Anda di halaman 1dari 69

2

BAB I
TENTANG ANALISIS WACANA

ANALISIS 1. Sejarah Analisis Wacana


Sudah sejak lama analisis wacana menjadi perhatian orang.
Pada perkembangan tahap awal, analisis wacana sering dihubungkan
dengan masalah retorika. Aristoteles, yang menulis buku Rhetoric,

WACANA memang mengamati secara tajam struktur wacana yang bertujuan


melatih orang menghasilkan wacana yang berbobot, baik dan benar.
Wacana yang demikian itu juga harus logis, menyenangkan dan
meyakinkan. Dengan wacana yang logis, menyenangkan dan
meyakinkan itu, diharapkan tingkah laku orang yang membacanya
atau mendengarnya akan termanipulasi. Dengan demikian, tahap
awal perkembangan analisis wacna cenderung membahas analisis
wacana terapan atau analisis wacana preskriptif, yakni analisis
wacana dengan pendekatan retorika seperti yang disarankan oleh
PETRUS POERWADI Aistoteles. Retorika, akhir-akhir ini malahan berkembang menjadi
dua bidang ilmu, yakni komposisi (composition) yang menelaah
retorika tulis dan berbicara (speech) yang menelaah retotika lisan.
Keduanya tetap mempermasalahkan cara menghasilkan "wacana
yang baik” dengan tujuan manipulasi tingkah laku pembacanya
atau pendengarnya.
Disamping pendekatan retorika, ada juga analisis wacana
dengan pendekatan kritik sastra. Pelaporan analisis wacana dengan
pendekatan kritik sastra ini ialah Vladimir Propp, dengan bukunya
berjudul Morphologi Of the Folktale (Grimes, 1975. Hal-hal
kesastraan yang gayut dengan teori wacana antara lain ialah
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN masalah karakterisasi, sudut pandang, presuposisi, diksi, dan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN organisasi leksikal. Oleh karena analisis wacana semacam ini
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA dilakukan dengan pendekatan kritik sastra maka tujuan utama
2021 analisis ini ialah menghasilkan analisis isi wacana kesastraan.
3 4
Pendekatan ini lebih berdasarkan perasaan dan kepekaan terhadap konstituen tetapi tidak dapat menjawab kemana harus berpaling
nilai kesenian. untuk mendapatkan konteksnya. Kadang-kadang sintaksis kalimat
Analisis wacana juga digunakan untuk menafsirkan suatu menyediakan penjelasan yang "salah" mengenai kegramatikalan
teks. Penafsir dengan melihat hubungan faktor-faktor eksternal rangkaian konstituen yang cukup sederhana (Hopper, 1989 : 149).
teks yang memengaruhi isi dan diksi teks yang ditafsirkan. Gagasan ini Singkatnya sejak itu banyak linguis yang menyadari adanya
tampaknya sederhana, yaitu mempertimbangkan faktor-faktor tataran di atas kalimat, yaitu tataran wacana yang mestinya juga
eksternal teks seperti situasi komunikasi, leksikal, dan sumber- harus dianalisis bentuk dan strukturnya, bukan hanya sekedar
sumber retorika bahasa yang dianggap sudah tidak ada lagi, untuk isinya. Harris meletakkan dasar bahwa wacana merupakan satuan
menafsirkan isi teks itu. Hal itu perlu dilakukan oleh karena tanpa bahasa terlengkap. Pendapat ini kemudian dikembangkan dan
faktor-faktor eksternal itu, teks menjadi lebih abstrak. Analisis diberi arah analisis oleh linguis seperti Kenneth L. Pike, Robert E,
wacana, dalam hal ini berusaha menghadirkan kembali faktor- Longacre, Benjamin Elson, Velma Pickett, Joseph E. Grimes, dan
faktor eksternal wacana yang sudah tidak ada lagi itu. Analisis sebagainya.Telaah terhadap bahasa ditunjukkan dengan telaah hal
wacana semacam itu kemudian sering digunakan dalam analisis yang kecil dan bidang garapannya dimulai dari bunyi dan kata,
antropolinguistik. kemudian frase dan kalimat. Setiap kali ada ide/gagasan baru
Harris (1952) telah memperkenalkan suatu pendekatan mengenai telaah suatu unsur bahasa selalu dibarengi dengan
baru terhadap analisis wacana (sebenarnya istilah "analisis wacana pendapat setuju dan tidak setuju. Demikian pula, ketika gagasan
pertama kali juga dipakai oleh Harris). Harris menyarankan analisis wacana dilontarkan, persoalan setuju dan tidak setuju
mendekati wacana dari sudut linguistik, buka dari sudut retorika, pun muncul. Pendeskripsian bahasa melampaui batas kalimat, yakni
kritik sastra ataupun analisis antropolinguistik. Dalam dua artikel pada tataran paragraf bahkan sampai wacana juga menimbulkan
yang dimuat dalam majalah Language, Harris (1952) telah membuka dua kutup reaksi.
cakrawala baru bagi pentingnya analisis wacana dalam mendeskripsikan Reaksi pertama ialah reaksi yang mendorong dilanjutkannya
suatu bahasa. Menurut Harris (1952), pendekatan terhadap wacana deskripsi bahasa yang lengkap hingga tataran wacana. Sedangkan
dapat dilakukan berdasarkan dua jenis masalah yang berkaitan. reaksi yang lain ialah reaksi yang menentang. Mereka yang
Pertama ialah masalah pelanjutan deskripsi linguistik yang menentang analisis wacana ini pada hakekatnya terkejut dengan
melampaui batas kalimat, jadi pada tataran di atas kalimat. Kedua munculnya tataran baru di atas kalimat. Mereka beranggapan
adalah masalah mengorelasikan kebudayaan dan bahasa, jadi bahwa analisis terhadap wacana tidak perlu dilakukan karena
menghubungkan faktor-faktor yang nonlinguistik dengan perilaku analisis behasa sudah cukup tuntas dan meyakinkan bila dilakukan
lingustik (Harris dalam Fodor dan Katz, 1964:356). pada tataran kalimat. Menurut mereka semua hal di atas tataran
Tulisan Harris itu kemudian menggugah perhatian banyak kalimat adalah urusan retorika, kritik, atau logika.
linguis. Bahkan banyak linguis yang tidak puas terhadap analisis Satu hal yang membuat para linguis menghindari studi
linguistik yang hanya sampai pada tataran kalimat, seperti yang wacana kemungkinan adalah luasnya masalah dan besarnya pokok
ada pada waktu itu. Hopper, secara meyakinkan menulis bahwa pesoalan. Terlepas dari luasnya per-soalan yang terdapat dalam
sintaksis kalimat seringkali menyatakan kegramatikalan rangkaian wacana, adanya restiksi dalam teori linguistik juga mempersulit
5 6
munculnya analisis wacana dari dalam ilmu itu sendiri. Hal yang Saat ini banyak sekali pengertian wacana diberikan oleh
paling nyata dari adanya restriksi dalam teori linguistik adalah para linguis. Tentu saja para linguis itu memberikan definisi dan
adanya pembatasan teoritik dari linguistik terhadap hubungan- pengertiannya berdasakan sudut pandang yang berbeda-beda.
hubungan dalam kalimat. Bloomfield misalnya, dalam memberikan Salah satu definisi wacana diberikan Kridalaksana. Kridalaksana
batasan tentang kalimat sebagai "bentuk bebas, tidak termasuk dalam (1984) memberikan definisi bahwa wacana adalah satuan bahasa
bentuk linguistik yang lebih besar "sentence is an independent terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
linguistic form, not included in any larger linguistic form" (1933, tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk
170). Batasan ini seolah-olah menutup adanya kemungkinan karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedi, dan sebagainya),
dilakukannya analisis linguistik di atas tataran kalimat. Dijk paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
(1968) mengkritik pembatasan ini. Menurut Dijk, ada semacam Kridalaksana dengan jelas mengatakan bahwa wacana
hubungan antara kalimat-kalimat, misalnya hal ini ditujukan merupakan tataran gramatikal tertinggi atau terbesar. Dengan
dengan adanya konjungsi. demikian, analisis gramatikal sebenarnya tidak boleh terhenti
pada tingkat kalimat. Meskipun ada beberapa linguis yang masih
2. Wacana dan Hierarki Gramatikal meragukan kecanggihan analisis wacana, karena dianggap
Sejarah ilmu linguistik menampakkan adanya perubahan bertumpang tindih dengan analisis klausa. Persoalannya ialah,
fokus pembicaraan pada masa-masa tertentu. Antara tahun 1930 bahwa dalam suatu hierarki gramatikal ini, suatu tataran
dan tahun 1940, studi linguistik terfokus pada fonologi dan gramatikal biasanya dibentuk dari tataran langsung di bawahnya.
terpusat pada studi fonetik, dan sistem bunyi bahasa. Kemudian Jadi, pada umumnya analisis terhadap satuan gramatikal tertentu
antara tahun 1940--1950 fokus studi linguistik beralih ke melibatkan tataran di atas atau di bawah satuan gramatikal yang
morfologi, dan akhirnya sekitar tahun 1950-1960 aspek sintaksis dianalisis itu. Walrod (1979: 1--10) menegaskan oleh karena setiap
mendapat perhatian khusus. Pada akhir tahun 1960-an, studi linguistik tataran tidak mempunyai otonomi, maka tidak mungkin
mulai memusatkan perhatiannya pada tataran gramatikal yang lebih mendeskripsikan tata bahasa pada tataran tertentu tanpa merujuk
tinggi, dan yang merupakan hal baru dalam dunia linguistik, yaitu pada tataran lain. Agar lebih jelas, perhatikanlah hierarki gramatikal
tataran wacana. Meskipun sebenarnya tataran ini sudah mulai berikut ini.
diperkenalkan tahun 1952, namun baru mulai dikembangkan dengan
serius oleh para linguis pada akhir tahun 1960-an. Wacana paragraf + (paragraf)
Sehubungan dengan perkembangan baru ini, hierarki Paragraf kalimat + (kalimat)
gramatikal juga mengalami perkembangan. Pandangan tata bahasa Kalimat klausa + (klausa)
tradisional, misalnya yang menganggap bahwa tataran tertinggi Klausa frase + (frase)
dari hiearki gramatikal adalah kalimat, mulai diperdebatkan. Frase kata + (kata)
Banyak linguis kemudian menyimpulkan adanya tataran di atas Kata morfem + (morfem)
kalimat, yaitu wacana. Morfem fonem + (fonem)
7 8
kali-mat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.
Dengan demikian, analisis kata pasti melibatkan morfem, analisis Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa wacana dapat berwujud lisan
frasa melibatkan kata, dan seterusnya. maupun wacana tulis. Bahkan dikatakan bahwa baik dalam
Hoey (1983: 15) menegaskan bahwa wacana adalah bagian wacana lisan maupun wacana tulisan dapat terjadi adanya inter-
bahasa lisan atau tulisan yang lengkap. Penegasan Hoey bahwa aksi. Wacana lisan yang menekankan interaksi antara pembicara,
wacana juga menyangkut bahasa lisan ini perlu dicatat, karena misalnya tanya jawab antara dokter dan pasien. Sedangkan wacana
definisi Kridalaksana menyiratkan seolah-olah wacana hanya tulis yang bersifat interaksi, antara lain polemik, surat-menyurat
berhubungan dengan bahasa tulis. Van Dijk (1977: 3) misalnya, antara ilmuwan, dan sebagaiya.
juga mengartikan wacana sebagai abstraksi dari teks. Berdasarkan beberapa pendapat yang dirangkum dalam
Disamping itu, ada pula yang dengan tegas membedakan teks uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana adalah unit
tertulis dengan wacana lisan. Perbedaan itu disebabkan oleh gramatikal tertinggi tataran di atas kalimat, yang terdiri atas
adanya interaksi dalam wacana lisan, sedangkan dalam teks proposisi-proposisi yang saling berkaitan dan membentuk satu
tertulis tersirat monolog yang non-interaksi (Stubs, 1983:9). kesatuan dan dapat berwujud bahasa tulis maupun bahasa lisan,
Perbedaan-perbedaan konsepsional tentang hakikat wacana monolog maupun dialog. Oleh karena wacana dianggap sebagai
yang memasalahkan bahasa lisan, bahasa tulisan, dan tentang tataran linguistik tertinggi, maka gagasan Harris (1952) melanjutkan
interaksi dalam monolog dan dialog juga ditangkap oleh Longacre. deskripsi linguistik sampai pada tataran wacana patut diperhitungkan.
Menurut Longacre (1983) istilah wacana meliputi dua wilayah
linguistik yaitu analisis dialog-terutama percakapan-dan analisis 3. Proses Komunikasi
monolog. Tampaknya dua macam analisis ini berbeda tetapi Pentingnya analisis wacana juga dapat dilihat dari perspektif
sebenarnya saling berhubungan. proses komunikasi. Dalam tugas komunikasi ada penutur/pengarang
Analisis wacana dapat diterapkan sebaik-baiknya, baik yang ingin mengkomunikasikan sesuatu tentang dunia yang nyata
pada dialog maupun pada monolog. Jadi tidak perlu dipermasalahkan maupun yang khayal kepada pendengar/ pembaca. Alatnya adalah
lagi perbedaan-perbedaan konsepsional yang menyangkut bahasa sistem-sistem bahasa yaitu:
lisan atau tulisan, monolog atau dialog. Keduanya dapat dianalisis 1. Fonologi
dengan menerapakan pendekatan analisis wacana. 2. Gramatika
Moeliono dkk. (1988) tidak menyebutkan secara eksplisit 3. Leksikon
tempat wacana dalam hierarki gramatikal. Akan tetapi kalimat 4. Semantik
struktur uraian yang menempatkan wacana pada bab terakhir, Penutur/pengarang harus memilih dan mengatur informasi
dapat ditafsirkan bahwa wacana ditempatkan pada tataran ter- yang akan disampai-kannya melalui sistem bahasa. Ciri-ciri dan
tinggi dalam hierarki gramtikal. Dalam buku itu, wacana bentuk wacana yang akan dipilih tergantung pada (1) maksud, (2)
didefinisikan sebagai rentetan kalimat yang berkaitan, yang perhatian, (3) sikap, (4) hubungan sosial, dan (5) kebudayaan.
menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lain dan Perhatikanlah bagan proses komunikasi di bawah ini.
membentuk kesatuan. Oleh karena wacana merupakan rentetan
9 10
atau penegasan hal-hal tertentu. Penegakan tema lokal dan topikalisasi
Dunia nyata yang muncul akan memengaruhi bentuk wacana yang dilahirkan.
atau khayal Penegakan tema lokal dan topikalisasi banyak memengaruhi
urutan kata, struktur kalimat, intoasi, unsur yang dinyatakan secara
eksplisit dan yang implisit (yaitu masalah elipsis), dan struktur
wacana secara menyeluruh. Analisis wacana banyak berhubungan
dengan cara pembicara menyatakan perhatiannya dalam wacana.
Maksud, sikap Masalah perhatian, antara lain berkaitan dengan hal-hal berikut ini.
perhatian,
hubungan
a. Struktur wacana. Wacana sering disusun dengan meletakkan
sosial, hal-hal yang penting pada awal atau akhir wacana atau pada
kebudayaan puncak (di tengah) yang ditandai secara khusus.
b. Latar depan dan latar belakang. Melalui sistem gramatika ada
cara tertentu untuk menandai peristiwa yang termasuk latar
belakang dan latar depan. Peristiwa yang merupakan pokok
Bahasa: wacana digolongkan sebagai peristiwa latar depan, sedangkan
Fonologi peristiwa yang kurang penting digolongkan sebagai peristiwa
Gramatikal latar belakang.
Leksikon c. Ada cara gramatikal untuk menandai informasi baru yang
Semantik
harus lebih mendapat perhatian pendengar daripada informasi
lama yang sudah diketahui.
d. Informasi baru yang lebih menonjol pun dapat ditandai. Misalnya,
PEMBICARA PENDENGAR dengan penanda fokus, intonasi, topikalisasi, partikel khusus
(pun, -lah), dan sebagainya.
Ciri-ciri, bentuk dan jenis wacana yang dipilih tergantung e. Informasi nyata lawan yang khayal. Hal ini dapat ditandai
pada maksud, perhatian, sikap, hubungan sosial, dan kebudayaan. melalui modus verba atau adverbia, dan lain-lain.
Maksud pembicara berkomunikasi, misalnya memberitahukan, f. Sistem identifiaksi tokoh. Tokoh yang muncul dalam wacana
memerintahkan, menghibur, menyatakan perasaan, memelihara harus diperkenalkan, lalu harus ada sistem identifikasi siapa
hubungan sosial, dan sebagainya akan memengaruhi bentuk dan yang dimaksud (dalam hal ini perhatikanlah penggunaan kata
jenis wacana. Jika seseorang hanya ingin menceritakan sesuatu, dia dalam bahasa Indonesia). Melalui sistem gramatika dan
maka wacana yang dihasilkan adalah wacana narasi. leksikon kedudukan masing-masing tokoh dapat diperlihatkan,
Perhatian berhubungan dengan pokok persoalan. Hal-hal yang mana lebih penting menurut pembicara.
yang dianggap penting atau terkemuka diberi penekanan atau
penegasan. Struktur wacana akan terpengaruh karena ada penekanan
11 12
g. Tema. Sama dengan tokoh, macam-macam tema dan subtema Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara sedangkan pesapa
dapat diperkenalkan secara teratur melalui sistem-sistem bahasa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis
yang tersedia. sedangkan pesapa adalah pembaca. Tanpa adanya kedua unsur itu,
Sikap pembicara terhadap pokok persoalan berhubungan wacana tidak akan terbentuk.
dengan kebenaran persoalan atau kapasitas pembicara. Sikap Dalam komunikasi tulis, proses komunikasi penyapa dan
pembicara juga berhubungan dengan sikapnya terhadap pendengar, pesapa tidak berhadapan langsung. Penyapa menuangkan gagasannya
sopan, empati, benci, sombong, dan sebagainya. Sikap pembicara dalam kode-kode kebahasaan yang biasanya berupa rangkaian
terhadap pokok persoalan biasanya dinyatakan melalui modus kalimat-kalimat. Rangkaian kalimat-kalimat tersebut pada waktunya
verba atau adverbia. Sikap terhadap pendengar biasanya dinyatakan ditafsirkan maknanya oleh pembaca (pesapa). Dalam kondisi
melalui pilihan leksikon, nada dan intonasi. seperti ini wujud wacana adalah teks yang berupa rangkaian
Modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba yang kalimat sebagai hasil pengungkapan gagasan. Dengan kata lain,
mengungkapkan suasana psikologis menurut tafsiran pembicara. Modus wacana dalam komunikasi tulis berupa teks yang dihasilkan oleh
juga berhubungan dengan sikap pembicara terhadap sesuatu yang seorang penulis. Wacana tulis adalah wacana sebagai hasil.
diucapkan. Modus berhubungan dengan imperatif, interogatif, Dalam komunikasi secara lisan (seperti percakapan),
optatif (harapan), subjungif, dan desideratif. wacana merupakan proses komunikasi secara lisan yang berupa
Gramatika adalah subsistem dalam organisasi bahasa. rangkaian ujaran (Brown dan Yule, 1983). Ujaran itu adalah
Satuan-satuan bermakna dalam subsistem itu bergabung untuk kalimat yang diucapkan secara lisan. Dalam komunikasi lisan,
membentuk satuan-satuan yang lebih besar. Secara kasar gramati- ujaran sangat dipengaruhi oleh konteks. Karena wacna lisan itu
ka terbagi atas morfologi dan sintaksis, terpisah dari fonologi, sifatnya hanya temporer (artinya setelah diucapkan langsung
semantik, dan leksikon. hilang), maka penafsirannya harus melibatkan konteks ketika
Hubungan sosial dalam proses komunikasi berkaitan dengan ujaran itu diucapkan. Wacana lisan adalah wacana sebagai proses.
suasana, kedudukan sosial penutur dan pendengar, kadar keakrabannya
dan lain-lain. Hal ini biasanya dinyatakan dengan pemilihan 5. Wacana Sebagai Penggunaan Bahasa
honorifik dan leksikon tertentu. Amatilah penggunaan bahasa Jawa, Menurut Stubbs (1983:1), wacana itu merupakan penggunaan
misalnya. bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks sosial secara nyata.
Masalah kebudayaan yang berkaitan dengan komunikasi Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian ujaran atau kalimat
antara lain adalah masalah kepercayaan, nilai-nilai, dan sistem (ujaran mengacu pada wacana lisan, kalimat mengacu pada
logika. Masalah kebudayaan ini juga memengaruhi bermacam- wacana tulis). Widdowson menggunakan istilah wacana untuk
macam jenis wacana. mengacu penggunaan rangkaian kalimat. Pengertian wacana
menurut Widdowson memiliki dua cakupan. Pertama, wacana
4. Wacana Sebagai Hasil dan Wacana Sebagai Proses adalah rangkaian kalimat (sentence in combination). Kedua,
Dalam situasi komunikasi, apa pun bentuk wacananya, wacana adalah penggunaan kalimat (the use of sentence).
diasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Rangkaian kalimat itu membentuk suatu satuan yang lebih besar
13 14
yang sering disebut teks. Selanjutnya, penggunaan kalimat berarti komunikasi jika dilihat berdasarkan tanggapan atau respon mitra
penggunaannya dalam komunikasi, dalam suatu tindak sosial. tutur. Pertama, fungsi transaksional, bila dalam komunikasi itu
Penggunaan bahasa yang nyata dalam kegiatan komunikasi yang dipentingkan isi komunikasi. Dengan fungsi bahasa ini, maka
dapat berbentuk lisan dan tulis. Secara nyata, penggunaan bahasa bahasa dapat digunakan sebagai penyalur informasi. Fungsi ini
secara lisan itu dapat berupa iklan radio, diskusi, drama panggung, menurut Brown dan Yule (1983:1-2) dinyatakan sebagai fungsi
ceramah, percakapan, dan sebagainya. Penggunaan bahasa secara transaksional yang utama (primarily transactional language).
tertulis berupa puisi, artikel, buku, dan sebagainya. Contoh wacana lisan yang transaksional adalah pidato (tidak
Perhatikanlah contoh berikut. membaca naskah), deklamasi, ceramah, dan iklan radio. Wacana
tulis yang transaksional dapat berupa cerita pendek, makalah, tesis,
dan sebagainya.
Kedua, fungsi interaksional, bila yang dipentingkan dalam
BELOK KIRI penggunaan bahasa adalah hubungan timbal balik (interaksi)
JALAN TERUS antara penyapa dan pesapa. Fungsi bahasa ini menekankan
interaksi antarpenutur. Fungsi bahasa bahasa interaksional ini
tampak seperti dalam percakapan sehari-hari. Contoh wacana
interaksional lisan yang lain adalah debat, wawancara, dan diskusi.
Wacana tulis yang bersifat interaksional dapat berupa polemik dan
surat-menyurat antarteman.

Tulisan di atas merupakan salah satu contoh penggunaan bahasa 6. Fungsi Bahasa
sebagai pelengkap rambu-rambu lalu lintas. Dengan demikian, Dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan
rambu-rambu lalu lintas itu termasuk wacana. Rambu-rambu itu fungsi yang bervariasi. Secara umum bahasa dapat digunakan
biasanya diletakkan di perempatan jalan. Rambu-rambu itu untuk mengekpresikan emosi, menginformasikan suatu fakta,
mempunyai arti bahwa para pemakai jalan (sebagai pesapa), bila memengaruhi orang lain, membicarakan tentang bahasa, untuk
hendak menuju atau berbelok ke kiri diperbolehkan berjalan terus, bercerita, untuk mengobrol dengan teman dan sejenisnya. Masing-
meskipun lampu lalu lintas berwarna merah. Makna penggunaan masing fungsi bahasa dapat secara langsung dihubungkan dengan
bahasa di atas dapat dipahami berdasarkan makna yang telah salah satu komponen dalam komunikasi. Menurut Vestergaard dan
disepakati oleh para pemakai bahasa. Pemaknaan seperti itulah Schoder (dalam Martutik, 1996) fungsi bahasa adalah sebagai
yang dilakukan oleh para analis wacana. Analis wacana bekerja berikut.
berdasarkan makna yang telah disepakati oleh para pemakai
bahasa dalam proses komunikasi. a. Fungsi Ekspresif
Penggunaan bahasa dalam komunikasi dapat diidentifikasi Fungsi ini mengarah pada penyampai pesan (addressor).
fungsi-fungsinya. Terdapat dua macam fungsi bahasa dalam Artinya, bahasa itu didayagunakan untuk menyampaikan ekpresi
15 16
penyampai pesan (komunikator). Fungsi bahasa ini biasanya d. Fungsi Metalingual
digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan atau perasaan Fungsi metalingual bahasa berfokus pada kode (code).
penyampai pesan. Fungsi ini bersifat individual. Fungsi ekspresif Dalam fungsi ini bahasa digunakan untuk menyatakan sesuatu
ini misalnya berupa bentuk bahasa yang digunakan untuk meminta tentang bahasa. Perhatikan contoh ini.
maaf, memohon, mengungkapkan rasa gembira, dan sejenisnya. Bahan bakar fosil (msalnya minyak bumi, gas alam,
Contoh: batu bara) bila dibakar akan menghasilkan SO2 dan
a. Aduh .... kepalaku sakit! NOx sebagai penyebab utama keasaman air hujan.
b. Nyeri otot dan sendi, oh ... rasanya mau copot! Penghasil SO2 dan Nox terbesar adalah pembangkit
c. Aduh ... badanku pegel linu! listrik dan industri yang menggunakan batubara
sebagai bahan bakar. SO2 dan Nox itu juga dapat
b. Fungsi Direktif dilepaskan oleh kendaraan di jalan.
Fungsi ini berorientasi pada penerima pesan (addressee). Pada contoh itu, terkandung unsur lambang dari lambang
Di sini bahasa dapat digunakan untuk memengaruhi orang lain, bahasa yaitu SO2 dan Nox. Lambang SO2 berarti sulfur oksida
baik itu emosinya, perasaannya, maupun tingkah lakunya. Selain dan Nox berarti nitrogen oksida. Kedua lambang itu mengacu pada
itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberi keterangan, zat yang banyak dihasilkan dalam pembakran. Ini berarti kode
mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, bahasa digunakan untuk melambangkan kode yang lain.
termasuk tindak tutur direktif. Bentuk-bentuk bahasa yang
menjalankan fungsi direktif antara lain adalah sebagai berikut. e. Fungsi Interaksional
a. Hapuslah air matamu itu ! Fungsi interaksional bahasa berfokus pada saluran
b. Kini, dapatkan hadiah dari Citra Beauty Lotion, sebuah (channel). Fungsi ini digunakan untuk mengungkapkan,
sedan mewah nan anggun! mempertahankan, dan mengakhiri suatu kontak komunikasi antara
c. Silakan minum! penyampai pesan dan penerima pesan. Fungsi ini khususnya
digunakan dalam komunikasi yang tidak berhadapan langsung
c. Fungsi Informasional (tatap muka), misalnya percakapan dalam telepon.
Fungsi ini berfokus pada makna (meaning). Fungsi ini
digunakan untuk menginformasikan sesuatu, misalnya, melaporkan, f. Fungsi Kontekstual
mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengkonfirmasikan sesuatu. Fungsi sini berfokus pada konteks pemakaian bahasa.
Contoh: Fungsi ini berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan
Kata atau kosa kata merupakan unsur bahasa yang sangat mempertimbangkan konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu
penting dalam sebuah naskah atau tulisan. Dalam kata-kata ujaran yang sama akan berbeda maknanya bila berada dalam
itulah terkandung makna dan gagasan yang diungkapkan konteks yang berbeda. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan
penulis berdasarkan konteks adalah dengan mempertimbangkan penanda-
17 18
penanda kohesi yang digunakan dalam suatu situasi komunikasi. Pada tataran paragraf atau paraton elemen inti dan elemen
Contoh : luar inti juga mudah dikenali. Elemen inti pada tataran ini adalah
Itu apa? elemen yang berupa kalimat topik. Elemen luar inti pada tataran
Acuan kata itu pada contoh di atas sangat tergantung pada konteks, ini adalah elemen yang berupa kalimat penjelas. Sesuai dengan
yaitu objek yang ditunjuk pada saat orang tersebut berbicara. tempat kalimat topik, elemen inti sebuah paragraf atau paraton
dapat berada di posisi awal (pada paragraf/paraton deduktif), pada
g. Fungsi Puitik posisi akhir (pada paragraf/paraton induktif), atau pada posisi awal
Fungsi puitik berorientasi pada kode dan makna secara dan akhir (pada paragraf/paraton kombinasi deduktif dan induktif).
simultan. Maksudnya, kode kebahasaan dipilih secara khusus agar Pada paragraf naratif, yang semua kalimatnya merupakan elemen
dapat mewadahi makna yang hendak disampaikan oleh sumber inti, elemen inti itu dapat tersebar pada semua kalimat.
pesan. Unsur-unsur seni, misalnya ritme, rima, metafora merupakan Berdasarkan elemen-elemen yang ada dalam wacana itu, struktur
bentuk dari fungsi puitik bahasa. Contoh: wacana terdiri atas elemen berikut. Elemen wajib ditandai dengan
Kura-kura dalam perahu tanda (+) dan elemen manasuka ditandai dengan (±)
Sudah gaharu cendana pula
Bentuk ujaran di atas lebih menekankan pada kode kebahasaan ELEMEN PEMBUKA+ELEMEN INTI+ELEMEN PENUTUP
dan makna sekaligus. Setiap penutur bahasa Indonesia yang
mempunyai kemampuan memadai akan mema-hami arti ujaran itu, Kategorisasi elemen wacana juga menghasilkan elemen
meskipun makna ujaran itu tidak berhubungan sama sekali dengan wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib dan elemen manasuka
bentuk ujarannya. Kata-kata yang dipilih pada contoh itu hanya merupakan kategori elemen berdasarkan sifat kehadiran elemen.
mempertimbangkan persamaan bunyi (rima) semata-mata, bukan Sifat kehadiran yang dimaksud adalah wajib (obligatory) atau
pada makna kata-katanya. manasuka (optional). Elemen wajib adalah elemen yang wajib
hadir dalam teks atau tuturan. Elemen wajib secara formal harus
7. Elemen-elemen Wacana diungkapkan dalam tuturan. Elemen wajib juga dapat diartikan
Wacana terdiri atas elemen-elemen. Elemen-elemen dalam sebagai elemen yang paling dibutuhkan dalam komunikasi. Bagi
wacana terbentuk secara sistematis dan hierarkis. Secara hierarkis penutur, elemen wajib itu merupakan elemen yang paling penting
terdapat elemen yang disebut elemen inti dan elemen luar inti. untuk dikomunikasikan kepada mitra tutur. Bagi pendengar/
Elemen inti (nucleous element) adalah elemen utama, elemen yang pembaca, elemen wajib merupakan elemen yang harus diterima-
penting. Elemen ini berisi informasi pokok atau informasi inti nya. Karena itu, dalam keadaan komunikasi harus singkat, maka
dalam wacana. Informasi yang dijanjikan dalam wacana dapat elemen yang paling dibutuhkan saja yang muncul dalam teks. Teks
dikenali dalam elemen inti. Elemen luar ini berisi informasi bukan rambu-rambu lalu lintas, misalnya, karena mempertimbangkan
inti. Informasi dalam elemen luar inti merupakan informasi singkatnya waktu bagi pembaca maka teks rambu-rambu lalu
tambahan. Sifatnya periferal atau marginal. Elemen pembuka dan lintas dibuat singkat. Karena itu pula, rambu-rambu lalu lintas
elemen penutup dalam sebuah wacana merupakan elemen luar inti. pada umumnya diwujudkan dengan gambar. Elemen manasuka
19 20
adalah elemen yang boleh hadir boleh juga tidak hadir. Jadi, suatu Parasomnia adalah gangguan tidur berupa
maksud yang sama dapat dinyatakan dengan elemen wajib perilaku abnormal atau kejadian fisiologis yang
ditambah dengan elemen manasuka (elemennya lengkap) atau terjadi saat tidur, seperti mimpi buruk, teror tidur, dan
elemen wajibnya saja yang hadir sedangkan elemen manasuka gangguan berjalan saat tidur.
Menurut Kandouw, ada perbedaan mimpi buruk
tidak hadir.
dan teror tidur. Ketika mengalami mimpi buruk,
Untuk memahami konsep elemen-elemen wacana,
penderita sadar dan bisa berorientasi dengan
perhatikanlah contoh-contoh wacana berikut ini. sekitarnya. Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir
tidur. Penderita mampu mengingat dan
Beberapa Jenis Gangguan Tidur menggambarkan kembali mimpinya secara detil dan
Ada banyak jenis gangguan tidur. Menurut nyata.
dr. Ashwin Kandouw, SpKJ dari sanatorium Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror
Dharmawangsa, Jakarta Selatan, gangguan tidur tidur terjadi di sepertiga awal tidur. Episode teror ini
dibedakan berdasarkan penyebabnya. berulang-ulang, di mana penderita bangun dan
Ada gangguan tidur primer yang disebabkan oleh berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan
dyssomnia dan parasomnia. Ada juga gangguan tidur hiperaktif. Namun, penderita kurang bisa mengingat
yang disebabkan oleh gangguan mental, seperti rasa kejadian yang dialami. Penderita juga mengalami
cemas dan suasana hati. Orang yang sedang sakit, disorientasi.
tidak jarang juga mengalami gangguan tidur. Zat Sama seperti teror tidur, berjalan saat tidur juga
stimulan, seperti kafein, rokok, dan alkohol, juga bisa terjadi pada sepertiga awal tidur. Penderita bangun
menjadi penyebab gangguan tidur. dari tempat tidur dan berjalan selama beberapa menit
Dalam gangguan tidur primer, yang dimaksud hingga setengah jam. Selama episode berlangsung,
dyssomnia adalah gangguan pada lama dan kualitas penderita memandang kosong, tak responsif terhadap
tidur. Dyssomnia dapat berupa insomnia, usaha orang sekitarnya yang membangunkan atau
hipersomnia, gangguan tidur karena pernapasan, dan berkomunikasi. Penderita hanya bisa dibangunkan
sebagainya. dengan usaha keras dan setelah bangun tak mampu
Insomnia adalah keluhan dalam memulai dan mengingat episode tersebut. (KOMPAS, 5 Maret
mempertahankan tidur, tidur tidak cukup, dan tidak 2006, halaman 39)
menyegarkan. Akhirnya penderita mengalami kantuk
pada siang hari, cemas, serta gangguan konsentrasi
dan daya ingat.
Menyiapkan Konsep dan Acara
Sebanyak 30-45 persen orang dewasa pernah
Kalau Anda sudah memutuskan untuk
mengalami insomnia,” kata Kandouw. Kebalikan
insomnia, penderita hipersomnia justru mengalami merayakan hari ulang tahun anak dengan pesta
tidur berlebihan dan sangat mengantuk pada siang yang meriah, ada beberapa hal yang sebaiknya
hari. diperhatikan. Ini perlu dilakukan, mengingat
21 22
tamu-tamu sudah meluangkan waktu untuk Biayanya mulai dari Rp 400.000,- sampai Rp 25
memenuhi undangan Anda. juta.
Yulianti Said dari penyelenggara acara  Pada pesta ulang tahun, anak-anak biasanya
Giggles, yang banyak menangani pesta ulang datang disertai dengan orang tua atau babysitter.
tahun anak-anak menuturkan sebagai berikut. Oleh karena itu, ada baiknya menu makanan
 Sebaiknya Anda mulai menyiapkan konsep disesuaikan, misalnya ada makanan yang disukai
pesta sekitar sebulan sebelumnya. Dengan anak-anak dan pada meja lain hidangan untuk
demikian, Anda masih punya cukup waktu untuk orang dewasa. (KOMPAS, 5 Maret 2006,
mengubah atau menyempurnakan kekurangan halaman 39)
yang mungkin muncul di sana-sini.
 Untuk mewujudkan konsep itu, sebaiknya Elemen-elemen apa sajakah yang terdapat dalam wacana di atas?
Anda pun memperhatikan kesukaan anak-anak, Adakah elemen judul teks dan elemen tubuh teks? Apakah tubuh
khususnya anak yang tengah berulang tahun. teks terdiri atas beberapa elemen yang berupa paragraf? Adakah
Dengan demikian, meski pesta ini dihadiri pula elemen pembuka, elemen inti dan elemen penutup pada wacana
oleh orang dewasa, anak-anak tetap yang menjadi itu? Adakah elemen inti dan luar inti pada wacana tersebut?
fokus perhatian. Misalnya, Anda bisa Adakah eleman wajib dan elemen manasukanya? Analisislah
memperhatikan film animasi atau film seri apa wacana tersebut!
yang tengah disukai anak-anak di layar kaca.
Anda juga bisa melihat film layar lebar untuk
anak-anak.
 Akhir-akhir ini, pesta ulang tahun anak tak
lagi identik dengan jenis kelamin, misalnya, anak
lelaki dengan nuansa serba biru dan anak
perempuan berwarna merah muda. Tema pesta
sudah bisa dilihat mulai dari desain undangan,
kue ulang tahun, bingkisan, sampai tanda terima
kasih.
 Selama tiga jam pesta berlangsung, anak-
anak bisa dihibur dengan operet, sulap, panggung
boneka, sampai kegiatan lain seperti melukis di
atas kue, membuat kalung dan gelang dari manik-
manik, serta mengundang penyanyi cilik.
23 24
BAB II luas untuk menentukan jenis kata kerja/predikat yang akan dipakai.
KALIMAT DALAM WACANA Sekali lagi, pemilihan kata kerja/predikat menentukan jumlah dan
jenis peranan yang akan muncul.
1. Kalimat dalam Wacana Contoh : (1) Joko menutup buku itu.
Sudah jelas bahwa maksud, pokok perhatian dan sikap (2) Buku itu tertutup.
penutur sangat memengaruhi perwujudan informasi dalam wacana, Pada contoh (1) verba/predikat menutup disertai dengan dua
termasuk dalam kalimatnya. Oleh karena kalimat merupakan tataran nomina (sering disebut sebagai argumen) yang masing-masing
gramatikal di bawah wacana, jelas bahwa kalimat juga dapat berperan sebagai pelaku, yaitu Joko dan pasien yaitu buku. Oleh
merupakan bagian dari suatu wacana. Dalam analisis wacana, karena verba menutup adalah verba aktif, maka peran pelaku
analisis terhadap kalimat merupakan analisis terhadap struktur secara gramatikal berfungsi sebagai obyek. Sedangkan pada
mikro wacana, struktur mikro wacana berkaitan erat dengan contoh (2) verba/predi-kat tertutup hanya disertai dengan satu
struktur makro wacana (yaitu, jenis wacana, bentuk, plot, dan nomina yaitu nomina buku itu yang ber-peran sebagai pasien,
sebagainya). dan secara gramatikal berfungsi sebagai subjek juga.
Longacre (1972) menegaskan bahwa jenis wacana banyak Selanjutnya, Hallyday (1985) mengemukakan bahwa verba
memengaruhi struktur dan tata bahasa setiap teks, termasuk memiliki tiga kla-sifikasi berdasarkan prosesnya/proses
penggunaan kalimat-kalimat tertentu dalam wacana. Paling tidak semantiknya yaitu (1) proses kebendaan
ada empat struktur (sistem) dalam klausa yang sangat berpengaruh (2) proses mental, dan (3) proses hubungan.
dalam wacana. Kita tidak akan dapat memahami bagaimana cara Proses Kebendaan : AGEN TINDAKAN SASARAN
kalimat-kalimat itu bekerja dan berperan sebagai sistem-sistem yang Contoh : Joko menutup buku itu
lengkap sebelum kita memahami bagaimana cara keempat struktur
itu saling memengaruhi dan saling berinteraksi. Keempat struktur yang Proses Mental : PENCERAP PROSES FENOMENA
dimaksud adalah (1) struktur semantik, (2) struktur gramatika, (3) Contoh : Maria mendengar suara burung
struktur retoris, dan (4) stuktur informasi. Kita akan memba-has
keempat struktur dalam klausa dan penggunaannya dalam wacana. Proses Hubungan : PEMBAWA PROSES ATRIBUT
Contoh a. : Sarah (adalah) gemuk.
1. Struktur Semantik (peranan kasus/case roles) Sarah is fat.
Setiap klausa menggambarkan satu tindakan/ proses yang YANG DIIDENTIFIKASI PROSES PENGIDENTIFIKASI
dihubungkan dengan bebrapa peranan kasus. Jenis proses dan Contoh b. : Tom (adalah) ketua kelas.
peran tergantung pada pemilihan verba atau predikatnya (mungkin Tom is the leader
lebih tepat dikatakan predikatnya karena lebih sesui dengan Proses tersebut dapat dibedakan secara semantik maupun
kondisi bahasa Indonesia). Pemilihan verba (predikat) dipengaruhi secara sintakis, misalnya dalam bahasa Inggris, proses kebendaan
oleh kejadian di dunia nyata atau khayal yang mau dikomunikasikan, masa kini (kala kini) menggunakan present continous, sedangkan
tetapi sebenarnya pembicara masih pnya keleluasaan yang cukup pada proses mental menggunakan simple present.
25 26
Contoh : (tempat=subjek)
I am eating an apple. I am watching the birds. - Tongkat memecahkan jendela itu. (alat = subjek)
I see the birds. I like the birds. - These difficulties necesitated the allocation of one extra
Masing-masing jenis proses kemungkinan besar mempunyai worker. (sebab = subjek)
fungsi berbeda dalam wacana. Selain peranan kasus yang dihubungkan Bandingkan : Masalah baru akan muncul pada tahun 2000.
secara erat dengan kata kerja, sehingga sering wajib, ada juga yang Tahun 2000 akan membawa masalah baru.
lain yang manasuka. Beberapa peranan kasus yang bersifat
manasuka itu anatara laian ialah kasus alat (instrument), tempat 2. Struktur Gramatika
(location), waktu (time), dan sebab(cause). Beberapa peranan Struktur gramatika didasarkan pada hubungan gramatikal antara
kasus itu juga bersifat ma-nasuka dalam bahasa Indonesia, dan subjek verba dan komplemen, terlepas dari hubungan semantik.
kemunculannya biasanya dapat diramalkan. Pe-ranan kasus yang Hampir semua bahasa mempunyai hubungan subjek-verba yang
bersifat manasuka sering disebut sebagai peranan kasus bukan ditandai secara jelas oleh kaitan gramatika yang biasa disebut
inti (peripheral). Peranan kasus bukan inti ini menpengaruhi dengan (1) kesesuaian, (2) kasus, dan (3) diatesis.
fungsi kalimat dalam wacana dengan dua cara: a. Kesesuaian : He goes. I go.
(1) hadir atau tidaknya keterangan waktu atau keterangan tempat Perhatikanlah kesesuaian yang ada antara subjek (he, I) .
sering menentukan fungsi kalimat dalam paragraf. Pada awal dengan predikat (goes dan go).
paragraf seringkali keterangan tempat atau waktu disebutkan. Di b. Kasus : Urbs Roma magna est.
tengah paragraf keterangan tempat/waktu jarang disebutkan. "Kota Roma itu besar"
Poerwadi (1991) menyatakan bahwa episode baru dalam wacana Romam, urbem pulcherrimam nondum vidi.
cerita pendek bahasa Indonesia biasanya ditandai dengan adanya "Saya belum melihat Roma, kota yang amat indah itu".
keterangan waktu atau tempat yang diletakkan pada awal kalimat. c. Diatesis: Subjek dan obyek berubah karena adanya
Contoh: transformasi pasif:
Di kamar, diperiksanya satu persatu bingkisan yang objek  subjek; objek  frase preposisi
tertimbun di atas meja. Ketika ditemuinya pemberian Rosa, Contoh: Ibu mengangkat cucian itu.
dicampakkannya bungkusan itu keras-ke-ras ke atas lantai. Cucian itu diangkat oleh ibu.
Diinjak-injaknya, diangkat, dibanting lagi. Sampai bung- Hubungan subjek--verba itu kadang-kadang juga ditunjukkan
kusan itu akhirnya terbuka. (Nina Pane) dengan urutan katanya. Tetapi hal ini tidak mutlak. Perhatikanlah
(2) Walaupun secara semantik unsur tersebut bukan inti, secara contoh di bawah ini.
gramatika kadang-kadang dapat stilistik (Tarigan). Berikut ini Ibu mengangkat cucian itu.
beberapa contoh yang dikutipkan dari buku Hallyday (1985) dan Cucian itu mengangkat ibu.
Tarigan (1987). Jelas sekali bahwa urutan kata pada contoh di atas menunjukkan
Contoh : - The fifth day saw them at the summit. (waktu = subjek) hubungan subjek-verba. Akan tetapi dalam bahasa Latin (dan
- The nature traile offer a range of of varying length. bahasa lain yang memiliki sistem kasus) urutan kata tidak
27 28
menunjukkan hubungan subjek-verba, karena hubungan itu secara
pasif sudah ditunjukkan dengan adanya kasus-kasus tertentu. 3. Struktur Retoris
Roman, urbem pulcherriman nondum vidi. Struktur restoris bertujuan antara lain membedakan informasi
Urbem pulcherrimam nondum vidi, Roman. yang lebih penting daripada yang kurang penting dengan
Nondum vidi Romam, urbem pulcherrimam. menonjolkan yang lebih penting. Tujuan lain struktur retoris dalam
Tujuan struktur gramatika adalah menolong mengidentifikasi frase klausa adalah menstrukturkan setiap kalimat dengan memilih
nominal dengan peranan kasus (case roles) yang ada. Perlu satu unsur sebagai titik tolak kalimat (topik kalimat) dan sisanya
ditambahkan bahwa dalam bahasa Indonesia obyek dan pelengkap sebagai komentar terhadap titik tolak itu. Untuk mencapai struktur
(komple-men) dapat dibedakan dengan melihat ciri-ciri berikut. retoris yang diinginkan, kedua struktur tadi, yaitu sturktur semantik dan
Objek: 1. kategori katanya nomina atau nominal; struktur gramatika menjadi alatnya. Untuk mencapai tujuan
2. berada langsung di belakang verba aktif tanpa struktur retoris digunakan dua piranti yaitu (1) urutan kata, (2)
preposisi; tekanan (intonasi).
3. dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif; (1) urutan kata
4. dapat diganti dengan –nya Urutan kata lazimnya menentukan titik tolak setiap kalimat.
Pelengkap: 1. kategori katanya dapat nomina, atau adjektiva; Konstituen kalimat yang paling awal merupakan titik tolak kalimat.
2. berada di belakang verba semi atau dwitrasintif / Contoh: Tarminah telah menjadi perawan tua. Dua bulan lagi ia
dan dapat didahului preposisi; sudah 35 tahun umurnya.
3. kalimatnya tidak dapat dijadikan pasif, jika dapat (2) tekanan (intonasi)
dipasifkan pelengkap itu tidak menjadi subjek; Tekanan digunakan untuk menonjolkan satu dua unsur
4. tidak dapat diganti dengan -nya kecuali didahului dalam kalimat. Ada tekanan fokus yang menandai unsur yang kena
oleh preposisi selain di, ke, dari dan akan tekanan sebagai yang paling penting antara informasi yang
(Moeliono dkk. 1988 : 265). disampaikan. Ada tekanan kontras (yang lebih keras) yang menandai
unsur yang kontras dengan kalimat sebelumnya atau sesudahnya.
Contoh: Marlan menghentikan pekerjaan. Dalam wacana tertulis penegasan tidak dapat ditandai
Marlan menuju rumah Pak Sartono. melalui intonasi. Ada dua cara yang menggantikannya, yaitu dengan
Pada kedua contoh di atas baik verba/predikat menghentikan, (1) menggaris bawahi unsur tersebut, dan (2) anggapan bahwa
menuju sama-sama memiliki/diikuti oleh dua nomina. Nomina unsur yang paling akhir di klausa adalah unsur yang ditekankan.
yang berada di sebelah kiri predikat/ verba itu sama-sama Urutan kata menjadi hal yang paling penting.
berfungsi sebagai subjek gramatikal, akan tetapi nomina yang ber- Pemakaian struktur yang kurang biasa (tertanda), misalnya
ada di sebelah kanannya berbeda fungsi gramatikalnya. Nomina ada transformasi topikalisasi, juga merupakan petunjuk adanya
pekerjaan pada contoh di atas berfungsi sebagai objek gramatikal, penonjolan atau pementingan informasi. Setiap jenis kata, biasanya
sedangkan nomina rumah Pak Sartono secara gramatikal berfungsi memiliki urutan konstituen (kata) tertentu. Jika kalimat itu muncul
sebagai komplemen/ pelengkap. dengan urutan kata yang berbeda maka biasanya menujukkan
29 30
adanya penonjolan. Unsur (konstituen) yang paling awal itulah ditonjolkan, sedangkan dalam kalimat pasif pasienlah yang lebih
yang ditonjolkan, bukan karena paling awal, tetapi karena ditonjolkan. Perbedaan ini secara nyata ditunjukkan oleh
penempatan itu kurang biasa untuk unsur tersebut. Misalnya, gramatika kalimat aktif dan pasif itu, karena baik subjek
dalam bahasa Indonesia, kalimat dengan verba taktransitif memiliki gramatikal kalimat aktif maupun kalimat pasif menduduki posisi
urutan konstituen yang ketat dan biasa yaitu subjek-predikat. Akan urutan kata yang sama.
tetapi kadang-kadang kalimat dengan verba tak transitif ini muncul Contoh: Seekor sapi menarik gerobal itu.
dengan urutan konstituen yang berbeda, yaitu dengan urutan Gerobak itu ditarik oleh seekor sapi.
konstituen predikat-subjek. Jika muncul dengan urutan berbeda ini, Kedua kalimat itu memiliki kesempatan muncul yang sama, tetapi
predikatlah yang ditonjolkan. Biasanya penonjolan predikat dalam kalimat yang dipilih penutur selalu dengan mempertimbangkan
konstruksi kalimat berverba taktransitif ini diikuti dengan konstituen apa yang akan ditonjolkan, yaitu demi kepentingan
pembubuhan partikel -lah pada verbanya. struktur retoris suatu kalimat. Hal pemlihan aktif-pasif ini dibahas
Contoh : Pindahlah dia kembali ke bagian dalam rumah. secara lebih dalam oleh Kaswanti Purwo dan Hopper. Keduanya
Bandingkan : Dia pindah kembali ke bagian dalam rumah. sepen-dapat bahwa ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang
Pada suatu sore, datang seorang gadis ke harus dilakukan sebelum orang memilih mengunakan kalimat aktif
pondokanku... atau kalimat pasif dalam wacananya. Pertimbangan itu antara lain
Bandingkan : Pada suatu sore, seorang gadis datang ke rumah .... ialah pertimbangan konstituen yang ditonjolkan atau yang dipentingkan.
Jika urutan kata atau struktur tertanda untuk membangun Jika agen yang ditonjolkan dipakai kalimat aktif sedangkan jika
sturktur retoris maka struktur semantik dan struktur gramatika pasien yang ditonjolkan dipakailah kalimat pasif.
yang tepat harus dipilih. Struktur semantik dan struktur gramatika
yang dipilih harus sesuai dengan struktur retoris yang diinginkan. b. Transformasi Topikalisasi
Setidak-tidaknya ada lima cara untuk mencapai maksud ini yaitu Transformasi topikalisasi dilakukan dengan memindahkan
dengan (1) memilih kalimat aktif atau kalimat pasif, (2) transformasi unsur kalimat tertentu ke awal kalimat. Efeknya ada dua kemungkinan,
topikalisasi, (3) kalimat persamaan, (4) penggunaan partikel, dan yaitu bagi unsur kalimat tertentu yang sering juga muncul pada
(5) antitopik. awal kalimat (misalnya subjek) usur tersebut menjadi titik tolak
kalimat yang banyak ditonjolkan (biasanya sebagai kontras).
a. Pemilihan kalimat aktif atau kalimat pasif Contoh: Dari dalam lemari ibu mengeluarkan sehelai baju.
Dalam bahasa Indonesia ada perbedaan yang agak menonjol Bahwa ia pulang ke kampung, tak satu pun orang tahu.
antara kalimat aktif dan kalimat pasif. Subjek gramatikal dalam Pada masa pembangunan ini, kita dituntut bekerja keras.
kalimat aktif (yaitu yang menjadi titik tolak kalimat aktif) biasana
merupakan agen (pelaku), sedangkan subjek gramatikal dalam
kalimat pasif (yaitu yang menjadi titik tolak kalimat pasif) Bandingkan dengan:
biasanya merupa-kan pasien (penderita) dari suatu tindakan. Ibu mengeluarkan sehelai baju dari dalam lemari.
Dengan demikian jelas bahwa dalam kali-mat aktif, agenlah yang Tak seorangpun tahu bahwa ia pulang ke kampung.
31 32
Kita dituntut bekerja keras pada masa pembangunan ini. Contoh: Gemuk sekali, dia.
Penggeseran suatu konstituen atau suatu bagian kalimat (baik frase Kurang tahu, saya.
maupun klausa) ke bagian depan ini dapat dilakukan dengan Biasanya unsur antitopik ini harus merupakan informasi
berbagai cara, tujuannya ialah mengede-pankan atau memberi lama. Fungsinya untuk memeperjelas hubungan kalimat tersebut
tekanan/penonjolan tertentu pada kalimat itu. dengan kalimat sebelumnya tanpa kalimat. Struktur yang paling
mirip adalah persamaan dengan informasi baru di depan.
c. Kalimat Persamaan Contoh: Dialah yang pergi.
Untuk memperjelas dan menonjolkan struktur retoris,
kalimat yang terbagi antara titik tolak (topik kalimat) dan komentar 4. Struktur Informasi
kalimat dapat ditransformasikan menjadi kalimat persamaan, yaitu Struktur informasi dalam kalimat mengatur informasi lama
kalimat yang secara semantik sama namun struktur gramatikalnya dan informasi baru. Dalam setiap kalimat ada unsur yang dianggap
berbeda. Perhatikan contoh di bawah ini. informasi lama dan ada yang dianggap informasi baru. Penutur
1 a. Nenek saya menginginkan perhatian. biasanya berusaha membedakan informasi lama dan informasi
b. Yang diinginkan nenek saya adalah perhatian baru dengan menggunakan sistem artikel, tekanan, urutan kata,
2 a. Bambang mencari mangga. atau pronomina demonstrativa,.
b. Yang mencuri mangga adalah Bambang. Contoh: Ardi digigit ular. Setelah menggigit ular itu pergi.
c. Bamangah yang mencuri mangga. Kata ular pada kalimat pertama merupakan informasi baru, jadi
Kalimat (2c) menggunakan tiga cara sekaligus: kalimat belum perlu adanya pronomina demonstrativa itu. Pada kalimat
persamaan, urutan yang tertanda (karena predikatnya pada awal kedua, kata ular diikuti pronomina de-monstrativa itu. Pronomina
kalimat) dan penggunaan partikel -lah. demonstrativa itu sebenarnya merupakan penunjukan informasi
lama.
d. Penggunaan Partikel Pola yang tidak tertanda adalah menempatkan informasi
Pada bahasa-bahasa tertentu partikel dapat digunakan lama pada awal kalimat sebagai titik tolak yang kurang menonjol.
untuk menandai topik kalimat. Misalnya, partikel partikel lah dan Informasi baru pada awal kalimat. Pola yang bertanda menempatkan
pun dalam bahasa Indonesia memengaruhi sturktur retoris. Cara informasi baru pada awal kalimat. Ini digunakan untuk
berfungsinya dikaitkan dengan struktur informasi. memperkenalkan tema baru, atau untuk menyampaikan informasi
baru secara menonjol. Dalam bahasa bahasa Indonesia partikel -lah
e. Antitopik dan pun menunjukkan gejala menandai fungsi menonjol informasi
Yang dimaksud dengan antitopik adalah unsur kalimat baru.
yang ditempatkan paling akhir tanpa tekanan apapun. Antitopik Brown dan Yule (1983) memberikan pengertian bahwa struktur
sangat sering terjadi dalam bahasa lisan, se-dangkan untuk bahasa informasi adalah unit terkecil dalam wacana yaitu unit-unit lokal
tulisan jarang terjadi karena kesulitan penandaan tekanan atau kecil pada tingkat frasa atau klausa. Brown dan Yule
intonasi tertentu memperhatikan bagaimana informasi dikemas dalam struktur
33 34
kecil oleh pembicara dan penulis untuk menunjukkan kepada Secara psikologis, informasi lama dianggap sebagai informasi
pendengar atau pembaca status informasi yang dikenalkan dalam yang dapat diperoleh kembali baik informasi yang dapat diperoleh
wacana. Mereka juga mengungkapkan bahwa dalam bahasa kembali baik secara anaforik maupun secara situasional. Informasi
Inggris informasi baru secara karakteristik diperkenalkan oleh lama harus dapat diidentifikasi dan informasi baru tidak diketahui
ekspresi indefinit (taktakrif) dan sesudah itu ditunjukkan oleh (Clark dan Clark, 1977:92). Ada semacam "kontrak" antara informasi
ekspresi takrif. Bentuk-bentuk sintaktik dalam hubungannya lama dan informasi baru, yaitu pembicara setuju menggunakan
dengan informasi lama antara lain dapat berupa (1) leksikal yang informasi lama untuk menyampaikan informasi yang dianggap
ditampilkan dalam medan makna yang disebutkan sebelumnya, dapat diidentifikasi secara khusus oleh pendengar atau pembaca
biasa-nya juga dalam ekspresi takrif, (2) unit leksikal yang dari apa yang sudah diketahui pendengar atau pembaca. Di samping itu
ditampilkan kedua kalinya, biasanya dalam ekspresi takrif, (3) menggunakan informasi baru untuk menyampaikan informasi yang
pronominal yang digunakan secara anaforik mengikut bentuk diyakini benar tetapi belum diketahui pendengar atau pembaca.
leksikal penuh dalam kalimat sebelumnya, (4) pronominal yang Karena adanya kontrak semacam itu, pendengar dapat merasa
digunakan secara eksofora (hal/fungsi menunjuk kembali pada yakin bahwa informasi lama menyampaikan informasi yang dapat
sesuatu yang ada di luar bahasa atau pada situasi tertentu) di mereka identifikasi secara khusus.
mana referen disajikan, dan (5) proverbal, yaitu verba yang Disamping itu Grimes (1975) menyatakan bahwa sistem
menggantikan verba atau frasa verba lain yang penuh atau proverba kohesi berkenaan dengan cara informasi disampaikan dalam wicara
yang anaforis. berhubungan dengan informasi yang sudah tersedia. Selanjutnya
Clark dan Clark (1977:93) melaporkan eksperimen yang Grimes mengajukan gagasan mengenai blok informasi. Istilah blok
dihasilkan Hornby (1972). Hornby menyajikan subjek dengan informasi ini sejajar dengan unit informasi yang dikemukakan
serangkaian kalimat tertulis yang dibaca keras. Kalimat-kalimat Hallyday dan Brown dan Yule. Blok informasi adalah pengaturan
yang menandakan informasi lama dan baru menggunakan tekanan informasi yang mungkin berhubungan dengan untaian isi. Dalam
atau aksen pada kata-kata tertentu. Ternyata kata dengan tekanan bahasa Inggris menggunakan kontur tunggal sementara dalam
(pusat tekanan) atau frasa yang memuat tekanan selalu menyampaikan bahasa Oksapmin menggunakan bentuk verba.
informasi baru. Hal ini menujukkan bahwa status informasi lama Sesuatu yang dirasakan oleh pembicara sudah jelas tidak
dan baru tidak begitu jelas ditentukan oleh bentuk sentensial atau dipilih ditempatkan dalam blok terpisah sebagai ekspresi di mana
oleh akibat penempatan "pusat tekanan" dan konstiuen ber-beda pendengar tidak mengetahuinya. Hal yang sama juga berlaku bagi
dari sebuah kalimat atau beberapa interaksi kedua kalimat atau ekspresi yang menjukkan situasi langsung pembicaraan. Elemen
beberapa interaksi kedua sistem itu. performatif seperti saya untuk pembicara dan kamu untuk pendengar,
Hornby, Clark dan Clark menghubungkan satu fokus informasi atau ini dan itu yang menyatakan situasi sekitar pembicaraan tidak
pada setiap kalimat. Istilah informasi baru dan lama tidak lagi diletakkan dalam blok informasi yang terpisah, khususnya setelah
digunakan untuk menghubungkan pre-suposisi dengan klausa perhatian disebutkan secara linguistik pada mulanya.
dalam kalimat. Setiap blok informasi, paling tidak terdiri atas satu pusat
informasi. Pusat informasi adalah bagian dari blok informasi
35 36
dimana informasi baru dikonsentrasikan. Sisa blok terdiri atas materi dinyatakan dengan pasti karena ada beberapa jenis konstituen yang
yang lebih dapat diramalkan. Sebagaimana jumlah informasi yang secara kontekstual tidak baru. Jika konstituen-konstituen tersebut
dikandung dalam satu blok informasi diputuskan oleh pembicara, berada di akhir blok informasi, pusat informasi tak tertanda berada
penempatan pusat informasi juga berada di bawah kontrol pembicara. pada konstituen pertama yang di depannya. Kelas kata yang paling
Ia menunjukkan "bagian blok pesan yang diharapkan pembicara jelas tidak dapat menjadi informasi baru adalah elemen anaforik,
dapat diinterpretasikan sebagai informatif". Menurut pendapat atau demonstrativa, dan pronomina anaforik. Elemen anaforik
Hallyday, ia dapat mengarahkan evaluasi pendengar terhadap ialah hal atau fungsi menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah
informasi baru dan informasi lama. Di pihak lain, ia tidak peduli, disebutkan sebelumnya dalam wacana, yang disebut anteseden.
suatu blok akan memiliki pusat atau tidak. Informasi baru berhubungan Elemen anaforik ini dapat digunakan secara pengulangan atau
dengan informasi lama seperti jawaban terhadap pertanyaan. Dalam dengan subtitusi. Termasuk di dalamnya ialah kata-kata yang mengacu
hal ini pertanyaan digunakan sebagai alat menemukan suatu informasi. pada gambaran situasi pembicaraan seperti waktu, pembicara dan
Blok informasi mungkin memiliki lebih dari satu pusat pendengar, dan objek yang mereka percakapkan. Penanda relatif
dalam kondisi yang sebenarnya. Pusat informasi yang kedua biasanya sudah menunjuk pada hal yang direlatifkan dalam
digunakan untuk mengkomunikasikan informasi yang tak dapat nomina inti, sehingga juga bersifat anaforik. Penanda relatif ini
diramalkan sebelumnya. Pembicara mempunyai kesempatan terletak di blok informasi akhir hanya jika bloknya sangat pendek.
memisahkan pusat blok yang lebih dari satu itu, tetapi jika dipilih Kata demonstrativa hal yang telah disebutkan. Jika demontrativa
yang merupakan gabungan keduanya, berarti pembicara memuat digunakan secara kataforis untuk menujukkan sesuatu yang belum
pusat informasi kedua sebagai subordinat dalam kesan pendengar. dijelaskan, berarti demonstrativa itu bukan anaforis, sehingga
Pada umumnya informasi lama dikemukakan sebelum menyerupai pusat informasi. Pronomina anaforis boleh dikata
informasi baru. Ini adalah dasar kerjanya. Dengan demikian, sangat umum digunakan. Elemen anaforik juga dapat terjadi dalam
informasi baru yang letaknya dibagian akhir blok informasi adalah keadaan bahwa elemen itu menunjuk pada sesuatu dalam situasi
tidak tertanda. Pusat tak tertanda dari sebuah blok informasi jatuh pembicaraan yang tidak dijelaskan. Adverbia yang mengambil
pada kata terakhir dari blok. Hal ini berarti di tempat lain menjadi maknanya secara langsung dari situasi pembicaraan juga bersifat
tertanda. Ada kasus dimana setiap konstituen yang ada di dalam anaforik dan oleh karena itu tidak memenuhi syarat untuk ditempatkan
blok informasi adalah informasi baru, pusat informasi merupakan sebagai pusat informasi tak tertanda.
informasi baru semua. Tipe blok semacam ini sangat khusus, Di samping bentuk-bentuk di atas, masih terdapat juga
biasanya terdapat dalam permulaan wacana, terutama wacana bentuk-bentuk yang tidak berlaku sebagai pusat informasi tak
seperti percakapan telepon dan narasi, di mana faktor-faktor tertanda meskipun tidak dalam pengertian anaforik. Bentuk-bentuk
situasional sangat minim. itu adalah kelas tertutup yang kecil dan kata fungsi seperti modal,
Meskipun pada prinsipnya pusat informasi tak tertanda preposisi, dan konjungsi. Meskipun informasi dalam modal mungkin
jatuh pada konstituen gramatikal terakhir dari blok informasi, baru, modal tidak diperlakukan sebagai pusat informasi tak
namun diakui bahwa pernyataan itu hanya sebuah perkiraan dari tertanda juga. Preposisi sering kali menentukan lokasi atau arah,
prinsip sebenarnya. Penempatan pusat informasi tidak dapat sehingga tidak mengkualifikasikannya sebagai pusat informasi tak
37 38
tertanda juga. Sedangkan konjungsi jarang menjadi pusat efisien jika informasi lama tidak diulang sehingga wacana hanya
informasi, meskipun indikator-indikatornya mungkin diperlukan memuat informasi baru saja. Akan tetapi, dengan demikian
sebagai informasi baru. Sebaliknya, beberapa jenis kata lebih pendengar atau pembaca sulit menyusun informasi baru secara
sering membawa informasi baru daripada informasi lama. Bila rapi. Pola yang menempatkan informasi baru di awal kalimat ini
sebuah referensi situasional dijelaskan kata-kata deiktis menunjuk sering digunakan untuk meneruskan tema yang sama dengan
pada situasi baru dan merupakan calon utama pusat informasi. kalimat sebelumnya. Pada pola yang tertanda, yaitu yang
Demonstrativa secara kataforis menunjuk pada sesuatu yang menempatkan informasi baru pada awal kalimat, informasi ini
belum dibicarakan sebelumnya. Kataforik merupakan informasi lebih ditonjolkan. Struktur yang demikian biasanya digunkan
baru dalam pengertian bahwa informasi akan diberikan kemudian untuk memperkenalkan tema baru. Dalam bahasa Indonesia partikel -
yang dijelaskan sebagai kesatuan. lah dan pun difungsikan untuk menonjolkan informasi baru.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam struktur informasi Fungsi ganda dari urutan unsur kalimat terjadi jika terdapat
adalah kecepatan informasi. Grimes (1975) menyatakan bahwa struktur yang tertanda, yaitu dengan menempatkan suatu unsur
kecepatan aliran informasi melalui wacana menetapkan panjangnya kalimat yang berupa informasi baru di awal kalimat. Penempatan
blok informasi. Hal ini tampaknya juga sejalan dengan unsur itu pada awal kalimat menimbulkan dua fungsi yaitu
ketergantungannya pada makna anaforik pemeliharaan referensi. menjadikan unsur itu sebagai topik kalimat dan menekankan unsur
Dengan kata lain, jika kecepatan informasi tinggi, pembicara itu sebagai informasi baru yang ditonjolkan. Kadang-kadang
cenderung untuk menamai kembali dan mengenalkan kembali memang kurang jelas mana yang lebih penting dari urutan kata
sesuatu daripada menggunakan makna kompleks untuk meng- itu. Namun cukup jelas bahwa perubahan untuk konstituen memberikan
ungkapkan siapa berbuat apa. efek tertentu bagi struktur retoris dan struktur informasi, sehingga
Di pihak lain, beberapa bahasa tampaknya lebih suka juga menimbulkan fungsi tertentu dalam wacana.
kecepatan yang rendah, tidak terburu-buru. Bahasa-bahasa di Papua
New Guinea pada umumnya menggunakan teknik-teknik tertentu 2. Hubungan Antarkalimat atau Hubungan Antarpredikasi
untuk memperlambat informasi. Bahasa-bahasa itu pada waktu Hubungan antar predikasi adalah kombinasi-kombinasi
yang sama cenderung memanfaatkan mekanisme anafora dan predikasi atau penggabungan-penggabungan struktur predikasi.
mengijinkan blok informasi yang agak panjang. Jadi, pada pokoknya Oleh karena merupakan hubungan atau penggabungan antar
bahasa memiliki alat-alat tertentu untuk memperlambat atau untuk predikasi, maka wujudnya bisa dalam satu klausa, satu kalimat,
mempercepat aliran informasi. atau antar kalimat.
Perlu ditambahkan bahwa dalam struktur informasi, struktur Struktur predikasi laksana partikel atom dalam wacana.
retoris juga perlu diperhitungkan. Misalnya, fungsi unsur pada Penggabungan struktur predikasi menjadi unit yang lebih besar
awal kalimat (titik tolak), menurut pola struktur yang tidak seperti membangun molekul-molekul struktur yang kompleks dari
tertanda merupakan informasi lama dan merupakan titik tolak yang atom-atom. Jadi, struktur predikasi (biasanya merupakan struktur
kurang menonjol, sedangkan informasi baru ditempatkan di akhir akhir dari klausa membangun kalimat paragraf, dan akhirnya
kalimat sebagai komentar (comment). Mungkin dianggap lebih wacana. Oleh karenanya, tampak jelas bahwa hal ini disatu pihak
39 40
membangun struktur prediasi dan di lain pihak menggabungkan- (d) Kontras berdasarkan hal yang terbalik daripada yang
nya menjadi unit-unit yang lebih besar. diharapkan atau dari yang biasanya terjadi:
Bagian ini merupakan pembahasan kembali dan perluasan Saya telah membaca buku ini tetapi, masih belum
dari taksonomi struktur batin hubungan antarklausa yang telah memahami maksudnya. Saya mengikuti kuliah itu tetapi
dibicarakan oleh Ballard, Conrad, dan Longacre (1971). pikiran saya melayang jauh. Walaupun pengasilannya
Bentuknya sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh John besar, ia selalu kekurangan. Seharusnya saya berada di
Jakarta sewaktu libur tetapi ternyata saya tidak bisa
Beekman (1970), Beekman and Callow (1974) dan Grimes
berangkat.
(1972). Juga berbeda dengan Hallyday dan Hasan (1976) yang
mencoba mengklafisikasi hubungan antarklausa dalam bahasa
(3) Perbandingan
Inggris menurut konjungsi-konjungsi struktur lahirnya.
Penggabungan juga dapat menyatakan perbandingan antara
dua hal atau dua peristiwa. Biasanya ditandai dengan kata yang
a. Sambungan (Conjoining)
menyatakan tingkat perbandingan, misalnya, lebih, sama, paling.
(1) Penggabungan
Perhatikan contoh berikut ini.
Penggabungan merupakan hubungan yang dapat ditandai
Badanku lebih kecil daripada badan adikku.
dengan dan yang tidak merupakan hubungan temporal. Biasanya
Di sini cukup dalam, di sana lebih dalam lagi.
kedua kalimat menyinggung pada medan makna (semantis) yang
Saya mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saya.
sama.
Contoh : Sentanu suka bermain bulu tangkis dan istrinya suka
(4) Alternatif
berenang.
Hubungan ini dapat ditandai dengan kata atau.
Saya pernah ke bali, saya pernah ke Bandung, saya
(a) dua alternatif
pernah ke Danau Toba.
Negatif : Kamu pergi atau tidak?
Antonim : Orang itu sakit atau mungkin hanya
(2) Kontras
kelelahan saja.
Kontras merupakan hubungan yang dapat dintandai dengan
Kalian pergi naik pesawat atau naik
tetapi atau namun. Biasanya kedua klausa/kalimat yang berkontras
kapal?
mengandung satuan leksikal yang berlawanan.
(b) lebih dari dua alternatif
Contoh : (a) antonim : Adiknya kurus tetapi kakaknya gemuk. Mungkin dia datang besok, mungkin lusa, bisa juga
(b) negatif : Suaminya ke Surabaya tetapi istrinya minggu depan. (Apa sih tujuannya?) Apakah dia
tidak. mau menjadi ketua? Atau ada calon yang lain? Atau
(c) Pengecualian: hanya mau menyingkapkan hal-hal yang kurang
Pada umumnya hadirin puas. Hanya wajar tanpa motivasi lain?
beberapa oarng yang kurang senang.
41 42
b. Temporal (b) Peringatan: Jika kamu tidak belajar pasti kamu tidak lulus.
Hubungan antara predikasi satu dengan predikasi lain (c) Berlawanan dengan kenyataan:
menyatakan hubungan waktu (temporal). Seandainya dia datang kemarin, pasti kita akan bertemu dengannya.
(d) Dengan pronomina yang universal:
(1) Bersamaan waktu Siapa pun yang datang akan kulayani dengan baik.
Hubungan ini menyatakan bahwa dua atau lebih tindakan, (e) Proporsional: Ibu semakin tua semakin cantik.
peristiwa, atau proses terjadi bersamaan waktu. Perhatikan contoh
di bawah ini. (2) Sebab-akibat
Dia terkekeh-kekeh ketika paman melucu. (a) sebab :
Dia terengang sesaat kusentuh tangannya. Saya tidak berhak menerima imbalan ini sebab saya
Sambil berdiri diminumnya obat itu. tidak melakukan kewajiban saya dengan baik. Saya tidak
Dari lehernya keluar suara aneh, sementara mulutnya selalu suka pada politik, seringkali poltik menjadi alat untuk
tujuan pribadi.
megap-megap.
(b) tujuan :
(2) Berurutan waktu
Saya akan kuliah lagi agar saya memiliki kemampuan
Hubungan ini menyatakan bahwa dua atau lebih tindakan,
dalam linguistik yang lebih baik.
peristiwa, atau proses terjadi berurutan waktu. Perhatikan contoh
di bawah ini.
d. Penjelasan
Dian mengurung diri setelah ayahnya marah.
Yang dimaksud dengan penjelasan adalah pengulangan
Saya membeli roti di warung, kemudian memakannya
cepat-cepat. informasi dalam bentuk lain sesudah sejumlah informasi
Ia membesarkan nyala lampu teploknya, menengok istrinya di disampaikan. Jadi bagian kedua menjelaskan bagian pertama.
bilik kemudian mencuci kaki dan tangannya ke belakang. Pengulangan informasi itu mungkin dengan penambahan atau
penjelasan, tujuannya agar informasi lebih tegas dan jelas.

c. Implikasi (1) Padanan (Parafrase)


Hubungan implikasi meliputi beberapa hubungan logis berikut ini. Bagian kedua merupakan padanan dari bagian pertama
(1) Persyaratan yang disampaikan dengan kata lain, bagian kedua ini menambah
Lazimnya hubungan ini ditandai dengan konjungsi jika, informasi bagian pertama.
kalau, seandainya, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut ini. (a) menggunakan sinonim :
Saya akan ambil kalau ada. Orang ini masih hidup, masih bernapas.
Bung Karno sudah tutup usia, proklamator kemerdekaan sudah
(a) Persyaratan temporal: Saya akan istirahat jika pekerjaan meninggalkan kita.
selesai. (b) menggunakan antonim yang ingkar:
43 44
Persoalan ini cukup rumit, ini bukan masalah yang gampang. (6) Ringkasan
Keluarga itu tidak kaya, tidak miskin, mereka orang biasa. Dalam pola ini, hubungan antarpredikasi ditunjukkan
dengan adanya unsur leksikal yang generik pada bagian terakhir
(2) Generik-spesifik yang meringkaskan deretan unsur leksikal yang lebih spesifik.
Bagian kedua menambah informasi dengan memakai unsur Contoh:
leksikal yang lebih spesifik. Dalam hal ini termasuk juga pemberian Hari kamis yang lalu, seorang penyanyi terkenal tewas
contoh. ditembak penjahat. Dada dan bahunya robek ditembus peluru.
Contoh: Istri saya seorang guru. Dia mengajar di SMA. Sementara itu, seorang penyanyi lainnya juga menerima
ancaman akan mati serupa rekannya itu jika tidak mau
(3) Ulang tambah memberikan sejumlah uang kepada kawan penembak itu.
Bagian kedua mengulangi bagian pertama dengan kata Memang akhir-akhir ini penembakan yang dilakukan oleh
yang hampir sama dengan ditambah frase-frase yang menambah kawanan penjahat dengan dalih pemerasan dan perampokan
informasi. Pola ini mirip dengan Generik-spesifik. Contoh: merajalela di ibu kota.
Dia seorang guru, dia guru kesenian.
Saya mau ke Jakarta, minggu depan saya mau ke Jakarta e. Kutipan atau Atribusi
naik kapal. Longacre (1983) menyebut kutipan sebagai atribusi
(attribution). Menurut Longacre ada dua jenis atribusi, yaitu (a)
(4) Ibarat atribusi ucapan (speech attribution) dan (b) atribusi pikiran
Hubungan antara bagian pertama dengan bagian kedua (awareness attribution).
merupakan hubungan perumpamaan. Seringkali kedua predikasi (1) Atribusi Ucapan/ Kutipan Ucapan (Speech Attribution)
itu merupakan hubungan antara frase nominal. Akan tetapi kedua Yaitu ucapan atau perkataan seseorang yang dikutip, jadi
predikasi itu dapat juga merupakan hubungan verbal. Contoh: kalimatnya merupakan kalimat kutipan.
Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan "Diam kau, Toshihiko! Kau tahu apa yang kumaksudkan"
dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah Nyonya Hosaka mendesis hampir berbisik, tapi nada tidak
anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang. senang jelas kedengaran dalam perkataannya.

(5) Spesifikasi atau Penyingkatan (2) Atibusi Pikiran (Awareness Attribution)


Informasi pada bagian kedua lebih sedikit dibandingkan Atribusi pikiran ini berhubungan dengan sesuatu yang
dengan pada bagian pertama. Misalnya: sudah "diketahui" sebelumnya. Verbanya secara semantik selalu
Saya tidak mau pergi ke dokter gigi, saya tidak mau. mengandung makna "tahu" atau "mengetahui".
Saya tahu bahwa ia datang.
Saya pikir dia tidak akan datang. Susan berpendapat bahwa
aljabar dan ilmu ekonomi saling berkait.
45 46
BAB III Tadi siang Marwan menerima surat itu dari ibunya. Kemudian
PARAGRAF DALAM WACANA ia keluar untuk mencoba menghilangkan keresahan yang
mencekamnya. Beberapa menit kemudian ia pulang kembali ke
rumah, dan dilihatnya Paman Humada datang dengan tergesa-
gesa. Kemudian ketika Paman Humada sudah dekat, ia pun
Paragraf adalah satuan bahasa yang terdiri atas satu kalimat
masuk ke kamarnya. Tidak berapa lama kemudian terdengarlah
atau lebih yang mengandung satu tema. Paragraf selalu dikembangkan
suara letusan. Cepat Paman Humada berlari ke kamar Marwan
secara terarah. Biasanya paragraf memang terdiri atas lebih dari dan mendobrak pintunya. Dilihatnya Marwan telah berlumuran
satu kalimat, tetapi paragraf yang sederhana dapat terdiri atas satu darah. Ketika kemudian Marwan akan menembak kepalanya
kalimat saja. Beberapa paragraf berturut-turut dapat mengembangkan lagi dengan sigap Paman Humada merebut pistol itu dari
tema yang sama, tetapi biasanya setiap paragraf mengembangkan tangannya, dan sebuah tembakan terletuslah ke atas.
tema yang baru.
b. Tempat
1. Struktur Paragraf Keterangan tempat sebagai titik tolak paragraf dan sekaligus
Struktur paragraf tergantung pada dua hal (1) hubungan menjadi titik tolak kalimat. Pola ini sering muncul dalam wacana
antarkalimatnya (hubungan antarpredikasinya), dan (2) pola titik deskripsi, atau sebagai latar di narasi. Perhatikan contoh berikut ini.
tolak paragraf. Pola titik tolak paragraf dapat dilihat dari titik tolak Di rumah yang sumpek itu juga, Supirah harus menekuni
(yaitu kalimat pertama) masing-masing kalimat dalam paragraf. pelajaran setiap subuh. Jangankan lingkungan yang sehat,
Hal yang paling dasar dalam struktur paragraf adalah tempat berpijak yang bersih pun sulit ditemukan di pemukiman
hubungan antara masing-masing kalimat (hubungan antarpredikasinya). mereka. Rumah yang sepetak itu dipakai untuk tidur dan
Tetapi karena hubungan tersebut kadang-kadang tidak langsung menyimpan gerobak pisang goreng. Di situ pula asap dapur
dan tidak jelas terlihat maka penulis sering memakai titik tolak mengepul.
kalimat sebagai tanda untuk menolong pembaca agar cepat menangkap
arah perkembangan paragraf. Dalam usaha menguraikan struktur c. Tindakan
kalimat, ada baiknya menguraikan struktur retoriknya juga. Ada Titik tolak paragraf berupa tindakan dinyatakan dengan
beberapa titik tolak paragraf berdasarkan unsur mana yang paling kalimat yang diawali dengan verba. Verba ditempatkan pada awal
banyak muncul sebagai tititk tolak kalimat di paragraf tersebut. kalimat pada awal paragraf. Hal itu umum sekali dalam bahasa
yang mempunyai urutan konstituen VSO. Dalam bahasa yang bertipe
a. Waktu SVO pengedepanan verba menjadi urutan yang tak tertanda.
Keterangan waktu, atau konjungsi waktu sebagai titik Dalam bahasa Indonesia, verba sebagai titik tolak sering muncul
tolak kalimat-kalimat. Pola ini sering muncul dalam wacana narasi dalam wacana narasi atau wacana arahan. Hubungan antara
atau wacana arahan. Hubungan antara kalimatnya biasanya berupa kalimatnya seringkali menyatakan hubungan temporal berurutan
hubungan temporal (bersamaan waktu atau berturutan waktu). waktu atau bersamaan waktu. Contoh:
Perhatikan contoh berikut ini.
47 48
Dibukanya tas plastik hitamnya, dikeluarkannya sebuah kependudukan sangat menunjang pemerintah dalam
bungkusan yang kelihatan gawat. Dipegangnya bungkusan menentukan kebijaksanaan pembangunan.
itu dengan sangat hati-hati, tangan isterinya dia larang f. Kontras
menyentuh. Kontras muncul sebagai pola titik tolak paragraf jika
d. Partisipan konjungsi atau adverbia yang menyatakan kontras muncul sebagai
Orang atau partisipan ditempatkan pada awal paragraf. titik tolak di satu kalimat atau lebih dalam paragraf itu. Hubungan
Partisipan (orang) dijadikan sebagai subjek dan sebagai titik tolak antarkalimatnya adalah hubungan kontras. Dapat juga terjadi hubungan
kalimat. Hal ini sering terjadi pada wacana narasi. Hubungan kontras di dalam paragraf yang berdasarkan prinsip susunan-
antarpredikasinya biasanya menunjukkan hubungan temporal. susunan yang lain. Jika hal itu terjadi, kontrasnya tidak dinyatakan
Partisipan sebagai titik tolak kalimat juga sering muncul dalam melalui titik tolak kalimat melainkan hanya melalui isinya yang
wacana lisan dengan pronomina persona pertama dan kedua sebagai berkontras. Contoh:
subjek. Dalam wacana bukan narasi hubungan kalimat sering berupa Peristiwa kedua pembolduseran padi terjadi pada PT MD yang
hubungan penggabungan, kontras atau alternatif. Contoh: membeli tanah dari warga beberapa bulan lalu. Namun
Hadirin panik seketika. Banyak diantara mereka langsung penghancuran padi oleh PT MD ini diharapkan belum banyak
membuang diri bersembunyi di kolong kursi. Pengawal sehingga padi yang belum sempat dihancurkan itu bisa dipanen.
pribadi Ozal spontan membentengi tuannya sambil
mengacungkan pistol genggamnya. Petugas keamanan g. Alternatif
lainnya seperti berlomba memberi tembakan ke udara. Alternatif muncul sebagai pola titik tolak paragraf kalau
konjungsi atau adverbia yang menyatakan alternatif muncul sebagai
e. Tema titik tolak kalimat di satu kalimat atau lebih dalam paragraf itu.
Pada struktur paragraf yang titik tolaknya berupa tema, Contoh:
subjeknya bukan orang atau pelaku melainkan hal-hal yang merupakan PT MD seharusnya bertindak bijaksana dengan memberikan
tema dan subtema paragraf tersebut. Oleh karena subjek terletak kesempatan kepada petani penggarap untuk memanennya.
di awal kalimat, maka sekaligus menjadi titik tolak kalimat. Titik Atau jika pembangunan tidak dapat ditunda, PT MD dapat
tolak semacam ini sering muncul dalam wacana deskripsi, eksposisi, memberi ganti rugi kepada petani penggarap itu.
dorongan atau argumentasi. Hubungan antarkalimatnya sering
merupakan hubungan penjelasan, kontras atau penggabungan. Contoh: h. Logika
Sensus penduduk diadakan untuk memperoleh data Beberapa hubungan logika dapat dijadikan pola titik tolak
kependudukan secara rinci. Data tentang kependudukan itu paragraf melalui konjungsi dan adverbia pada kalimat. Hubungan
berguna dalam menyusun program pembangunan. Melalui antarkalimatnya adalah hubungan implikasi atau penjelasan. Beberapa
data yang akurat baru bisa tersusun sebuah program hubungan logika yang dapat muncul sebagai titik tolak paragraf
pembangunan yang mantap. Data yang cermat tentang adalah sebagai berikut.
(a) Persyaratan : kalau ... maka ...
49 50
(b) Sebab .... akibat ...... karena ... akibatnya ... merupakan kalimat pendahuluan. Kalimat terakhir sering diucapkan
(c) Sarana-tujuan : agar ... sehingga ... dengan nada rendah, kurang keras, kemudian disusul dengan jeda
(d) Bukti-kesimpulan : maka ... jadi ... panjang yang merupakan tanda yang paling penting. (Brown dan
Contoh: Yule)
Masalah lain di respen (resettlement penduduk) ialah
sistem perladangan tradisional. Sebenarnya sistem ini 3. Paragraf Sederhana dan Paragraf Majemuk
menuntut tersebarnya penduduk, sehingga tersedia areal Paragraf sederhana adalah paragraf yang terdiri atas satu
tanah yang cukup untuk memungkinkan penduduk kelompok kalimat. Kalimat-kalimat dalam kelompok kalimat itu
berpindah ladang. Jika terpaksa tanah digunakan lagi dihubungkan dengan satu jenis hubungan saja. Istilah kelompok
untuk ladang sebelum hutan tumbuh kembali, maka kalimat dalam hal ini diartikan sebagai dua atau lebih kalaimat
makin lama tanah makin tidak subur. Oleh karena itu yang berfungsi sebagai satuan karena dihubungkan dengan satu
rencana pengelompokan penduduk dalam suatu jenis hubungan antarkalimat.
perkampungan yang besar, menuntut suatu penijauan Paragraf majemuk terdiri atas lebih dari satu kelompok
kembali metode kerja tradisional. Kalau tidak, maka usaha kalimat sehingga ada lebih dari satu jenis hubungan antarkalimat
pengelompokan yang sudah berjalan akan gagal total, yang berfungsi di dalamnya. Definisi ini agak berbeda dengan
karena para penduduk yang sudah dikumpulkan akan definisi Langacre. Bagi Langacre, setiap kelompok kalimat adalah
tersebar lagi untuk mencari tanah baru untuk berladang, paragraf sehingga paragraf majemuk adalah paragraf yang ada
karena di sekitar perkampungan areal ladang semakin paragraf-paragraf yang lebih kecil yang disematkan ke dalamnya.
berkurang dan tidak subur lagi. Tetapi pendekatan Langacre kurang cocok dengan definisi paragraf
sebagai satuan bahasa yang mengembangkan satu tema. Contoh :
2. Batas Paragraf Pada umumnya orang Makasar di Sulawesi Selatan adalah
Dalam wacana tertulis, batas paragraf jelas. Batas paragraf penganut agama Islam yang setia, akan tetapi dalam kehidupan
dalam wacana tertulis lazimnya ditandai dengan baris pertama sehari-hari masih terdapat peranan kepercayaan. Hal ini
menjorok ke dalam. Biasanya pembaca akan menerima batas itu dapat kami rasakan dengan adanya kassipalli atau larangan-
larangan dan perbuatan-perbuatan magis. Pemakaian jimat-jimat
sebagai batas paragraf yang telah ditentukan oleh penulis. Akan
masih terdapat di mana-mana. Sistem pengetahuan erat sekali
tetapi batas-batas paragraf yang telah ditentukan oleh penulis
hubungannya dengan kepercayaan, misalnya: tentang adanya
dengan menuliskan kalimat pertama yang menjorok ke dalam itu hari/bulan yang baik dan buruk, tanda tertentu yang terdapat
seringkali tidak sesuai dengan batas paragraf menurut struktur pada manusia, binatang dan sebagainya. Juga pengetahuan
linguistiknya. Misalnya, dua paragraf mengembangkan tema yang tentang pengobatan dengan menggunakan ramuan-ramuan
sama ke arah yang sama. Dalam hal ini mungkin pergantian dari akar-akaran, daun-daunan dan sebagainya.
paragraf itu belum perlu, atau kejadian yang sebaliknya. Pola yang lain adalah menempatkan kalimat ringkasan
Dalam wacana lisan, batas paragraf ditandai oleh intonasi. pada akhir paragraf. Perhatikanlah contoh berikut ini.
Kalimat pertama dari paragraf sering ditandai oleh nada tinggi, dan
51 52
Setibanya di Teluk Terima ia segera dibunuh oleh perdana Rentang yang ada dalam wacana dapat dianalisis dengan
menteri, setelah diberi kesempatan untuk membaca surat memakai bagan. Pertama, satu kolom dibuat untuk setiap partisipan
keputusan tuannya. Setelah mengerjakan tugas keji itu, yang muncul. Rentang identifikasi terdiri atas satu seri sebutan
perdana menteri pulang ke ibu kota. Selama perjalanan seorang partisipan. Sebutan itu dapat digolongkan menurut skala
pulang ia dan pengiringnya banyak mengalami gangguan kekuatan identifikasi sebagai berikut: (mulai dari yang paling kuat)
alam, karena para dewi tidak rela atas kematian Jayaprana. 1. Nama (misalnya: Kartika)
Pada akhirnya sang raja pun tidak berhasil memperisteri 2. Frase deskriptif (misalnya : tukang yang memperbaiki
Layonsari, karena ia telah membunuh diri sebelum dapat mobil saya)
didekati Sang Raja. Layonsari bersedia mati agar ia dapat 3. Kata benda (misalnya: guru itu)
menyusul suaminya yang sangat ia cintai. 4. Kata benda generik ( misalnya: orang itu)
Paragraf majemuk juga dapat memakai lebih dari satu pola 5. Pronomina (misalnya: dia/-nya)
titik tolak paragraf. Dengan kata lain, unsur kalimat yang muncul 6. Elipsis (misalnya:subjek yang dielipsiskan)
sebagai titik tolak bisa bermacam-macam. Misalnya: Setiap kali sebutan partisipan tertentu beralih dari sebutan
Waktu + partisipan yang lemah kepada sebutan yang lebih kuat itu merupakan awal
Tema + kontras dari rentang baru. Selain partisipan, perlu disediakan kolom untuk
Tema + logika menganalisis unsur yang lain seperti subjek, waktu, tempat, aspek
Waktu + tempat atau kala kata kerja (tenses). Untuk masing-masing unsur itu,
Kombinasi titik tolak dapat dilihat dari titik tolak ganda setiap kali ada perubahan (subjek, waktu, tempat, aspek) harus
dalam satu kalimat dan dari titik tolak berbeda di kalimat berbeda. dimulai rentang baru.
Menurut Hallyday, kalimat dapat mempunyai titik tolak majemuk
misalnya konjungsi + adverbia + subjek. Semua unsur kalimat sampai 5. Tema Paragraf
unsur pertama yang berfungsi di struktur semantik (unsur yang Mengidentifikasi tema paragraf tidak gampang. Identifikasi
mempunyai peranan khusus) bisa dihitung sebagai bagian titik tema paragraf dapat dimulai dengan menemukan kalimat paling
tolak kalimat. Contoh: tematis dalam paragraf itu. Seringkali kalimat pertama paling
Eh, padahal sebenarnya dia diundang dahulu .... tematis. Oleh karena itu tema paragraf sering juga ditemukan pada
(titik tolak) kalimat pertama itu.

4. Analisis Rentang
Yang dimaksud dengan analisis rentang adalah analisis
terhadap sebagian wacana yang mempunyai suatu kesamaan.
Kesamaannya bisa berupa kesamaan latar, kesamaan waktu, kesamaan
tokoh, dan sebagainya.
53 54
BAB IV proyeksi (wacana yang bagaimana sesuatu dibuat). Wacana dorongan
JENIS WACANA dibedakan atas yang plus proyeksi (nasihat) dan yang minus
proyeksi (seperti pidato). Demikian juga wacana eksposisi yang
1. Klasifikasi Wacana biasanya minus proyeksi dapat juga plus proyeksi seperti wacana
Langacre (1968, 1972, 1983) mengklasifikasikan wacana yang mengungkapkan anggaran belanja atau perencanaan ekonomi.
dalam empat tipe. Klasifikasi itu didasarkan pada dua parameter dasar Parameter yang keempat yang dikemukakan Langacre adalah
yaitu: pertalian kronologis dan orientasi agen (contingent temporal ketegangan (tension). Parameter ketegangan ini berhubungan dengan
succesion and agent orientation). Pertalian kronologis, mengacu polarisasi beberapa hal dalam wacana. Hal ini biasanya bergayut
pada adanya hubungan berurutan waktu antara peristiwa pokok dengan narasi. Wacana narasi yang episodik bersifat minus ketegangan
yang satu dengan yang berikutnya. Sedangkan orientasi agen mengacu sedangkan wacana narasi yang klimaktik (climactic narrative) bersifat
pada orientasi terhadap pelaku yang ada di dalam wacana. Kedua plus ketegangan. Namun, jenis wacana yang lain ada kemungkinan
parameter Langacre itu menghasilkan empat tipe wacana. Yang juga memiliki sifat minus atau plus ketegangan. Secara ringkas
pertama adalah wacana narasi. Wacana narasi memiliki nilai plus (+) gagasan Langacre mengenai tipe wacana dapat didiagramkan sebagai
dalam kedua parameter. Yang Kedua adalah wacana prosedural. berikut (parameter ketegangan tidak tampak).
Wacana prosedural memiliki nilai plus (+) untuk parameter pertalian
kronologis tetapi minus (-) dalam orientasi agen. Wacana prosedural
menekankan aspek perbuatan bukan pada siapa yang berbuat. Yang + Orientasi Agen - Orientasi Agen
ketiga adalah wacana dorongan (hortatory or behavioral discourse).
Wacana dorongan memiliki nilai (+) untuk parameter orientasi NARASI PROSEDURAL
agen, tetapi memiliki nilai minus (-) dalam hubungannya dengan Ramalan Bagaimana +P
parameter pertalian kronologis. Yang keempat adalah wacana membuat sesuatu
eksposisi (expository discourse) yang memiliki nilai minus (-) (+) Pertalian
kronologis
pada kedua parameter.
Cerita Bagaimana sesuatu -P
Selanjutnya, Langacre menambahkan dua parameter dalam dibuat
klasifikasi keempat wcana itu, yaitu parameter proyeksi (projection) dan
parameter ketegangan (tension). Parameter proyeksi berhubungan
dengan situasi atau aksi yang kontemplatif, sesuatu yang akan (-) DORONGAN EKSPOSISI +P
terjadi atau tidak terjadi. Dengan penambahan parameter proyeksi, Pertalian NASIHAT PROPOSAL ANGGARAN
Kronologis
wacana narasi dapat dibagi atas dua subkategori, yaitu yang bersifat PIDATO MAKALAH -P
ramalan atau (+) plus proyeksi dan yang bersifat cerita, sejarah, dan
sebagainya yang memilki nilai minus proyeksi. Wacana prosedural
dibedakan atas dua subkategori, yaitu plus proyeksi (misalnya Diagram Tipe Wacana (Langacre, 1983:5)
wacana yang menjelaskan bagaimana membua sesuatu) dan minus KETERANGAN : (+) P = PLUS PROYEKSI
(- ) P = MINUS PROYEKSI
55 56
Menurut Langacre, drama bukanlah jenis wacana tersendiri. verba atau afiks-afiks pada klausa dalam teks itu. Berikut ini peta
Drama dianggap sebagai fenomena struktur lahir, yakni hanya sebagai ringkasan jenis wacana menurut Larson (1990).
cara bercerita. Namun, Larson (1990) membuat klasifikasi yang
berbeda dengan memasukkan drama sebagai salah satu jenis Jenis Wacana Orientasi Waktu/Fungsi Tulang Struktur
Persona ilokusi punggung Primer
wacana dan memecahkan jenis wacana eksposisi dan wacana NARASI Pertama Lampau Sosok Stimulus
deskripsi. Jadi, menurut Larson terdapat enam jenis wacana yaitu Ketiga Pernyataan Kejadian Respon
wacana (1) narasi, (2) prosedural, (3) deskripsi, (4) eksposisi, (5) PROSEDURAL Tak tentu Perintah Prosedur Langkah
dorongan, dan (6) drama. Perbedaan antara jenis-jenis wacana ini Sasaran
dapat dilihat dari tujuannya. Wacana narasi bertujuan untuk DESKRIPSI Ketiga Pernyataan Tema- Sebab
menceritakan, wacana prosedural untuk memberi petunjuk, wacana Logika akibat
EKSPOSISI Ketiga Pernyataan Topik Topik
deskripsi untuk menerangkan, wacana eksposisi untuk memerikan, Sebutan
wacana dorongan untuk mengusulkan, menyarankan atau memerintah, DORONGAN Kedua Perintah Perintah Dasar
dan wacana percakapan/drama untuk menceritakan pergantian wicara. Desakan
Apabila tuturan atau percakapan bercampur-baur dalam wacana yang DRAMA/ Tergantung pada pergantian wicara dalam Pergantian
sama, hasilnya merupakan wacana dialog yang merupakan bentuk PERCAKAPAN wacana
struktur lahir yang khusus. Selanjutnya, Larson juga memilah wacana
berdasarkan orientasi persona, waktu (fungsi ilokusi), tulang punggung,
dan struktur primer wacana. Menurut Larson, pengelompokan di dalam 2. Wacana Narasi
wacana berbeda untuk tiap jenis wacana. Struktur batin wacana Kridalaksana (1984) memberikan definisi bahwa wacana
tuturan ditandai dengan struktur alur cerita. Satuannya terdiri atas narasi adalah wacana yang menonjolkan serangkaian peristiwa
kejadian lampau yang berhubungan satu sama lain dan tersusun dalam serentetan waktu tertentu. Longacre (1968) menegaskan
secara kronologis. Akan tetapi, dalam wacana prosedur, satuannya bahwa hal yang menonjol dalam wacana narasi adalah adanya
merupakan prosedur yang terdiri atas langkah-langkah yang berkaitan urutan kronologis. Urutan pengisahan mungkin saja dapat berupa
erat dan kronologis. Dalam wacana eksposisi, satuannya merupakan kilas balik atau dapat berupa urutan konvensional, namun dapat
pokok-pokok tema yang berhubungan secara logis. Dalam wacana ditelusuri urutan kronologis peristiwanya. Wacana narasi diceritakan
dorongan, satuannya merupakan perintah yang berhubungan secara dengan persona pertama atau ketiga. Orientasi persona ini akhirnya
logis. Dalam wacana percakapan/drama, satuannya merupakan berakibat pada penggunaan pronomina dalam wacana. Hal ini
pergantian wicara secara kronologis. juga dijelaskan oleh Larson (1990) yang menyatakan bahwa pelaku
Setiap jenis wacana memiliki subjenis. Subjenis itu seringkali kejadian biasanya persona pertama dan ketiga. Selanjutnya, Larson
ditetapkan berdasarkan perbedaan bentuk, misalnya media yang (1990) menjelaskan bahwa tujuan wacana tuturan ialah menceritakan
dipakai atau panjang wacana. Dengan adanya berbagai jenis wacana, kejadian, biasanya yang sudah lampau. Tulang punggung tuturan
Langacre (1972) mengingatkan bahwa jenis wacana banyak merupakan serangkaian kejadian yang biasanya berupa perbuatan.
memengaruhi struktur dan tata bahasa setiap teks, termasuk penggunaan
57 58
Setiap episode biasanya mempunyai kesatuan rentang partisipan, Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam
waktu, dan tempat. Strukturnya merupakan struktur alur. kisah. Keraf membagi plot wacana narasi dalam tiga bagian besar
Keraf (1982) berpendapat bahwa narasi merupakan suatu yaitu bagian pendahuluan, bagian perkembangan, dan bagian penutup.
bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau Bagian pendahuluan wacana narasi merupakan bagian yang menyajikan
peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami situasi dasar yang memungkinkan pembaca memahami adegan-
sendiri peristiwa itu. Sebab itu, unsur yang paling penting pada adegan selanjutnya, menentukan daya tarik selera pembaca terhadap
sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan, sehingga bagian-bagian berikutnya. Bagian pendahuluan dapat juga berbentuk
dapat dikatakan bahwa wacana narasi adalah suatu bentuk wacana suatu episode, suatu fragmen dari kejadian. Bagian perkembangan
yang sasarannya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan cerita merupakan batang tubuh yang utama dari seluruh tindak-
menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. tanduk para tokoh. Bagian ini merupakan tahap-tahap yang membentuk
Longacre (1968, 1983) juga menyatakan bahwa plot narasi dan mencakup adegan-adegan yang berusaha meningkatkan
merupakan struktur nosional dan merupakan struktur makro dalam ketegangan. Semua yang terjadi pada tahap perkembangan ini
wacana narasi. Longacre juga menunjukkan bahwa pada umumnya hanya merupakan kausalitas. Bagian ini dapat dibagi lagi atas
wacana narasi memiliki formula tagmeme sebagai berikut. beberapa bagian kecil seperti pertikaian dan pengawetan. Sedangkan
bagian akhir wacana narasi disebut bagian penutup atau denoument atau
+APERTURE + EPISODE + DENOUMENT + peleraian. Dalam bagian ini komplikasi akhirnya diselesaikan. Jadi,
ANTIDENOUMENT + CLOUSERE + FINIS bagian ini dapat dikatakan sebagai akhir dari rangkaian tindakan.
Aperture adalah tegmem tataran wacana yang berisi Tindak-tanduk seluruh narasi mulai menampakkan maknanya.
pengenalan latar tempat dan pelaku-pelaku cerita. Tagmem Closure Di samping bagian besar struktur makro (plot: pendahuluan,
('penutup') dibedakan dari Finis ('akhir') dalam hal pemberian perkembangan, dan penutupan) terdapat juga bagian-bagian kecil
komentar terhadap partisipan. Misalnya dalam closure diungkapkan dalam narasi yang juga perlu diperhatikan yakni bagian berikut.
dengan kalimat "Akhirnya mereka hidup bahagia". Disusul dengan  Judul, yang berfungsi merangsang perhatian atau sebagai
finis: "Demikianlah ceritanya". Episode, denoument, dan antidenoument ringkasan topik, ada juga yang mengatakan bahwa judul
disebut sebagai tagmem-tagmem inti. Tagmem-tagmem tersebut merupakan pemandu kesan awal (first impression).
diungkapkan dengan pelbagai ragam eksponen, lebih beragam dari jenis  Abstrak (ringkasan awal), fungsinya untuk menolong
wacana manapun. pembaca atau pendengar mengerti makna seluruh cerita.
Keraf (1982) juga menggaris bawahi bahwa setiap narasi  Latar, yakni bagian yang memperkenalkan para tokoh,
memiliki plot atau alur yang didasarkan pada kesinambungan waktu, tempat dan kegiatan sekelilingnya.
peristiwa-peristiwa dalam narasi itu. Alurlah yang menandai kapan  Rumus pembuka, yang berupa kalimat atau frase yang
sebuah narasi itu mulai dan kapan berakhir. Jika sebuah penyelesaian menandai bahwa cerita sudah dimulai, misalnya: "Pada
menjadi biang dari masalah yang timbul kemudian, maka penyelesaian
suatu hari ..." (dalam narasi dongeng bahasa Indonesia).
itu disebut penyelesaian semu.
59 60
 Peristiwa penggalak, yang merupakan awal dari rangkaian narasi adalah kausalitas dan narasi. Kausalitas mengandung hal-hal
peristiwa dalam narasi, peristiwa yang menggalakkan kejadian yang menyebabkan peristiwa-peristiwa itu diceritakan.
berikutnya. Keraf (1982) menjelaskan dengan agak rinci mengenai
 Peningkatan konflik, biasanya merupakan episode atau adegan hubungan antara perbuatan (peristiwa), motivasi, dan kausalitas.
yang menunjukkan peningkatan ketegangan. Menurut Keraf rangkaian peristiwa atau perbuatan menjadi landasan
 Klimaks, yakni bagian narasi yang menunjukkan adanya utama untuk menciptakan sifat dinamis sebuah narasi. Tindak-
peristiwa penting sehingga terjadi pemecahan masalah yang tanduk atau perbuatan sebagai unsur dalam alur juga merupakan
rumit. sebuah struktur atau membentuk struktur. Motivasi adalah penjelasan
 Ketegangan final, yakni bagian narasi yang menunjukkan secara implisit mengapa tokoh-tokoh dalam narasi melakukan hal-
hal seperti yang digambarkan. Kausalitas merupakan alasan langsung
adanya ketegangan penyelesaian.
mengapa tindakan (peristiwa) berikutnya terjadi. Motivasi merupakan
 Kesimpulan, pada bagian narasi ini sering muncul evaluasi tenaga atau kekuatan yang berada dalam diri seseorang yang
tentang makna cerita. mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Kausalitas selalu muncul
 Rumus penutup, bagian narasi yang berupa kalimat atau dalam suatu rangkaian yang logis yang dapat dikontrol oleh akal
frase yang seringkali dipakai untuk menutup cerita, misalnya : sehat dan fakta-fakta.
"Sekian". Telah dijelaskan, bahwa alur atau plot merupakan struktur
Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa baik bagian besar maupun makro narasi. Ibarat bagian besar tubuh seperti kaki, tangan, dan
bagian kecil struktur makro dapat memengaruhi struktur gramatika kepala. Struktur mikro narasi berupa hubungan antara kerangka
klausa-klausa pembentuknya. peristiwa dan unsur lain yang bukan peristiwa. Dalam pembedahan
terhadap narasi sangat penting harus diperhatikan dan dibedakan
Latar Depan dan Latar Belakang antara unsur yang merupakan garis peristiwa pokok dan unsur lain
Unsur utama dalam definisi wacana narasi yang dikemukakan
yang berfungsi untuk menjelaskan hal kausalitas dan motivasi.
oleh Kridalaksana (1984), Keraf (1982), Longacre (1968, 1972,
Bahan yang terdiri atas peristiwa-peristiwa pokok yang
1983) dan Larson (1990) adalah menonjolkan adanya serangkaian
mengembangkan jalan cerita itu biasanya disebut latar depan
peristiwa. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa tanpa peristiwa
narasi (foreground) dan bahan yang tidak berupa peristiwa pokok,
tak ada narasi. Peristiwa merupakan kerangka sebuah narasi. Jadi
jadi yang berfungsi sebagai kausalitas dan motivasi disebut latar
semua isi narasi dibangun atas dasar serangkaian peristiwa.
belakang (background) narasi (cf. Hopper 1979:213).
Namun, sebuah wacana narasi, tak terjadi atas peristiwa-
Tidak semua peristiwa termasuk dalam latar depan narasi.
peristiwa saja. Jika narasi hanya terdiri atas peristiwa-peristiwa
Peristiwa-peristiwa yang tidak mengembangkan jalan cerita yaitu
saja tidaklah cukup untuk membangun sebuah wacana narasi yang
peristiwa yang berfungsi menjelaskan kausalitas peristiwa lain,
koheren. Narasi yang terdiri atas kerangka saja (yaitu peristiwa-
termasuk latar belakang narasi itu. Antara peristiwa latar depan
peristiwa) tanpa darah dan daging (yaitu hal-hal yang bukan
yang satu dengan latar depan peristiwa yang lain biasanya terdapat
peristiwa) merupakan narasi yang mati. Darah dan daging bagi
hubungan berurutan waktu. Jika dalam perkembangan sebuah narasi
61 62
diceritakan peristiwa yang tidak berurutan waktu dengan peristiwa preterite) digunakan dalam latar depan dalam lingkungan (1) aktif
sebelumnya kemungkinan besar peristiwa itu merupakan latar belakang, sebagai lawan statif, (2) afirmatif bukan negatif, (3) subjek manusia, (4)
bukan latar depan. Penentuan peristiwa yang bersamaan waktu dan subjek orang pertama, bukan orang ketiga, (5) subjek tunggal bukan
berurutan waktu didasarkan atas pandangan penutur cerita, bukan jamak, (6) tokoh utama dalam wacana sebagai subjek bukan tokoh
seperti pandangan ahli fisika. Alat-alat gramatikal juga dapat yang lain, (7) klausa utama bukan subordinatif, dan (8) subjek berupa
digunakan untuk membedakan latar depan dan belakang narasi. nama diri bukan nomina. Pelatardepanan melalui urutan konstituen
Menurut Hopper (1979) alat-alat gramatikal yang dapat ditunjukkan oleh klausa latar depan yang cenderung berstruktur
dipakai sebagai latar depan yaitu penanda kala dan aspek (morfologi prakmatik taktertanda. Peristiwa baru dalam wacana cenderung
kala dan aspek), urutan konstituen, dan diatesis. Oleh karena dalam dikenalkan dalam predikat, dan subjek verba cenderung merupakan
bahasa Indonesia, kala dan aspek tak ditandai dengan penanda tokoh utama dalam wacana dan karenanya dipresuposisikan. Pada
morfologi khusus dan urutan konstituen serta diatesis sangat umumnya, secara praktis, strategi fokus berbeda dengan strategi
dipengaruhi oleh bentuk verba tertentu, maka ada kemungkinan pelatardepanan. Sedangkan pelatardepanan melalui diatesis biasanya
bentuk verba tertentu dapat juga dipakai untuk menandai latar dilakukan dengan menggunakan verba pasif. Verba intransitif dan
belakang dan latar depan narasi. Menurut Hopper (1979) klausa verba transitif dapat juga dipakai untuk pelatardepanan dengan
latar depan menunjukan ciri-ciri yang berbeda, yaitu menujukan menambahkan partikel tertentu (-lah).
peristiwa-peristiwa yang teratur dalam narasi, biasanya verbanya Secara ringkas Hopper menyarankan pembedahan latar depan
adalah pungtual bukan verba duratif atau iteratif. Korelasi ini dapat dan latar belakang dilakukan dengan kriteria sebagai berikut.
dikatakan sebagai korelasi antara leksikal dari verba dengan kondisi
aspek dalam wacana. Ada kecenderungan verba pungtual memiliki LATAR DEPAN LATAR BELAKANG
aspek perfektif dan sebaliknya verba duratif, statif, dan iteratif, 1. aspek perfektif 1. aspek imperfektif.
seringkali memiliki aspek imperfektif dan terdapat dalam klausa 2. berurutan secara kronologis 2. bersamaan waktu,serentak, atau
latar belakang. Peristiwa latar depan pada umumnya menunjukan 3. peristiwa yang disya ratkan oleh overlapping secara kronologis.
peristiwa sebelumnya 3. situasi atau kejadi an yang tak
peristiwa yang dinamis dan aktif.
4. identitas subjek dalam setiap disyaratkan sebelumnya.
Perlu ditekankan bahwa hanya klausa latar depan yang episode berbeda. 4. sering terjadi perubahan subjek
benar-benar diceritakan, klausa latar belakang hanya mendukung, 5. distribusi fokus dalam klausa tak 5. distribusi fokus dalam klausa
menguatkan atau mengumentari narasi, Dalam narasi, pengarang tertanda. tertanda
menegaskan adanya peristiwa. Komentar tidak merupakan pernyataan 6. topik kemanusiaan. 6. topik bervariasi, termasuk
peristiwa dalam alur cerita. Dalam latar belakang, bentuk-bentuk itu 7. peristiwanya bersifat dinamis fenomena alamiah.
kinetis 7. situasi deskriptif, statis
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang irrealis, subjungtif, verba 8. diperlukan untuk narasi 8. pernyataan atau situasi untuk
bantu, dan negatif. 9. realis mengetahui motif, sikap, dan
Sehubungan dengan pelatardepanan melalui morfologi kala sebagainya.
dan aspek, Hopper (1979) memberikan contoh fenomena dalam 9. irrealis
bahasa Perancis. Dalam bahasa Peranis "past historic" (pase simple
63 64
Selanjutnya, Grimes (1975:50--70) membedakan empat peristiwa yang bukan peristiwa pokok. Biasanya waktu peristiwa
jenis latar belakang narasi, yaitu (1) latar (setting), (2) penjelasan penjelasan itu tidak sama dengan waktu peristiwa pokok. Peristiwa
(background), (3) evaluasi (evaluation), dan (4) informasi sampingan penjelasan dapat terjadi sebelum peristiwa pokok (seperti sorot
(collateral). Kemudian, Barr (1988) menambahkan dua jenis latar balik singkat) atau sesudah peristiwa pokok (membayangkan lebih
belakang lagi yaitu identifikasi partisipan dan bahan kutipan. dahulu).
Latar (setting) adalah informasi tambahan mengenai tempat, Evaluasi adalah informasi yang menyatukan perasaan penutur
waktu, dan keadaan peristiwa dalam cerita. Informasi latar tidak cerita atau orang lain terhadap peristiwa narasi. Evaluasi dapat
merupakan inti dari peristiwa tertentu. Oleh karena itu, informasi menyatakan perasaan pencerita, pendengar, masyarakat pada
latar harus dibedakan dari unsur lokasi dan tempat yang sudah umumnya atau tokoh-tokoh tertentu yang ada dalam narasi itu
menjadi bagian utuh dari peristiwa. sendiri. Evaluasi dapat disampaikan melalui (1) pemilihan kata
Misalnya : Ia mendaki gunung. yang berkonotasi, (2) komentar sisipan, (3) dimasukkan dalam
Kata gunung dalam kalimat itu memang merupakan lokasi, dialog atau pikiran tokoh, dan (4) peristiwa yang memperlihatkan
tetapi bukan merupakan informasi latar, karena kata gunung sudah perasaan tokoh. Peristiwa yang memperlihatkan perasaan tokoh
menjadi bagian utuh dari peristiwa. Bandingkan dengan : berdwifungsi, yaitu tetap merupakan latar depan, tetapi juga ada
Ia mencari-cari adiknya di hutan yang lebat itu. unsur evaluasi di dalamnya.
Konstituen di hutan yang lebat itu dapat dikategorikan sebagai Informasi sampingan (collateral) adalah informasi mengenai
informasi lokasi. Unsur waktu yang terungkap dalam aspek atau peristiwa yang tidak terjadi atau mungkin terjadi. Fungsi informasi
kala verba juga tidak merupakan latar, karena unsur itu merupakan sampingan adalah mengontraskan peristiwa yang tidak terjadi atau
bagian inti dari peristiwa itu. Informasi latar temporal dinyatakan mungkin terjadi (belum tentu) terjadi dengan peristiwa yang
sebagai keterangan waktu (yang juga dapat mengandung peristiwa sungguh terjadi. Dengan demikian peristiwa yang terjadi itu lebih
yang bukan peristiwa pokok). Demikian juga, keterangan cara ditonjolkan. Informasi sampingan merupakan peristiwa alternatif
biasanya ada hubungan erat dengan peristiwa sehingga tidak merupakan yang dibayangkan di samping peristiwa yang memang terjadi.
informasi latar. Informasi latar keadaan dapat merupakan deskripsi Informasi sampingan dapat berupa (1) pengingkaran, (2) pertanyaan,
peristiwa yang bersamaan waktu dengan peristiwa pokok. dan (3) ramalan. Klausa yang diingkar hampir selalu merupakan
Penjelasan (background) adalah informasi yang tidak informasi sampingan, karena terjadi. Pengecualiannya adalah
merupakan peristiwa pokok narasi tetapi berfungsi menjelaskan menimbulkan alternatif yang mungkin terjadi mungkin tidak.
peristiwa itu. Informasi penjelasan dapat ditandai dengan konjungsi
Pertanyaan ya/tidak (pertanyaan konfirmasi) menimbulkan dua
seperti karena, sebab, supaya, dan lain-lain, tetapi belum tentu alternatif. Pertanyaan isi (pertanyaan informasi) dapat menimbulkan
demikian. Informasi penjelasan mungkin merupakan bagian dari
banyak alternatif. Jika pertanyaan itu berfungsi sebagai informasi
kalimat peristiwa, yaitu berupa klausa subordinat, atau dapat juga
sampingan, maka pencerita tidak mencari jawaban tetapi alternatif
berupa kalimat tersendiri. Biasanya kalimat atau klausa penjelasan
yang mana benar akan terlihat dalam wacana narasi selanjutnya.
mempunyai hubungan implikasi atau penjelasan dengan kalimat
Pertanyaan retoris, yang jawabanya jelas dari konteks, juga
peristiwa yang dijelaskan. Informasi penjelasan dapat mengandung
merupakan informasi sampingan, meskipun hal ini sering terjadi
65 66
dalam jenis wacana yang bukan narasi. Sedangkan klausa ramalan MILITAN SIKH MEMBANTAI 20 PENUMPANG KA
sebagai informasi sampingan berbeda dari ramalan penjelasan (Suara Pembaharuan, 28 Agustus 1990)
(membayangkan lebih dahulu) karena tidak berfungsi menjelaskan Beberapa pria bersenjata yang diduga kaum
peristiwa pokok, melainkan hanya memberi kemungkinan. militan Sikh, membantai sekurangnya 20 orang dan
Identifikasi partisipan (identification of participants) adalah melukai 30 orang lainya ketika mereka menembaki
penumpang kereta api di negara bagian barat laut Punjab
informasi mengenai latar belakang partisipan tertentu. Meskipun
hari Minggu, demikian laporan The Press Trust of India
partisipan merupakan bagian inti dari peristiwa tetapi jika dalam (PTI). Kelompok orang yang menyandang senjata
hal mengidentifikasi partisipan ada informasi berlebihan yang tidak
otomatik AK-47 buatan Cina itu, menyerbu masuk ke
perlu untuk tugas identifikasi saja, maka informasi itu merupakan dalam beberapa gerbong, lalu memuntahkan peluru
informasi latar belakang. senjatanya dengan membabi buta selama sepuluh menit
Bahan kutipan (quoted material) sebenarnya tidak merupakan lebih. Serangan itu terjadi setelah para pembunuh itu
jenis latar belakang tersendiri. Bahan kutipan biasanya digolongkan memaksa pengemudi kereta api berhenti pada saat kereta
berdasarkan kutipan trsebut. Jadi bahan kutipan dapat merupakan itu bergerak perlahan ke luar stasiun Kabarwala,
informasi sampingan, evaluasi, penjelasan, atau bahkan merupakan demikian, keterangan Manajer Jawatan Kereta Api Divisi
identifikasi parsipan. VD. Gupta.
Dalam hubunganya dengan latar belakang dan latar depan The United News of India menulis bahwa ada
ini perlu dikemukakan pula hipotesis Hopper dan Thompson laporan yang belum dikukuhkan, yang menyebutkan
bahwa korban tewas mencapai 75, dan menambahkan
dalam "Trasitivity Hypothesis". Hopper dan Thompson menyatakan
bahwa para penyerang penumpang yang menghambur
bahwa makin transitif sebuah verba, maka verba itu makin cenderung keluar dari gerbong untuk menyelamatkan diri ke ladang-
digunakan sebagai pengungkap latar depan cerita. Pernyataan ini ladang.(Rtr/AM/D-3)
kemudian dikuatkan lagi dengan pernyataan Hopper dalam
"Ergative, Passive, and Active in Malay Narrative" (1989) yang Fungsi Frase Verbal
mengungkapkan bahwa pelatarbelakangan pada hakikatnya dapat Setidaknya terdapat dua unsur frase verbal yang berpengaruh
didefinisikan sebagai kerangka wacana semantik klausal. Fungsi dalam hubungannya dengan wacana, yaitu aspek dan diatesis. Baik
wacana bagi pelatarbelakangan merupakan fungsi yang rumit, tidak aspek maupun diatesis biasanya melekat pada frase verbal. Meskipun
dapat disederhanakan menjadi satu patrameter ketransitifan. Hal demikian belum tentu setiap bahasa memiliki unsur aspek dan
yang sama diungkapkan oleh Montolalu (1985). Montolalu memberikan diatesis. Meskipun suatu bahasa memiliki unsur aspek dan diatesis,
derajad ketransitifan verba yang terdapat dalam bahasa Indonesia. peran keduanya dalam wacana perlu diperjelas.
Kemudian menghubungkannya dengan fungsinya dalam wacana. Banyak bahasa menggunakan aspek perspektif untuk latar
Perhatikan contoh analisis yang membedakan latar depan depan. Aspek yang lain biasanya menandai latar belakang. Namun
dan latar belakang dalam wacana narasi berita berikut ini. belum tentu latar depan suatu peristiwa hanya dilukiskan dengan
satu bentuk verba. Seringkali lebih dari satu bentuk verba yang
dipakai tetapi aspeknya sama. Sebagai contoh, dalam bahasa
67 68
Perancis baik il protesta (lampau historis) maupun il proteste (lampau pemfokusan. Jika ada konstituen tertentu ditempatkan di awal
majemuk) dapat dianggap sebagai aspek perspektif. Bahasa Inggris kalimat, maka timbul semacam ambiguitas. Tidak begitu jelas,
mengijinkan penggunaan kala kini untuk latar depan pada puncak apakah unsur pada awal kalimat itu menjadi topik kalimat atau
cerita, tetapi tidak boleh menggunakan aspek kontinuatif. sebagai konstituen yang ditekankan sebagai informasi baru. Hal
Jumlah kala dan aspek untuk latar belakang biasanya lebih seperti itu dapat dianalisis dengan menghubungkannya dengan
banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kemungkinan hubungan kalimat kontrasnya.
temporal antara unsur latar belakang dengan peristiwa pokok Pemilihan diatesis dapat menentukan konstituen klausa
(sebelumnya, bersamaan waktu, sesudahnya). Latar depan hanya yang menjadi subjek. Subjek mempunyai makna retoris. Biasanya
menggunakan aspek perfektif biasa karena hubungan antara subjek berfungsi sebagai tema lokal di klausa, apalagi kalau
peristiwa-peristiwa latar depan bersifat urutan kronologis. Dalam subjek terletak di awal klausa. Kalau ada konstituen lain yang terletak
bahasa Indonesia, misalnya, ada unsur aspek yang berperan pada awal klausa unsur tematis berkurang tetapi masih ada.
membedakan latar depan dari latar belakang, misalnya: sedang , Dalam bahasa Indonesia, tampaknya pemilihan bentuk
sudah, pernah. Tetapi unsur aspek itu sering sekali berupa unsur verba dapat juga menentukan konstituen yang menjadi subjek.
tidak wajib (boleh hadir, boleh tidak). Pemilihan bentuk verba dapat digunakan untuk menentukan letak
Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia unsur aspek tidak konstituen subjek. Tegasnya, dalam bahasa Indonesia pemilihan
begitu jelas berperan. Akibatnya unsur diatesis lebih banyak berperan. bentuk verba tertentu dapat juga mengubah urutan konstituen
Namun demikian, dalam bahasa Indonesia pun unsur diatesis tidak dalam klausa. Dengan demikian pengaturan tema lokalnya
begitu jelas ciri pembedanya. Maksudnya, masih diragukan apakah kemungkinan juga berubah.
benar bahasa Indonesia memiliki unsur diatesis. Sehubungan dengan itu, Brown dan Yule (1983)
Ciri pembeda verba berdiatesis aktif-pasif dalam bahasa mengemukakan adanya problem linearisasi. Mereka menyatakan
Indonesia tidak begitu jelas. Dari penelitian Poerwadi (1991) bahwa salah satu kendala pembicara atau penulis adalah bahwa
diketahui bahwa sebenarnya morfem-morfem verba dalam bahasa pembicara atau penulis hanya dapat memproduksi satu kata pada
Indonesia tidak dapat secara jelas dipilah menjadi dua jenis diatesis suatu waktu. Ketika ia mengurutkan kata-kata tunggal dalam
aktif-pasif. Akibatnya cara diatesis membedakan latar depan dan kalimat dalam teks, terjadilah problem linearisasi. Hal ini akan
latar belakang lebih kabur daripada cara aspek berfungsi. Membedakan memengaruhi interpretasi pendengar atau pembaca terhadap
latar depan dari latar belakang merupakan salah satu fungsi utama wacana. Perhatikanlah urutan konstituen berikut ini.
aspek. Tetapi hal tersebut hanya merupakan fungsi sekunder bagi - Ayah memukul Ardi
diatesis. Fungsi utama diatesis adalah mengatur tema lokal. Fungsi - Ardi memukul ayah
ini pun penting bagi analisis wacana. - Ayah dipukul Ardi
- Ardi dipukul ayah
Diatesis dan Tema Lokal Dengan memperhatikan keempat kalimat di atas, tampak
Tema lokal adalah tema dalam satu klausa. Urutan konstituen jelas bahwa secara linear urutan konstituen memengaruhi siapa
dapat memiliki fungsi ganda, yaitu untuk pentopikan dan untuk yang menjadi agen dan siapa yang menjadi pasien dalam kalimat
69 70
transitif. Jika terjadi elipsis, maka pembicara akan meramalkan, Seringkali narasi global dinyatakan pada kalimat-kalimat
konstituen mana yang dielipsiskan. awal narasi. Satu subbagian pohon narasi juga dapat dikenali
Selanjutnya Brown dan Yule (1983) menegaskan bahwa secara langsung sesudah itu dengan tema lokalnya sendiri. Hal
urutan konstituen dapat memengaruhi struktur pesan (struktur ini biasanya diikuti oleh setting temporal dan mungkin juga setting
informasi) dalam kalimat. Struktur informasi berpengaruh terhadap lokatif. Setting itu berupa frase temporal bebas atau frase lokatif
organisasi bagian yang lebih luas. Jadi jika ada perubahan urutan bebas. Tema subpohon ini tetap berlaku hingga temporal tunggal
konstituen, ada kemungkinan terjadi perubahan struktur informasi atau urutan logis diikutkan. Jika terjadi pemutusan, narator harus
dan organisasi wacana. memberi tahu pendengar atau pembacanya tentang tema yang akan
Brown dan Yule (1983) beranggapan bahwa dalam kalimat dibicarakan dan tema yang telah dibicarakan dalam konteks
kompleks, organisasi tema ditandai oleh setiap klausa. Istilah tema berikutnya.
digunakan untuk mengacu pada kategori formal, yaitu konstituen Harus diakui, pendapat Grimes mengenai tema global,
paling kiri dari sebuah kalimat. Setiap kalimat sederhana memiliki tema lokal dan penerusan tema lokal, belum tentu cocok dengan
tema dan rema. Tema adalah titik tolak ujaran. Rema adalah konstituen gejala yang ada dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
lain yang ada dalam kalimat. Rema terdiri atas apa yang dinyatakan kurang tegasnya ciri pembeda antara diatesis aktif dan diatesis
oleh pembicara atau berkenaan dengan titik tolak ujaran. pasif. Sebagai gantinya, Poerwadi (1991) menyarankan penegakan
Tema adalah apa yang digunakan oleh pembicara atau dan penerusan tema lokal dibicarakan dari segi bentuk verba yang
penulis sebagai titik tolak (point of departure). Dalam banyak hal, dipilih sebagai predikatnya. Hal ini disebabkan oleh besarnya
tema kalimat deklaratif berupa frase nominal, pada kalimat pengaruh bentuk verba terhadap urutan konstituennya. Dalam
interogatif berupa kata tanya, dan pada kalimat imperatif berupa bahasa Indonesia pemilihan bentuk verba tertentu dapat memengaruhi
verba imperatif. urutan konstituennya. Oleh karenanya, pemilihan bentuk verba juga
Grimes (1975) menyatakan bahwa setiap narasi paling dapat memengaruhi pola penegakan dan penerusan tema lokalnya.
tidak memiliki satu tema. Seluruh narasi dapat dipertimbangkan Poerwadi (1991) menemukan pola penegakan dan penerusan
memiliki struktur batin yang dapat disajikan melalui diagram tema lokal dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
pohon. Narasi memiliki tema global. Subpohon di dalamnya dapat
dipecah lagi dalam subpohon yang lain, yaitu paragraf-paragraf. 1. Pola 1
Tegasnya, dalam wacana narasi dapat ditemukan adanya tema Pada klausa atau kalimat dengan verba transitif (Vt)
global (kurang lebih pada tataran klausa). sebagai predikatnya, tema lokalnya ditegakkan dengan agen (A)
Tema global melingkupi seluruh narasi. Tema lokal hanya atau subjeknya (S). Kemudian tema lokal itu diteruskan dengan
merupakan sebagian narasi sebelum ada tema lokal baru atau agen (A) atau subjek (S) pada klausa atau kalimat dengan predikat
kembali ke tema global. Tema global merupakan kerangka hierarki verba transitif (Vt), verba taktransitif (Vtt), verba semitransitif
narasi dalam keseluruhannya. Subpohon dalam tema global ikut (Vst), atau verba statif. Pola dasar penegakan tema lokal semacam
serta menyusun substruktur narasi. ini adalah : A Vt P/S Vtt/S Vst. Perhatikan contoh berikut ini.
71 72
Mereka mengangkut getah dari Pekanbaru, mereka peristiwa. Pola ini sangat biasa dipakai pada wacana narasi cerita
menempuh jarak 1000 km .... tapi menurut saluran berliku-liku pendek bahasa Indonesia. Pada pola ini juga tampak bahwa
dengan gelap, seperti jalan-jalan di waktu malam menuju meskipun telah terjadi transformasi pasif, peran agen tetap menjadi
danau. (Sitor Situmorang) penerus tema lokal. Dalam hal ini ada kecenderungan bahwa letak
Kali ini Salome membuang jauh-jauh gundah
agen atau subjek yang preverbal atau postverbal tidak berpengaruh
gulananya. Sepanjang jalan Salome tertawa-tawa. Hari ini ia
terhadap penerusan tema lokal.
benar-benar gembira. (Danarto)
Pada contoh di atas tema lokal ditegakkan dengan subjek/ Jika kedua pola yang telah diterangkan di atas digabungkan
agen mereka pada klausa dengan predikat verba transitif. Tema menjadi satu, maka didapat satu rumusan pola penegakan dan
lokal itu kemudian diteruskan dengan subjek pada klausa kedua penerusan tema lokal pada kalimat atau klausa dengan predikat
dengan predikat verba semi transitif, dan diteruskan lagi dengan verba transitif. Rumusan pola ini ialah:
subjek yang dielipsiskan pada klausa ketiga dengan predikat A Vt P/S Vtt/S Vst/S Vs/Vp A P/P Vp A
verba taktransitif. Dalam hal ini elipsis tidak menjadi masalah benar, Dalam hal ini klausa dengan predikat verba pasif keadaan
sebab subjeknya memang dapat ditelusuri dari klausa sebelumnya. memiliki sifat sama dengan klausa berpredikat verba statif.
Pada contoh lain, tema lokal ditegakkan dengan subjek/agen
pada kalimat dengan predikat verba transitif. Tema lokal itu 2. Pola 2
kemudian diteruskan dengan subjek pada kalimat dengan predikat Pada klausa atau kalimat dengan predikat verba semitransitif,
verba statif seperti kalimat kedua dan ketiga. tema lokalnya ditegakkan dengan subjeknya. Tema lokal itu dapat
Pola lain yang terdapat pada klausa atau kalimat dengan diteruskan dengan agen pada klausa atau kalimat berpredikat verba
predikat verba transitif adalah tema lokal ditegakkan dengan agen transitif atau pasif. Pola ini dapat dirumskan sebagai berikut:
atau subjek. Kemudian tema lokal itu diteruskan dengan agen S Vst/S Vtt/S Vs/A Vt P/Vp A P/P Vp A
pada klausa atau kalimat dengan predikat verba pasif tindakan. Contoh:
Pola dasar penegakan dan penerusan tema lokal ini ialah: A Vt Kalau malam dia merasa sunyi sekali, tidak didengarnya
suara orang mengaji. Setiap juru rawat masuk ke kamarnya
P/Vp A P/P Vp A
nenek itu selalu bertanya, kapan ia boleh keluar.
Contoh : Pola penegakan tema lokal dan penerusan tema lokal dalam
Dengan sekali pukul dia menghajar singa baru itu. Dimintanya
pensil dari pegawainya. Ditandainya selingkar di leher singa itu,
klausa atau kalimat dengan predikat verba semitransitif ini sering
berputar seperti kalung. (NH Dini) digunakan dalam bagian perkembangan cerita pendek.
Contoh di atas menunjukkan bahwa tema lokal ditegakkan dengan
subjek/agen dia pada kalimat pertama dengan predikat verba 3. Pola 3
transitif. Kemudian tema lokal itu diteruskan dengan agen -nya Pada klausa atau kalimat dengan predikat verba taktransitif,
pada kalimat kedua dan ketiga dengan predikat verba pasif tindakan. tema lokal ditegakkan dengan subjeknya. Kemudian tema lokal itu
Pola ini seringkali digunakan untuk menggambarkan adanya diteruskan dengan subjek pada klausa dengan predikat verba
serangkaian tindakan, baik yang berupa perstiwa atau yang bukan taktransitif, transitif, semitransitif atau verba statif. Pola dasar
73 74
penegakkan dan penerusan tema lokal demikian dapat dirumuskan statif lokatif, tema lokal ditegakkan dengan subjeknya. Kemudian
sebagai berikut: S Vtt/ A Vt P/ S Vst/ S Vs tema lokal diteruskan dengan subjek pada konstruksi S Vs, S Vst
Contoh : atau dapat diteruskan dengan agen konstruksi A Vt P. Pola dasar
Ia bangun terjaga di rumah ini dan tidur larut malam. Ia penegakkan dan penerusan tema lokal tipe ini adalah : S Vs/ S
bujang satu-satunya, dan mengerjakan sejak menyapu bilik bilik Vtt/ S Vst/ A Vt P. Dalam hal ini klausa dengan predikat verba
seluruh rumah sampai halaman. Juga menimba, bahkan kadang- pasif keadaan memiliki sifat sama dengan klausa berpredikat verba
kadang pergi ke pasar. (Suparto Broto) statif. Contoh :
Pola penegakkan dan penerusan tema lokal semacam ini Pada suatu malam aku terkejut mendengar banyak anak
sering digunakan dalam bagian wacana yang merupakan latar belakang berteriak-teriak di depan rumah. Aku keluar dan melihat si cebol
cerita. Misalnya, untuk identifikasi partisipan seperti contoh di dikerumuni bahkan dipukuli anak-anak. Waktu aku melihatnya
atas. Jika tema lokal ditegakkan dengan subjek pada klausa atau pertama kali, aku terkejut dan merasa ngeri. (Gayus S)
kalimat berpredikat verba taktransitif dan tema lokal itu diteruskan Disamping itu, terdapat pula tema lokal yang ditegakkan
dengan agen pada konstruksi A Vt P atau Vp A P, maka bagian dengan subjek pada klausa atau kalimat berpredikat verba statif.
wacana itu mengemukakan serangkaian aksi yang dilakukan oleh Kemudian, tema lokal itu diteruskan dengan pasien pada klausa
pelaku tertentu. Bagian rangkaian konstruksi semacam ini terdapat atau kalimat dengan predikat verba pasif (yaitu pada konstruksi
dalam bagian perkembangan cerita. Contoh : pasif dengan urutan konstituen P Vp A). Dalam hal ini, agen pada
Herodiah buru-buru turun dari chariotnya. Dihampiri- konstruksi pasif itu sering tidak dihadirkan, demikian pula konstituen
nya Salome yang pelan-pelan turun dari kudanya sendiri. pasiennya. Pola dasar penegakkan dan penerusan tema lokal ini
Herodiah menatap wajah Salome lama sekali, penuh kerinduan adalah: S Vs/ (P) Vp (A)
dan kasih sayang. (Danarto). Contoh:
Pola penegakan dan penerusan tema lokal seperti contoh Di hadapanku terbaring jenazah bekas muridku dalam
itu dapat dirumuskan sebagai S Vtt/ Vt A P/ A Vt P. Tema lokal sebuah peti mati yang bernama terbelo. Almarhumah sedang
yang ditegakkan dengan subjek pada klausa atau kalimat dengan dihormati dengan suatu tata cara yang asing dan ganjil, tanpa
predikat verba taktransitif juga dapat diteruskan dengan pasien pada kehadiran ayah, ibu, atau saudara-saudaranya yang terdekat.
kalimat atau klausa berpredikat verba pasif dengan konstruksi (SN. Ratmana)
P Vp A. Jadi pola dasarnya S Vtt/ P Vp A. Pada contoh di atas tampak bahwa pada konstruksi klausa
Contoh : atau kalimat dengan predikat verba statif, tema lokal tetap ditegakkan
Aku segera berbalik ke rumah. Sesampai di rumah, dengan konstituen subjeknya meskipun subjek itu tidak terletak di
aku dihujani pertanyaan oleh seisi rumah. Aku tidak meladani sebelah kiri verbanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
mereka. (SN. Ratmana) tidak semua konstituen yang berada di sebelah kiri verba selalu
menjadi tema lokal. Sebaliknya, tidak semua konstruksi pasif agennya
4. Pola 4 meneruskan tema lokal, karena pada konstruksi pasif (P) Vp (A)
Pada klausa atau kalimat dengan predikat verba statif, baik konstituen pasienlah yang menjadi penerus tema lokal.
berupa verba statif-ekuatif, statif deskriptif, statif-eksistensial, atau
75 76
Pola penegakkan dan penerusan tema lokal pada kalimat Meskipun sering kali pola penegakan dan penerusan tema
dengan predikat verba statif ini sering terdapat pada bagian lokal dengan predikat verba pasif, terutama pada konstruksi PVpA
pendahuluan cerita. Pola ini sering digunakan untuk mengungkapkan ini terdapat pada bagian perkembangan cerita, namun seringkali
peristiwa latar belakang cerita. Jadi, meskipun tema diteruskan digunakan untuk melukiskan latar belakang cerita. Hal ini dipengaruhi
dengan konstruksi pasif yang tak ada agennya, jika konstruksi oleh sifat konstituen pasien dan agen pada konstruksi semacam itu.
pasif itu disertai agen (agennya hadir), biasanya agen itu berupa frase Biasanya konstituen pasien dan agen pada konstruksi semacam itu
nominal yang terakhir. bersifat taktakrif atau tidak jelas, atau bahkan dielipsiskan.
Dengan demikian, terdapat dua pola dasar penegakkan dan
penerusan tema lokal pada klausa atau kalimat dengan predikat 6. Pola 6
verba statif. Kedua pola dasar itu ialah: S Vs/ S Vtt/ S Vst/ A Vt P Pada klausa atau kalimat dengan predikat verba pasif,
dan S Vs/ (P) Vp (A). Kedua pola penegakkan dan penerusan yaitu pada konstruksi pasif dengan urutan konstituen Vp A (P),
tema lokal itu memiliki distribusi dan fungsi pelatarbelakangan tema lokal ditegakkan dengan agennya. Tema lokal itu kemudian
yang sama. diteruskan dengan agen pada konstruksi yang sama, atau pada agen
konstruksi A Vt P, atau dengan subjek pada konstruksi S Vtt dan S
5.Pola 5 Vst. Pola dasar penegakan dan penerusan tema lokal ini dapat
Pada klausa atau kalimat dengan predikat verba pasif, yaitu dikaidahkan sebagai berikut: Vp A (P)/A Vt P/S Vtt/S Vst. Pada
pada konstruksi pasif dengan urutan konstituen P Vp (A), tema konstruksi pasif yang pasien agennya berada di sebelah kanan
lokal ditegakkan dengan pasien yang mendahului verba itu. Tema verbanya ini konstutuen agennya seringkali berupa klitika -nya
lokal itu kemudian diteruskan dengan subjek pada konstruksi yang dan sering kali agennya harus hadir. Meskipun agennya berupa
sama, atau diteruskan dengan subjek pada konstruksi S Vtt, S klitik, tetapi tema lokalnya tetap ditegakkan dengan agennya.
Vst, atau agen pada konstruksi A Vt P. Pola dasar penegakan dan Contoh:
penerusan tema lokal ini dapat dirumuskan sebagai: P Vp (A)/ Dihentikannya mobil tepat di tangga candi induk. Dia
S Vtt/ S Vst/ A Vt P. membalas salam beberapa orang yang dikenalnya dengan
Contoh: anggukan kepala. Setelah berkeliling sebentar agar
Pengawal-pengawal segera dititahkan Baginda untuk kelihatan sibuk, dia mendekati pegawai-pegawainya yang
menyusulnya, tetapi segala kata-kata mereka akan adanya sedang membuka balutan pembungkus singa seman.( NH Dini)
binatang-binatang berbahaya tak pernah Salome hiraukan. Dengan hati-hati dibukanya tas plastik hitamnya dan
Mereka malah disuruhnya pulang. Juga banyak perwira yang dikeluarkannya sebuah bungkusan yang kelihatan gawat.
berebutan untuk menjaganya. Tetapi mereka tak pernah dia Pegangnya bungkusan itu dengan sangat hati-hati, tangan
acuhkan.(Danarto) istrinya dia larang menyentuh. (Yasso Winarto)
Akhirnya, dia dipanggil juga menghadap Herodes dan Pola penegakkan dan penerusan tema lokal semacam ini
para perwira. Di sebuah meja bundar ia harus duduk hampir selalu terdapat pada bagian perkembangan cerita dan selalu
menghadapi mereka. (Danarto) melukiskan peristiwa-peristiwa latar depan cerita. Konteks konstruksi
77 78
ini juga selalu didahului dengan semacam kalimat yang mendahuluinya. pasif dengan pasien postverbal pada umumnya berfungsi menyatakan
Kalimat yang "mendahului" itu berfungsi untuk menjelaskan secara latar depan cerita.
pasti pelaku aksi tersebut dan memudahkan pelacakan pelaku aksi.
Oleh karenanya, agen (pelaku) pada konstruksi ini selalu sudah Identifikasi Partisipan dan Kedudukan Partisipan
jelas. Agen cukup dinyataklan dengan klitika -nya, bukan dengan Wacana narasi, memiliki dua unsur utama yang sangat
frase nominal yang lengkap. Disamping itu, untuk menjaga kejelasan berpengaruh yaitu peristiwa dan partisipan/referen. Unsur peristiwa
agen itu seringkali agen wajib hadir. terutama berhubungan dengan frase verbal, dan dianalisis melalui
Jika pola penegakkan dan penerusan tema lokal ada klausa frase verbal, sedangkan referen/partisipan terutama berhubungan
atau kalimat dengan verba pasif digabungkan, maka terdapat dua dengan nomina dan dianalisis melalui frase nominal. Dua hal yang
pola penegakkan dan penerusan tema lokal, yang berbeda pola pantas dianalisis berhubungan dengan partisipan adalah masalah
dan fungsinya. Kedua pola penegakan dan penerusan tema lokal identifikasi referen dalam wacana dan cara menunjukkan kedudukan
itu itu adalah sebagai berikut. masing-masing referen. Yang dimaksud referen adalah siapa atau
I. P Vp (A)/ S Vtt/ S Vst/ A Vt P apa yang ada di dunia nyata atau khayal yang dibicarakan dalam
II. Vp A (P)/ A Vt P/ S Vtt/ S Vst teks. Dalam hal ini, partisipan (biasanya makhluk hidup) maupun
Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara konstruksi penunjang (biasanya benda mati) dapat digolongkan juga sebagai
pasif dengan pasien preverbal dan pasien postverbal. Meskipun referen. Sedangkan istilah identifikasi adalah cara linguistik yang
keduanya adalah konstruksi pasif, yaitu konstruksi dengan predikat menunjukkan referen tertentu. Referensi bisa saja sama, tetapi istilah
verba pasif, namun keduanya memiliki fungsi, distribusi, dan pola identifikasi berbeda. Perhatikanlah contoh di bawah ini. Kata atau
penegakan dan penerusan tema lokal yang berbeda. Kedua konstruksi frase yang bercetak miring di bawah ini menunjukkan referensi yang
pasif itu juga memilki unsur-unsur konstituen wajib yang berbeda. sama tetapi dinyatakan dengan istilah identifikasi yang berbeda.
Jika konstruksi pasif dengan pasien preverbal mewajibkan 1) Sopir itu adalah orang yang memukul dia.
kehadiran konstituen pasien dan membolehkan elipsis agen, maka 2) Orang yang pakai sarung itu memukulnya.
konstruksi pasif dengan pasien postverbal mewajibkann kehadiran 3) Dia memukul dokter itu.
konstituen agen dan membolehkan elipsis pasien. Dari segi 4) Dia dipukul orang itu.
penegakan dan penerusan tema lokal terdapat perbedaan juga. Jika Istilah identifikasi itu dapat digolongkan menurut skala
pada konstruksi pasif dengan pasien proverbal dengan tema lokal kekutan identifikasi. Berikut ini adalah nama istilah identifikasi
ditegakkan dengan pasiennya, maka pada konstruksi pasif dengan yang diurutkan mulai dari yang paling kuat.
pasien postverbal tema lokal ditegakkan dengan agennya. Kedua 1. Nama (misalnya: Susi, Ardi, dan sebagainya)
konstruksi pasif ini tidak mungkin berada dalam satu pola penegakan 2. Frase nominal dengan klausa relatif (misalnya: tukang yang
dan penerusan temal lokal. Fungsi kedua konstruksi itu dalam memperbaiki mobil saya, atau contoh (2) di atas)
wacana pun berbeda. Konstruksi pasif dengan pasien preverbal 3. Frase nominal sederhana (misalnya: Guru baru itu)
seringkali berfungsi menyatakan latar belakang cerita. Konstruksi 4. Nomina (misalnya: guru)
5. Nomina generik (misalnya: orang itu)
79 80
6. Pronomina/kata ganti (misalnya dia) 2. Frase nominal dengan atau tanpa pembilang atau artikula.
7. Imbuhan persona/klitika persona (misalnya: -nya) 3. Frase nominal dengan klausa relatif, atau
8. Elipsis ( misalnya, subjek atau objek yang dielipsiskan). 4. tambahan terhadap tiga butir di atas berupa informasi tentang
Skala ini mungkin sedikit berbeda untuk bahasa tertentu. latar belakang kehidupan partisipan, atau informasi mengenai
Setiap istilah identifikasi partisipan tertentu beralih dari istilah penampilan fisik atau sifat-sifat pribadi.
identifikasi yang lemah kepada istilah identifikasi yang lebih kuat 5. Pronomina persona pertama tunggal.
itu merupakan awal dari rentang identifikasi yang baru. Jadi identifikasi
terdiri atas seri istilah identifikasi seorang partisipan. Perlu diingat b. Partisipan nonmayor sentral
bahwa istilah identifikasi tertentu dipilih dengan pertimbangan 1. Nama yang mengacu ke nama diri, nama tempat, dalam situasi
semantis, bukan pertimbangan gramatikal. yang kurang menarik.
Istilah identifikasi yang pertama untuk suatu referen biasanya 2. Frase nminal dengan pembilang atau tanpa pembilang.
berbeda dari istilah identifikasi yang berikutnya. Seringkali pengenalan 3. Frase nominal dengan klausa relatif.
yang pertama dalam suatu teks bersifat khusus, misalnya dengan 4. Nomina bernyawa atau tidak bernyawa.
klausa eksistensial. Contoh:
Di suatu kampung, ada seorang janda. c. Partisipan minor
Ada orang di bawah pohon. 1. Nama dengan keterangan apositif mengenai hubungan dengan
Istilah identifikasi sesudah pengenalan pertama biasanya partisifan mayor.
lebih singkat. Misalnya, menggunakan frase nominal yang lebih 2. Nomina dengan imbuhan persona.
pendek, nomina umum (common noun), pronomina bebas atau 3. Frase nominal dengan pembatas yang bertalian dengan
dengan elipsis. Istilah identifikasi (baik pada waktu pertama pekerjaan partisipan.
diperkenalkan maupun pada kesempatan berikutnya) tergantung
pada kedudukan referen itu dalam cerita. Cara pemakaian istilah B. Istilah identifikasi yang dipakai dalam perkenalan ulangan.
identifikasi untuk referen yang terpenting akan berbeda dari a. Partisipan mayor sentral
referen yang kurang penting. Salea-Warouw (1991) mengungkapkan 1. Nama yang mengacu ke nama diri atau tempat.
bahwa sistem pengacuan partisipan dalam bahasa Indonesia, 2. Nomina dengan imbuhan persona.
terutama dalam wacana narasi, tergantung dari (1) kedudukan 3. Frase nominal.
partisipan dalam cerita, (2) kapan istilah identifikasi itu dipakai, 4. Frase nominal dengan klausa relatif
(3) waktu memperkenalkan pertama kali atau sesudahnya. Selanjutnya 5. Pronomina persona ketiga tunggal, dia (untuk partisipan khusus).
Salea-Warouw (1991: 120--122) mengemukakan sistem pengacuan
dalam wacana narasi bahasa Indonesia sebagai berikut. b. Partisipan mayor nonsentral
Istilah identifikasi yang dipakai untuk memperkenalkan partisipan. 1. Nama yang mengacu ke nama diri atau tempat.
a. Partisipan mayor sentral 2. Nomina dengan imbuhan persona.
1. Nama yang mengacu ke nama diri, nama tempat. 3. Frase nominal.
81 82
4. Frase nominal dengan klausa relatif. nama Tuhan, Allah subhanahu wataala, atau Junjunganku. Hal-hal
itu bertalian dengan kebudayaan pemakai bahasa Indonesia, jadi
c. Partisipan minor termasuk situasi nonlinguistik, (Salea-Warouw, 1991 : 121-123).
1. Nama tanpa keterangan tambahan. Cara untuk menunjukkan bahwa referen berkedudukan tinggi
2. Nomina dengan imbuhan persona. biasanya berpatokan pada hal-hal berikut.
3. Frase nominal. 1. Sering muncul dalam teks
Istilah identifikasi diganti dengan istilah lain apabila partisipan 2. Disebutkan sebelum referen yang kurang penting
hadir terus dalam satu paragraf secara berturut-turut. Jika nama 3. Ada peran yang lebih aktif, misalnya: penutur (bukan pendengar),
orang muncul pertama, penggantinya adalah pronomina atau nomina pelaku (bukan penderita)
atau frase nominal. Sebaliknya, jika pada perkenalan partisipan 4. Menjadi pusat dalam hubungan sosial.
digunakan frase nominal tidak tentu, penggantinya adalah pronomina Misalnya, jika ada dua partisipan (Hasan dan Tono).
atau nomina atau nama atau frase nominal tanpa pewatas tak tentu. Hasan adalah ayah Tono. Jika Hasan berkedudukan lebih tinggi
Apabila terjadi penggantian istilah sesudah kejadian, lalu kembali dari Tono, Tono mungkin disebut sebagai anak Hasan atau
ke istilah pada awal kejadian, berarti identifikasi partisipan akan anaknya, tidak menggunakan nama Tono. Sebaliknya, kalau
mulai dengan rentang baru. Tono berkedudukan lebih tinggi daripada Hasan, Hasan
Penggunaan nama pada awal paragraf suatu kejadian mungkin disebut sebagai ayah Tono atau ayahnya, tidak
menandai partisipan yang tematis. Jika kembali pada penggunaan menggunakan nama Hasan. Hal yang sama berlaku untuk
istilah pada awal paragraf suatu kejadian sebelum kejadian itu hubungan sosial lain, misalnya raja, pelayan, dan sebagainya.
berakhir, itu berarti ada topikalisasi partisipan tersebut. Biasanya 5. Lebih banyak menggunakan diatesis aktif (verba transitif) dari-
berlaku untuk partisipan mayor. pada pasif (fokus pasien). Namun demikian, masih terbuka
Pelesapan istilah identifikasi partisipan terjadi apabila ada kemungkinan lain untuk mengetahui cara menunjukkan kedudukan
asumsi bahwa pendengar atau pembaca sudah mengetahuinya referen. Setiap bahasa memiliki cara yang khusus untuk itu.
karena sudah disebutkan sebelumnya. Pelesapan istilah juga terjadi Pengertian referensi bagi kelompok lebih rumit lagi
untuk menghindari pengulangan mubazir atau memberikan kesan dibandingkan dengan partisipan tunggal. Referensi terhadap
bahwa sesuatu atau keadaan berlaku secra umum. kelompok dapat berubah dengan tiga cara, yaitu:
Situasi-situasi yang memengaruhi pemilihan istilah-istilah 1. Keikutsertaan partisipan baru, atau pengeluaran partisipan
pengacuan partisipan yakni hubungan antara partisipan-partisipan lama, sehingga ada pembesaran atau pengecilan kelompok
yang terlibat dalam satu kejadian, kedudukan sosial referen, dan 2. Penggabungan kembali. Hal ini termasuk kelompok yang
ketakziman kepada sang pencipta. bergabung dan berpisah, tetapi masingmasing tetap memegang
Selain itu ada partisipan istimewa yang dalam kebudayaan identitasnya. Anggota semula tetap kelihatan dalam cerita.
Indonesia menempati posisi yang penting dalam keluarga. Partisipan 3. Perubahan ruang lingkup seperti lensa pembesar pada kamera,
itu diidentifikasi dengan istilah anak dan bayi. Juga terdapat partisipan
tertinggi atau partisipan supermayor yang diidentifikasikan dengan
83 84
bisa dibidikkan lalu mengubah ruang lingkup yang kelihatan. khas wacana eksposisi. Wacana eksposisi terdiri dari informasi
Yang diubah, hanya pendengar dari penutur/pengarang yang tentang tema yang berhubungan secara logis.Contoh :
seakan-akan pindah ke tempat lain. Kemiskinan adalah suatu yang tidak menyenangkan.
Jika anda miskin, anda tidak berharga di mata orang. Di
3. Wacana Prosedural pertemuan, mereka tidak memperhatikan apa yang anda
Tujuan wacana prosedural ialah untuk memberi petunjuk, katakan. Wanita juga tidak mencintai pria yang miskin. Mereka
menyukai pria yang punya uang, pakaian, dan banyak barang
atau langkah-langkah kronologis dalam mengerjakan sesuatu. Tiap
lainnya.
prosedur merupakan satuan. Kejadian sering berupa sebuah proses.
Selain itu, jika anda miskin, anda tidak dapat
Pelakunya biasanya tidak disebutkan. Lazimnya aksi atau perbuatan menyekolahkan anak anda. Akan tetapi jika anda punya uang,
diikuti pasien (penderita). Selain itu, proposisinya sering berisi anda mampu menyekolahkan mereka. Anak anda yang
konsep alat atau cara. Pengelompokan struktur semantisnya sejajar bersekolah memerlukan uang sekolah, pakaian dan uang jajan.
dengan langkah dan prosedurnya. Contoh : Jika anda tidak mempunyai uang, anda tidak dapat membayar
Cara Membuat Telur gabus semua ini. (Larson,402)
Campur tepung terigu dengan tepung kanji, garam, Perhatikan, pembukaannya menyatakan tema wacana itu.
dan soda kue. Setelah rata, tambahkan telur ayam. Aduk- Tema wacana itu kemudiaan disertai tiga dasar yang membuktikannya.
aduk. Setelah itu tuangi air sedikit demi sedikit sambil Materi itu dikelompokkan ke dalam enam kalimat, masing-masing
terus diaduk hingga adonan dapat dibentuk. Bila adonan
dibentuk tiga sampai enam klausa.
sudah bisa dipulung, hentikan penambahan air. Bentuk
adonan menjadi bulat memanjang dengan bentuk runcing
dikedua ujungnya, lalu gorenglah hingga matang. 5. Wacana Deskripsi
Untuk membuat lapisan luar, didihkan air Wacana deskripsi sering dimasukkan atau digolongkan dalam
bersama gula jawa yang telah diiris halus. Setelah kedua wacana eksposisi. Keduanya sama, dalam arti keduanya tidak
gula larut, aduk-aduk hingga cairan berbenang. Kemudian kronologis. Keduanya hanya memiliki sebuah topik yang
masukkan telur gabus. Aduk terus hingga seluruh kue dikembangkan. Wacana eksposisi terdiri dari pokok-pokok tentang
berbalut gula. tema yang berhubungan secara logis. Dalam wacana deskripsi
Perhatikanlah, bahwa bentuk verba yang digunakan dalam pokok-pokok yang berhubungan dengan tema sering berupa
wacana prosedural sangat berbeda dengan wacana narasi. Dalam hal proposisi keadaan alih-alih proposisi kejadian. Hubungan pewatas
ini, wacana prosedural lebih banyak menggunakan verba imperatif atau (qualifier) dan atribut sering muncul dalam proposisi. Topik inti sering
verba dasar. berupa benda, yaitu orang, tempat, atau binatang, walaupun dapat
juga berupa kejadian.
4. Wacana Eksposisi Contoh:
Tujuan wacana eksposisi ialah untuk menerangkan dan Burung pelatuk ialah burung yang bekerja. Burung ini tinggal
membuktikan. Hubungan komunikasi bersifat nonkronologis. di lubang pohon yang digalinya sendiri. Ia tidak duduk
Adanya kejelasan orientasi, penjelasan, dan logika adalah cirri seperti burung-burung lain, melainkan mengikat dirinya di
85 86
samping pohon dengan ekornya. Badan burung pelatuk kecil tidak belajar, suatu hari kau akan menyesal. Jika temanmu
sekali, tetapi sangat kuat. Burung ini makan telur semut, mengajak kau membolos untuk pergi dan melakukan hal-hal
larva, dan serangga.Tidurnya di lubang pohon, dan terbangnya yang tidak berguna, jangan hiraukan mereka (Larson,408).
tinggi dan jauh. Dalam wacana dorongan, konstituennya merupakan perintah
Perhatikanlah, deskripsi atas topik paragraf di atas yang berhubungan secara logis dan merupakan usulan atau seuatu
mempunyai tiga bagian. Pertama, teks itu memerikan ciri-ciri yang harus dilakukan. Perintah terdiri dari perbuatan yang diusulkan
burung pelatuk yang membedakannya dengan burung lain. ditambah dengan alasan dan tujuan pendukung. Beberapa hal yang
Kemudian teks itu memerikan badannya, dan terkhir kebiasaan dapat digunakan sebagai patokan penggolongan ke dalam wacana
hidupnya. Semua ini dinamakan topik 1, 2, dan 3. Topik pertama dorongan antara lain sebagai berikut:
dan terakhir mempunyai beberapa sebutan. 1. Tujuan utama adalah menyampaikan sesuatu berdasarkan
pendapat penulis/penutur sendiri. Hal itu dapat diidentifikasi
6. Wacana Dorongan dari judul atau kalimat-kalimat pertama.
Tujuan wacana dorongan bertujuan untuk mengusulkan, 2. Unsur dorongan yang muncul baik di awal maupun di akhir wacana.
menyarankan, atau memerintah. Tulang punggung strukturnya 3. Jumlah kalimat dorongan yang relatif besar.
adalah serangkaian perbuatan yang merupakan perintah. Di seluruh 4. Tidak terikat pada waktu tertentu.
teks pelakunya berupa orang kedua. Hal itu merupakan ciri wacana Dalam wacana dorongan setidak-tidaknya terdapat tiga
ini. Dalam wacana dorongan, ada beberapa perbuatan yang tidak unsur yang dapat diidentifikasi. Ketiga unsur itu ialah:
berada dalam sosok utama, atau tulang punggung. Perbuatan yang 1. Motivasi dorongan (yaitu dasar atau alasan agar mengikuti
tidak merupakan tulang punggung merupakan latar belakang. Latar perintah dalam wacana dorongan).
belakang berhubungan dengan sosok utama melalui hubungan 2. Situasi konflik yang mungkin akan terjadi.
komunikasi yang nonkronologis. Peran cara (manner) sering 3. Unsur perintah, yaitu tindakan yang disarankan yang merupakan
terdapat dalam gugus proposisinya. Proposisi itu sendiri sering inti dorongan.
mengandung konsep yang merupakan penderita (pasien). Dari ketiga unsur di atas, yang termasuk latar depan wacana
Konstituen alat (instrumentalia) juga sering muncul dalam proposisi dorongan adalah unsur perintah. Tetapi latar depan tidak terbatas
ini. Pengelompokan proposisi tidak terlalu tergantung pada pada perintah. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa semua
pengurutan kronologis kejadian. Perintah diberikan dengan unsur persuasi termasuk latar depan.
argumentasi yang mendukung perintah.
Contoh: 7. Wacana Percakapan
Nak, kemari dan duduklah. Ada yang ingin saya bicarakan Tujuan wacana percakapan yaitu untuk menceritakan
denganmu. Kau pergi ke kota yang jauh, tak ada sanak saudara sesuatu dengan pergantian wicara. Bentuk struktur lahirnya biasanya
tinggal di sana. Kamu akan belajar melakukan sesuatu yang disebut "drama". Strukturnya merupakan serangkaian pergantian
dilakukan oleh orang-orang kulit putih. Sewaktu kau di sana,
wicara, dan setiap wicara merupakan wacana kecil yang dapat
jangan menghabiskan waktumu untuk bermain-main. Belajarlah
terus, karena tidak akan ada gunanya bermain-main. Jika kau
dianalsis. Wacana-wacana kecil ini berhubungan satu sama lain.
87 88
Ditinjau dari segi peran para pesertanya, wacana dialog dipercakapkan. Pembicaraan itu mengarah pada perintah. Selain
atau polilog (keduanya merupakan wacana percakapan) merupakan itu, pergantian peran sebagai pembicara dan pendengar itu juga
wacana timbal balik (reciprocal). Menurut Cook (1989:55), merupakan ciri pembeda yang sangat penting.
wacana jenis ini merupakan satu jenis wacana yang dihasilkan
oleh orang-orang yang berinteraksi timbal balik. Dalam dialog atau Prinsip-prinsip Wacana Percakapan
polilog itu penerima pesan dapat memberikan tanggapan langsung Melakukan percakapan tidak hanya bertujuan memberikan
terhadap ujaran pembicara (pada saat itu pendengar berganti peran informasi kepada mitra tutur. Untuk tujuan itu, para peserta dialog
sebagai pembicara). Tanggapan itu diberikan secara langsung tanpa atau polilog harus menyadari tugas mereka dalam mengembangkan
menundanya. Hal inilah yang membedakannya dengan wacana tak dialog atau polilog. Selain itu, para peserta percakapan perlu
timbal balik (non-reciprocal, seperti wacana monolog). Pada melakukan segala sesuatu yang dapat mendukung pengembangan
wacana taktimbal balik, peserta (dalam hal ini pendengar) tidak percakapan sesuai dengan yang diinginkan. Menafsirkan dan
dapat langsung berperan sebagai pembicara. Pendengar tidak dapat memahami ujaran peserta lain merupakan salah satu contoh tugas
memberikan tanggapan langsung pada pembicara. Tanggapan bisa peserta percakapan.
dilakukan dengan menundanya, karena situasinya yang tidak Keenan dan Schieffelin (1983:79-80) mengidentifikasi tugas-
memungkinkan untuk memberikan tanggapan. tugas peserta percakapan. Tugas pendengar setidak-tidaknya seperti
Dialog atau polilog merupakan suatu peristiwa tutur berikut ini.
(speech event) yang berbeda dengan peristiwa tutur yang lain. a. memperhatikan ujaran pembicara,
Dialog atau polilog dapat terjadi bila ada dua orang atau lebih b. memahami ujaran pembicara,
sedang melakukan pembicaraan. Satu orang berperan sebagai c. mengidentifikasi objek, individu, ide, peristiwa, dan lain-
pembicara atau penutur, sedang yang lain berperan sebagai lain yang mempunyai peranan dalam penentuan topik, dan
pendengar atau penerima. Peran ini berlangsung secara bergantian d. mengidentifikasi hubungan semantik antara referensi dan
dalam satu periode tertentu. topik.
Dialog atau polilog itu terjadi apabila terdapat unsur-unsur
pokok (a) penerima, (b) topik, dan (c) alih tutur. Seorang pembicara Tugas pembicara adalah sebagai berikut:
dalam wacana percakapan yang berhasil dalam melakukan dialog a. mengucapkan ujaran dengan jelas,
atau polilog pada suatu saat harus dapat berperan sebagai penerima b. menyelamatkan perhatian pendengar,
yang baik. Unsur penerima itu sangat penting dalam dialog atau c. menyediakan informasi yang memadai bagi pendengar
polilog. Penerima itu merupakan salah satu ciri pembeda wacana untuk mengidentifikasi objek dan hal-hal lain sebagai
percakapan dengan wacana monolog. Sesuatu yang dibicarakan bagian dari topik, dan
dalam dialog atau polilog itu disebut topik. Pembicaraan seperti d. menyediakan informasi yang memadai bagi pendengar
dokter dengan perawat pada waktu operasi (seperti: “Ambilkan untuk merekonstruksi hubungan semantis antara referensi
gunting”; “Ambilkan kapas”, dan sebagainya) bukan merupakan dalam topik.
dialog atau polilog. Dalam situasi seperti itu tidak ada topik yang
89 90
Untuk mengembangkan percakapan dengan baik ada suatu diatur secara ketat oleh moderator. Di sini terdapat pembatasan-
panduan yang perlu diperhatikan. Salah satu panduan itu dikemukakan pembatasan yang ketat dalam hal peralihan tutur, misalnya waktu
oleh Grice (dalam Richard dan Schmidt, 1983:20-22) yang dikenal dibatasi tiga menit.
dengan nama prinsip kerjasama (maxims of cooperative behavior). Polilog sering melibatkan beberapa orang. Pergantian
Prinsip-prinsip itu dituangkan dalam empat prinsip berikut. peran pembicara dalam polilog tidak secara acak karena mengikuti
a. Prinsip kuantitas, artinya hanya mengatakan sesuai dengan suatu pola yang tertentu. Peralihan peran mengikuti suatu kaidah
yang diperlukan. yang disebut kaidah alih tutur. Para peserta yang baik biasanya
b. Prinsip kualitas, artinya mengatakan yang benar dan betul memenuhi kaidah peralihan tutur tersebut.
saja. Dalam suatu percakapan, pada umumnya para peserta telah
c. Prinsip relasi, artinya hanya mengatakan sesuatu yang mengetahui tentang suatu konvensi siapa yang seharusnya
sesuai dan berhubungan dengan yang dibicarakan. berbicara, kapan harus berbicara, dan berapa lama waktu yang
d. Prinsip cara, artinya mengatakan dengan cara jelas, digunakan berbicara (Richards dan Schmidt, 1983). Orang-orang
sederhana, ringkas, runtut, dan tak mendua arti. yang melanggar aturan tak tertulis itu dapat dianggap tidak sopan.
Jika keempat prinsip kerjasama itu diperhatikan, maka Misalnya, memonopoli pembicaraan, ingin selalu menang dalam
percakapan akan dapat berkembang dan lebih menarik. Prinsip pembicaraan, tidak memberi kesempatan peserta lain berbicara,
tersebut merupakan suatu prinsip percakapan yang ideal. Percakapan dan sebagainya.
yang berhasil biasanya juga mengikuti prinsip kesopanan (politeness). Dalam interaksi di kelas dan dalam diskusi, pergantian
Prinsip kesopanan itu dirumuskan menjadi tiga butir, yaitu (a) tutur itu diawali dengan mengacungkan tangan. Seorang yang
jangan memaksa (don’t impose), (b) berikan pilihan (give option), mengacungkan tangannya berarti dia telah mengajukan dirinya
dan (c) buat perasaan pendengar tetap baik (make your receiver sebagai calon pembicara. Mengangkat tangan merupakan suatu
feel good). norma dalam meminta izin dalam kelompok untuk mengambil alih
pembicaraan. Namun, keputusan akhir untuk menjadi peran
Alih tutur dalam percakapan pembicara tergantung pada guru atau moderator.
Alih tutur (turn taking) dalam suatu pertukaran percakapan Alih tutur yang terjadi dalam percakapan ditentukan oleh
sangat penting. Terjadinya peralihan tutur merupakan syarat kemauan dan tanggung jawab para peserta untuk mengembangkannya.
terbentuknya wacana. Peralihan tutur itu akan menimbulkan pergantian Bila mereka ingin mengakhiri interaksinya itu, misalnya, pergantian
peran peserta dalam percakapan. tutur akan berlangsung agak lamban dan akhirnya para peserta
Alih tutur dalam percakapan yang tidak resmi tidak diatur tidak saling mengambil alih peran pembicara. Namun, bila para
secara ketat. Peralihan tutur terjadi secara alami menurut suatu peserta masih ingin melanjutkan pembicaraan, peralihan tutur akan
norma yang telah disepakatinya. Norma-norma itu tidak tertulis. berlangsung dengan relatif cepat.
Hal inilah yang membedakan wacana tidak resmi dengan wacana Ada konvensi dalam percakapan yang cukup penting. Bila
lain yang resmi seperti diskusi, sidang di pengadilan, sidang di ada peserta lain yang sedang berbicara, peserta lain tidak diperkenankan
DPR, dan sebagainya. Dalam diskusi, misalnya, pergantian tutur memotong pembicaraan. Memotong pembicaraan merupakan
91 92
suatu hal yang melanggar kaidah alih tutur. Bila pemotongan Fungsi Ujaran Ujaran Kedua
pembicaraan terjadi berulang-ulang, maka peserta itu akan Pertama Disukai Tidak Disukai
mendapatkan sangsi dari kelompoknya. Pemotongan pembicaraan 1. Permintaan Pengabulan Penolakan
sering dianggap tidak sopan oleh beberapa orang. 2. Penyampaian Penerimaan Penolakan
3. Penilaian Persetujuan Tak setuju
4. Pertanyaan Jawaban yang Jawaban yang tak
Pasangan ujaran terdekat
diharapkan diharapkan
Pola peralihan tutur yang menggunakan pasangan ujaran
5. Kutukan Penolakan Penerimaan
terdekat banyak digunakan oleh para peserta percakapan. Menurut
Cook (1989:53-57) pasangan ujaran terdekat itu terjadi apabila (Cook, 1959:54)
ujaran seseorang dapat membuat atau memunculkan suatu ujaran
lain sebagai tanggapan. Sebagai contoh, ujaran yang berupa salam Perbedaan ujaran tanggapan dengan dua sisi (dikotomi) di
akan memunculkan tanggapan yang berupa salam, ujaran panggilan atas sebenarnya sulit untuk diterima. Dalam kenyataan sehari-hari,
akan memunculkan tanggapan yang berupa jawaban, dan sebagainya. ujaran tanggapan itu mempunyai beberapa kemungkinan tafsiran.
Pasangan ujaran terdekat itu terdiri atas dua ujaran. Ujaran Sebuah pujian mungkin akan ditanggapi dengan berbagai kemungkinan
pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu ujaran kedua. seperti penerimaan, persetujuan, pergeseran, atau pembalikan
Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran seperti contoh di bawah ini.
pertama. Cook (1989:54) membedakan ujaran tanggapan (ujaran
kedua) menjadi dua macam, yaitu ujaran yang disukai dan tidak A: Bajumu bagus sekali! (pujian)
disukai (preferred dan dispreferred). Sebagai contoh, ujaran
permintaan dapat ditanggapi dengan ujaran yang menunjukkan Kemungkinan tanggapannya:
pengabulan dan penolakan. Pengabulan merupakan suatu tanggapan B: Terima kasih. (penerimaan)
yang menyenangkan, sedangkan penolakan merupakan tanggapan B: Ya memang ini bagus. (persetujuan)
yang tak menyenangkan. Tanggapan yang menyenangkan pada B: Ah, jangan begitu. Ini kan baju bekas. (penolakan)
dasarnya merupakan tanggapan yang diharapkan oleh pembicara. B: Ibu saya yang membelikan ini. (penggeseran)
Sebaliknya, tanggapan tak menyenangkan merupakan jawaban B: Terima kasih. Saya juga senang model bajumu (pengembalian)
yang tak diharapkan oleh pembicara. Namun, Cook mengingatkan
bahwa kriteria untuk menentukan jenis tanggapan tersebut bersifat Perhatikan contoh di atas dengan seksama. Ujaran
tidak mutlak. tanggapan tidak hanya ada dua macam kemungkinan. Richard dan
Hubungan antara ujaran pertama dan kedua dalam kaitannya Schmidt (1983:127-130) mendeskripsikan beberapa kemungkinan
dengan dua jenis tanggapan tampak pada tabel berikut ini. pasangan ujaran tersebut. Di bawah ini dicontohkan beberapa
kemungkinan pasangan ujaran terdekat.
(a) Salam – Salam
A: Helo!
93 94
B: Hai!
(h) Pujian – (a) menerima, (b) menyetujui, (c) menolak, (d)
(b) Panggil – Jawab menggeser, (e) mengembalikan.
A: Nina! A: Bajumu bagus sekali! (pujian)
B: Ada apa? B: Terima kasih. (penerimaan)
B: Ya memang ini bagus. (persetujuan)
(c) Tanya – Jawab B: Ah, jangan begitu. Ini kan baju bekas. (penolakan)
A: Apa kamu punya buku? B: Ibu saya yang membelikan ini. (penggeseran)
B: Punya. B: Terima kasih. Saya juga senang model bajumu (pengembalian)
Hubungan timbal balik dari pergantian wicara ini bisa agak
(d) Salam pisah – Salam jalan rumit karena adanya perubahan waktu, modus, dan persona. Isi
A: Selamat berpisah! pergantian wicara ini dapat berupa tuturan (narasi), eksposisi,
B: Selamat jalan! dorongan, prosedur, atau bahkan dialog atau drama.
(e) Menuduh – (a) mengakui, (b) mengingkari, (c) membenarkan, (d) 8. Ketidakselarasan Antara Tujuan dan Struktur Lahir
memaafkan diri, (e) menantang Seringkali terjadi ketidak selarasan antara tujuan dan
A: Kau makan kueku, ya? (menuduh)
struktur lahir wacana. Ketidakselarasan itu, antara lain terjadi
B: Ya, maafkan, ya! (mengakui)
B: Tidak! (mengingkari) karena suatu wacana yang secara semantik mengandung tujuan
B: Saya sangat lapar. Hanya sepotong kok! (membenarkan) tertentu, direalisasikan dengan struktur lahir yang tidak sesuai
B: Seharusnya tidak kauletakkan di sini! (memaafkan diri) dengan tujuan. Misalnya, ada wacana narasi yang struktur lahirnya
B: Ya, kau mau apa? (menantang) lebih mirip wacana dorongan. Atau sebaliknya, ada wacana
dorongan yang struktur lahirnya mirip wacana narasi.
(f) Menawari – (a) menerima, (b) menolak Wacana narasi bertujuan menceritakan sesuatu tetapi
A: Mau ini? (menawari) seringkali styruktur lahirnya menggunakan struktur lahir wacana
B: Ya! (menerima) dorongan. Sebaliknya, wacana dorongan bertujuan memberi
B: Terima kasih. Aku baru saja makan. (menolak) persuasi atau nasihat tetapi struktur lahirnya bisa menggunakan
struktur lahir wacana narasi. Jika wacana yang tidak selaras itu
(g) Memohon – (a) mengabulkan, (b) menangguhkan, (c) dipakai berkali-kali dapat muncul subjenis wacana baru, misalnya
menolak, (d) menantang dongeng yang mengandung pendidikan tentang budi pekerti.
A: Dapatkah kau membantuku? (memohon)
B: Pasti! (mengabulkan)
B: Dapat, tapi aku ke kampus dulu. (menangguhkan)
9. Wacana Sematan
B: Nggak! (menolak)
B: Mengapa selalu aku? (menantang)
95 96
Wacana yang disisipkan pada jenis wacana tertentu disebut BAB V
wacana sematan. Misalnya, dalam wacana narasi dongeng seringkali MASALAH INTERPRETASI WACANA
disematkan wacana prosedural, eksposisi, dan deskripsi.
Longacre memberi contoh tentang sebuah teks yang mempunyai
bentuk gramatikal wacana prosedural, tetapi sebenarnya secara 1. Referensi dan Inferensi
semantis merupakan pemerian. Materi dalam wacana ini pada Istilah referensi dalam analisis wacana dapat diartikan
dasarnya merupakan pemerian, materi ini diberikan dalam bentuk sebagai ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/
prosedur, artinya dalam wacana itu pembaca seolah-olah ikut penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik
tour yang terpandu melalui daerah dan kota yang disebutkan, dan dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik.
diceritakan dalam persona kedua. Perhatikan wacana berikut ini. Referensi diciptakan oleh pengirim pesan (pembicara atau
Sesudah meninggalkan Cuernavaca yang mengagumkan penulis). Pendengar atau pembaca harus menafsirkan referensi
dan yang dipenuhi turis itu, Anda melanjutkan perjalanan ke seperti yang dipikirkan oleh pengirim pesan.
arah barat daya melalui daerah pedesaan yang indah, Perhatikanlah contoh berikut ini.
pegunungan berbatu-batu, sungai kecil, dan tetumbuhan yang
Heri sudah merasa kenal dengan Ani. Dia ingin menikahi Ani.
padat. Dengan mengalihkan pandangan Anda ke atas, Anda
akan melihat pemandangan yang indah dari sebuah stalaktit
Perhatikanlah, kata dia pada kalimat kedua mengacu kepada Heri.
yang besar dan panjang. Sesudah melihat dunia fantasi bawah Dalam konteks itu acuan (referensi) untuk kata dia adalah Heri.
tanah ini, Anda masuk ke mobil lagi, melewati lagi jalan besar,
dan berangkat ke Taxco desa paling indah di Mexico Tengah. Acuan yang bergeser
Sekarang pendakian Anda ke atas menjadi semakin Ungkapan yang sama dalam sebuah wacana sering
menegangkan, karena pengemudi Anda melewati serangkaian mempunyai acuan yang berbeda. Namun, dengan memperhatikan
tikungan yang mendebarkan dengan kecepatan tinggi yang konteksnya, pergeseran acuan itu tetap dapat dipahami. Pergeseran
kelihatannya membahayakan. Walaupun ia membunyikan acuan biasanya tidak menimbulkan kesalahan tafsir. Perhatikan
klaksonnya pada tiap belokan, Anda merasa tenang belaka.... contoh berikut.
(Larson)
Perhatikan sekali lagi contoh teks di atas. Bukankah wacana Cara Membuat Ayam Goreng Bandung
itu secara gramatikal merupakan wacana prosedural? Akan tetapi Ayam(1) dicuci sampai bersih lalu dipotong-potong.
sebenarnya secara semantik, wacana itu merupakan wacana Letakkan ayam(2) itu dalam wajan. Tuangkan bumbu pada ayam(3)
wacana eksposisi, yaitu memerikan suatu daerah wisata di Mexico. Tutup wajannya dan rebus sampai airnya habis. Selama merebus,
Wacana di atas itu merupakan contoh wacana yang memiliki ayam(4) perlu diaduk sesekali agar bumbunya merata. Setelah
ketidak-selarasan antara semantik dan struktur lahir wacana. airnya habis, angkat dan tiriskan ayam(5) itu. Setelah itu gorenglah.
Jika ayam (6) sudah berwarna kuning, diangkat dengan serok yang
halus.
97 98
Kata ayam pada contoh di atas, digunakan enam kali. Pada contoh di atas, ungkapan mantan Menteri Pendidikan
Penggunaan ungkapan ayam itu mempunyai acuan berbeda-beda. dan Kebudayaan, Daud Yusuf dan doktor lulusan Universitas
Acuan ungkapan itu bergeser sesuai dengan konteksnya. Sorbone Perancis mempunyai acuan yang sama. Penggunaan
Pergeseran referen kata ayam pada contoh di atas dapat dijelaskan ungkapan yang berbeda-beda itu dapat menolong pembaca dalam
sebagai berikut. menafsirkan acuan. Pembaca dapat mengidentifikasi acuan Daud
Ayam(1): daging ayam yang akan dimasak Yusuf sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Ayam(2): daging ayam yang akan dimasak dan telah dipotong-potong doktor lulusan Universitas Sorbone Perancis.
Ayam(3): daging ayam yang akan dimasak dan telah dipotong-
potong dan telah dimasukkan dalam wajan. Ungakapan sama acuannya berbeda (deiksis)
Ayam(4): daging ayam yang akan dimasak dan telah dipotong- Dalam proses komunikasi, banyak ungkapan yang mempunyai
potong, telah dimasukkan wajan dan telah diberi bumbu. acuan berubah-ubah (tidak hanya bergeser). Perubahan acuan itu
Ayam(5) : daging ayam yang akan dimasak dan telah dipotong- disebabkan oleh perubahan konteks. Kata demonstrativa (kata
potong, telah dimasukkan wajan dan telah diberi bumbu penunjuk) dan pronomina (kata ganti) sangat peka pada perubahan
dan direbus. konteks. Demonstrativa eksofora, misalnya, mempunyai acuan
Ayam(6): daging ayam yang akan dimasak dan telah dipotong- yang sangat bergantung pada konteks. Perhatikan contoh berikut ini.
potong, telah dimasukkan wajan dan telah diberi bumbu, Ambil ini! (sambil menunjuk buku)
direbus, dan telah digoreng. Kata ini pada ujaran di atas merupakan acuan eksofora.
Acuan kata ini pada contoh itu adalah buku yang ditunjuk. Namun,
pada konteks yang berbeda, kata ini mungkin mengacu pada acuan
Ungkapan berbeda acuannya sama lain. Acuan yang sering berubah-ubah itu dinamakan deiksis.
Acuan (referen) yang sama tidak selalu diungkapkan Kata-kata deiksis dalam bahasa Indonesia antara lain adalah: ini,
dengan ungkapan yang sama. Seorang pembicara atau penulis itu, begitu, begini, pronomina persona (saya, dia, kamu, dan
dapat menggunakan ungkapan yang berbeda untuk acuan yang sebagainya), di sini, di situ, kemarin, lusa, saat ini, besok, sekarang, dan
sama. Penggunaan ungkapan berbeda untuk acuan yang sama sebagainya.
bertujuan untuk menggunakan variasi ungkapan dan atau memberikan Referensi yang berhasil dalam komunikasi
Dalam berkomunikasi, pembicara atau penulis menggunakan
informasi tambahan. Perhatikanlah contoh berikut ini.
ungkapan untuk mengacu pada hal tertentu. Melalui ungkapan itu,
pembaca atau pendengar mencari acuan yang dimaksud pembicara
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daud Yusuf,
atau penulis. Referensi yang diperlukan dalam berkomunikasi
mengaku heran. Setiap hadir dalam suatu acara, selalu saja
adalah referensi yang berhasil. Referensi yang berhasil adalah
yang ditanya tentang NKK/BKK. Tetapi mungkin yang
referensi yang sesuai dengan maksud pembicara atau penulis. Oleh
lebih heran adalah para penanyanya. Soalnya, doktor
sebab itu, agar pembaca atau pendengar dapat memahami amanat
lulusan Universitas Sorbone Perancis ini selalu saja
bahasa yang sedang berlangsung bergantung pada pengenalan atau
membenarkan tindakannya.
99 100
identifikasi pembaca atau pendengar terhadap referensi yang adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan
dimasuk pembicara atau penulis berdasarkan ungkapan yang oleh apa yang tersurat (eksplikatur). Memahami implikatur dalam
dipakai untuk mengacunya. Sebagai contoh, pada ujaran Heri berkomunikasi berarti membuat inferensi berdasarkan ungkapan
sudah merasa kenal dengan Ani. Dia ingin menikahi Ani. Kata yang tersurat. Perhatikan contoh berikut ini.
Heri dan dia menunjuk pada entitas tertentu yaitu seorang lelaki (Seorang suami mengatakan pada istrinya yang sedang
dengan ciri tertentu, yang ingin menikahi Ani. Ciri-ciri lengkap berada di sampingnya)
entitas Heri, ada dalam benak pembicara atau penulis. Jika Suami : Ah dingin sekali!
pendengar atau pembaca dapat menafsirkan ciri entitas Heri sesuai Ujaran suami pada contoh di atas, bila tidak disertai dengan konteks
dengan ciri yang dimaksud oleh pembicara atau penulis, maka yang jelas dapat ditafsirkan bermacam-macam, antara lain:
pendengar atau pembaca dikatakan berhasil mengidentifikasi 1. permintaan kepada istrinya untuk mengambilkan baju
referens yang dimaksud. hangat atau minuman hangat untuk menghangatkan
tubuhnya;
Inferensi 2. permintaan kepada istrinya untuk menutup jendela agar
Inferensi berarti membuat simpulan berdasarkan ungkapan angin tidak masuk kamar sehingga udara di dalam
dan konteks penggunaannya. Dalam komunikasi, inferensi hanya kamar menjadi hangat
dilakukan oleh pembaca atau pendengar saja. Perhatikan contoh 3. permintaan kepada istrinya agar ia dihangati.
berikut. Makna (1), (2), dan (3) tersebut disebut makna implikatur. Makna
(a) Harto melemparkan batu kuat-kuat. yang tersurat pada contoh di atas adalah “informasi mengenai
(b) Kaca jendela Pak Karto Pecah. keadaan hawa yang dingin”. Makna yang tersurat disebut
(c) Pak Karto marah kepada Harto. eksplikatur. Contoh itu menunjukkan adanya perbedaan makna
Jika ketiga kalimat di atas ditata secara berurutan, maka implikatur dan makna eksplikatur.
akan terasa ada informasi yang hilang. Mengapa Pak Karto marah Pada komunikasi yang nyata, masyarakat bahasa banyak
kepada Harto? Jawaban atas pertanyaan ini dapat dibuat oleh menggunakan implikatur (percakapan). Dalam komunikasi timbal-
pembaca atau pendengar. Pembaca atau pendengar menduga balik, dalam konteks budaya Indonesia, penggunaan implikatur
bahwa batu yang dilemparkan Harto mengenai kaca jendela Pak menimbulkan kesan lebih sopan. Misalnya, untuk tindak tutur
Karto. Oleh karena itu Pak Karto marah kepada Harto. Proses memerintah, meminta, memberi nasihat, dan menegur. Tindak
mencari informasi yang hilang ini termasuk inferensi. tutur yang banyak melibatkan reaksi emosi mitra tutur pada
Memberi makna terhadap sesuatu yang tersirat (sering umumnya lebih baik bila disampaikan dengan implikatur.
disebut implikatur) juga termasuk membuat inferensi. Proses Implikatur sebuah ujaran dapat dipahami antara lain
memberi makna implikatur itu memerlukan waktu yang relatif dengan menganalisis konteks pemakaian ujaran. Pengetahuan dan
lama dibandingkan dengan memahami eksplikaturnya. Istilah kemampuan menganalisis konteks pada waktu menggunakan
implikatur berantonim dengan istilah eksplikatur. Menurut Grice bahasa sangat menentukan ketepatan dalam menangkap
(dalam Brown & Yule, 1986:31) dan Pratt (1981), implikatur
101 102
implikatur. Konteks sangat menentukan makna sebuah ujaran. sesuatu yang dapat membuat tidak lapar. Reaksi yang sesuai untuk
Perhatikan contoh ini. ujaran itu adalah tindakan mengajak penutur pergi ke rumah makan.
Saya akan ke Sampit. Perhatikan pula ujaran berikut ini.
Makna ujaran itu tergantung pada konteksnya. Ujaran itu (Hari sudah gelap. Seorang ibu berseru kepada anaknya
dapat bermakna janji, pernyataan maksud, dan menduga rencana yang masih berada di luar rumah).
yang akan dilakukan. Jadi, ujaran tersebut masih mengandung Nak, jangan pulang!
unsur ketaksaan (ambigu), maknanya tergantung konteks. Dalam Ujaran itu tidak dimaksudkan untuk menyuruh anaknya
situasi yang demikian, kemampuan untuk membuat inferensi berada di luar terus meskipun hari sudah gelap. Sebaliknya, ibu itu
sangat diperlukan. Ujaran tersebut kemungkinan mempunyai menyuruh anaknya secara tidak langsung untuk segera pulang. Ibu
makna sebagai berikut. itu bermaksud meminta atau mengingatkan anaknya agar segera
Saya berjanji bahwa saya akan ke Sampit pulang karena hari sudah gelap. Permintaan itu disampaikan dengan
Saya memberitahu (padamu) bahwa saya akan ke Sampit menggunakan implikatur. Tuturan itu memiliki makna eksplikatur
Saya menduga (pada waktu itu) saya akan ke Sampit “perintah agar si anak tidak pulang”, tetapi makna implikaturnya
Kemungkinan makna itu sangat bergantung pada konteks. Dalam adalah permintaan agarsi anak segera pulang. Makna implikatur
suatu konteks khusus, ujaran itu hanya mempunyai satu makna. tersebut dapat ditangkap oleh si anak karena si anak tahu bahwa
Makna yang sebenarnya itu tergantung pada maksud penutur. hari sudah gelap dan sudah waktunya pulang ke rumah. Si anak
Berdasarkan eksplikaturnya, implikatur dapat dibedakan tidak menganggap tuturan ibunya sebagai anjuran atau perintah
menjadi tiga macam. Pertama, implikatur yang berupa makna untuk tidak pulang, tetapi sebagai permintaan atau perintah untuk
tersirat dari sebuah ujaran (between the line). Implikatur jenis ini pulang. Implikatur tersebut merupakan kebalikan dari eksplikaturnya.
tergolong implikatur yang sederhana. Kedua, implikatur berupa Pemahaman terhadap implikatur ini perlu dilatihkan, karena setiap
makna yang terpancar dari sebuah ujaran (beyond the line). kebudayaan memiliki implikatur percakapan yang khas.
Implikatur ini merupakan kelanjutan dari implikatur yang pertama.
Ketiga, makna implikatur yang berkebalikan dengan makna 2. Kohesi dan Koherensi
eksplikatur. Meskipun berkebalikan, hal itu pada umumnya tidak Kohesi dan koherensi adalah gagasan yang mirip tetapi
menimbulkan pertentangan logika (Stubs, 1983:210). Perhatikan juga dapat dibedakan satu dari yang lain. Keduanya berhubungan
contoh berikut ini. dengan keutuhan dan kepaduan suatu wacana. Kohesi lebih
Aduh, perutku keroncongan! mengacu kepada aspek bentuk wacana, sedangkan koherensi kepada
Implikatur: “mengajak, minta, menyuruh mengambil makanan aspek makna wacana. Kohesi lebih megacu kepada struktur lahir,
untuk menghilangkan rasa lapar saat itu juga. Makna yang tersirat sedangkan koherensi kepada struktur batin.
dari ujaran itu adalah bahwa pada saat itu penutur perutnya Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks,
berbunyi seperti musik keroncong yang berarti lapar. Karena saat terutama teks tertulis. Brown dan Yule (1983:191) menyatakan
itu lapar, maka penutur minta (mengajak, menyuruh mengambilkan) bahwa unsur pembentuk teks (kohesi) itulah yang membedakan
sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks.
103 104
Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai wacana yang utuh. Faktor-faktor itu antara lain relevansi dan
oleh penggunaan unsur bahasa. Secara definitif dapat dikatakan faktor luar teks (extratextual factors). Kesesuaian antara teks dan
bahwa kohesi adalah hubungan antara dua unsur wacana dimana dunia nyata, dan pengetahuan budaya juga dapat membantu
tafsiran satu unsur tergantung pada unsur yang lain (Halliday dan menciptakan keutuhan wacana.
Hasan,1979:4). Jadi unsur yang satu itu tidak dapat diartikan Agar wacana yang kohesif menjadi wacana yang padu dan
dengan tepat tanpa dihubungkan dengan unsur yang lain. utuh, perlu dilengkapi dengan koherensi. Koherensi adalah kepaduan
Singkatnya, sebuah unsur dalam teks tidak bisa berdiri sendiri. hubungan maknawi antara bagian-bagian dalam wacana.
Oleh karena itu, hubungan kohesi menyebabkan suatu wacana Koherensi secara singkat diberi pengertian oleh Wolf (dalam
bersifat "wacana" (teks). Menurut Grimes kohesi adalah cara Tarigan:104) sebagai pengaturan secara rapi kenyataan dan
informasi baru diberikan berhubungan dengan informasi yang gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian logis sehingga pesan
telah tersedia (Cohesion has to do with the way information yang dikandungnya mudah dipahami. Perhatikanlah contoh
mentioned in speech relates to information that is already available) wacana berikut ini.
(Grimes,272). WHO merekomendasikan pemberian ASI pertama
Perhatikanlah teks berikut ini. kali dilakukan dalam satu jam pertama setelah bayi lahir.
ASI merupakan nutrisi alamiah yang mampu Oleh sebab itu, ASI merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi
melindungi tubuh dari infeksi dan alergi. Oleh karena itu bayi. Akan tetapi, pemberian ASI juga bermanfaat bagi ibu,
pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan merupakan di antaranya mengurangi resiko terkena kanker payudara.
langkah awal pemberian nutrisi makanan bagi bayi yang baru Padahal, ASI lebih mudah dicerna dan lebih murah
lahir. Akan tetapi, pemberian ASI eksklusif ini belum jadi gaya
daripada susu formula.
hidup keluarga di berbagai lapisan masyarakat. Padahal,
Wacana di atas merupakan wacana yang kohesif karena
menyusui merupakan cara terbaik dan paling ideal dalam
pemberian makanan bayi baru lahir dan bagian tak terpisahkan menggunakan penanda kohesi oleh sebab itu, akan tetapi, dan
dari proses reproduksi. padahal. Namun, tampak bahwa wacana itu tidak koheren, karena
Perhatikanlah, untuk menghubungkan informasi antarkalimat antara satu kalimat dengan kalimat yang lain tidak memiliki
dalam wacana di atas digunakan kata oleh karena itu, akan tetapi, dan kapaduan hubungan maknawi. Gagasan yang satu dengan yang
padahal. Kata-kata itu menjadi pengikat gagasan di antara kalimat- lain tidak saling mendukung. Dalam kenyataan sehari-hari juga
kalimat itu. Oleh sebab itu kata-kata itu disebut pengikat formal. ditemukan wacana yang koheren, tetapi tidak kohesif. Carilah
Pengikat formal semacam itu biasa disebut alat kohesi (cohesion contoh wacana yang koheren tetapi tidak kohesif.
device). Tanpa adanya alat kohesi, paragraf di atas tidak bersifat Webster (1983 : 352) memberi batasan koherensi sebagai
kohesif. berikut. Koherensi adalah (1) kohesi; perbuatan atau keadaan
Cook (1989:23) menyatakan bahwa alat kohesi memang menghubungkan, mempertalikan, (2) koneksi, hubungan yang
penting untuk membentuk wacana yang utuh. Namun demikian, cocok dan sesuai atau ketergantungan satu sama lain yang rapi,
untuk membentuk wacana yang utuh itu tidak cukup hanya dengan beranjak dari hubungan alamiah bagian atau hal satu sama lain,
alat kohesi. Ada faktor lain yang diperlukan untuk membentuk
105 106
seperti dalam bagian-bagian wacana atau argumen-argumen; suatu Hasan (1976) secara garis besar membagi penanda kohesi menjadi
rentetan penalaran. dua golongan yaitu penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi
Tampaknya Webster mengalami kesulitan untuk membedakan leksikal. Penanda kohesi gramatikal adalah alat gramatikal yang
koherensi dan kohesi. Webster menyamakan koherensi dengan digunakan untuk menandai adanya hubungan kohesi antara
kohesi. Oleh sebab itu, banyak juga buku-buku yang tidak kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Penanda kohesi
membedakan kohesi dan koherensi. leksikal adalah bentuk-bentuk leksikal yang menandai adanya
Dalam karyanya berjudul Process and Thought in Composition, hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.
Frank J. D'Angelo (1980) mengungkapkan aneka sarana koherensi. Alat kohesi gramatikal dinyatakan dengan referensi,
Sarana koherensi itu didasarkan atas hubungan antara gagasan dan substitusi, dan elipsis. Alat kohesi leksikal dinyatakan dengan
fakta yang terdapat dalam sebuah kalimat atau wacana. Hubungan penggunaan bentuk-bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi.
yang menjalin koherensi yang dikemukakan oleh Frank J D’Angelo Di samping itu, masih ada penanda kohesi yang lain yaitu
(1980) itu sama dengan hubungan antar predikasi, seperti yang konjungsi.
telah dikemukakan di atas. Hubungan-hubungan tersebut tidak
hanya antarkalimat tetapi antarbagian-bagian wacana yang lain juga. Alat Kohesi Gramatikal
Dengan demikian setiap bagian ada hubungan dengan bagian lain. Menurut Halliday dan Hassan (1976), alat kohesi gramatikal
Oleh karena adanya hubungan antara kalimat yang satu dengan dapat berwujud referensi, substitusi, dan elipsis
kalimat yang lain wacana tersebut disebut memiliki koherensi.Sebagai
contoh, perhatikanlah penggunaan repetisi atau pengulangan kata a. Referensi
sebagai sarana untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat Referensi adalah hubungan antara dua unsur dalam wacana
lain dalam wacana berikut ini. yang merujuk kepada referen yang sama. Referensi tidak hanya
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada berhubungan dengan pronomina saja. Referensi dapat mengacu
dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran pada berbagai fenomena.
ucapan itu. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu Referensi yang terdapat dalam wacana (teks) dapat
saya. Ibu melahirkan saya. dibedakan atas dua macam, yaitu eksofora dan endofora. Eksofora
Berdasarkan definisi dan pengertian di atas dapat adalah referensi yang mengacu pada sesuatu yang berada di luar
disimpulkan bahwa oleh karena ada kohesi, maka kalimat-kalimat teks. Endofora adalah referensi yang mengacu pada sesuatu yang
itu membentuk suatu wacana, dan bukan kumpulan kalimat- berada di dalam teks. Berdasarkan letak referennya, endofora dapat
kalimat sembarang saja. Oleh karena ada koherensi maka maksud dipilah menjadi dua macam lagi yaitu anafora dan katafora.
si pengarang/pembicara dapat dimengerti secara jelas. Anafora ialah tafsiran unsur tertentu yang mengacu kepada sesuatu
yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana. Contoh:
Jenis Penanda Kohesi Saya sudah mengirimkan barang itu, tetapi mereka belum
Hubungan kohesif ditandai dengan penggunaan penanda menerimanya.
kohesi. Penanda kohesi itu sering juga disebut alat kohesi. Halliday dan
107 108
Tafsiran terhadap klitik –nya, mengacu pada unsur yang Referensi demonstratif adalah referensi yang menggunakan
disebutkan sebelumnya, yaitu barang itu. Oleh karena itu, -nya demonstrativa (kata ganti penunjuk). Perhatikanlah contoh berikut
pada kalimat itu dapat ditafsirkan sebagai barang itu. Penafsiran ini.
semacam ini disebut referensi anafora Ini kebun kami, kami senang bermain-main di sini.
Referensi katafora ialah tafsiran unsur tertentu yang Sedangkan itu rumah Andri. Di situ Andri sering menyanyi.
mengacu kepada sesuatu yang disebutkan sesudahnya dalam
wacana. Contoh: (3) Referensi Perbandingan
Mereka belum merasa menerimanya padahal saya sudah Referensi perbandingan adalah referensi yang menggunakan
mengirimkan uang itu dua hari yang lalu. kata-kata yang mengandung makna perbandingan dengan unsur
Tafsiran terhadap klitik –nya pada kalimat di atas, lain sehingga penafsiranya tergantung pada unsur lain itu.
mengacu pada unsur yang disebutkan sesudahnya, yaitu uang itu. Referensi perbandingan dapat menyatakan bahwa kedua unsur
Oleh karena itu –nya pada kalimat itu dapat ditafsirkan sebagai yang diperbandingkan itu sama, mirip atau berbeda, lebih, kurang
uang itu. Penafsiran semacam ini disebut referensi katafora. atau paling. Contoh:
Berikut ini adalah jenis-jenis referensi yang biasanya Surabaya adalah kota besar, tetapi Jakarta lebih besar.
terdapat dalam suatu wacana. Amin bisa cepat marah. Orang seperti itu tidak bisa kerja
disini.
(1) Referensi Persona
Referensi persona adalah referensi yang menggunakan (4) Referensi yang tidak kohesif
pronomina persona (kata ganti diri) atau pronomina posesif (kata Belum tentu pemakaian tiga jenis unsur referensi tadi
ganti empunya). Perhatikanlah contoh berikut ini. selalu memiliki fungsi kohesif. Ada referensi yang merujuk
Atik, Anda, Tuti sedang bermain-main di teras. Mereka langsung ke referen yang belum disebut wacana. Referensi
seolah-olah tidak melihat saya dan Retno yang mengawasi semacam ini disebut referensi eksofora, yaitu referensi yang tidak
mereka. Ketika saya memanggil Atik, mereka menoleh terdapat dalam wacana. Contoh:
semua. Barulah mereka tahu bahwa saya ada di dekat Lihat itu !
mereka. Lalu kami pun bermain bersama. Saya pergi dulu. kalian mau ikut ?
Rinso mencuci lebih bersih.
Bukuku, bukumu, dan bukunya disimpan oleh ibu guru. Persona pertama dan kedua jarang memiliki fungsi kohesif.
Bukuku bersampul hijau, bukumu bersampul merah, dan Biasanya, persona perama dan kedua ditafsirkan berhubungan
bukunya bersampul kuning. Buku kita semuanya rapi. dengan unsur lain di wacana.
sedangkan buku mereka tidak.
b. Subtitusi
(2) Referensi Demonstratif Substitusi adalah penggantian suatu unsur dengan unsur
lain. Kohesi subtitusi menyatakan hubungan gramatikal antara
109 110
unsur penggganti dan unsur yang diganti. Unsur penggganti Substitusi klausa adalah penggantian klausa dengan suatu
mengemban fungsi struktural yang sama dengan unsur yang unsur. Unsur penggantinya menggantikan satu kalusa. Dalam bahasa
diganti. Tidak perlu ada referensi antara unsur pengganti dan unsur Indonesia kata seperti demikian dan begitu sering digunakan untuk
yang diganti. substitusi klausa. Dalam bahasa Inggris sering digunakan kata
Dalam referensi, identitas dua unsur referen adalah sama. seperti so. Contoh:
Tidak ada ciri yang ditambah pada suatu referen. Dalam substitusi Is there going to be an earthquake ?
ada penambahan definisi referen. Referen yang disebut tidak It says so.
perlu persis sama. Biasanya ada modifikator yang di-tambahkan Has everyone gone home ? I hope so. I hope not.
pada salah satu referen. Apakah anak-anak dapat merasakan perasaan orang tua
Ada tiga macam substitusi, yaitu (1) substitusi nominal, (2) mereka ? Kita tentu mengharapkan demikian (begitu).
substitusi verbal, dan (3) substitusi klausa.
c. Elipsis
(1) Substitusi Nominal Elipsis adalah penghilangan suatu unsur yang wujud
Substitusi nominal adalah penggantian unsur nomina. Dalam asalnya dapat diramalkan dari konteks kalimat atau wacananya.
substitusi nominal, ada nomina yang diganti dengan unsur tertentu. Elipsis hampir sama dengan substitusi, tetapi unsur penggantinya
Dalam bahasa Inggris, unsur pengganti nominal menggunakan one adalah unsur-unsur kosong (zero). Pada umumnya, yang dielipsiskan
atau ones. Dalam bahasa Indonesia substitusi nominal ini tidak lazim. adalah unsur intinya. Jika unsur intinya dielipsiskan, maka seolah-
Contoh : These biscuits are stale. Buy some fresh ones. olah unsur modifikatornya menjadi inti.
Whose pens are these ? The blue one is mine and the black Setidaknya terdapat tiga macam elipsis, yaitu (1) elipsis
one is his. nominal, (2) elipsis verbal, dan (3) elipsis klausa.
(2) Subtitusi Verbal
Substitusi verbal adalah penggantian unsur verba. Unsur (1) Elipsis Nominal
penggantinya menggantikan verba atau predikat kalimat/klausanya. Elipsis nominal adalah penghilangan unsur nomina dalam
Dalam bahasa Indonesia, substitusi verbal ini juga tidak lazim. suatu kalimat atau wacana. Ada unsur nomina yang dielepsiskan
Dalam bahasa Inggris unsur pengganti verba dinyatakan dengan do atau dikosongkan. Contoh:
atau do so. Whose pens are these ? The blue is mine and the black is his.
Contohnya : Who wants ice cream ? I do! Buku ini punya siapa? Yang biru punya saya, yang hijau punya
Why did you smile ? I didn't know what I was doing. Andi.
She finally went to Kapuas. She has wanted to do so Saya mau beli buku. Berapa ? Tiga puluh !
for a long time. Pada kalimat itu konstituen inti buku dielepsiskan. Perhatikan
elipsis-elipsis yang terjadi. Meskipun dielipsis bukankah masih
(3) Subtitusi Klausa terdapat kohesi ?
111 112
(2) Elipsis Verbal Dalam bahasa Indonesia, konjungsi aditif juga dapat
Elipsis verbal adalah penghilangan unsur verba dalam suatu dinyatakan dengan konjungsi dan, atau, baik...maupun, selain itu,
kalimat atau wacana. Ada unsur frasa verbal yang dielipsiskan, dan juga.
tetapi tetap terdapat kohesi. Contoh:
Siapa mau pergi ? saya mau. b. Konjungsi adversatif
What have you been doing ? Swimming. Konjungsi adversatif adalah konjungsi yang menyatakan
adanya hubungan pertentangan. Hubungan ini terjadi jika ada dua
(3) Elipsis Klausa gagasan yang menunjukkan kebalikannya atau kontras. Suatu
Elipsis klausa adalah penghilangan unsur klausa dalam proposisi dapat dihubungkan dengan proposisi yang bertentangan
suatu kalimat atau wacana. Unsur subjek dan predikat dielepsiskan, dengan konjungsi tetapi, namun, walaupun, sebenarnya, dan
yang dimunculkan hanya konstituen keterangan saja. Contoh: sebaliknya.
Are you coming ? Yes. Perhatikanlah contoh berikut ini.
Berapa barangnya ? Lima ribu. Donald Rumsfeld merupakan orang asing pertama yang
Dia mau berangkat pukul berapa ? Pukul tiga. diizinkan mengunjungi fasilitas nuklir China sejak 39
tahun lalu. Namun, China menolak permintaan Rumsfeld
Alat Kohesi Konjungsi untuk mengunjungi Pusat Komando Militer Nasional di
Konjungsi bersifat kohesif bukan karena ada artinya sendiri Perbukitan Barat.
tetapi karena konjungsi tersebut menunjukan adanya komponen Kolonel Senior Kang Hong Gui, yang merupakan staf
lain dalam wacana. Konjungsi menentukan bagaimana satu bagian operasi di pasukan Artileri Kedua, memberikan penjelasan
wacana berhubungan dengan bagian berikutnya dalam wacana. kepada Rumsfeld mengenai struktur komando dan latihan
Halliday dan Hasan mengemukakan empat jenis kunjungsi, yaitu yang dijalankan pasukan rudal. Namun, dia tidak menyebutkan
aditif, adversatif, kausal, dan temporal. jumlah rudal yang dimiliki China.

a. Konjungsi Aditif Pada Olimpiade 1984, Fuji memperoleh hak sebagai


Konjungsi aditif adalah konjungsi yang menyatakan adanya sponsor resmi. Tetapi secara cerdik Kodak mengambil
tambahan informasi. Konjungsi jenis ini pada umumnya digunakan peluang dengan membeli hak siar televisi dan menjadi
untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Proposisi yang sponsor tim atletik AS.
dirangkaikan pada umumnya bersifat setara. Fungsinya menambahkan
keterangan proposisi sebelumnya. Perhatikanlah contoh berikut. c. Konjungsi kausal (sebab-akibat)
ASI merupakan nutrisi alamiah yang mampu melindungi Konjungsi kausal adalah konjungsi yang menyatakan
tubuh dari infeksi. Selain itu, ASI juga dapat melindungi adanya hubungan sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat terjadi bila
tubuh dari alergi. salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi
tertentu yang merupakan akibat, atau sebaliknya. Hubungan sebab-
113 114
akibat antara dua proposisi ditunjukkan dengan penggunaan konjungsi a. Kata benda umum (common noun)
dengan demikian, oleh karena itu, sebab itu, konsekuensinya, jadi, Kata benda umum (common noun) adalah kata benda yang
karena, agar, supaya, oleh karena itu, maka, sehingga, dan dapat mengganti kata-kata benda yang lebih spesifik, tanpa ada
akibatnya. Perhatikanlah contoh berikut ini. konotasi tertentu. Dengan penggantian kata benda yang lebih
Bagaimanapun yang harus diselamatkan adalah mereka spesifik dengan kata benda umum, maka terjadilah hubungan
yang masih hidup. Sebab, mereka membutuhkan lingkungan kohesif antara satu proposisi dengan proposisi yang lain. Kata-kata
yang lebih sehat agar mampu melanjutkan kehidupan mereka. yang termasuk kata benda umum itu antara lain adalah orang,
wanita, pria, anak, makhluk, barang, hal, masalah, tempat, dan
Harus diakui memang tidak mudah pula mengambil keputusan sebagainya. Perhatikanlah contoh berikut ini.
seperti itu. Sebab, yang dihadapi adalah masyarakat yang Saya belum pernah ke pantai Ancol. Tempat itu katanya
sedang berduka dan kadang sangat emosional. indah sekali.
Thacher adalah perdana menteri Inggris yang terkenal.
d. Konjungsi Temporal Wanita itu sering disebut wanita besi.
Konjungsi temporal adalah konjungsi yang menyatakan
adanya hubungan kewaktuan (temporal). Sebuah proposisi b. Pengulangan
mungkin terjadi sebelum, sesudah, atau bersamaan waktu dengan Pengulangan (repetisi) dapat menjadi alat penanda kohesi
terjadinya proposisi berikutnya. Hubungan kewaktuan antara dua leksikal. Pengulangan sebagai penanda kohesi leksikal terjadi jika
proposisi itu ditunjukkan dengan penggunaan konjungsi setelah kata yang diulang memiliki hubungan semantis dengan kata
itu, sebelum itu, kemudian, akhirnya, tiba-tiba, mula-mula,setelah, pengulangannya. Hubungan kohesi itu dapat diwujudkan dengan
sebelum, kemudian, akhirnya, tiba-tiba, mula-mula, besoknya, dan (1) kata yang sama, (2) sinonim, (3) antonim, dan hiponim. Penggunaan
sebagainya. Perhatikanlah contoh berikut ini. alat kohesi leksikal pengulangan biasanya bertujuan untuk
Pada hari terakhir kunjungannya, Rumsfeld bertemu dengan memberi penekanan pada hal-hal yang dianggap penting. Oleh
Presiden China Hu Jintao di Balai Rakyat. Sebelum itu, karena itu, kata yang diulang lazimnya merupakan kata kunci dan
Rumsfeld mendiskusikan rencana Bush untuk berkunjung ke
kata yang diberi penekanan. Contoh :
Beijing.
(1) Pengulangan kata yang sama
Alat Kohesi Leksikal Kita adalah pemuda Indonesia modern. Pemuda Indonesia
Kohesi leksikal adalah kohesi yang ditimbulkan oleh pengaruh
harus giat bekerja. Pemuda Indonesia harus giat membangun
leksikon yang digunakan. Alat kohesi leksikal adalah alat kohesi
yang berupa kata atau frase bebas. Setidak-tidaknya terdapat tiga
(2) Pengulangan sinonim
macam kohesi leksikal, yaitu kata benda umum, pengulangan , dan
Anda ingat Pangeran Diponegoro? Dia adalah pahlawan
kolokasi. bangsa. Pejuang yang tak kenal menyerah.
115 116
(3) Antonim dan hiponim 3. Konteks dan Skemata dalam Wacana
Perempuan suka berbelanja. Laki-lakilah yang mencarikan a. Konteks
uangnya. Pendapat itu banyak ditentang oleh kaum Oleh Brown dan Yule (1983), konteks dimaknai sebagai
perempuan. Namun banyak kaum lelaki yang setuju lingkungan (environment), atau keadaan (circumstances) tempat
dengan pendapat itu. bahasa digunakan. Konteks adalah lingkungan teks. Makna satuan
bahasa, lazimnya dapat dikenali berdasarkan konteksnya. Ungkapan
Kini, angkutan darat memasuki perkembangan yang yang sama dapat memiliki makna yang berbeda apabila digunakan
pesat. Baik kereta api, bis, maupun taksi tumbuh cepat dalam konteks yang berbeda. Para ahli lingustik lazimnya memilah
sekali. Seiring dengan itu, infrastruktur yang berkaitan konteks menjadi dua macam, yaitu konteks linguistik dan konteks
dengan angkutan darat berkembang secara lambat. ekstralinguistik.

c. Kolokasi Konteks linguistik


Hubungan antara kata yang sering muncul bersama dapat Konteks linguistik merupakan konteks wacana atau lingkungan
mempunyai fungsi kohesif. Misalnya, kata tugas, sering muncul wacana yang berwujud satuan bahasa (kata, frase, kalimat, atau
bersama dengan kata kantor, pekerjaan, jabatan, dan surat keputusan. paragraf) yang mendahului atau mengikuti unsur bahasa yang
Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang memiliki medan diujarkan. Jadi, konteks linguistik adalah bagian teks yang menjadi
semantik yang sama. lingkungan sebuah teks dalam teks yang sama. Perhatikanlah
Contoh: contoh berikut ini.
Sudah dua hari kakek dan nenek datang berkunjung. Tadi siang Marwan menerima surat itu dari ibunya. Kemudian
Mereka ingin menengok cucunya, karena sudah lama tidak ia keluar untuk mencoba menghilangkan keresahan yang
berjumpa. Malam ini kebetulan malam minggu. Arman, mencekamnya. Beberapa menit kemudian ia pulang kembali ke
Ima, dan Andi duduk didekat nenek. "Nek, sudah lama rumah, dan dilihatnya Paman Humada datang dengan tergesa-
nenek tidak bercerita," kata Andi. "Baiklah, nenek akan gesa.
bercerita tentang kancil". Pronomina ia dan –nya pada teks di atas mengacu pada Marwan.
Hal itu disebabkan oleh konteks yang dimasukinya. Ia dan –nya
Kohesi yang terdapat dalam teks di atas yaitu: ditafsirkan berbeda bila masuk pada konteks yang berbeda.
hari - malam – minggu : kohesi leksikal kolokasi Perhatikan juga contoh berikut ini.
Cepat Paman Humada berlari ke kamar Marwan. Ia mendobrak
kakek - nenek - cucu : kohesi leksikal kolokasi
pintu. Dilihatnya Marwan telah berlumuran darah.
berkunjung - menengok - berkunjung : kohesi leksikal kolokasi
Perhatikanlah ia dan -nya, tidak lagi dapat ditafsirkan sebagai
malam itu - malam minggu : kohesi referensial demonstratif
Sudah lama tidak berjumpa-sudah lama tak bercerita: Pengulangan Marwan. Mangapa? Karena konteks yang dimasukinya berbeda.
Kakek - nenek - mereka - nya : kohesi referensial persona
117 118
Konteks Ekstralinguistik pengetahuan itu akan tersimpan dengan baik dan akan dapat
Konteks ekstralinguistik dapat berupa segala hal di luar digunakan dengan baik pula.
bahasa yang memengaruhi penafsiran terhadap suatu ujaran. Konteks (2) Partisipan
ekstralinguistik dapat diartikan semua faktor dalam proses komunikasi Partisipan adalah orang yang berpartisipasi dalam komunikasi.
atau lingkungan nonverbal dalam penggunaan bahasa. Konteks Dalam peristiwa komunikasi, partisipan adalah semua pelaku yang
semacam ini biasa disebut juga konteks situasi. Berikut ini adalah berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi itu. Ada tiga kategori
macam-macam konteks ekstralinguistik yang sering ditemui. partisipan, yaitu penutur (addressor), mitra tutur (addressee), dan
(1) Praanggapan audiens (audience). Penutur adalah pembicara atau penulis, yakni
Praanggapan merupakan padanan dari istilah presupposition, partisipan yang mengirimkan pesan atau ujaran. Mitra tutur adalah
atau prasuposisi. Praanggapan adalah anggapan yang sudah ada partisipan yang menerima ujaran. Audiens adalah sejumlah partisipan
yang menjadi syarat bagi benar atau salahnya suatu kalimat. yang hadir dalam sebuah peristiwa ujaran, selain penutur dan mitra
Praanggapan itu merupakan pengetahuan landasan bersama (common tutur.
ground) bagi pengguna bahasa. Dalam wacana percakapan, Partisipan dengan berbagai aspeknya berpengaruh terhadap
praanggapan adalah apa yang dimiliki penutur untuk dijadikan tuturan. Contoh sederhana yang sering digunakan dalam wacana
landasan bersama partisipan dalam berkomunikasi verbal. Dengan adalah penggunaan kata sapaan dalam wacana. Jika ada seorang
kata lain, praanggapan adalah anggapan yang sudah ada pada lelaki dewasa dan belum dikenal, kata sapaan yang dipilih adalah
penutur tentang mitra tutur ketika penutur itu bertutur. Perhatikanlah Bapak atau Pak. Perhatikanlah ujaran berikut, pikirkanlah maknanya
contoh berikut ini. bila partisipannya berbeda.
Andi : Akhirnya AC Milan menang berapa? Nasinya habis!
Hari : Hanya menang 1-0. Apabila ujaran itu diucapkan oleh seorang penjual nasi kepada
Ketika Andi bertanya kepada Hari, Andi memiliki praanggapan pembelinya, maknanya tentu berbeda dengan kalau ujaran itu
bahwa Hari menonton pertandingan sepak bola antara AC Milan diucapkan oleh seorang anak kepada ibunya. Di mana letak
melawan Ajax yang berlangsung sebelumnya. Andi memiliki perbedaannya? Apa yang menyebabkannya berbeda?
praanggapan bahwa Hari menonton pertandingan hingga usai.
Praanggapan berisi informasi yang diperoleh pengguna (3) Topik dan Kerangka Topik
bahasa dari pengetahuan umum, dari konteks situasi, dan dari Topik adalah pokok isi sebuah wacana. Topik sebuah wacana
bagian wacana itu sendiri. Pengetahuan partisipan yang berhubungan dapat dikenali dengan pertanyaan “penutur berbicara tentang apa?”
dengan budaya juga menjadi dasar pemilikan praanggapan. atau “apa yang dikemukakan oleh penutur?”, “apa yang terungkap
Manusia memiliki otak yang dapat menyimpan pengetahuan dari sebuah teks?” Dalam wacana percakapan topik adalah apa
tentang dunia secara akumulatif, yakni pengetahuan yang diperoleh yang dibicarakan oleh pembicara dan pendengar.
sedikit demi sedikit. Pengetahuan-pengetahuan itu tersimpan Topik merupakan pengikat satuan-satuan teks pembentuk
dalam memori. Jika memori itu dapat bekerja dengan baik, wacana. Kalimat-kalimat dalam teks harus berisi informasi yang
relevan dengan topik. Ketika orang berbicara mengenai pembangunan
119 120
daerah, misalnya, orang bisa berbicara tentang pembangunan jalan, tertulis? Anak itu akan bercerita panjang lebar. Bandingkan
gedung, mental, spiritual, dan sebagainya. Jadi, topik merupakan dengan jika anak itu mengungkapkannya secara lisan. Mungkin
konteks dari subtopik. Topik atasan merupakan konteks dari topik hanya dibantu dengan mimik yang sedih dan sedikit kata-kata,
bawahan. maka sang ayah akan memberikan uang kepadanya.
(6) Kode
(4) Latar Kode adalah bahasa atau dialek beserta ragam-ragamnya
Latar (setting) adalah konteks kewacanaan yang berupa yang digunakan dalam komunikasi. Ragam-ragam bahasa itu
tempat, waktu, dan peristiwa. Konteks latar sangat berpengaruh antara lain ragam resmi, tak resmi, baku, akrab, intim, dan
dalam penggunaan satuan unsur wacana. Perhatikanlah contoh sebagainya. Ketika sebuah ragam sudah ditentukan, maka
berikut ini. konteksnya mengikuti atau sebaliknya. Misalnya, seorang kepala
Di sini saya merasa dapat bekerja. kantor, lazimnya istrinya juga bertindak sebagai ketua dharma
Tafsiran atas kata di sini sangat tergantung, di mana ujaran itu wanita. Pada acara resmi, istrinya harus menggunakan ragam
diucapkan. resmi, walaupun ketika sudah di rumah ragam tak resmilah yang
Waktu, juga dapat memengaruhi tafsiran atas makna sebuah digunakan dalam berkomunikasi.
ujaran. Perhaitkanlah ujaran ini.
Anda sudah makan? Penggunaan Konteks dalam Analisis Wacana
Penafsiran atas makna kata makan pada kalimat itu tergantung dari Kalimat atau unsur kalimat yang terdapat dalam wacana
kapan ujaran itu diucapkan. Jika diucapkan pagi hari, kata makan tidaklah bebas konteks. Artinya, kalimat atau unsur kalimat yang
berarti sarapan, jika diucapkan pada siang hari, berarti makan terdapat dalam wacana dianalisis, ditafsirkan, dan diberi makna
siang, dan sebagainya. berdasarkan konteks yang dimasukinya. Oleh karena itu, analisis
Sebuah peristiwa juga berpengaruh dalam penggunaan wacana selalu melibatkan konteks, baik konteks linguistik maupun
tuturan dalam wacana. Perhatikanlah ujaran berikut. konteks ekstralinguistik. Setidak-tidaknya konteks berguna untuk
Siapa korbannya? mencari acuan, untuk menentukan maksud tuturan, dan untuk
Dalam peristiwa kecelakaan, kata korban bermakna orang mencari bentuk tak terujar.
yang mengalami kecelakaan. Dalam peristiwa perampokan, kata
korban dapat bermakna orang yang dirampok. Penggunaan Konteks untuk Mencari Acuan
(5) Saluran komunikasi Acuan adalah hal atau benda yang disebut, dirujuk, atau
Bahasa dapat digunakan secara lisan maupun secara tertulis. yang dimaksudkan dalam wacana. Acuan dalam wacana dapat
Lisan dan tertulis itulah yang disebut saluran komunikasi. Sudah terbentuk berdasarkan konteks wacana. Salah satu acuan yang
tentu ada perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulis. Unsur isi dicari dalam teks adalah acuan sebuah kata deiksis. Kata deiksis
diungkapkan lebih lengkap dalam bahasa tulis daripada dalam adalah kata yang acuannya dapat berpindah-pindah atau berganti-
bahasa lisan. Perhatikanlah seorang anak yang minta uang pada ganti. Acuan itu bergantung pada konteks tempat beradanya acuan
ayahnya. Bagaimana jika anak itu mengungkapkannya secara tersebut. Perhatikanlah contoh berikut.
121 122
Tadi malam ada tamu di rumah saya. Mereka berasal dari Maksud yang terkandung dalam tuturan juga ditentukan
tempat yang berbeda. Seorang tamu berasal dari Jakarta. Dia oleh konteks dalam wacana. Hubungan antara tuturan dan maksud
adalah tenaga ahli pada Pusat Bahasa. Seorang lagi berasal dari penutur dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu hubungan
Palangkaraya. Dia adalah staf pengajar di Universitas langsung dan hubungan tak langsung. Hubungan langsung adalah
Palangkaraya.
hubungan yang terungkap secara eksplisit. Maksud tuturan sudah
dapat ditangkap langsung dari tuturan. Hubungan langsung mudah
Kalimat pertama teks tersebut menjadi konteks untuk ditentukan karena sifatnya yang eksplisit itu. Hubungan tidak
menentukan acuan kata mereka dalam kalimat kedua. Dengan langsung adalah hubungan yang dinyatakan secara implisit. Pemahaman
konteks itu, diketahui bahwa mereka pada kalimat kedua mengacu terhadap maksud pembicaraan tidak langsung itu memerlukan
pada tamu pada kalimat pertama. Selanjutnya, kata dia pada pemikiran bertahap. Baik hubungan langsung maupun hubungan
kalimat keempat dan keenam mengacu pada orang yang berbeda. tak langsung antara maksud dan tuturan tetap harus dipahami
Kata dia pada kalimat keempat mengacu pada seorang tamu dari berdasarkan konteks.
Jakarta. Kata dia pada kalimat keenam mengacu pada tamu dari Maksud seseorang dalam bertutur itu bermacam-macam.
Palangkaraya. Meskipun dengan kata yang sama, dia, namun Ada orang yang bertutur untuk memberitahukan, memerintahkan,
acuannya berbeda. menghibur, menyatakan perasaan, memelihara hubungan sosial,
Hal yang sama dapat dijumpai pada kata deiksis yang lain dan sebagainya. Seseorang yang ingin memerintah orang lain,
seperti demonstrativa ini, itu, pronomina kamu, kita, dan sebagainya. misalnya, dapat disampaikan dengan berbagai bentuk tuturan.
Acuan tidak hanya terbentuk dari konteks linguistik. Konteks Dalam hal ini, konteks juga akan sangat mempegaruhi bentuk
ekstralinguistik dapat pula membentuk wacana. Perhatikan acuan tuturan memerintah itu. Jika seseorang memerintah dengan bentuk
kata sekarang dalam teks berikut ini. tuturan memerintah, yaitu dengan kalimat imperatif, mudah
Sekarang kita sedang mengalami zaman kemajuan yang terkait
dikenali. Hal itu disebabkan oleh maksud memerintah yang sudah
dengan teknologi informasi komunikasi.
eksplisit. Perhatikanlah contoh berikut ini.
Tutuplah pintu itu!
Maaf, saya tidak dapat ikut bersama Kalian. Sekarang saya
sedang menunggu kawan.
Kalimat di atas sudah jelas mengandung maksud memerintah.
Perhatikan bahwa kata sekarang pada dua teks itu mengacu pada Maksud memerintah itu secara eksplisit dapat dikenali melalui
satuan waktu yang berbeda. Perbedaan satuan waktu itu dapat bentuk kalimatnya yang imperatif. Namun, maksud memerintah
diketahui dari durasinya, singkat dan lamanya. Pada teks pertama, itu dapat juga disampaikan dengan bentuk kalimat yang tidak
durasi waktu sekarang relatif lebih lama dari durasi waktu imperatif. Perhatikan contoh berikut beserta konteks yang
sekarang pada teks kedua. menyertainya.
(Seorang bapak yang sedang tidak sehat duduk di ruang
tamu beserta anaknya, pintu ruang tamu terbuka, angin kencang
Penggunaan Konteks untuk Menentukan Maksud Tuturan membuatnya tidak nyaman)
Aduh, dingin sekali ya!
123 124
Tuturan Aduh, dingin sekali ya! yang diucapkan bapak itu, hanya menuturkan dua ribu, tentu saja B berharap bahwa A
sebenarnya bukanlah ungkapan untuk memberitahukan bahwa memahami tuturan lengkapnya. Si A dapat memahami tuturan B
udara dingin. Bapak itu sebenarnya ingin menyuruh anaknya untuk karena konteks yang terjadi pada saat itu adalah tanya jawab
menutup pintu. Jika anaknya cukup tanggap dengan maksud mengenai harga sebuah pensil. Bentuk dua ribu itu ditafsirkan
bapaknya, maka ia akan segera menutup pintu ruang tamu itu. Si oleh A sebagai dua ribu rupiah, bukan dua ribu sen karena A mengerti
anak seharusnya bisa mengerti maksud bapaknya karena bapaknya bahwa satuan harga yang sedang dibicarakan adalah rupiah.
sedang tidak sehat, dan angin kencang membuatnya tidak nyaman.
Bapak itu dapat juga mengungkapkan maksudnya dengan tuturan b. Skemata
berikut ini. Manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan pengetahuan
Apakah kamu bisa menutup pintu itu? secara sistematis. Pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya
Tentu saja pertanyaan Apakah kamu bisa menutup pintu itu? tidak itu kemudian terkumpul secara akumulatif. Dalam ingatan,
dimaksudkan oleh bapak itu untuk mengetahui apakah anakya bisa pengetahuan yang terakumulasi itu dikemas menjadi struktur data
atau tidak menutup pintu. Pertanyaan itu justru bermaksud menyuruh pengetahuan. Struktur data itu mewakili konsep-konsep generik
anaknya untuk menutup pintu itu. Apalagi konteksnya sangat (berupa gambaran umum) yang tersimpan dalam ingatan. Konsep-
mendukung maksud itu. Si anak dapat menafsirkan maksud ayahnya konsep itu suatu ketika akan digunakan untuk memecahkan
itu dari konteksnya. Konteks sangat memengaruhi maksud tuturan, masalah yang dihadapi.
terutama jika hubungan antara maksud dan bentuk tuturan berupa Skemata merupakan struktur dasar yang mewakili konsep-
hubungan tidak langsung. konsep generik yang tersimpan dalam ingatan. Skemata mewakili
pengetahuan tentang semua konsep yang berkaitan dengan objek,
Penggunaan Konteks untuk Mencari Bentuk Takterujar situasi, peristiwa, dan urutan peristiwa, serta tindakan dan urutan
Dalam wacana percakapan sering ditemukan bentuk-bentuk tindakan.
tuturan atau kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Bentuk tuturan
yang tidak lengkap itu disebut bentuk eliptis. Bentuk-bentuk Struktur Pengendalian Skemata
tuturan yang tidak lengkap itu tetap dapat dipahami maknanya Jumlah skemata yang dimiliki manusia itu sangat banyak,
secara lengkap. Hal itu disebabkan oleh adanya konteks yang dapat jumlahnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Tidak semua
membantu menghadirkan bentuk yang dielipsiskan itu. skemata dapat memenuhi konfigurasi yang memadai dan dapat
Bentuk eliptis bukanlah bentuk yang salah. Bentuk ini dinilai sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara untuk memenuhi
terjadi karena konteks yang dimasukinya sudah cukup untuk konfigurasi dan kesesuaian skemata. Kedua cara itu adalah
menjelaskan maknanya secara lengkap. Perhatikanlah contoh berikut. pengaktifan dari atas ke bawah dan pengaktifan dari bawah ke atas.
A: Berapa harga pensil ini? Pengaktifan dari atas ke bawah disebut juga pengaktifan
B: Dua ribu! konsep. Pengaktifan ini dilakukan dengan mengaktifkan skema ke
Bentuk tuturan Dua ribu! Adalah bentuk elipstis. Bentuk tuturan sub-subskema. Dengan cara demikian akan dapat diperoleh skemata
itu selengkapnya adalah Harga pensil itu dua ribu rupiah. Dengan yang berstruktur dan berkonfigurasi “keutuhan ke bagian”. Skemata
125 126
wajah, misalnya, dapat dikembangkan ke skemata mulut, hidung, masing-masing struktur pengendali skemata tersebut tidak selalu
mata, dan lainlain. Begitu diungkapkan skemata “wajah yang berlaku secara sendiri-sendiri (monolitik). Dalam kenyataan sering
cantik”, akan muncul subskema-subskema hidung mancung, bibir terjadi kedua pengendali struktur itu berkombinasi. Perhatikanlah
yang tipis, mungil, mata yang bersinar, dan lain-lain. Kata teks berikut ini.
residivis, akan memunculkan subskema-subskema seorang yang Bisnis menjadi lesu sejak krisis minyak. (2) Tak seorang
suka melanggar hukum, pembunuh, sadis, dan sebagainya. pun rupanya yang benar-benar menginginkan barang-barang
Skemata tentang durian, misalnya, menghasilkan subskema mewah. (3) Tiba-tiba pintu terbuka dan seorang perlente
tentang wujud buahnya, jenisnya, rasanya, daerah penghasilnya, memasuki ruang pameran. (4) Prawiro memasang air muka
yang paling ramah dan tulus, lalu melangkah menuju ke
harganya, dan sebagainya. Singkatnya, pengaktifan dari atas ke
arah laki-laki itu.
bawah merupakan struktur pengendalian dengan cara seperti sebuah (Dikutip dari TBBBI, 1993:503)
prosedur yang mengaktifkan prosedur-prosedur cabang. Dalam hal Struktur pengendali skemata apa yang ditemukan dari teks tersebut?
ini, struktur pegendalian berjalan dari keutuhan ke bagian. Kedua struktur pengendalian skemata dapat ditemukan. Kalimat
Pengaktifan dari bawah ke atas disebut pengaktifan data. (1) memungkinkan digunakannya pengkaktifan dari atas ke bawah
Dalam struktur pengendalian ini, sebuah skemata menghasilkan dalam rangka menginterpretasikan kalimat (2). Dengan struktur itu
skemata yang lebih tinggi. Skema wajah, misalnya, dapat dapat ditemukan hubungan kalimat (1) dan (2) bahwa dalam bisnis
menghasilkan skema orang. Begitu disebut wajah yang berkumis yang lesu tidak seorang pun yang menginginkan barang-barang
tebal, angker, maka akan tergambar seorang lelaki yang kurang mewah. Ketika menginterpretasikan kalimat (3), lelaki perlente
bersahabat. Struktur pengendalian dari bawah ke atas ini yang dinyatakan pada kalimat itu merupakan data yang dapat
merupakan pengaktifan yang berjalan dari bagian ke keutuhan. digunakan untuk membuat interpretasi dari bawah ke atas, yakni
Dalam proses analisis wacana, kedua kendali struktur lelaki perlente memiliki selera suka membeli barang mewah.
skemata itu ada yang berlaku secara sendiri-sendiri. Skemata Berdasarkan interpretasi itu, kehadiran kalimat nomor (4) dalam
tentang durian dapat dikemukakan dengan kerangka isi teks merupakan hal yang wajar. Dengan kata lain, kalimat (4) yang
pengaktifan dari atas ke bawah melalui konfigurasi berikut. berisi Prawiro memasang air muka yang paling ramah dan tulus
Durian dalam menghadapi lelaki perlente yang datang sudah koheren
1. (Jenis) dengan kalimat (3).
2. (Rasa)
3. (Daerah penghasil)
Fungsi Skemata dalam Analisis Wacana
4. (Harga) Skemata merupakan representasi pengetahuan milik pesapa
Dengan konfigurasi itu tampak bahwa dengan kata durian pada (pendengar atau pembaca) dan analis wacana untuk memahami
analis wacana sudah muncul skemata yang meliputi jenis, rasa, apa yang dibaca dan didengar. Konsep itu merupakan unsur dasar
daerah penghasil, dan harga. Isi setiap butir itu dapat dinyatakan untuk memproses informasi baru dalam wacana. Konsep itu dapat
dan dapat pula tidak dinyatakan dalam wacana. Walaupun tidak
dinyatakan, skemata tersebut tetap muncul. Dalam praktiknya,
127 128
digunakan untuk menafsirkan data kewacanaan, baik yang bersifat 4. Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analogi
linguistik maupun yang nonlinguistik. Ada dua prinsip yang dikembangkan dalam tradisi analisis
Bagi pembaca atau pendengar, skemata memiliki fungsi wacana. Dua prinsip tersebut kemudian dikenal sebagai prinsip
penting. Dengan skemata yang baik, seorang pembaca atau analisis wacana. Kedua prinsip itu digunakan untuk menganalisis
pendengar akan memahami teks dengan baik pula. Menurut Alwi, wacana. Kedua prinsip analisis wacana tersebut adalah prinsip
dkk (1993:507), kadang-kadang pembaca gagal memahami bacaan interpretasi lokal dan prinsip analogi.
karena alasan berikut ini.
1. Pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai. a. Prinsip Interpretasi Lokal
Dalam keadaan demikian, dia memang tidak dapat memahami Prinsip interpretasi lokal merupakan prinsip yang menggunakan
konsep yang disampaikan dalam teks. lokal sebagai dasar interpretasi. Lokal dalam interpretasi itu
2. Pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai. menjadi konteks wacana, dan konteks itu menjadi dasar interpretasi.
Akan tetapi, petunjuk-petunjuk yang disajikan oleh penulis Jadi, interpretasi lokal dapat diartikan sebagai interpretasi yang
mungkin tidak cukup untuk memberikan saran tentang skemata memanfaatkan konteks sebagai dasar interpretasi.
yang dibutuhkan. Hal itu berarti bahwa pembaca tidak akan Sehubungan dengan fungsi interpretasi lokal, Wahab (1990)
memahami wacana dengan baik. Hanya saja, jika ada petunjuk menyatakan bahwa prinsip interpretasi lokal memberikan tuntunan
tambahan yang sesuai, mungkin akhirnya pembaca akan dapat kepada pendengar, pembaca, atau analis wacana untuk tidak
memahami teks yang dihadapinya dengan baik. menciptakan konteks yang lebih luas daripada konteks yang diperlukan
3. Pembaca mungkin mendapatkan interpretasi wacana secara agar dapat memperoleh interpretasi yang sangat dekat dengan
tetap, tetapi tidak dapat menemukan apa yang diinginkan oleh maksud aslinya, yakni maksud yang terdapat dalam pikiran
penulis. Dalam keadaan demikian, pembaca sudah memahami teks, penyampai pesan. Hal ini berarti bahwa interpretasi wacana didasarkan
tetapi pemahamannya keliru karena tidak sama dengan maksud pada konteks yang berlaku pada wacana itu. Perhatikanlah wacana
penulis. berikut ini.
Wati duduk termenung di serambi muka. (2) Wajahnya
Jadi, bagi pembaca dan analis wacana, skemata berfungsi untuk sayu dan matanya tergenang oleh air mata kepedihan. (3)
memahami wacana. Dengan pemahaman yang baik berdasarkan Kata terakhir Mas Wendi telah menyobek-nyobek kepingan
skemata, analisis wacana lebih lanjut dapat dilakukan. Berbagai hatinya yang makin hari makin menipis.
aspek analisis dapat dikembangkan, misalnya, elemen-elemen wacana, (Dikutip dengan modifikasi dari TBBBI:495)
struktur wacana, acuan dalam wacana atau acuan kewacanaan, Acuan –nya, yang terdapat dalam teks tersebut adalah Wati. Hal
kohesi dan koherensi dalam wacana, dan aspek-aspek analisis lain itu dapat diketahui secara langsung karena konteks penggunaan
yang relevan. –nya mengacu pada Wati. Tidak ada konteks lain yang menyebabkan
–nya bisa ditafsirkan lain. Perhatikan wacana berikut ini.
(1) Pukul 02.00 dini hari Wendi baru pulang. (2) Dengan
berjingkat-jingkat dia memasuki kamarnya. (3) Tentu saja dia
129 130
mengharap ibunya tidak terbangun. (4) Tapi, memang dasar sial. Ranah kehidupan sebagai Dasar Interpretasi Lokal
(5) Bu Retno terbangun juga. (6) Dia bangkit dari ranjangnya Ranah kehidupan adalah bidang kehidupan. Ranah
dan dengan mata yang masih setengah tertutup menyalakan kehidupan dapat dikategorikan secara sistematis. Misalnya, ranah
lampu. kehidupan dapat dikategorikan secara sistematis berdasarkan bidang
Acuan dia pada kalimat (2) berbeda dengan dia pada kalimat (6). ilmu: kedokteran, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Berdasarkan konteks teks yang sama, acuan dia dapat berpindah. Perhatikanlah teks berikut.
Namun, tetap dapat dikenali melalui prinsip interpretasi lokal. Operasi itu berjalan dengan mulus.
Konsep lokal dalam uraian di atas mengacu pada lokal Apakah yang dimaksud dengan operasi pada teks tersebut? Makna
yang berupa teks. Konteks yang digunakan untuk interpretasi kata operasi pada teks tersebut dapat diketahui dari ranah kehidupan
terbatas pada konteks linguistik atau koteks. Namun, pada kenyataannya yang menjadi konteks teks tersebut. Jika ranah kehidupan yang
prinsip lokal juga dapat mengacu pada konteks nonlinguistik. dimasukinya adalah ranah kehidupan yang berhubungan dengan
Konteks nonlinguistik adalah segala sesuatu yang berada bersama kedokteran maka operasi yang dimaksud adalah pembedahan.
dengan wacana. Wujudnya bermacam-macam, dapat berupa Tetapi, jika konteksnya adalah ranah kehidupan yang berhubungan
tempat, waktu, ranah kehidupan/ilmu, partisipan, dan lain-lain. dengan pertahanan dan keamanan, maka kata operasi bermakna
tindakan untuk mengambil langkah-langkah pengamanan.
Tempat sebagai Dasar Interpretasi Lokal
Tempat penuturan sebuah wacana dapat menentukan makna b. Prinsip Interpretasi Analogi
sebuah unsur wacana. Tempat itu bermacam-macam, dapat berupa Analogi adalah persamaan atau atau persesuaian antara dua
rumah, lapangan, kelas, dan lain-lain. Perhatikan teks berikut ini. benda atau dua hal yang berlainan. Cara berpikir analogi dapat
Mari kita keluar! diartikan sebagai cara berpikir dengan menyamakan atau
Tanpa mengetahui tempat penuturan dan arah pembicaraan, tidak menyesuaikan suatu benda atau hal dengan benda atau hal lain
diketahui makna kata keluar. Keluar dari mana? Untuk mengetahuinya dalam rangka melakukan interpretasi. Prinsip analogi adalah
diperlukan pengetahuan tentang konteks tempat penuturan dan arahnya. prinsip memanfaatkan atau menerapkan suatu prinsip atau kaidah
yang berlaku dalam suatu keadaan pada keadaan lain. Prinsip ini
Waktu sebagai Dasar Interpretasi Lokal menerapkan pengalaman dalam suatu keadaan pada keadaan yang
Waktu penuturan sebuah wacana dapat menentukan makna lain. Keadaan yang lain itu biasanya berupa keadaan yang baru.
sebuah teks atau bagian teks. Perhatikan contoh berikut. Menurut Hasan, dkk. (1993:480), prinsip analogi merupakan
Mari kita makan!
dasar yang dipakai, baik oleh pembicara maupun pendengar, untuk
Kata makan pada kalimat di atas mengacu pada makna apa? menentukan interpretasi atau penafsiran dalam konteks. Dalam
Makan pagi, makan siang, atau makan yang lain? Kontekslah yang menentukan tempat berpijak yang sama, pengalaman-pengalaman
akan menentukan makna kata makan itu. terdahulu yang sama atau yang mirip merupakan dasar dalam
komunikasi. Perhatikanlah contoh berikut ini.
131 132
Seorang pemilik kios rokok memiliki banyak DAFTAR PUSTAKA
pengalaman dalam berkomunikasi dengan para pembeli.
Sebagian pembeli itu mungkin ada yang sudah menjadi
pelanggan. Meskipun ada pembeli baru, pemilik kios tidak Alisyabana, S.T 1973. Tatabahasa Baru Indonesia Jilid I. Jakarta :
pernah mengalami kesulitan dalam manangkap maksud pembeli. Dian Rayat.
Berdasarkan pengalamannya, jika ada seorang pria dewasa ingin Alwasilah, A.C. 1985 Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori
membeli rokok, pria tersebut hanya menyebutkan merk atau cap Linguistik. Bandung : Angkasa.
rokok yang dikehendakinya, misalnya dengan kalimat berikut. Barr, D.F. 1988a. "Penggunaan Afik-afiks Fokus dalam Wacana
Tolong, jarumnya Pak! Penuturan Bahasa Daa". Makalah Konferensi dan Seminar
Mendengar kalimat itu, pemilik kios rokok akan mengambilkan Nasional MLI ke-5. Ujungpandang.
rokok cap Jarum, bukan jarum untuk menjahit. Mengapa pemilik Barr, D.F. 1988b. "Fokus And Mood in Da'a Discourse" dalam Pacific
kios itu sudah memiliki pemahaman yang demikian lengkap Linguistic. No. 4 : 77--129.
tentang pembeli? Jawabannya adalah karena pemilik kios memiliki Brown, G. And Yule. 1988. Discourse Analysis. Cambridge :
pengalaman masa lalu. Dengan pengalamannya itu, pemilik kios Cambridge University Press.
mampu menafsirkan maksud pembeli. Interpretasi itu akan Cartier, A. 1989. "Devoiced Indonesian", dalam Kaswanti Purwo
berubah bila yang datang seorang ibu yang tidak biasa membeli (ed) 1989 : 84--145.
Chung, S. 1989. "On The Subject Two Passives in Indonesian"
rokok, melainkan biasa membeli jarum jahit. Jika kebetulan kios
dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989 : 2--83.
itu juga menjual jarum jahit, maka pemilik kios itu akan
Clark, H.H. And V. Eve. 1977. Psychology and Language An
memberikan jarum jahit kepada pembeli (ibu) itu. Introduction to Psycholinguistics. New York : Horcourt Brace
Bagi analis wacana, prinsip analogi itu dengan mudah Jovanovich.
dapat diterapkan karena prinsip analogi mengikuti keteraturan. Coulthard, M. 1983. An Introduction to Discourse Analysis. Kansas:
Sebagaimana dinyatakan oleh Wahab (1990:58), sekali analis University of Longman Group Limited.
mulai menentukan keteraturan-keteraturan untuk membuat generalisasi Dardjowidjojo, S. 1986. "Benang Pengikat dalam Wacana" dalam
di atas pengalamannya, maka ia mempunyai kemungkinan tidak Kaswanti Purwo (ed 1989: 93--110. Jakata:Arcan.
saja menganalisis pengenalan tertentu sebagai satu tipe, tetapi juga Davis,I. (ed). 1968. Philipine Languages : Discourse, Paragraph, and
mempunyai kemungkinan untuk meramalkan apa yang akan terjadi Sentence Structure. California : The Church Press Inc.
dan unsur konteks mana yang akan diperlukan dalam memahami Dijk, T.A. Van 1986. Text and Context Exploration in the Semantics
and Pragmatics of Discourse. London: Longman.
peristiwa komunikasi tertentu. Hal itu berarti bahwa dalam suatu
Djawanai, S. 1978. "Partisipant Relation in Ngada Discourse dalam
situasi tidak perlu seorang analis menggunakan semua unsur JWM. Verhaar (ed). 1978 : 20--33.
konteks untuk memahami isi wacana. Konteks yang diperhatikan Dreyfuss, J.V. 978. "Men-, di-, and ber- : Three Analysis" dalam
adalah konteks yang paling relevan dengan situasi yang sedang JWM. Verhaar (ed). 1978 : 1-6.
berlangsung karena pengalaman terdahulu sudah cukup membantu Elson, B.F. And V.B. Pickett. 1987. Beginning Morphology and
untuk memahami wacana. Syntax. Dallas ; Summer Institute of Linguistics.
133 134
Fokker, AA. 1950. Inleiding tot de Studie van Indonesiche Syntaxis. Kridalaksana, H. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.
Terjemahan Djohar. Jakarta : Pradnya Paramita. Kridalaksana, H. (ed), 1986. Pengembangan Ilmu Bahasa dan
Givon, T (ed). 1979. Syntax and Semantics : Discourse and Syntac Pembinaan Bangsa. Ende: Nusa Indah.
Vol. 12. New York: Academic Press. Larsen-Freeman, D. (ed). 1980. Discourse Analysis in Second language
Grimes, J.E. 1975. The Thread of Discourse. The Hague: Mouton. Research. Rowley : Newbury House Plubishers, Inc.
Hallyday, MAK. 1985. An Introduction to Functional Gramar. Longacre, R.E. 1972.Hierarchy and Universality of Discourse
London: Edward Arnold. Constituents in New Guinea Language: Dissusion. Washington
Hallyday, MAK and Ruqaiya Hasan, 1976. Cohesion in English. D.C.: Georgetown University.
London : Longman. Longacre, R.E. 1979. "The Paragraph as a Gramatical Unit". dalam
Harris, Z.S. 1952. "Discourse Analysis" dalam Language 28 (1952) Givon (ed) 1979 : 15--135.
1—30. Longacre, R.E. 1983. The Grammar of Discourse. New York: Plenum
Hoey, M. 1983. On The Surface of Discourse. London: George Allan Press.
Unwin. Mc. Cune, K. 1989. "Passive Function and The Indonesian Passive"
Hopper, P.J. 1979. "Aspect and Foregrounding in discourse" dalam dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989 : 282--343.
Givon (ed) 1979: 213--242. Moeliono, AM. dan Soenjono Dardjowidjojo (peny.). 1988. Tata
Hopper, P.J . 1989. "Ergative, Passive, and Active, in Malay Narrative" Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989: 146--199. Montolalu, L.R. 1985. "Teori Ketransitifan dalam Tata Bahasa".
Hopper, P.J. And S.A. Thompson. 1980. "Tranisitivity in Grammar And dalam Kaswanti Purwo (ed) 1985: 87--94.
Discourse" Longuage 56: 251--299. Nivens, R. 1990. "Notes on Discourse Analisys". Ambon :
Kaswanti Purwo, B. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: UNPATTI-SIL.
Balai Pustaka. Pastika, W. 1990. "Tanda-tanda Gramatikal yang Membedakan
Kaswanti Purwo, B . 1986a. "Analisis Wacana men- dan di- di dalam Latar depan dan Latar Belakang Wacana Narasi Bahasa
Wacana Bahasa Indonesia" dalam Linguistik Indonesia. 4.8: Inonesia". Naskah.
1—13, 1986. Pike, K.L. 1971. Linguistics An Introduction to Tagmemics, London:
Kaswanti Purwo, B . 1988. "Konstruksi "Pasif"Bahasa Indonesia" University of Nebraska Press.
Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta : Departemen Pike, K.L. . 1981. Tagmemics, Discourse, and Verbal art. Uiversity
Pendidikan dan Kebudayaan. of Michigan.
Kaswanti Purwo, B. 1989. "Voice in Indonesian : A Discourse Study" Pike, K.L. And Evelyn G. 1983. Text And Tagmeme. New Jersey :
dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989 : 344--442. Ablex Publising Corp.
Kaswanti Purwo, B. (ed) 1985. Untaian Teori Sintaksis 1970--1980. Poerwadi, P. 1990. "Fungsi Diatesis dan Urutan Konstituen dalam
Jakarta : Arcan. Wacana Cerita Pendek Bahasa Indonesia". Naskah.
Kaswanti Purwo, B. (ed).1986. Pusparagam Lingustik dan Poerwadi, P. 1991. Strategi Penggunaan verba dalam Wacana Narasi
Pengajaran Bahasa. Jakarta : Arcan. Cerita Pendek Bahasa Indonesia". Ujungpandang: Fakultas
Kaswanti Purwo, B. (ed). 1989. Serpih-serpih Telaah Pasif Bahasa Pascasarjana Universitas Hasanudin.
Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Keraf, G. 1985. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia.
135 136
Rafferty, E. 198. "Contras in Syntax of Malay and an Indonesian oral
Narrative"dalam Nusa 16/1983. Jakarta: Badan Penyelenggara
Seri NUSA.
Ramlan, M. 1981. Sintaksis. Yogyakarta: Kanisius.
Samarin, W.J. 1988. Field Linguistics : AGuide to Linguistics Field
Work. Terjemahan J.S. Badudu. Yoyakarta : Kanisius.
Sihombing, L.P. 1986. "Ke Arah Analisis Wacana" dalam,
Kridalaksana (ed). 1986. Ende : Nusa Indah.
Silzer, P. and Sheryl. 1976. "Discourse Consideration in Bahasa
Indonesia" dalam majalah IRIAN, June 1976, V No. 2, 107—
157. Jayapura: The Institute for Anthropology, Cendrawasih.
Tarigran, H.G. 1987. Pengajaran Wacna. Bandung : Angkasa.
Thomas, M.R. 1978. "Indonesian Unmarked Verbs" dalam Verharr (ed)
1978 : 7--10.
Verhaar, JWM. 1978. "Some Notes On The Verbal Passive in
Inonesian" dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989: 200--281.
Verhaar, JWM. 1980. Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia.
Jogyakarta: Kanisius.
Verhaar, JWM .1981. Pengantar Linguistik. Jogyakarta : Gajahmada
University Press.
Verhaar, JWM. 1989. "Syantactic Ergativity in Contemporary
Indonesian" dalam Kaswanti Purwo (ed) 1989.
Verhaar, JWM. (ed) 1978. NUSA Linguistics Studies in Indonsian.
Volume 6, Part V. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri NUSA.
Walrod, M.R. 1979. Discourse Grammar in Ga'dang. Arlinton: SIL.
137

Anda mungkin juga menyukai