yang dia tumpangi dan ada pula yang setahun. Padahal Nabi memberi sunnah untuk
berusaha dan tidak menyusahkan orang. Tangan di atas (memberi) lebih baik dari tangan di bawah. Begitu kata Nabi.
Buya Hamka yang menulis buku Tasawuf modern juga menggambarkan wali Sufi begitu sakti hingga bisa mengangkat
kapal yang tenggelam di laut dari jauh! Padahal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saja ketika perang Uhud
sampai berdarah mulutnya. Ini timbul kesan orang belajar Tasawuf untuk dapat kesaktian/karamah.
15. Sesungguhnya dalam Al Qur’an dan Hadits kita menemukan pedoman bagaimana berakhlaq yang bagus, sederhana
tidak boros, menjauhi ghibah atau buruk sangka, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, cara beribadah/mendekatkan diri
kepada Allah, dan sebagainya. Dalam Tasawuf meski ada namun sering berlebihan. Sebagai contoh dulu Tasawuf
mengajarkan hidup sederhana sehingga mereka hidup seperti gembel/pengemis. Sekarang Tasawuf modern diajarkan
dihotel-hotel yang mewah yang jauh dari contoh hidup sederhana yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam.
16. Perkataan Imam Ahmad tentang keharusan menjauhi orang-orang tertentu yang berada dalam lingkaran tasawuf,
banyak dikutip orang.  Diantaranya ketika seseorang datang kepadanya sambil meminta fatwa tentang perkataan Al-
Harits Al Muhasibi (tokoh sufi, meninggal 857 M.). Lalu Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku nasihatkan kepadamu,
janganlah duduk bersama mereka.” (duduk dalam majlis Al-Harits Al-Muhasibi) Ibnul Jauzi, Talbis Iblis.
17. Imam Syafi`i berkata, “Seandainya seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelum Dhuhur ia menjadi
orang yang dungu.” Imam Syafi`i juga pernah berkata. ”Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari, lalu
akalnya (masih bisa) kembali normal selamanya
18. Ada yang menulis Imam Maliki mendukung Tasawuf, tapi itu tidak benar. Selain zaman Imam Maliki Tasawuf belum
dikenal juga Imam Maliki tidak pernah menulis satu buku pun tentang Tasawuf atau mengajarkannya. Padahal beliau
adalah salah satu dari Imam Madzhab yang punya banyak murid dan pengikut.
media-dakwah.

ASAL MUASAL TASAWUF

Suhana Hana
Bashrah, sebuah kota di negeri Irak, merupakan tempat kelahiran pertama bagi Tasawuf  dan Sufi. Yang mana (di masa
tabi’in) sebagian dari ahli ibadah Bashrah mulai berlebihan dalam beribadah, zuhud dan wara’ terhadap dunia (dengan
cara yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam), hingga akhirnya mereka memilih
untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf). Meski kelompok ini tidak mewajibkan tarekatnya
dengan pakaian semacam itu, namun atas dasar inilah mereka disebut dengan Sufi, sebagai nisbat kepada Shuuf.
Oleh karena itu, lafazh Sufi ini bukanlah nisbat kepada Ahlush Shuffah yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Ssalam, karena nisbat kepadanya dinamakan Shuffi, bukan pula nisbat kepada shaf terdepan di hadapan Allah Ta’ala,
karena nisbat kepadanya dinamakan Shaffi, bukan pula nisbat kepada makhluk pilihan Allah karena nisbat kepadanya
adalah Shafawi dan bukan pula nisbat kepada Shufah bin Bisyr (salah satu suku Arab), walaupun secara lafazh bisa
dibenarkan, namun secara makna sangatlah lemah, karena antara suku tersebut dengan kelompok Sufi tidak berkaitan
sama sekali.
Para ulama Bashrah yang mendapati masa kemunculan mereka, tidaklah tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Asy Syaikh – Al Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin rahimahullah
bahwasanya telah sampai kepadanya berita tentang orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu
domba, maka beliau pun berkata: Sesungguhnya ada orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu
domba dengan alasan untuk meneladani Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita lebih kita cintai
(dari/dibanding petunjuk Al-Masih), beliau Shallallahu alaihi wassalam biasa mengenakan pakaian yang terbuat dari
bahan katun dan yang selainnya. (Diringkas dari Majmu  Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz 11, hal. 6,16 ).
Siapakah Peletak/Pendiri Tasawuf ?
Ibnu Ajibah seorang Sufi Fathimi, mengklaim bahwasanya peletak Tasawuf adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam sendiri. Yang mana beliau –menurut Ibnu Ajibah – mendapatkannya dari Allah Ta’ala melalui wahyu dan ilham.
Kemudian Ibnu Ajibah berbicara panjang lebar tentang permasalahan tersebut dengan disertai bumbu-bumbu keanehan
dan kedustaan. Ia berkata: Jibril pertama kali turun kepada Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa ilmu syariat, dan ketika ilmu itu telah mantap, maka turunlah ia untuk
kedua kalinya dengan membawa ilmu hakikat. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun mengajarkan ilmu hakikat ini
pada orang-orang khususnya saja. Dan yang pertama kali menyampaikan Tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib Radiyallahu
anhu, kemudian Al Hasan Al Bashri rahimahullah menimba darinya. (Iqazhul Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5 dinukil dari
At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah, hal. 8).
Asy Syaikh Muhammad Aman Al Jami rahimahullah berkata:  Perkataan Ibnu Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi
lancang terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ia menuduh dengan kedustaan bahwa beliau
menyembunyikan kebenaran.  Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq
yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan manusia dari Islam jika ia mampu, karena Allah Ta’ala telah
perintahkan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan kebenaran tersebut dalam firman-Nya:
(artinya):
ُ‫ت ِر َسالَتَه‬ َ ِّ‫ك ِمن َّرب‬
َ ْ‫ك َوِإن لَّ ْم َت ْف َع ْل فَ َما َبلَّغ‬ َ ‫ول َبلِّ ْغ َما ُأن ِز َل ِإل َْي‬
ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫يَا َُّأي َها‬
“Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya,
maka (pada hakikatnya) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (QS Al-Maidah 5:67)
Beliau juga berkata: Adapun pengkhC sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rahimahullah dari hadits
Abu Thufail Amir bin Watsilah Radiyallahu anhu ia berkata: Suatu saat aku pernah berada di sisi Ali bin Abi Thalib
Radiyallahu anhu, maka datanglah seorang laki-laki serayususan Ahlul Bait dengan sesuatu dari ilmu dan agama, maka
ini merupakan pemikiran yang diwarisi oleh orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin mereka (Syi’ah). Dan benar-
benar Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu sendiri yang membantahnya* berkata: Apa yang pernah dirahasiakan oleh
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepadamu? Maka Ali pun marah lalu mengatakan: Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
belum pernah merahasiakan sesuatu kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia ! Hanya saja beliau Shallallahu
'Alaihi wa Sallam pernah memberitahukan kepadaku tentang empat perkara. Abu Thufail Radiyallahu anhu berkata: Apa
empat perkara itu wahai Amirul Mukminin ? Beliau menjawab: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
(Artinya)
“Allah melaknat seorang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat seorang yang menyembelih untuk selain
Allah, Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat seorang yang mengubah tanda
batas tanah.” (At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).
Hakikat Tasawuf
Bila kita telah mengetahui bahwasanya Tasawuf ini bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan bukan
pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, maka dari manakah ajaran Tasawuf ini?
Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata:  Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan
juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan
terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah.  Dan kita tidak pernah melihat asal usul
ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan
Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari
kerahiban Nashrani, Brahma, Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha. (At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal.
28). [1]
Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata:  Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya syaithan yang
paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak sebagai seorang
Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah
ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah,
Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi, Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah. (Mtrong>
1. Al Hallaj seorang dedengkot sufi, berkata :  Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam
bentuk orang makan dan minum. (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).  Padahal
Allah Ta’ala telah berfirman :
Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
ِ ‫الس ِميع الب‬
‫ص ُير‬ ِِ ِ
َ ُ َّ ‫س َكمثْله َش ْيءٌ َو ُه َو‬
َ ‫ل َْي‬
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura
26:11)
‫ال لَن َت َرانِي‬ َ ‫ب َأ ِرنِي َأنظُْر ِإل َْي‬
َ َ‫ك ق‬ ِّ ‫ال َر‬
َ َ‫ق‬
“Berkatalah Musa : Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman:
Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku.” (yakni di dunia-pen)  ... (QS Al-A’raaf 7:143).
2. Ibnu Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata: Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia
menyetubuhi Allah! (Fushushul Hikam).[3] Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang Sufi sadar akan
kesesatan gembongnya ini?!
3. Ibnu Arabi juga berkata : Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun
menyembah-Nya. (Al Futuhat Al Makkiyyah).[4]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman :
ِ ‫ْج َّن واِإْل نس ِإاَّل لِي ْعب ُد‬
‫ون‬ ِ ُ ‫وما َخلَ ْق‬
ُ َ َ َ ‫ت ال‬ ََ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyat 51:56).
َّ ‫ض ِإاَّل آتِي‬
‫الر ْح َم ِن َع ْب ًدا‬ ِ ‫اَأْلر‬ ِ َّ ‫ِإن ُك ُّل َمن فِي‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah  Yang Maha Pemurah dalam keadaan
sebagai hamba.” (QS Maryam 19: 93).
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata : Aku seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani,
Brahmawi, dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala. [5]
Padahal Allah Ta’ala berfirman :
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َو َمن َي ْبتَ ِغ غَْي َر اِإل ْسالَِم دينًا َفلَن ُي ْقبَ َل م ْنهُ َو ُه َو في اآلخ َرة م َن الْ َخاس ِر‬
‫ين‬
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari
padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Ali Imran 3:85)
5. Pembagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia
telah mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala, oleh karena itu gugurlah baginya segala kewajiban
dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya
perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan
Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya,
sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya (karena mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada
martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen). (Majmu’ Fatawa, juz 11 hal.
401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah La Illaha Illallah, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus /
Allah, / Huu, dan / Aah saja.
Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
”Sebaik-baik dzikir adalah La Illaha Illallah.” (H.R.Tirmidzi, dari shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu anhu,
dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).[6]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa La Illaha Illallah dzikirnya orang
awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah/Huu, maka ia seorang yang sesat dan
menyesatkan. (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu
ghaib. Allah Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya:
ُ‫ب ِإاَّل اللَّه‬ ِ ‫اَأْلر‬
َ ‫ض الْغَْي‬
ِ َّ ‫قُل اَّل َي ْعلَ ُم َمن فِي‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬
“Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (QS An-
Naml 27:65)
8. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari nuur/cahaya-Nya,
dan Allah Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.  Padahal Allah
Ta’ala berfirman:
َّ ‫وحى ِإل‬
‫َي‬ َ ُ‫قُ ْل ِإنَّ َما َأنَا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم ي‬
“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan
kepadaku …” (QS Al Kahfi 18:110).
‫ك لِل َْماَل ِئ َك ِة ِإنِّي َخالِ ٌق بَ َش ًرا ِمن ِطي ٍن‬ َ َ‫ِإ ْذ ق‬
َ ُّ‫ال َرب‬
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.”
(QS Shaad 38:71)
Wallahu A’lam bish Shawab
Hadits-hadits palsu atau lemah yang tersebar di kalangan umat
Hadits Abu Umamah
“Pakailah pakaian yang terbuat dari bulu domba, niscaya akan kalian rasakan manisnya keimanan di hati kalian.” (HR
Al Baihaqi dlm Syu’abul Iman).
Keterangan : Hadits ini palsu karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al
Kadimy. Dia seorang pemalsu hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : Dia telah memalsukan kira-kira lebih dari dua ribu
hadits. (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah Wal Maudhu’ah, no:90)
Footnote :
[1][2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3][4][5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu, hal. 24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal.173.
 (Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425, diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Hakekat
Tasawuf dan Sufi”. Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)

Anda mungkin juga menyukai