Makalah GCG - Kelompok 5-1
Makalah GCG - Kelompok 5-1
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Disusun Oleh:
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga para penulis dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas pengenaan Good Corporate Governance (GCG).
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, para penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Para penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
MAKALAH ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 8
BAB II .................................................................................................................................. 9
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 9
2.1 Pengertian Good Corporate Governance (GCG) ..................................................... 9
2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) ............................................ 12
2.3 Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ....................................................... 18
2.4 GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia .............................................................. 20
2.5 Organ Khusus dalam Penerapan GCG ................................................................... 25
2.6 Komisaris dan Direktur Independen ...................................................................... 26
2.7 Komite Audit ........................................................................................................ 28
2.8 Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary) ........................................................ 30
2.9 GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ................................................. 30
2.10 GCG dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia................................................... 31
2.11 GCG Perbankan di Indonesia ................................................................................ 32
BAB III ............................................................................................................................... 34
PENUTUP .......................................................................................................................... 34
3.1 Simpulan............................................................................................................... 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah asing good corporate gocernance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada
di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Runtuhnya sistem ekonomi komunis
menjelang akhir abad 20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem
ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem ekonomi kapitalis ini makin kuat
mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh
negara-negara maju penganut sistem ekonomu kapitalis. Ciri utama sistem ekonomi
kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-
individu/sektor swasta.
perusahaan swasta raksasayang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melebihi batas-
batas suatu negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa
ini bahkan mampu memengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh
para pemimpin politik suatu negara untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka
dengan kekuatan uangnya. Sering kali terjadi pemerintah suatu negara yang seharusnya
menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-
4
perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para
Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, seperti: Thailand, Korea
Selatan, Hongkong, Filipina, dan Malaysia serta mega-skandal yang menimpa perusahaan-
perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Tidak sulit untuk mencari penyebab utama krisis
dan mega-skandal tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis---bahkan cenderung
kriminal---yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena
kekuatan mereka yang sangat besar di satu sisi, dan tidak berdayanya aparat pemerintah
dalam menagakkan hukum dan pengawasan atas perilaku pelaku bisnis ini.
tahun 1997—diawali oleh aksi para spekulan mata uang (yang notabene juga merupakan
pelaku bisnis perdagangan mata uang asing) sehingga memberi tekanan berat pada mata
uang lokal di beberapa negara di Asia (dolar Hongkong, bath, peso, rupiah). Akibatnya
terjadi penurunan nilai mata uang lokal, naiknya suku bunga bank, meningkatnya kredit
macet, dan anjloknya indeks harga saham (I.P.G Ary Suta dan Soebowo Musa, 2004).
pinjaman dalam valuta asing (US$) dalam jumlah spektakuler pada lembaga-lembaga
perbankan Indonesia. Merosotnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS secara drastis
menyebabkan utang para konglomerat ini dalam rupiah menggelembung bagaikan balon
sehingga tidak mampu lagi membayar bunga dan cicilan utang mereka pada bank. Dari itu,
kemudian muncul kredit macet yang menimpa lembaga-lembaga perbankan Indonesia. Hal
5
ini menimbulkan efek domino, yaitu hancurnya sistem perbankan di Indonesia yang pada
akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks.
Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak
mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance). Contohnya antara lain: bank-bank
(sebuah pabrik pesawat terbang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas
(sebuah perusahaan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo, Jawa Timur). Kejatuhan
beberapa bank tersebut tidak bijaksana (unprudential kredit policy). Kredit diberikan dalam
jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui suatu kajian yang
cermat dan objektif atas studi kelayakan bisnis mereka. Akibatnya, bank-bank pemerintah
tersebut mengalami kesulitan keuangan karena kelompok usaha besar ini tidak mampu
Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang
buruk pula (bad corporate governance) sehingga memberikan peluang besar timbulnya
praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Akibat berbagai praktik tata kelola
perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan besar ini bukan saja telah
dan Dunia. Untuk mengatasi krisis gelombang pertama pada awal tahun 2000-an,
6
mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley act of 2002.
Undang-undang ini berisi penataan kembali Akuntansi Perusahaan Publik , tata kelola
perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, Undang-undang ini
menjadi acuan awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG, baik di AS maupun di
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah
ini adalah:
yang terkait dalam rangka mewujudkan pasar modal yang adil, efektif dan efisien?
7
1.3 Tujuan Penulisan
konsep GCG
e. Untuk mengetahui peran Bapepam dalam menegakkan prinsip GCG bagi lembaga-
lembaga yang terkait dalam rangak mewujudkan pasar modal yang adil, efektif, dan
efisien.
f. Untuk mengetahui peran BI dalam menerapkan prinsip GCG bagi dunia perbankan
di Indonesia.
g. Menambah wawasan para pembaca dan dapat menjadi referensi untuk penulis-
penulis lainnya.
8
BAB II
PEMBAHASAN
Committee, Inggris pada tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya
yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah isi
sekarang menjadi sangat populer dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Di
bawah ini diberikan berbagai definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan .
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors,
the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to
their right and responsibilities, or system by which companies are directed and
para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.”}
9
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dam kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu
c. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang
baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining those
objectives and monitoring performance.” {“ Suatu struktur yang terdiri atas para
perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja."]
e. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefinisikan GCG sebagai: "...
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
10
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi
pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD
dapat mewakili pengertian dalam arti sempit, sedangkan definisi yang diberikan oleh
Cadbury Committee, Sukrisno Agoes, dan Wahjudi Prakarsa dapat mewakili pengertian
dirugikan
11
2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
untuk mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah
maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan tersebut. Prinsip-prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mencakup lima
bidang utama, yaitu: hak-hak para pemegang saham (stockholders) dan perlindungannya;
pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu; transparansi terkait dengan
struktur dan operasi perusahaan; serta tanggung jawab dewan (maksudnya Dewan
Komisaris dan Direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya. Secara ringkas, prinsip prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai
berikut:
b. Transparansi (transparency)
c. Akuntabilitas (accountability)
d. Responsibilitas (responsibility)
Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini,
yaitu:
a. Kewajaran (fairness)
12
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian
"Kode Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Indonesia's Code of Good
walaupun Kode Indonesia tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan, tetapi dapat
menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha
agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor
etika bisnis yang pantas. Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG,
yaitu:
a. Transparansi (transparency)
b. Akuntabilitas (accountability)
c. Responsibilitas (responsibility)
d. Independensi (independency)
e. Kesetaraan (fairness)
diungkapkan oleh Menteri Negara BUMN. Penjelasan singkat atas masing-masing prinsip
13
pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun
b. Prinsip transparansi (disebut juga prinsip keterbukaan), artinya kewajiban bagi para
mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan
tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada hal-hal yang
pengungkapannya.
(financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi,
efektif.
d. Prinsip responsibilitas (lebih sering disebut prinsip tanggung jawab) adalah prinsip
wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai
konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para
14
mempunyai lima dimensi, yaitu: ekonomi, hukum, moral, sosial, dan spiritual yang
bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku; sejauh mana
tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
kepentingan.
mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah
dan tanggung jawab-mempunyai arti yang sangat erat dan tumpang-tindih. Laporan
15
keuangan yang lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan salah satu alat
keuangan (dimensi ekonomis) saja, tetapi juga mencakup empat dimensi lainnya (hukum,
moral, sosial, dan spiritual). Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang
menyajikan kinerja keuangan apa adanya, tidak ada yang disembunyikan, dan disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini berarti bahwa laporan keuangan
yang disusun harus mengikuti prinsip transparansi. Namun harus dimengerti bahwa laporan
keuangan hanya salah satu jenis informasi yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan.
keuangan maupun non-keuangan secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada seluruh
pemangku kepentingan.
dunia usaha, bukan saja di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaimana telah
disinggung sebelumnya, berbagai skandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha terjadi
dalam bentuk:
a. Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku kepentingan.
lainnya-dalam hal ini adalah bank. Contoh lain adalah insider trading yang dilakukan
16
oleh direksi perusahaan untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat merugikan para
pemegang saham publik. Proses penawaran saham publik (Initial Public Offering-
IPO) atau proses emisi saham baru sering kali hanya menguntungkan pemegang
pemangku kepentingan.
b. Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya insider trading yang
dilakukan oleh para eksekutif puncak baik di Indonesia maupun AS yang bahkan
c. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sangat canggih,
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum
kesadaran dan tanggung jawab dari para eksekutif puncak dan oknum pejabat
pemerintah terkait. Hal ini telah mempertegas kembali pentingnya prinsip tanggung
jawab yang harus diikuti oleh para eksekutif dan seluruh pemangku kepentingan
perusahaan terkait. Namun harus diingat bahwa wujud tanggung jawab meliputi lima
17
2.3 Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah
publik yang telah terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini disebabkan oleh berbagai praktik
praktik manipulasi ini sangat merugikan para investor sehingga para investor tidak percaya
lagi pada institusi pasar modal dan institusi pengawas pasar modal tersebut. Akibat
kepanikan dan kehilangan kepercayaan, para investor tersebut melakukan penarikan modal
besar-besaran secara beruntun dari bursa sehingga menimbulkan tekanan berat pada indeks
kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal. Sebagaimana telah
organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan
signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa
paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.
18
c. Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal-
d. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi
dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
perusahaan.
perusahaan.
Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat
peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan
dalam arti luas dan khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalam
arti sempit. Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan perangkat
hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat
kesadaran moral dan spiritual dari para aktor/pelaku bisnis itu sendiri.
19
2.4 GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia
Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud
dengan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang Undang
dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk diganti dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan
sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Beberapa ketentuan lama
yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 masih
dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, yang kalau
20
a. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
ada, seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya
(Pasal 77).
b. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan
c. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar
tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab prosedur dan
tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimal yang harus ada
dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan
Komisaris. Di samping itu juga diatur mengenal persyaratan dan tata cara pengangkatan
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab Pasal 1 sebagai berikut:
ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
Perseroan yang mempunyal wewenang yang tidak diberikan kepada Direkal atau
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/
ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
21
dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
Secara lebih spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat
1. RUPS
ayat 1).
1).
22
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Pasal
2. Dewan Komisaris
b. Bertanggung jawabs renteng secara pribadi atas kerugian perseman bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3
dan ayat 4)
3. Dewan Direksi
kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal
97)
23
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat
tertinggi dalam perusahaan yang berbadan hukum PT. Anggota Dewan Komisaris dan
Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk
mengawasi tindakan Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan
menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan
yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang
berlaku dalam koridor hukum. Uraian tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-
Sehubungan dengan sistem hukum yang berkaitan dengan organ Direksi dan
Komisaris ini, dapat dijumpai adanya dua sistem pengelola puncak (top management) suatu
perseroan, yaitu model Anglo-Saxon dan model Kontinental (Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana, 2006). Model Anglo Saxon (disebut juga single-board system) diikuti oleh
Amerika Serikat dan Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya pemisahan antara
Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan Komisaris (selaku pengawas). Kedua fungsi ini
disatukan dan disebut sebagai Board of Directors. Dalam sistem kontinental, yang dianut
24
oleh negara-negara Eropa selain Inggris yang juga dianut oleh Indonesia, menggunakan
model two-board system, di mana organ Dewan Direksi sebagai eksekutif Perseroan
dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat
Direksi.
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di dalam
Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin
terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Hal ini karena sifat undang-undang
hanya mengatur ketentuan-ketentuan secara garis besar saja sehingga pasti ada ketentuan-
petunjuk teknis (juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan atau pedoman yang
dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang serta institusi atau organisasi profesi
terkait.
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
a. Komisaris Independen
b. Direktur Independen
c. Komite Audit
25
2.6 Komisaris dan Direktur Independen
Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak
dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi
konflik kepentingan. Namun dalam kaitannya dengan konsep komisaris atau direktur
independen, perlu dicermati terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan independen. Indra
Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independen
Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk
dalam Undang Undang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas
perbandingan jumlah suara para pemegang saham. Hak suara dalam RUPS tidak
didasarkan atas satu orang satu suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham yang
komisaris dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.
Oleh karena itu, para anggota Direksi dan Komisaris tersebut tentunya akan selalu berpihak
kepada kepentingan pemegang saham mayoritas dan sering kali mengabaikan dan
merugikan kepentingan para pemegang saham minoritas atau para pemangku kepentingan
lainnya. Oleh karena itu, bila anggota Dewan Direksi dan Dewan Komisaris lebih dari satu,
maka setidaknya ada satu orang direktur dan komisaris yang mewakili kepentingan
pemegang saham minoritas atau kepentingan pihak lain di luar kepentingan pemegang
saham mayoritas.
26
Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya di sini lebih luas
pemangku kepentingan, bukan hanya pemegang saham mayoritas atau pemegang saham
minoritas.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang
biasa dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang dalam konteks ini sering dikenal
menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata
didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa
campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Sementara itu, independent in
appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang
bersangkutan (calon auditor, komisaris, atau direktur) secara fisik tidak mempunyai
pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang
hubungan keluarga (sebagai menantu, besan, anak, saudara, dan sebagainya) dengan para
pemegang saham mayoritas atau para pemangku kepentingan lainnya, atau mempunyai
27
konflik kepentingan antara kepentingan pribadi calon yang bersangkutan dengan
Pasal III.1.6., dijumpai syarat menjadi direktur independen adalah sebagai berikut:
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris dan Direktur lainnya dari
Perusahaan Tercatat.
d. Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi penunjang pasar modal yang
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang
28
b. Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan hokumlonal.
c. Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik
d. Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang
e. Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik. Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam
merangkap jabatan yang sama pada perusahaan lain pada periode yang sama.
Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-
03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-
103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai
oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam pelaksanaan
tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris untuk (i)
pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun
eksternal audit, serta (iv) mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas.
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK,
sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada DK),
kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK, misalmya
29
mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin suatu
investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan
dalamCharter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga bagian besar,
Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan yang
terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh Komite
Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan implementasi Good
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) tau
semacam public relations/ investor relations antara perusahaan dengan pihak diluar
perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan
kepentingan.
implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air kekayaan alam yang
kemakmuran rakyat.” Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk
30
hokum BUMN yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan
(Perjan). Tjager dkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN
ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di
BUMN tersebut. Contohnya pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi. Tujuan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN
BUMN.
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai
instrument keuangan jangka panjang hoku diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang
maupun modal sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara
lain:
31
a. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
b. Bursa Efek;
c. Lembaga Kliring;
d. Investor;
f. Konsultan hukum.
Menyadari tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata
peraturan No 8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh
o Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan komisaris dan Dewan Dereksi
o Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal
audit bank
32
Jumlah komposisi, kriteria dan independensi Dewan Komisaris
Komite
Ketentuan Dana
Sanksi-sanksi
Ketentuan Peralihan
Ketentuan Penutup.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu struktur yang terdiri atas para
pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan,
dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja. Terkait
prinsip-prinsip GCG, terdapat lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu kewajaran
dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan
GCG adalah memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing, mendapatkan
biaya modal (cost of capital) yang lebih murah, memberikan keputusan yang lebih baik
kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan, dan melindungi direksi
dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk diganti dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan
sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip
34
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Beberapa ketentuan lama
yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 masih
dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan baru yang ditambahkan, yang kalau
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
a. Komisaris Independen
b. Direktur Independen
c. Komite Audit
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hokum BUMN
yaitu Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan perusahaan jawatan (Perjan). Tjager dkk
(2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya
dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut.
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument
keuangan jangka panjang hoku diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal
sendiri, baik yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Menyadari tata
kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali manajemen dan
8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh Bank-bank
komersial.
35
1