TENTANG
GUBERNUR MALUKU,
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PENETAPAN NEGERI SEBAGAI KESATUAN MASYARAKAT ADAT
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Untuk ditetapkan kembali menjadi Negeri atau yang disebut dengan nama
lain, maka Kesatuan Masyarakat Hukum Adat tersebut harus memenuhi
persyaratan yang terdiri dari :
a. Unsur Masyarakat Adat.
b. Unsur Wilayah yang jelas.
c. Unsur Institusi Adat.
d. Unsur Hubungan Masyarakat dengan Wilayah.
e. Unsur Lembaga-Lembaga Sosial.
f. Unsur Simbol Adat.
g. Unsur Perilaku Adat.
h. Unsur lain sesuai dengan adat istiadat dan budaya dari masyarakat
setempat.
Pasal 6
Pasal 7
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa yang ada pada saat berlakunya
Peraturan Daerah ini tetap menjalankan tugasnya hingga selesai Masa
Jabatan, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-Undangan.
(2) Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang pada
saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini tetap menjalankan Tugasnya
hingga selesai Masa Jabatannya, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
Perundang-Undangan.
Pasal 9
(1) Desa pada Desa-Desa yang berubah namanya menjadi Negeri atau yang
disebut dengan nama lain berdasarkan Peraturan Daerah ini, yang proses
pemilihannya telah dilakukan dengan memperhatikan Ketentuan Adat
Istiadat yang berlaku dilingkungan kesatuan masyarakat hukum adat
masing-masing menjadi Kepala Pemerintahan sesuai Adat Istiadat dan
Hukum Adat setempat serta Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
(2) Kepala Desa pada Desa-Desa yang berubah namanya menjadi Negeri atau
yang disebut dengan nama lain berdasarkan Peraturan Daerah ini, yang
proses pemilihannya belum dilakukan, agar ditunda pemilihannya hingga
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah sebagai Pelaksana dari Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan/atau
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
(1) Semua Peraturan Provinsi Maluku, Kabupaten dan Kota dalam Wilayah
Provinsi Maluku yang berkaitan secara langsung dengan Pemerintah Desa
wajib mendasarkan dan Menyesuaikan Pengaturannya dengan Peraturan
Daerah ini.
(2) Semua Peraturan Daerah Provinsi Maluku, Kabupaten dan Kota dalam
Wilayah Provinsi Maluku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 11
Pasal 12
Ditetapkan di Ambon
Pada tanggal 18 Agustus 2005
GUBERNUR MALUKU
cap ttd
Diundangkan di Ambon
Pada tanggal 18 Agustus 2005
SEKRETARIS DAERAH MALUKU
cap ttd
S. ASSAGAFF
I. PENJELASAN UMUM
Didalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 (setelah diamandemen) status dan eksistensi kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak asal usul (tradisionalnya)
diakui, dihormati serta dilindungi sebagai salah satu bagian dari hak asasi
manusia yang kemudian mendapat penegasan didalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada bagian penjelasan atas Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004, dikatakan bahwa Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini
termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD,
Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua,
Negeri di Maluku.
Pengakuan terhadap status dan eksistensi kesatuan-kesatuan
masyarakat adat termasuk “Negeri” di Maluku selain merupakan
pengakuan konstitusional terhadap Kesatuan Masyarakat Hukum Adat,
juga merupakan pengakuan kultural terhadap adat istiadat dan budaya
masyarakat Maluku yang selama ini dianggap sebagai perekat untuk
membangun persaudaraan masyarakat Maluku serta mendorong
pembangunan daerah di Maluku untuk tumbuh dan berkembang setara
dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia sesuai ciri dan
karakteristiknya.
Pengakuan terhadap Negeri sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat di Maluku tersebut masih merupakan suatu pengakuan yang bersifat
umum yang belum menjangkau kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum
Adat lainnya yang selama ini hidup, tumbuh, berkembang dan
dipertahankan dengan nama lain seperti Ohoi di Kabupaten Maluku
Tenggara, Kampung di Kabupaten Kepulauan Aru dan Buru, Fnue di
Kabupaten Maluku Tenggara Barat atau yang disebut dengan nama lain
dalam wilayah Provinsi Maluku sesuai adat istiadat dan budaya setempat.
Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Maluku tersebut pada
saat berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, tetap hidup, tumbuh, berkembang dan dipertahankan,
walaupun berada di luar struktur Pemerintahan Desa, diakui oleh Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979, yang pada hakekatnya dibentuk dalam
rangka penyeragaman sistem administrasi Pemerintahan Desa di
Indonesia.
Sementara itu walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
ditetapkan dengan maksud hanya untuk menyeragamkan administrasi
Pemerintahan Desa di seluruh Indonesia, tanpa menghilangkan adat
istiadat dan budaya masyarakat setempat di berbagai daerah, namun
didalam perkembangannya kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat
termasuk Negeri atau yang disebut dengan nama lain di wilayah
Pemerintahan Provinsi Maluku telah dirubah sedemikian rupa tanpa
memperhatikan adat istiadat dan budaya masyarakat setempat.
Timbulnya kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat baru seperti
Dusun yang beberapa diantaranya, kemudian ditetapkan menjadi Desa dan
kelurahan defenitif dalam suatu wilayah Petuanan Negeri atau Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat lainnya yang hanya menyelenggarakan tugas-
tugas yang bersifat administratif sudah saatnya perlu dikembalikan dan
diberikan status yang jelas menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, tanpa merubah kewenangan yang telah dilaksanakannya selama ini.
Sementara itu didalam perkembangan masyarakat dan pembangunan
yang terus berubah menuju kemajuan, hukum adat dan budaya
masyarakat mau tidak mau harus dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan tersebut. Karena itu menetapkan kembali Negeri atau
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat atau yang disebut dengan
nama lain di Maluku, memerlukan justifikasi tentang elemen/unsur yang
melekat pada kesatuan masyarakat hukum adat tersebut.
Sehubungan dengan hal-hal yang diuraikan di atas, maka supaya
untuk menetapkan kembali Negeri sebagai suatu Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat atau kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang
disebut dengan berbagai nama lain di wilayah Pemerintahan Daerah
Provinsi Maluku perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi
Maluku, dengan maksud :
1. Mengakomodir keragaman budaya dan adat istiadat seta membuka
ruang bagi pengakuan terhadap kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum
Adat selain Negeri yang hingga saat ini masih hidup, tumbuh,
berkembang dan terus dipertahankan pada berbagai Daerah
Kabupaten/Kota dalam wilayah Pemerintahan di Provinsi Maluku.
2. Memberi legitimasi yuridis terhadap kesatuan-kesatuan Masyarakat
Hukum Adat tersebut yang pada prinsipnya akan menjadi acuan bagi
pengaturan lebih lanjut kedalam berbagai Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
3. Mencegah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
status dan kedudukan Negeri atau Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
yang disebut dengan nama lain dan kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum bawahannya yang muncul akibat ditetapkannya undang0Undang
Nomor 5 Tahun 1979.
4. Sebagi sarana regulasi dan penataan tata hukum Daerah sesuai
ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Negeri atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini, dimaksudkan untuk mengakomodir istilah atau nama lain yang
sejenis dengan kesatuan hukum adat Negeri yang terdapat di daerah lain
dalam wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku, seperti Ohoi di kabupaten
Maluku Tenggara, Kampung di kabupaten Kepulauan Aru dan Buru, Fnue
atau Negeri di Kabupaten Maluku Tenggara Barat atau nama lain yang
digunakan sebagai bagian dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di
berbagai tempat lain di wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku.
Pasal 3
Ayat (1)
Desa yang pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Negeri atau Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat yang disebut dengan nama lain, selambat-
lambatnya satu tahun berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian Tim
yang dibentuk Bupati/Walikota yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi
Maluku di tetapkan kembali menjadi Negeri atau Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat dengan nama lain adat istiadat dan budaya setempat.
Ayat (2)
Desa, Dusun yang sebelumnya merupakan wilayah bawahan dari Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Negeri atau yang disebut dengan nama lain atau
yang merupakan pemukiman baru seperti pemukiman transmigrasi baik
transmigrasi nasional, transmigrasi lokal, yang baru ada kemudian, atau
wilayah pemukiman lainnya sebagai pemukiman baru dan berada wilayah
petuanan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang disebut dengan nama
lain, selambat-lambatnya satu tahun berdasarkan hasil penelitian dan
pengkajian Tim yang dibentuk oleh Bupati/Walikota yang difasilitasi oleh
Pemerintah Provinsi Maluku ditetapkan menjadi Negeri Administratif.
Sedangkan bentuk kesatuan hukum masyarakat seperti kelurahan tetap
diakui menurut ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
a. Yang dimaksud dengan Unsur Masyarakat Adat, yaitu terdapatnya
sekelompok orang yang masih terikat oleh tatanan hukum adatnya baik
karena faktor geneologis maupun teritorial sebagai warga bersama suatu
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat tertentu dan mengakui serta
menerapkan ketentuan-ketentuan hukum adat dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Yang dimaksud dengan Unsur Wilayah yang jelas, yaitu terdapatnya
wilayah petuanan beserta hak-hak individu di dalam wilayah petuanan
yang masih berlaku sesuatu ketentuan hukum adat setempat.
c. Yang dimaksud dengan Unsur Institusi Adat yaitu terdapat dan masih
terpeliharanya Institusi-Institusi Adat seperti Latupati, Raja, Rat, Pati
Orang Kaya, Saniri, Soa, Mata Rumah, Kewang dan lain-lain dalam
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat tersebut.
d. Yang dimaksud dengan Unsur Hubungan Antar Masyarakat dan
Wilayah, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan,
penguasaan dan penggunaan tanah dan hak-hak petuanan lainnya yang
masih berlaku dan ditaati oleh para warga dari Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat tersebut.
e. Yang dimaksud dengan Unsur Lembaga-Lembaga Sosial yaitu
terdapatnya lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, yang
melaksanakan fungsi yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial
didalam Kesatuan Masyarakat Hukum Adat tersebut, misalnya sasi di
Maluku Tengah, Kota Ambon, Aru, Seram Bagian Timur, Seram Bagian
Barat, Buru, Sweri di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Hawaer di
Maluku Tenggara dan lain-lain sebagainya.
f. Unsur Simbol Adat, yaitu terdapat dan terpeliharanya tanda-tanda
tertentu yang lazim digunakan dalam Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat misalnya Baileo, Batu Pamale, Pakaian Adat, Bahasa Adat dan
sebagainya.
g. Unsur Perilaku Adat lainnya, yaitu terdapat dan terpeliharanya perilaku-
perilaku adat lainnya yang beradab di dalam Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat tersebut, seperti Raja, Orang Kaya, atau Kepala Soa masih
dipercayai berasal dari keturunan tertentu, upacara-upacara adat yang
berkaitan dengan perkawinan, pengangkatan anak, cara berpakaian,
bahasa dan sebagainya.
h. Yang dimaksud dengan Unsur lain adalah unsur-unsur lain berdasarkan
adat istiadat dan budaya masyarakat setempat yang tidak termasuk
dalam huruf a sampai dengan huruf g.
Unsur masyarakat adat, unsur wilayah yang jelas, Unsur institusi adat
sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b dan c Pasal ini merupakan syarat
mutlak (absolute) yang harus dipenuhi untuk ditetapkan sebagai Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat Negeri atau yang disebut dengan nama lain,
sedangkan Unsur hubungan antar masyarakat dengan wilayahnya, Unsur
lembaga-lembaga sosial, Unsur simbol Adat, Unsur perilaku Adat dan
Unsur lain sebagaimana dimaksud dalam huruf d, e, f, g dan h Pasal ini
merupakan pelengkap, dimana jika salah satu atau lebih dari unsur-unsur
tersebut tidak terpenuhi, maka hal tersebut tidak berpengaruh terhadap
penetapan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sebagai Negeri atau yang
disebut dengan nama lain.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.