Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

KARDIOVASKULER : RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

Dosen Pembimbinng:

Bara Miradwiyana, SKp, MKM

Disusuh oleh kelompok 7:

Ahmad Rangga Hidayatullah P17120120006

Fikri Maulaanaa Hakiim P17120120015

Khansa Qonitah P17120120022

Najmi Afifah P17120120028

Riska Wulandare P17120120034

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami  panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi dan melengkapi tugas mata
kuliah “Keperawatan Anak". Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi dalam penyelesaian kasus, mengingat
kemampuan akan penulis. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan makalah ini.

Tentunya kami juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Bara Miradwiyana, SKp,
MKM yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan,
pengarahan dan dorongan dalam rangka menyelesaikan makalah ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada anak dengan gangguan Kardiovaskuler.

Jakarta, 2 Agustus 2022

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Tujuan...................................................................................................................................5
C. Manfaat.................................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................................6
A. Definisi....................................................................................................................................6
B. Anatomi Fisiologi....................................................................................................................6
C. Etiologi....................................................................................................................................9
D. Faktor Risiko.........................................................................................................................10
E. Patofisiologi...........................................................................................................................10
F. Klasifikasi..............................................................................................................................11
G. Manifestasi Klinis.................................................................................................................12
1. Manifestasi Klinis Mayor................................................................................................12
2. Manifestasi Klinis Minor................................................................................................14
H. Pemeriksaan Fisik.................................................................................................................15
I. Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................................................18
J. Penatalaksanaan......................................................................................................................18
K. Pencegahan............................................................................................................................19
L. Komplikasi.............................................................................................................................20
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................21
A. Pengkajian.............................................................................................................................21
B. Diagnosis Keperawatan.........................................................................................................23
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan.........................................................................23
D. Evaluasi Keperawatan...........................................................................................................26
BAB IV PENUTUP......................................................................................................................27

3
A. Kesimpulan.........................................................................................................................27
B. Saran...................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................28

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa
cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah melalui vena tidak adekuat,
maupun kombinasi keduanya. Gagal jantung pada anak dapat disebabkan beberapa
etiologi seperti penyakit jantung bawaan (PJB), regurgitasi katup atrioventrikular, demam
reumatik, miokarditis virus, endokarditis bakterial dan sebab sebab sekunder seperti
hipertensi karena glomerulonefritis, tirostoksikosis, anemia sel sabit dan cor pulmonale
karena fibrosis kistik. Dari berbagai penyakit ini, salah satu penyebab gagal jantung anak
terbanyak adalah demam reumatik. (Shiba & Rukmi, 2017)
Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus
grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit yang
mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit jantung reumatik adalah
lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral
dan aorta setelah demam reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah
mereda. Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/
rheumatic heart disease (RHD). (Shiba & Rukmi, 2017)
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu penyebab
utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit jantung reumatik di
Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak usia 5-14 tahun adalah 0-8 kasus per
1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung reumatik di
negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus
per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, dan di India
51 kasus per 1000 anak usia sekolah. (Shiba & Rukmi, 2017)
Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi
penyakit jantung reumatik anak berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan
demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik akut di
Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik
anak merupakan akibat dari demam reumatik akut. (Fitriany & Annisa, 2019)

5
Hal ini dikaitkan dengan kemajuan diagnostik, perbaikan teknik bedah, dan
perawatan intensif. Karena anak-anak menjalani operasi di usia yang lebih muda, asuhan
keperawatan yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengelola respons bayi dan
anak dengan penyakit jantung telah menjadi lebih menantang. Berdasarkan penjelasan
diatas kelompok tertarik untuk membahas nya dalam makalah kami yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada anak dengan Gangguan Kardiovaskuler”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan mengenai konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
Sistem Kardiovaskuler ; Rheumatic Heart Disease.
2. Tujuan Khusus
a. Konsep dasar teori gangguan Sistem Kardiovaskuler pada anak:
Rheumatic Heart Disease.
b. Konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Rheumatic
Heart Disease.

C. Manfaat
Bagi pembaca menambah pengetahuan mengenai definisi, jenis-jenis,
patofisiologi penyakit, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, terapi diet,
pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan dan implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan pada klien anak dengan gangguan
kardiovaskular: Rheumatic Heart Disease.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung yang
menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (24%), jarang mengenai katup trikuspidal (1%) dan tidak pernah
menyerang katup pulmonal. PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala
sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup
jantung. Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari demam reumatik,
yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas. (Amelia, 2019)
Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus
grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon infl amasi umum dan penyakit yang
mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit jantung reumatik adalah
lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral
dan aorta setelah demam reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah
mereda. Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/
rheumatic heart disease (RHD). (Almazini, 2014)

B. Anatomi Fisiologi
Jantung terletak di rongga mediastinum rongga dada yaitu diantara paru-paru.
Posisi jantung miring sehingga bagian ujungnya runcing (apex) menunjuk ke-arah bawah
pelvis kiri, sedangkan ujungnya yang lebar yaitu bagian dasarnya, menghadap keatas
bahu kanan. Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri,
yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke sirkulasi sistemik.
(Amelia, 2019)
Lapisan Jantung terdiri atas pericardium (lapisan pembungkus jantung,
Miokardium (lapisan otot Jantung) dan endokardium (permukaan dalam jantung).
Didalam Miokardium, Lapisan Otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri
coroner kiri bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri

7
koroner kanan membberikan darah untuk sinoatrial Node, ventrikel kanan, permukaan
diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah kesinus kemudian
bersirkulasi langsung kedalam paru. (Fitriany & Annisa, 2019)
Berdasarkan informasi dari peredaran darah jantung arteri koroner antara lain:
1. Arteri koroner kiri utama/ left main (LM)
Arteri koroner kiri utama yang lebih popular dengan sebutan left main
(LM), keluar dari sinus aorta kiri, kemudian bercabang dua menjadi arteri left
anterior descending (LAD) dan Left Circumflex (LCX). Arteri LM berjalan
diantara alur keluar ventrikel kanan (right ventricle outflow) yang terletak
didepanya, dan atrium kiri belakangnya, baru setelah itu bercabang menjadi arteri
LAD dan arteri LCX.

2. Arteri Left anterior Descending (LAD)


Arteri LAD berjalan dari parit interventrikular depan sampai ke apeks
jantung, mensuplai bagian depan septum melalui cabang-cabang septal dan bagian
depan ventricular kiri melalui cabang-cabang diagonal, sebagian besar ventrikel
kiri dan juga berkas Atrio-ventrikular. Cabag-cabang diagonal keluar dari arteri
LAD dan berjalan menyamping mensuplai dinding antero lateral ventrikel kiri dan
cabang diagonal bisa lebih dari satu.

3. Arteri Left Circumflex (LCX)


Arteri LCX berjalan didalam parit artioventrikular kiri diantara atrium kiri
dan ventrikel kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui
cabang-cabang obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M1,M2 dst) pada
uumunya arteri LCX berakhir sebagai cabang obtuse margina, namun pada 10%
kasus yang mempunyai sirkulasi dominan kiri maka arteri LCX juga mensuplai
cabang posterior descending arteri (PDA).

4. Arteri Koroner kanan / Right Coronary Arteery (RCA)


Arteri Koroner kanan keluar dari sinus aorta kanan dan berjalan didalam
parit artrioventrikular kanan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan menuju

8
kebagian bawah septum. Pada 50-60% kasus, cabang pertama dari RCA adalah
cabang conus yang kecil yang mensuplai alur keluar ventrikel kanan. Pada 20-
30% kasus, cabang conus muncul langsung dari aorta. Cabang sinus node pada
60% kasus keluar sebagai cabang kedua dari RCA dan berjalan ke belakang
mensuplai SA-node.

5. Vena Koroner
Sebagian besar darah vena disalurkan melalui pembuluh vena yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner. Vena kardiak bermuara di sinus
koronarius yaitu suatu vena besar yang berakhir di atrium kanan. Sebagian kecil
darah dari sirkulasi koroner datang langsung dari otot jantung melalui vena-vena
kecil dan disalurkan langsung ke dalam ke empat ruang jantung.

6. Vena Kardiak Besar (Great Cardiac Vein/ Vena Cordis Magna)


Bermula di apeks jantung dan naik sepanjang parit interventrikular depan,
berdampingan dengan arteri LAD, kemudian belok ke kiri ke dalam parit
atrioventrikular, berjalan disamping arteri LCX. Great Cardiac Vein juga
menampung darah dari atrium kiri.

7. Sinus Koronarius
Berjalan ke kanan di dalam parit atrioventrikular. Berakhir di dinding
belakang atrium kanan, diantara pangkal vena cava inferior dan celah
atrioventrikular dan menerima darah vena kardiak sedang dan kecil.

8. Vena kardiak sedang dan kecil (Middle Cardiac Vein dan small cardiac vein/Vena
cordis parva)
Vein dan Small Cardiac Vein/Vena Cordis Parva) Vena kardiak sedang
berjalan didalam parit interventrikular belakang dan vena kardiak kecil berjalan di
parit atrioventrikular berdampingan dengan RCA.

9. Vena Posterior Ventrikel kiri

9
Vena ini berakhir di sisi samping ventrikel kiri dan masuk ke dalam sinus
koronarius.

(Netter, 2011)

C. Etiologi
Demam rematik disebabkan oleh grup A β-haemolytic Streptococcus (GAS),
khususnya, Streptococcus pyogenes. Tidak semua serotipe GAS dapat menyebabkan
demam rematik. Ketika beberapa strain GAS yang sama (misalnya, GAS M tipe 4)
menyebabkan faringitis akut pada populasi rematik yang rentan, tidak ada rekuren
demam rematik yang terjadi. Sebaliknya, episode faringitis yang disebabkan oleh serotipe
lain dalam pupolasi rematik yang sama maka akan menyebabkan sering berulanganya
demam rematik akut (reumatogenik). (Tambak, 2018)
Sebagian besar strain streptokokus telah diidentifikasi dan dijelaskan dalam
penelitian yang dikaitkan dengan perkembangan DR dan PJR. Strain paling umum yang
ditemukan di sebagian besar negara adalah GAS M tipe 1. Keragaman Streptokokus
pyogenes juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi. Hal ini ditekankan di

10
negara-negara berpenghasilan rendah, mungkin karena kurangnya perawatan, sehingga
terjadi mutasi genetik pada grup A β-haemolytic Streptococcus. (Tambak, 2018)

D. Faktor Risiko
Menurut Azevedo dan Guilherme (2017) dalam (Tambak, 2018), faktor risiko
terjadinya demam rematik adalah:
1. Faktor lingkungan
Demam rematik merupakan suatu penyakit kemiskinan. kondisi sosial,
kepadatan penduduk, daerah pedesaan dan perkotaan, akses fasilitas medis,
ketersediaan antibiotik, dan kepatuhan pengobatan adalah faktor risiko yang
paling dijelaskan dan memfasilitasi penyebaran Grup A Streptokokus (GAS).
2. Faktor Individu
Faktor individu adalah penentu pola penyakit tetapi tidak cukup dipahami.
Studi korelasi Human Leucocyte Antigent (HLA) memberikan bukti adanya
pengaruh genetik terhadap kerentanan dan manifestasi Demam Rematik (DR).
Beberapa komponen genetik yang berperan terhadap kerentanan demam rematik
adalah Antigen HLA kelas II, Alloantigen sel-B, Polimorfisme gen, dan Enzim
angiotensin-converting. (Tambak, 2018)

E. Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptococcus dan demam reumatik akut tidak
diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang di
tunjukan oleh hasil kultur streptococcus yang negatif pada bagian jantung yang terkena.
Fakta berikut ini menunjukan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat
hipersensitifimunologi yang belum terbukti terhadap antigen antigen streptococcus:
a. Demam reumatik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah
pasien sembuh dari faringitis.
b. Kadar antibodi antii streptococcus tinggi (anti streptolisin O, anti Dnase, anti
hialorodinase), terdapat pada klien demam reumatik akut.
c. Pengobatan dini faringitis streptococcus dengan penisilin menurunkan risiko demam
reumatik.

11
d. Imunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membran sel miokardiaum
yang terkena.

Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam reumatik


akut masih belum diketahui.Adanya antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen
streptococcus dan sel miokardium menunjukan kemungkinan adanya hipersensitiftas tipe II yang
diperantarai oleh antibodi reaksi silang. Pada beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk
untuk melawan antigen streptococcus, adanya antibodi tersebut didalam serum akan menunjukan
hipersensifitas tipe III. (Kana, 2019)

F. Klasifikasi
1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat
terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang
menyertai tandatanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular
seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit
jantung reumatik.

2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.

3. Stadium III

12
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik
(gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini
baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. (Fitriany & Annisa, 2019)

G. Manifestasi Klinis
RHD Akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, khorea,
nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi
bersamasama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi pada
pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan. Manifestasi
klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi mayor dan manifestasi minor, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
Manifestasi mayor terdiri dari artritis, karditis, khorea, eritema
marginatum, dan nodul subkutan.
a) Artritis
Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada RHD Akut.
Munculnya tiba-tiba dengan nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti
dengan reaksi radang.
Biasanya mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku,
dan pergelangan tangan.Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala
radang seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi
gangguan fungsi sendi. Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri

13
tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala
sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa apapun.

b) Karditis
Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokarditis,
miokarditis, dan perikardium. Dapat salah satu saja, seperti endokarditis,
miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada daun katup yang menyebabkan terdengarnya
bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan
pada katup belum menetap. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran
jantung dan tanda-tanda gagal jantung. Sedangkan perikarditis adalah nyeri
pada perikardial. Bila mengenai ketiga lapisan disebut pankarditis.
Karditis ditemukan sekitar 50% pasien RHD Akut. Gejala dini karditis
adalah rasa lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit meskipun
belum ada gejala-gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling
serius pada RHD Akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium
akut penyakit. Diagnosis klinis karditis yang pasti dapat dilakukan jika satu
atau lebih tanda berikut ini dapat ditemukan, seperti adanya perubahan sifat
bunyi jantung organik, ukuran jantung yang bertambah besar, terdapat tanda
perikarditis, dan adanya tanda gagal jantung kongestif.

c) Khorea
Khorea merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai oleh
gerakan tiba-tiba, tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai
kelemahan otot dan emosi yang tidak stabil. Gerakan tanpa disadari akan
ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh. Gerakan ini akan
menghilang pada saat tidur. Khorea biasanya muncul setelah periode laten
yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi Streptokokkus dan pada waktu
seluruh manifestasi RHD lainnya mereda. Khorea ini merupakan satu-satunya
manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering
pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki.

14
d) Eritema
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa
bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan
tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tidak nyeri, dan
tidak gatal. Tempatnya dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian
dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka.
Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari penderita RHD dan
merupakan manifestasi klinis yang paling sukar didiagnosis.

e) Nodul
Nodul subkutan merupakan manifestasi mayor RHD yang terletak
dibawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara
3-10mm. Kulit diatasnya dapat bergerak bebas. Biasanya terdapat di bagian
ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki.
Nodul ini timbul selama 6-10 minggu setelah serangan RHD Akut. (Oramas
et al., 2016)

2. Manifestasi Klinis Minor


Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik
tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis RHD. Manifestasi klinis minor ini
meliputi demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis.
a) Demam
Demam hampir selalu ada pada poliartritis rematik. Suhunya jarang
melebihi 39°C dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3 minggu,
walau tanpa pengobatan.

b) Atralgia
Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri,
merah, hangat, yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Rasa sakit
akan bertambah bila penderita melakukan latihan fisik.

15
Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis, nyeri perut membuat
penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan tanda subklinis
dari RHD. (Oramas et al., 2016)

H. Pemeriksaan Fisik

No. Pengkajian Temuan


Inspeksi
1. Amati postur tubuh anak. 1. Posisi jongkok tampak pada tetralogi
fallot.
2. Leher bayi hiperekstensi terus-
menerus menunjukkan bayi hipoksia.
3. Gelisah disertai nyeri abdomen, pucat,
muntah, menangis dan syok
mengindikasikan infark miokardium
akut pada anak.
2. Amati sianosis, bercak dan edema. 1. Kebiruan pada bibir, ujung jari tangan
dan kaki terutama pada saat
menangis.
2. Edema menunjukkan gagal jantung
kongestif.
3. Edema sacrum dan periorbital umum
terjadi pada anak kecil atau dapat
mengalami gagal ginjal.
4. Edema ekstremitas dominan terjadi
pada anak yang lebih tua.
3. Amati anak terhadap kesukaran Kesulitan bernafas dan batuk
bernafas (merintih, retraksi iga, menunjukkan gagal jantung atau infeksi
hidung mengembang, bunyi nafas pernafasan.
tambahan), batuk pendek, sering,
16
dangkal dan lemah (hacking cough).
4. Periksa adanya clubbing pada Jari tubuh menunjukkan hipoksia. Splinter
bantalan kuku dan splinter hemorrhages menunjukkan emboli.
hemorrhages (garis hitam, tipis).
5. Periksa dada anterior dari satu sudut. Pengembangan dada yang simetris adalah
Amati kesimetrisan gerak dada, normal. Pada anak kurus, denyut nadi
pulsasi yang terlihat. apikal atau titik impuls maksimal terlihat
sebagai suatu pulsasi. Pengembangan dada
yang tidak asimetris menunjukkan gagal
jantung kongestif.
6. Nilai status gizi. Status gizi buruk menunjukkan kegagalan
tumbuh. Peningkatan berat badan yang
dapat disebabkan adanya udema.
Palpasi
1. Palpasi denyut apikal atau titik 1. Nadi apikal normalnya dapat dipalpasi
impuls maksimal (TIM) dengan pada bayi dan anak kecil.
menggunakan ujung  jari tangan. 2. TIM berada di kiri garis Midklavikula
Lokasi TIM pada anak usia <7 tahun sampai usia 4 tahun.
pada sela iga keempat, usia >7 tahun 3. TIM di Midklavikula usia 4 tahun-6
pada sela iga ke lima. tahun.
4. TIM di garis kanan Midklavikula pada
usia 7 tahun.

2. Mendeteksi pulsasi demgan ujung 1. Bunyi friction rub adalah abnormal.


jari. Permukaan palmar/telapak 2. Precordial friction rub adalah bunyi
tangan untuk mendeteksi getaran gesekan dengan nada tinggi yang tidak
vibrasi atau precordial friction rub. dipengaruhi oleh pola pernafasan.

Perkusi
Perkusi ukuran jantung dengan 1. TIM yang lebih lateral dan lebih rendah
menentukan batas jantung (lokasi menunjukkan pembesaran jantung.

17
TIM merupakan indikator ukuran 2. TIM yang lebih keras menunjukkan
jantung). anemia, demam atau ansietas.

Auskultasi
1. Gunakan bel (untuk frekuensi 1. S2 normalnya terdengar jelas di area
rendah, bunyi, S3, S4) dan diafragma pulmonal.
stetoskop ( untuk frekuensi tinggi). 2. S1 normalnya terdengar jelas di mitral
Auskultasi diumlai area aorta, dan tricuspid.
pulmonal, ke bawah ke titik Erb 3. Kualitas jelas dan jernih (S1 terdengar
kemudian ke area tricuspid dan area pada awal nadi apikal), frekuensi
mitral. (sinkron dengan nadi radialis),
intensitas kuat (konsisten disetiap titik),
irama (normalnya teratur).

2. Auskultasi terhadap bunyi tambahan 1. Murmur fungsional tidak


S3 dan S4  dengan posisi bayi atau mempengaruhi pertumbuhan anak.
anak miring kiri. Kaji bunyi Murmur fungsional sistolik, bernada
abnormal seperti klik, murmur dan suara medium, musical dan terdengar
precordial friction rub. Precordial di interkosta kiri kedua dan keempat.
friction rub berhenti jika anak Dapat menghilang dengan perubahan
menahan nafas. posisi.
2. Murmur organik disebabkan oleh
kelainan jantung yang didapat atau
kongenital, lebih 3 tahun dengan
penyakit jantung rermatik meliputi
stenosis aorta dan mitral serta
regurgitasi aorta dan mitral.

(Almazini, 2014)

18
I. Pemeriksaan Diagnostik
Tidak ada tes laboratorium tunggal yang dapat mengkonfirmasi diagnosis
Penyakit Jantung Rematik (PJR). Pada pasien yang dicurigai DRA, pemeriksaan
penunjang ini bertujuan untuk mendeteksi bukti infeksi streptokokus.
1. Kultur Tenggorokan
Suatu kultur yang diperoleh dengan sampel amandel dan belakang tenggorokan
adalah standar emas saat ini untuk diagnosis faringitis GAS.
2. Pengujian Antigen
Cepat Pengujian antigen cepat memiliki spesifisitas tinggi (≥ 95%) tetapi
sensitivitas sedang (65% hingga 90%). Temuan Rapid Slide Agglutination Test
(RSAT) yang positif berguna dalam menegakkan diagnosis faringitis GAS.
3. Tes Antibodi Streptokokus
Tes antibodi diarahkan terhadap produk ekstra-seluler streptokokus dan termasuk
anti-streptokokus lisin O (ASTO), anti-DNAse B (ADB), antihyaluronidase,
dinukleotidase adenin antinicotinamide, dan anti-streptokinase. ASTO adalah tes yang
paling umum tersedia. ASTO mulai meningkat pada 1 minggu dan memuncak pada 3
sampai 5 minggu setelah infeksi.
4. Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah 10 kali lebih sensitif dan penggunaan ekokardiografi
menghasilkan peningkatan 16% hingga 47% dalam diagnosis karditis. Namun
demikian, ekokardiografi tidak termasuk dalam kriteria WHO 2004 untuk diagnosis
DR. Keputusan ini didorong oleh kekhawatiran bahwa diagnosis dapat terhambat oleh
kurangnya ketersediaan ekokardiografi di beberapa lokasi dan karena evolusi
kebanyakan kasus karditis subklinis jinak. (Tambak, 2018)

J. Penatalaksanaan
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung
Eradikasi terhadap kuman Streptococus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2
juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30
kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan

19
eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin
benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali.
Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg
atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-
minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan.
Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan
rekurensi.
2. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah
kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat
menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan
artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat
diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama
2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu.

3. Kortkosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat
terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis
dan dosis maksimal 80 mg/hari.Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg
diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison
dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg
BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya
untuk menghindari efek rebound atau infeksi Streptococus baru. (Oramas et al., 2016)

K. Pencegahan
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi
Streptococus pada semua orang. Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah
mendeteksi adanya infeksi Streptococus untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan
pemantauan epidemi dalam komunitas. Setiap perawat harus mengenal dengan baik tanda
dan gejala faringitis Streptococus, panas tinggi (38,90 sampai 400C, atau 1010 sampai

20
1040 F), menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat,
nyeri abdomen, dan infeksi hidung akut. Kultur tenggorok merupakan satu-satunya
metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat.
Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu
menelan antibiotika profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan
invasi oleh mikroorganisme ini. Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi
merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus diingatkan untuk menggunakan
antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan seperti sitoskopi.
(Oramas et al., 2016)

L. Komplikasi
1. Gagal jantung pada kasus yang berat.
2. Dalam jangka panjang timbul penyakit demam jantung reumatik.
3. Aritmia.
4. Perikarditis dengan efusi.
5. Pneumonia reumatik. (Kana, 2019)

21
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Penyakit jantung rematik kebanyakan menyerang pada anak-anak dan dewasa hal
ini lebih dikarenakan bakteri streptococcus sering berada di lingkungan yang tidak bersih.
Penyakit ini lebih sering terkena pada anak perempuan.
a. Identitas klien : Nama, umur, alamat, pendidikan
b. Riwayat kesehatan : Demam, nyeri, dan pembengkakkan sendi
c. Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah mengalami penyakit yang sama,
hanyademam biasa
d. Riwayat penyakit sekarang : Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan
EKG
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kesehatan lingkungan
 Keadaan sosial ekonomi yang buruk
 Iklim dan geografi
 Cuaca
g. Imunisasi
h. Riwayat nutrisi
Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi berubah.
Pemeriksaan fisik Head to Toe:
a. Kepala : Ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis, terdapat
napas cuping hidung, membran mukosa mulut pucat.
b. Kulit :Turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuh sampai 39ᴼ C.
c. Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tampak
 Palpasi : dapat terjadi kardiomegali
 Perkusi : redup
 Auskultasi : terdapat murmur, gallop

22
d. Abdomen
 Inspeksi perut simetris
 Palpasi kadang-kadang dapat terjadi hepatomigali
 Perkusi tympani
 Auskultasi bising usus normal
e. Genetalia : Tidak ada kelainan
f. Ekstermitas : Pada inspeksi sendi terlihat bengkak dan merah, ada gerakan yang
tidak disadari, pada palpasi teraba hangat dan terjadi kelemahan otot.
g. Data fokus yang didapat antara lain:
 Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius
namun tidak terpola.
 Adanya riwayat infeksi saluran napas.
 Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar - debar.
 Nyeri abdomen, mual, anoreksia, dan penurunan hemoglobin.
 Arthralgia, gangguan fungsi sendi.
 Kelemahan otot.
 Akral dingin.
 Mungkin adanya sesak.
h. Pengkajian data khusus:
 Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suara sistolik,
perubahan suarah jantung, perubahan Elektrokardiogram (EKG), nyeri
prekornial, leokositosis, peningkatan Laju endap darah (LED),
peningkatan Anti Streptolisin (ASTO).
 Poliatritis : nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi, menyebar pada sendi
lutut, siku, bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi).
 Nodul subkutan : timbul benjolan di bawah kulit, teraba lunak dan
bergerak bebas. Biasanya muncul sesaat dan umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian.
 Khorea : pergerakan ireguler pada ekstremitas, infolunter dan cepat, emosi
labil, kelemahan otot.

23
 Eritema marginatum : bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan
telapak tangan, bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak parmanen,
eritema bersifat non-pruritus.

B. Diagnosis Keperawatan
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) diagnosis keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien anak dengan RHD yaitu:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot jantung.
Ditandai dengan wajah pasien pucat, dada terasa berdebar debar, suara jantung
abnormal yaitu murmur, takikardi, hipotensi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. Ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri dada.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yaitu 38 derajat celcius.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ditandai dengan pasien mengeluh tidak ada nafsu makan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien
cepat lelah saat melakukan aktivitas berlebihan.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan


Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) intervensi keperawatan berdasarkan
diagnosis keperawatan prioritas yaitu:

No. Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi TTD


Dx Prioritas Hasil Keperawatan
1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan Perawatan Jantung
berhubungan dengan intervensi selama 3x24 Observasi
perubahan kontraksi  otot  jam maka curah jantung 1. Identifikasi tanda dan
jantung. Ditandai  dengan  meningkat dengan gejala primer
wajah  pasien  pucat,  kriteria hasil : penurunan curah
dada  terasa  berdebar  a. Kekuatan nadi

24
debar,  suara  jantung  perifer meningkat jantung
abnormal  yaitu  murmur,  (5) 2. Monitor tekanan
takikardi, hipotensi b. Takikardia menurun darah
(5) 3. Monitor saturasi
c. Gambaran EKG oksigen
aritmia menurun (5) 4. Monitor keluhan nyeri
d. Murmur jantung dada
menurun (5) Terapeutik
e. Tekanan darah 1. Posisikan klien semi
membaik (5) fowler atau fowler
2. Berikan diet jantung
yang sesuai
Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas
sesuai toleransi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

2. Nyeri akut berhubungan Setelah  dilakukan Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera intervensi selama 3x24 Observasi
fisiologis. Ditandai dengan jam maka tingkat nyeri 1. Identifikasi skala
pasien mengeluh nyeri menurun dengan nyeri
dada. kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor
a. Keluhan nyeri yang memperberat
menurun (5) dan memperingan
b. Frekuensi nadi nyeri
membaik (5) Terapeutik
c. Tekanan darah 1. Berikan teknik

25
membaik (5) nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen


dengan proses penyakit. intervensi selama 3x24 Hipertermia
Ditandai dengan jam maka termoregulasi Observasi
peningkatan suhu tubuh membaik dengan 1. Identifikasi penyebab
yaitu 38 derajat celcius. kriteria hasil : hipertermia
a. Suhu tubuh 2. Monitor suhu tubuh
membaik (5) Terapeutik
b. Kulit merah 1. Sediakan lingkungan
menurun (5) yang dingin
c. Akrosianosis 2. Berikan cairan oral
menurun (5) Edukasi
d. Takikardia menurun 1. Anjurkan tirah baring
(5) Kolaborasi
e. Hipoksia menurun 1. Kolaborasi pemberian
(5) cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

26
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan secara umum meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil
yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Tahap penilaian atau evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada
tahap perencanaan.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus
grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit yang
mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit jantung reumatik adalah
lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral
dan aorta setelah demam reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut telah
mereda. Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/
rheumatic heart disease (RHD).
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu penyebab
utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit jantung reumatik di
Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak usia 5-14 tahun adalah 0-8 kasus per
1000 anak usia sekolah. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung reumatik di
negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus
per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, dan di India
51 kasus per 1000 anak usia sekolah.

B. Saran
Kelompok mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
kelompok mengaharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi
kelompok guna mengevaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. A. (2014). Antibiotik untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit
Jantung Reumatik. Continuing Professional Development, 41(7), 500.

Amelia, P. (2019). Penyakit Jantung Rematik pada Anak. Medula.


http://www.journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/99

Fitriany, J., & Annisa, I. (2019). Demam Reumatik Akut. AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan Malikussaleh, 5(2), 11. https://doi.org/10.29103/averrous.v5i2.2078

Kana, I. E. P. B. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Nn. N. A dengan
Jantung Reumatik di Ruangan Cempaka RSUD Prof. Dr.W.Z Johannes Kupang. 2, 1–13.

Netter, F. H. (2011). Atlas of Human Anatomy (5th ed.). English: Philadelphia, PA:
Saunders/Elsevier.

Oramas, C. V., Keluarga, D. D., & Oramas, C. V. (2016). Analisis Pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Rheumatic Heart Disease (RHD) dan Post Sectio Caesarea
dengan Intervensi Inoasi Relaksasi Nafas dalam Terhadap Penurunan Ambang Nyeri di
Ruang ICU RSUD Taman Husada Kota Bontang Tahun 2016. 2016.

Shiba, A. F., & Rukmi, R. (2017). Penyakit Jantung Rematik pada Anak Laki-laki Usia 8 Tahun
Rheumatic Heart Disease in 8-Year Old Boy. Medula Unila, 7(April), 13–21.

Tambak, R. C. (2018). Gambaran Karakteristik Penyakit Jantung Rematik Pada Anak di RSUP
Haji Adam Malik Medan Tahun 2017.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (1 Cetakan). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1 Cetakan). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

29
30

Anda mungkin juga menyukai