Anda di halaman 1dari 9
PUTUSAN MK NO 27/PUU-IX/201 IDAN NO.96/PUU-XI/2013 DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KERJA DAN JAMSOSTEK DITJEN BINWASNAKER KEMENAKERTRANS RL PELAKSANAAN PUTUSAN MK NO.27/PUU-IX/2011 Untuk melindungi hak hak pekerja/ buruh, ada 2 Cara yg dapat dilaksanakan : Pertama : Dengan mensyaratkan agar PK antara pekerja/ buruh dg perusahaan yg melaksanakan pekerjaan outsourching tdk berbentuk PKWT melainkan berbentuk PKWTT.(apabila sifat pekerjaannya terus menerus) Dengan demikian hubungan kerja antara pekerja/ buruh dg perusahaan yg melaksanakan pekerjaan outsourching adalah konstitusional sepanjang dilakukan berdasarkan PKWTT yg dibuat secara tertulis. PELAKSANAAN PUTUSAN MK NO.27/PUU-IX/2011 Kedua : Menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/ buruh yg bekerja pada perusahaan yg melaksanakan pekerjaan outsourching. Dalam hal hubungan kerja antara pekerja/ buruh dg perusahaan yg melaksanakan pekerjaan’ outsourching berdasarkan PKWT (sifat pekerjaan sementara), maka pekerja harus tetap mendapat perlindungan atas hak hak nya sebagai pekerja/ buruh dg menerapkan prinsip pengalihan perlindungan bagi pekerja/ buruh yg bekerja pada perusahaan yg —smelaksanakan —_pekerjaan outsourching. ‘Sesuai Putusan MK : > Perusahaan Pemborongan Pekerjaan atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dapat membuat Perjanjian Kerja dengan TK nya dalam bentuk PKWT apabila dalam PK memuat syarat pengalihan Perlindungan hak bagi Pekerja/Buruh yg objek kerjanya tetap ada kepada perusahaan Iain, dalam hal terjadi penggantian perusahaan penerima pekerjaan. Contoh : ; Perjanjian Kerja (PKWT) memuat pasal antara lain : > Apabila PK telah berakhir dan terjadi_penggantian perusahaan Penerima pekerjaan dg perusahaan lain, maka TK dijamin keberlanjutannya untuk tetap dipekerjakan pada perusahaan penerima pekerjaan lain tsb. » Hak pekerja/ buruh yang diterima pada perusahaan lain, minimal sama dengan hak pekerja/ buruh yang biasa diterima pada perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa sebelumnya. Sesuai Putusan MK : > Perusahaan Pemborongan Pekerjaan atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh harus membuat Perjanjian Kerja dengan TK nya dalam bentuk PKWTT apabila dalam PK tidak memuat syarat pengalihan perlindungan hak bagi Pekerja/Buruh yg objek kerjanya tetap ada kepada perusahaan lain, dalam hal terjadi penggantian perusahaan_ penerima pekerjaan. Contoh Perjangian Kerja (PKWTT) : Perjangian Kerja (PKWTT) memuat pasal antara lain : > Apabila_terjadi penggantian perusahaan penerima pekerjaan dg perusahaan lain, maka TK tetap memiliki hubungan kerja dengan Perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh sebelumnya, PELAKSANAAN PUTUSAN MK ........ > Apabila terjadi penggantian perusahaan outsourching lama dg yang baru, maka selama pekerjaan masih ada dan berianjut —_perusahaan penyedia jasa baru harus melanjutkan kontrak kerja yg telah ada sebelumnya. > Hal ini memberikan kepastian akan kontinuitas pekerjaan para pekerja outsorching , tetapi juga memberikan perlindungan terhadap aspek2 kesejahteraan_lainnya, karena para pekerja outsourching tidak diperlakukan sebagai pekerja baru, tetapi masa kerja yg telah dilalui tetap dianggap ada dan diperhitungkan. HAL HAL YANG KRUSIAL Dalam mengimplementasikan —Keputusan MK tersebut, terdapat_ beberapa hal yang krusial : > Pada saat PK ditandatangani antara Perusahaan Pemborong Pekerjaan atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dg TK nya, Perusahaan Lain yg dimasksud dim putusan MK belum ada, sehingga belum jelas siapa yg akan menerima pengalihan perlindungan hak TK. > Perusahaan Pemborong Pekerjaan atau Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh, tdk memiliki kewenangan utk memaksa Perusahaan Lain yg dimaksud dim putusan MK, utk menerima TK dari Perusahaan nya, karena pekerjaan yg akan diserahkan bukan milik mereka (Tdk ada jaminan bahwa pekerjanya akan diterima oleh perusahaan lain). HAL HAL YANG KRUSIAL... > Adanya PK yg memuat syarat pengalihan perlindungan hak bagi Pekerja/Buruh yg objek kerjanya tetap ada kepada perusahaan lain yg dimaksud dalam putusan MK, tidak berarti masa kerja dari perusahaan lama akan beralih kepada perusahaan yg baru. > Dalam teori hukum, tidak ada dasar bahwa seseorang harus bertanggungjawab terhadap perbuatan yang tidak dilakukannya. SARAN PEMECAHAN Perusahaan Pemberi Pekerjaan wajib membuat Alur Proses Produkasi dan menentukan mana yg, termasuk Pekerjaan Pokok dan Pekerjaan Penunjang. Perusahaan Pemberi Pekerjaan wajib menentukan apakah jenis dan sifat pekerjaan yg ada pada perusahaannya termasuk jenis pekerjaan yg bersifat Terus Menerus atau bersifat Sementara. Perusahaan Pemberi Pekerjaan Wajib Mensosialisasikan apa yg termuat pada amar satu dan dua di atas, kepada seluruh pekerja/ buruh agar pekerja memahami dan ‘menerima apa yg telah ditetapkan oleh perusahaan. SARAN PEMECAHAN........ aes Perusahaan wajib mendaftarkan Kontrak Perjanjian Pemborongan Pekerjaan atau Perjanjian Penyedia Jasa Pekerja/ Buruh kepada Dinas yang membidangi Ketenagakerjaan Untuk menjamin adanya keberlanjutan pekerjaan bagi pekerja/ buruh outsoursing, maka pada saat Pemberi Pekerjaan menyerahkan sebagian pekerjaan kepada Perusahaan Outsoursing, pemberi pekerjaan mensyaratkan agar Perusahaan Outsoursing baru wajib menerima pekerja/buruh dari Perusahaan Outsoursing sebelumnya untuk jenis pekerjaan yg terus menerus ada di Perusahaan. SARAN PEMECAHAN. > Apabila jenis pekerjaan yg akan diserahkan bersifat sementara, maka hubungan kerja didasarkan pada PKWT dan berlakulah ketentuan pasal 59 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, dimana PKWT hanya boleh dilaksanakan untuk waktu tertentu, maksimal 3(tiga) tahun. Apabila PKWT lebih dari 3(tiga) tahun dan dilaksanakan secara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam putusan MK, maka demi hukum PKWT berubah menjadi PKWTT. Apabila PKWT berubah menjadi PKWTT maka bila terjadi PHK terhadap pekerja/ buruh, pekerja/ buruh berhak memperoleh pesangon sesuai peraturan perundang undangan yg berlaku. SARAN PEMECAHAN ........ © Apabila terjadi pergantian perusahaan outsoursing maka sesuai putusan MK masa kerja pekerja/ buruh dari perusahaan outsoursing sebelumnya dianggap ada dan diperhitungkan, untuk menentukan : - Upah agar tidak dihitung dari Nol tahun - Bila terjadi PHK, masa kerja diperhitungkan untuk menetapkan wang pesangon sesuai peraturan perundang undangan yg berlaku. - Hak hak lainnya yg pernah diberikan, tidak boleh berkurang. > Perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh (Perusahaan Outsoursing) yg memperoleh pekerjaan dari Perusahaan Pemberi Pekerjaan , tidak boleh menyerahkan lagi pekerjaan tersebut kepada pihak lain atau kepada perorangan. > Perusahaan pemberi pekerjaan wajib melakukan pengawasan terhadap perusahaan pemborong pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh agar mematuhi ketentuan yg telah disepakati dalam perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyedia jasa pekerja/ buruh serta mematuhi peraturan perundang undangan yg berlaku. PUTUSAN MK NOMOR. 96/ PUU-XI/ 2013 PERMOHONAN PEMOHON > Menyatakan pasal 59 ayat (7) UU No.13 Th 2003 bertentangan dg UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat , sepanjang frasa “demi hukum” dalam pasal tsb, tidak dimaknai setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan. HI > Menyatakan pasal 65 ayat (8) UU No.13 Th 2006 bertentangan dg UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa “demi hukum” dalam pasal tsb, tidak dimaknai setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan HI. > Menyatakan pasal 66 ayat (4) UU No.13 Th 2003 bertentangan dg, WUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa “demi hukum” dalam pasal tsb, tidak dimaknai setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan hHI PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI » Bahwa frasa “demi hukum” dalam pasal 59 ayat (7), pasal 65 ayat (8) dan pasal 66 ayat (4) UU No.13 Th 2003, bertujuan utk memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik bagi pekerja maupun dunia usaha agar para pihak benar2 memperhatikan persyaratan yg telah ditentukan dalam pasal tersebut. > Bahwa frasa “demi hukum” dalam pasal tsb justru dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja/ buruh maupun pengusaha. PENDAPAT MAHKAMAH KONSTITUSI Bahwa frasa “demi hukum” dalam pasal 59 ayat (7), pasal 65 ayat (8) dan pasal 66 ayat (4) UU No.13 Th 2003, merupakan suatu ketentuan UU mengenai perubahan status yg terjadi dg sendirinya yg harus dilaksanakan oleh pihak2 apabila terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal2 tsb. Perubahan status dimaksud dari PKWT menjadi PKWTT. Bahwa frasa “demi hukum” dalam pasal2 tsb berkaitan dg syarat yg harus dipenuhi dalam perubahan status dari PKWT menjadi PKWTT justru merupakan jaminan kepastian hukum yg adil bagi para pihak dim hubungan kerja. PENDAPAT MK.... > Bahwa adanya multi tafsir terhadap frasa “demi hukum” dalam pelaksanaan dilapangan , merupakan problem hukum yg bersifat implementatif dari pelaksanaan UU, bukan merupakan problem hukum yg bersifat pertentangan Norma UU terhadap UUD 45 Jika terdapat ketidaktaatan salah satu pihak dalam pelaksanaannya sebagaimana di syaratkan dalam UU, maka hal tsb menjadi kewenangan pemerintah khususnya yg menyelenggarakan urusan dibidang ketenagakerjaan yg salah satu fungsinya utk melakukan pengawasan agar para pihak mentaati peraturan perundang undangan yg berlaku , khususnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Nota Pemeriksaan) PENDAPAT MK. Dalam hal terjadi perselisihan mengenai syarat2 tersebut yg tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa yg tersedia diluar Pengadilan (mediasi olek mediator), maka perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui mekanisme peradilan (Pengadilan Hubungan Industrial).

Anda mungkin juga menyukai