1 DASAR HUKUM
Dasar hukum yang melandasi Penyusunan Kembali Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Jayapura Tahun 2012 adalah:
a. terjadi perubahan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang wilayah kota; dan/atau
b. terjadi dinamika internal kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara
mendasar, antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar dan pemekaran
wilayah provinsi yang ditetapkan dengan peraturan perundang -undangan.
Sejarah singkat Kota Jayapura ini diambil dari Buku Satu Abad Kota Jayapura
Membangun 1 .Kambu (2010), menjelaskan jejak historis masa lalu bahwa nama asli
Jayapura adalah Bau O Bwai (bahasa Kayupulo). Sebelum lokasi hunian diresmikan
oleh Kapten Infanteri Sache (berkebangsaan Belanda) pada 7 Maret 1910, Kawasan
Teluk Imbi dan wilayah sekitarnya telah dikunjungi oleh beberapa ekspedisi sejak abad
ke-18 (sekitar tahun 1768) sampai awal abad ke-20. Tanggal 7 Maret itulah ditetapkan
sebagai hari jadi Kota Jayapura. Kondisi alam yang lekuk-lekuk inilah yang mengilhami
Kapten Sachse untuk mencetuskan nama Hollandia di atas nama asli Numbay. Numbay
ditimpa atau diganti nama sampai 4 kali; Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura-Jayapura,
yang sekarang dipakai adalah“JAYAPURA”. Saat itu, wilayah ini sudah ditunjuk
sebagai ibukota dari Dutch New Guenia. Kemudian setelah secara definitif kembali ke
pangkuan Indonesia pada 1 Maret 1963, saat itu pula nama Jayapura yang awalnya
bernama ”Numbay” menjadi ”Hollandia” dan diubah lagi menjadi ”Kota Baru” (1963-
1969), lalu Soekarnopura (1969-1975), dan akhirnya ”Jayapura” hingga saat ini.
1 Kambu, M.R dkk. 2009. Satu Abad Kota Jayapura Membangun (1910-2010). Jakarta: Indomedia Global
Bab 1 Pendahuluan | I - 10
Gambar 1.1Peta Orientasi Kota Jayapura terhadap Provinsi Papua
Bab 1 Pendahuluan | I - 11
Gambar 1.2 Peta Administrasi Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 12
1.3.1.3 KONDISI FISIK
Topografi Kota Jayapura cukup bervariasi mulai dari datar (flat) hingga landai
danberbukit-bukit (rolling)/gunung 700 meter di atas permukaan air laut. Pada bagian
tepi pantai di bagian Timur (Base-G) terdiri dari rawa-rawa tipe A (selalu tergenang air),
pada bagian Barat sebagian Cagar Alam Cycloop dan perbukitan, pada bagian Selatan
terdapat Hutan Lindung Abepura. Distrik Muara Tami memiliki lahan datar yang cukup
besar (25.062 ha), sedangkan Distrik Abepura memiliki lahan yang memiliki kemiringan
>40% yang paling besar (7.840 ha).Penyebaran morfologi yang terbentuk atas topografi
lahan, yaitu:
Dengan luas 51.700 ha. Kemiringan 0-8% terdiri dari dataran pantai, rawa dan,
dataran alluvial yang disusun oleh endapan pantai, seperti kerikil, pasir, dan lumpur.
Dengan luas 25.380 ha, penyebaran hampir di seluruh wilayah dengan luas yang
bervariasi.Karakteristik kemiringan lereng 8%-30% yang disusun oleh batuan
sedimen dan metamorf.
Dengan luas 16.920 ha, terletak di bagian barat wilayah Kota Jayapura. Kemiringan
lereng berkisar 30%-60% disusun oleh batuan metamorf dan batuan sedimen.
B. Hidrometeorologi
Iklim: iklim di Kota Jayapura adalah tropis basah, cenderung panas, basah,
dan/atau lembab. Pola ini dipengaruhi oleh topografi yang tidak rata. Papua terletak
di sebelah Selatan khatulistiwa, sehingga panjangnya siang hari selalu tepat (12
jam sehari), dengan perbedaan tahunan hanya sekitar 30 menit, antara siang hari
terpanjang dan siang hari terpendek.
Musim: Kota Jayapura dipengaruhi adanya sirkulasi angin pasat, sirkulasi angin
musim, sirkulasi dalam skala regional maupun pengaruh dalam skala meso.
Pengaruh angin pasat dikarenakan letak wilayah ini yang berhadapan dengan
Samudera Pasifik, sedangkan pengaruh angin musim terjadi karena wilayah ini
terletak dalam lintasan sirkulasi angin musim yang berlangsung dalam periode
Bab 1 Pendahuluan | I - 13
April-Oktober dan Oktober-April. Selanjutnya sirkulasi regional di Samudera Pasifik,
sangat berpengaruh terhadap pola iklim di wilayah ini. Hal ini dikarenakan adanya
Siklon Tropis antara April hingga November di Utara Pulau Papua. Kondisi skala
meso yang berkaitan dengan kondisi lokal di wilayah ini tetap menjadi salah satu
pembentuk karakter iklim di Kota Jayapura. Musim kemarau terjadi di sekitar Juni
hingga Oktober, dan musim hujan terjadi di Desember hingga Mei.
Curah Hujan: variasi curah hujan di Kota Jayapura pada tahun 2010 antara 45-465
mm/th dengan jumlah hari hujan bervariasi antara 215-246 hari hujan/tahun. Sejak
tahun 2007-2010, intensitas rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2009
(278,42 mm/tahun) dan terendah tahun 2008 (195,83 mm/tahun), sedangkan
jumlah hari hujan tertinggi terjadi tahun 2009 (246 hari hujan/tahun) dan terendah
tahun 2010 (215 hari hujan/tahun).
TABEL I.2 DATA CURAH HUJAN PADA STASIUN DOK II JAYAPURA (MM), 2007-2010
TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010
BULAN CURAH CURAH CURAH CURAH CURAH
HARI HARI HARI HARI HARI
HUJAN HUJAN HUJAN HUJAN HUJAN
HUJAN HUJAN HUJAN HUJAN HUJAN
(MM) (MM) (MM) (MM) (MM)
JAN 334 18 243 24 452 25 180 20 465 23
FEB 226 20 387 22 294 22 584 28 242 19
MAR 434 21 456 21 176 18 465 30 270 24
APR 507 19 248 18 166 25 201 19 267 22
MEI 225 21 228 19 170 21 136 17 365 19
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura dalam Kota Jayapura dalam Angka 2007-2011
Bab 1 Pendahuluan | I - 14
TABEL I.3 SUHU UDARA (°C), 2006-2007
RERATA 22,8 24,9 24,9 24,8 25,3 23,8 2,6 2,6 32,0 32,1
Sumber: Badan M eteorologi dan G eofisika, W ilayah V Jayapura dalam Kota Jayapura dalam Angka
2007-2011
BULAN KELEMB. KEC. KELEMB. KEC. KELEMB. KEC. KELEMB. KEC. KELEMB KEC.
UDARA ANGIN UDARA ANGIN UDARA ANGIN UDARA ANGIN . UDARA ANGIN
(%) (KNOT) (%) (KNOT) (%) (KNOT) (%) (KNOT) (%) (KNOT)
Januari 80 5 83 7 82 6 77 7 82 7
Februari 81 5 83 5 76 7 82 7 80 7
Maret 82 5 81 6 78 7 80 7 75 6
April 79 5 81 6 81 7 77 8 78 6
Mei 77 5 78 5 80 7 77 7 80 8
Juni 77 5 79 7 80 7 80 7 76 6
Juli 80 5 80 7 78 7 82 7 75 8
Agustus 80 5 81 6 76 7 79 7 79 7
September 80 - 79 6 77 7 77 7 73 7
Oktober 78 - 76 7 77 8 77 8 80 7
November 85 - 79 6 78 8 77 7 76 7
Desember 76 - 79 7 78 7 80 7 77 7
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura dalam Kota Jayapura dalam Angka 2007-2011
Bab 1 Pendahuluan | I - 15
Gambar 1.3 Peta Topografi Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 16
Gambar 1.4 Peta Kelerengan Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 17
Gambar 1.5 Peta Curah Hujan Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 18
C. Geologi
Kondisi geologi Kota Jayapuratersusun oleh beberapa jenis batuan dan batuan
beku sedimen dengan sebaran yang cukup luas yang memungkinkan terdapatnya
beberapa jenis bahan galian.
a. Tmm = Formasi Makats, yaitu terdiri dari Grewak, Batu Lempung, dan Batu
Lanau;
b. Qa = Batuan Kuarter = Aluvium, yakni endapan aluvium dan endapan pantai,
yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau, dan endapan pantai mengandung batu
gamping koral yang berumur resen (sekarang);
c. Qpj, yaitu Batuan Gunung, merupakan lava menengah berbiotit;
d. Qc1 merupakan Endapan Pantai Muda, yang terdiri dari endapan klastika lepas
halus-kasar berupa lumpur dan pasir;
e. Batuan Ultramafik (Um): terdiri dari Hasburgrit, Sepentinit, dan Dunit. Mineral
utama olivine, terubah menjadi sepiolit dan antigorit, serta piroksen. Dunit
terserpentinitkan, rekahan-rekahan terisi oleh asbes dan dijumpai urat-urat
kuarsa di beberapa tempat;
f. Kelompok Malihan (Ptmc): terdiri dari group Batuan Metamorf Cycloop.berupa
Sekis, Setempat Genes, Filit, Unakit, Batu Pualam, Ambifolit dengan sisipan
batu marmer dan batu tanduk terlipat dan tersesarkan yang merupakan kerak
samudera. Sekis bersusun karbonat-klorit,klorit-muskovit dengan tebal 50 cm.
Genes bersusun Mika, Karbonat, Klorit. Satuan batuan ini bersentuhan tektonik
dengan Batuan Ultramafik, serta berumur Pra Tersier, yaitu 65,4 juta tahun
yang lalu.
g. Formasi Nubai (Tmom): terdiri dari batu gamping bersisipan Biomkrit, Napal,
Batu Pasir.
Struktur tektonik yang banyak dijumpai di Kota Jayapura terdiri dari pelipatan dan
sesar/patahan. Pelipatan berupa Antiklin dan Sinklin dengan sumbu Dominan
berarah Barat Laut-Tenggara, sedangkan sebagian kecil bersumbu Barat-Timur.
Sesar terdiri dari sesar turun, naik, dan geser-jurus. Hampir semua satuan batuan
yang tersingkap di wilayah ini terbentuk seteleh tumbukan pra-tersier, ada juga
yang berumur Miosin tengah sampai Miosin akhir. Semua batuan tersebut
terendapkan dalam cekungan Papua bagian Utara yang berkembang di atas
kompleks tumbukan tersebut dan sangat boleh jadi dipengaruhi gerakan kedua
lempengtersebut.
Bab 1 Pendahuluan | I - 19
Gambar 1.6 Peta Geologi Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 20
D. Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Kota Jayapura memiliki struktur kimiawi yang berbeda-
beda. Jenis tanah Aluvial terdapat pada bagian wilayah kota yang relatif rendah
(datar) dan kawasan Teluk Youtefa (jenis tanah ini sangat dipengaruhi oleh
goncangan yang diakibatkan gempa), sedangkan jenis tanah dengan formasi
Hollandia terdapat pada wilayah dataran. Adapun jenis tanah di Kota Jayapura
adalah sebagai berikut:
Podsolik merah kuning, jenis tanah ini terbentuk pada tipe iklim basah dengan
curah hujan 2500-3500 mm/tahun tanpa bulan kering. Terletak pada topografi
bergelombang sampai berbukit-bukit pada elevasi 10-100 m dpl, salumnya
agak tebal (1-2 m) dengan warna merah hingga kuning. Reaksi tanah sangat
masam (pH 3,4-5,0) dan sangat peka terhadap erosi, mempunyai tingkat
kesuburan rendah. Tanah ini sangat luas, terluas di Distrik Jayapura Utara,
Jayapura Selatan, dan Abepura.
Mediteran, tanah ini terbentuk pada iklim dengan curah hujan 800-2500
mm/tahun. Tersebar pada elevasi 0-400 m dpl. Salumnya agak tebal (1-2 m),
reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 6,0-7,5). Kepekaan terhadap erosi
sedang hingga besar dan jenis tanah ini cocok untuk persawahan, rerumputan,
tegalan, kebun buah-buahan yang tersebar di Distrik Abepura dan Muara Tami.
Latosol, tanah ini terletak pada iklim basah dengan curah hujan 2000-7000
mm/tahun, dengan bulan kering kurang dari 3 bulan yang terletak pada
topografi bergelombang. Salumnya dalam (1,5-10m) dengan warna merah
coklat hingga kuning. Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,5-6,5)
dan kepekaan terhadap erosi kecil. Jenis tanah ini cocok untuk persawahan,
tanaman palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, kebun karet, lada, dan tegalan
yang terdapat di Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, dan
Muara Tami.
Bab 1 Pendahuluan | I - 21
Podsolik coklat kelabu, tanah ini berkembang pada iklim dengan curah hujan di
atas 1500 mm/tahun. Tanpa bulan kering dan tersebar pada topografi datar,
bergelombang, landai, dan berbukit pada elevasi 10-2000 m dpl, berwarna
kelabu, kehitaman, coklat tua, hingga kekuningan. Reaksi tanah masam hingga
netral (pH 5,2-7,0). Jenis tanah ini terdapat di Distrik Abepura dan Muara Tami.
E. HIDROLOGI
Distrik Jayapura Utara : Anafre (panjang 2,85 km), Aryoko (panjang 4,68
km), Kloofkamp, Bahabuaya, APO (panjang
6,327 km), Yapis (3 km), dan Dok IX (3 km);
Distrik Jayapura Selatan : Kali Acai (2,27 km), Siborogonyie (11,2 km),
Entrop I (panjang 1 km), Entrop II (2 km), Entrop
III (3 km), dan Hanyaan;
Distrik Abepura dan Heram : Kali Kampwalker (10 km), Buper, Jaifuri, Kujabu
(3,49 km);
Distrik Muara Tami : Sungai Tami (1 km) dan Moso.
Arah aliran sungai bermuara ke Laut Pasifik, kecuali Sungai Kampwolker dan Buper
yang bermuara ke Danau Sentani.Sungai tidak hanya merupakan suatu alur di
permukaan bumi yang berfungsi sebagai saluran drainase dan terdiri dari aliran air
dan sedimen terangkut, melainkan juga suatu sistem keairan terbuka yang padanya
terjadi interaksi antara faktor biotis dan abiotis, yaitu flora fauna disatu sisi dan
hidraulika air dan sedimen disisi yang lain, serta seluruh aktivitas manusia yang
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan sungai.
Kondisi sumberdaya air ini di wilayah hulu masih cukup baik, namun menjadi
kurang baik bila berada di sekitar aktivitas masyarakat dan akhirnya aliran air ini
akan bermuara ke laut/danau dengan membawa air yang sudah tercemar dengan
limbah cair dan padat.
Danau juga terdapat di Kota Jayapura, yaitu Danau Yuong dan Wakulu di Distrik
Abepura, serta Danau Sentani yang sebagian berada di wilayah Distrik Heram.
Danau Sentani memiliki luas ±9.630 Ha dan juga berada di Distrik Sentani Timur,
Waibu, dan Ebungfauw Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura (Kampung Yoka
Distrik Heram). Outflow Danau Sentani melalui Sungai Jaifuri yang berada di
Bab 1 Pendahuluan | I - 22
sebelah selatan danau, aliran bawah tanah, serta melalui rekahan-rekahan batu
kapur yang banyak terdapat di sebelah Timur Danau Sentani menuju ke Sungai
Tami yang selanjutnya bermuara ke Teluk Seko di Lautan Pasifik. Air danau juga
dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat yang bermukim di tepi
danau.
Rawa yang terdapat di Kota Jayapura berdasarkan Data Lingkup Kerja Pengairan
Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura Tahun 2012 adalah rawa di Kampung
Memberamo (Koya Timur) memiliki luas 3000 ha, luas rawa di Holtekamp 1500 ha,
Embung Entrop memiliki luas 1 ha, Organda Padang Bulan memiliki luas rawa 5 ha,
Hamadi memiliki luas rawa 5 ha, dan Pasir II dengan luas rawa 8 ha.
Irigasi Muara Tami dengan panjang saluran tersier (1x1 m) adalah 30 km, saluran
sekunder (2,5x2 m) dengan panjang 20 km, dan saluran primer (4x3 m) dengan
panjang saluran 30 km (sumber: Data Lingkup Kerja Pengairan Dinas Pekerjaan
Umum Kota Jayapura, 2012).
Bab 1 Pendahuluan | I - 23
Gambar 1.7 Peta Jenis Tanah Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 24
Gambar 1.8 Peta DAS
Bab 1 Pendahuluan | I - 25
Gambar 1.9 Peta Hidrologi Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 26
F. RAWAN BENCANA ALAM
a. Gempa bumi
Berdasarkan buku Identifikasi dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana di Kota
Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom, Kota Jayapura termasuk
dalam zona 1 rawan gempa. Zona 1 disebut highly active areas atau daerah sangat
aktif kegempaannya, karena merupakan tempat pertemuan/tumbukan antara
Lempeng Pasifik, khususnya Blok Caroline dengan Lempeng Indo-Australia,
sehingga terjadi subduksi, yaituLempeng Samudera Pasifik menyusup ke bawah
Lempeng Benua Indo-Australia.
Berdasarkan peta zonasi gempa di Indonesia tahun 2010 (lihat Gambar 1.10), Kota
Jayapura termasuk daerah yang rawan gempabumi dengan nilai percepatan tanah
≥1.0 g. Akibat gempa bumi secara langsung adalah menimbulkan getaran,
gelombang tsunami, tanah bergeser/terbelah, liquifaction (penerobosan gas atau
cairan ke permukaan bumi), tanah longsor, dan bangunan runtuh. Secara tidak
langsung, gempa bumi juga dapat mengakibatkan 1) korban jiwa manusia, karena
tertimpa tanah longsor, gelombang tsunami, dan bangunan runtuh; 2) kebakaran; 3)
gangguan ekonomi (kemunduran ekonomi atau bahkan kelumpuhan ekonomi); 4)
wabah penyakit, dan sebagainya.
Bab 1 Pendahuluan | I - 27
b. Tanah longsor
Potensi longsor di Distrik Jayapura Utara adalah di kawasan Rumah Sakit Dok II
Kelurahan Bhayangkara, Kawasan Kloofkamp dan Paldam di Kelurahan
Gurabesi, Kawasan perdagangan dan jasa di Jalan Percetakan Kelurahan
Gurabesi.
Tinggi gelombang laut dapat mencapai 1,5 meter yang berpotensi terjadi di
kawasan pantai di Kota Jayapura.
d. Abrasi
Kawasan rawan bencana alam rawan abrasi merupakan wilayah pesisir pantai yang
luasannya berkurang,karena gerusan gelombang air laut. Kawasan ini terletak di
Pantai Hamadi dan sepanjang pantai yang menghadap ke Samudera Pasifik.
e. Tsunami
Tsunami dapat timbul bila kondisi di bawah ini terpenuhi, yaitu 1) gempa bumi
dengan pusat di tengah lautan; 2) gempa bumi dengan magnitude lebih besar dari
6.0 skala Ricter; 3) gempa bumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km;
4) gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar
turun; 5) lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam); 6)
morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.
Potensi tsunami terjadi di Samudera Pasifik.
Gempa berkekuatan 8,9 SR yang juga diikuti gelombang tsunami di Jepang pada
tanggal 11 Maret 2011 juga berdampak terhadap pesisir pantai Kota Jayapurayang
Bab 1 Pendahuluan | I - 28
berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik. Peristiwa tersebut telah merusak
beberapa bangunan rumah dan jembatan di Kampung Tobati, yang berlokasi di
tengah Teluk Youtefa. Beberapa rumah dan jembatan di kampung Tobati rusak
parah, bahkan ada beberapa yang hancur total akibat gelombang tsunami tersebut.
Kurang lebih 20 rumah yang hanyut dan rusak, 16 di antaranya dari Kampung
Tobati dan Metu Debi, serta sedikitnya 4 rumah di Kampung Injros. Selain rumah
penduduk, ada juga beberapa fasilitas umum yang rusak seperti Mawu (sebutan
pendopo oleh masyarakat Injros).
f. Angin
Adanya angin maksimum lebih dari 28 knot atau 14 m/s, berpotensi merusak atap
rumah bahkan merobohkan pohon. Angin kencang sering terjadi bersamaan
dengan adanya Siklon Tropis di Utara Papua.
g. Banjir/Genangan Air
Wilayah Distrik Jayapura Utara yang pernah terkena banjir adalah Belakang BRI
Kloofkamp dan Aspol di Kelurahan Gurabesi. Genangan air yang terjadi akibat
kondisi drainase yang buruk (kapasitas saluran yang kurang, terjadi penumpukan
sampah, pengaruh pasang surut laut, dimensi inlet saluran yang kurang memadai)
terjadi di ruas Jalan Percetakan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Sam Ratulangi, Jalan
Gurabesi, Jalan Koti, Jalan Sumatra (depan Kantor Gubernur), dan Jalan Tanjung
Ria.kawasan ini berada di Kelurahan Ardipura (Bambu Kuning), Jalan Argapura
Bawah, Hamadi (RT 4 RW 7), Entrop. Kawasan rawan bencana banjir di Distrik
Abepura dan Heram umumnya diakibatkan oleh kapasitas drainase yang buruk,
seperti di Jalan Raya Abepura (depan Departemen Kehutanan, Uncen Bawah,
Depan Kantor Pos Abepura, Brimob Abepura), serta perubahan fungsi guna lahan
di Perumnas 4 Padang Bulan, Kawasan Kantor Otonom , Pasar Youtefa.
Bab 1 Pendahuluan | I - 29
Gambar 1.12 Peta Rawan Bencana Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 30
1.3.2 KESESUAIAN LAHAN
Kesesuaian lahan di Kota Jayapura dapat dilihat aspek fisik, kebijakan tata
ruang, serta daya dukung prasarana wilayah kota yang kemudian dilakukan
overlay/super impose/tumpang tindih, sehingga dapat diketahui lahan yang sesuai
dikembangkan sebagai kawasan budidaya dan kawasan yang tidak sesuai
dikembangkan sebagai kawasan budidaya.
Peruntukan lahan yang telah berkembang dengan produktivitas yang baik serta
sepanjang kegiatan tersebut sesuai dengan daya dukung lahan dan kecenderungan
perkembangan tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan, maka kawasan budidaya
tersebut dapat dipertahankan atau ditingkatkan intensitasnya. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari besarnya beban penggantian terhadap kegiatan di lahan tersebut
bila dialihfungsikan pada penggunaan yang lain. Bila peruntukan lahan tidak sesuai
dengan hasil analisis kesesuaian lahan, maka perlu ditinjau dampak yang diperkirakan
akan muncul dan bila dibutuhkan kegiatan yang ada diubah. Luas lahan yang sesuai
dikembangkan sebagai kawasan budidaya di Kota Jayapura adalah 32.425 ha dan yang
tidak sesuai dikembangkan sebagai kawasan budidaya adalah 61.575 ha.
Bab 1 Pendahuluan | I - 31
Gambar 1.13 Peta Kesesuaian Lahan Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 32
1.3.3 KEPENDUDUKAN DAN SUMBERDAYA MANUSIA
Jumlah penduduk kota Jayapura pada akhir tahun 2010 tercatat 256.705 jiwa,
yang terdiri dari 136.587 laki-laki dan 120.118 perempuan. Jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Distrik Abepura, yaitu 73.1517 jiwa. Selanjutnya Distrik Jayapura Selatan
sebesar 66.937 jiwa, Distrik Jayapura Utara menempati urutan ketiga, yaitu sebesar
65.039 jiwa, Distrik Heram memiliki kepadatan penduduk sebesar 40.435 orang, dan
terakhir adalah Distrik Muara Tami yang mempunyai daerah dataran dan landai
berpenduduk 11.137 jiwa dengan luas wilayah 626,70ha. Jumlah rumah tangga di Kota
Jayapura sebanyak 60.478 rumah tangga.
Jumlah penduduk di Kota Jayapura dari tahun 2006 hingga 2010 dapat dilihat
pada tabel dan gambar di bawah ini. Jumlah penduduk yang cenderung selalu
meningkat dari tahun 2006 hingga 2010 berada di Distrik Jayapura Selatan, Distrik
Abepura, dan Distrik Heram. Jumlah penduduk yang cenderung kecil adalah Distrik
Muara Tami, sedangkan Distrik Jayapura Utara mengalami penurunan penduduk tahun
2010.
80.000
70.000
60.000
10.000
-
JAYAPURA JAYAPURA ABEPURA HERAM MUARA TAMI
UTARA SELATAN
Bab 1 Pendahuluan | I - 33
113, artinya dari 100 orang perempuan terdapat 113 laki-laki. Nilai sex ratio tertinggi
terdapat di Distrik Abepura (115) dan terendah di Distrik Jayapura Selatan (112).
Jumlah penduduk menurut kelompok umur terdiri atas tiga kelompok, yaitu:
a. penduduk dengan usia 0-4 tahun dan di atas 65 tahun merupakan penduduk
usia tidak produktif. Jumlah penduduk usia tidak produktif pada tahun 2010 di
Kota Jayapura adalah 31.355 jiwa;
b. jumlah penduduk dengan usia 5-14 tahun merupakan penduduk usia belum
produktif. Jumlah penduduk usia belum produktif di Kota Jayapura adalah
48.209 jiwa;
c. penduduk dengan usia 15-64 tahun merupakan usia produktif. Jumlah penduduk
usia produktif di Kota Jayapura adalah 177.141 jiwa.
Bab 1 Pendahuluan | I - 34
Sumber: Kota Jayapura dalam Angka, 2010;28 dan Hasil Olahan Tim Penyusun, 2012
Gambar 1.15 menunjukkan komposisi umur dan jenis kelamin di Kota Jayapura.
Banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama banyaknya dan mengecil
pada usia tua, kecuali umur tertentu. Dasar piramida hingga ke atas piramida laki-laki
menunjukkan angka kelahiran yang cukup tinggi dibandingkan perempuan. Grafik ini
secara keseluruhan memperlihatkan terjadi peningkatan jumlah penduduk usia belum
produktif hingga produktif dibandingkan dengan tingkat kelahiran, dan beban
tanggungan yang rendah.
Bab 1 Pendahuluan | I - 35
pertumbuhan penduduk Kota Jayapura adalah 4,16% (Indeks Pembangunan Manusia
dan Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Jayapura 2011, 2011:34). Jumlah
penduduk yang besar ini merupakan potensi tenaga kerja apabila mempunyai skill yang
sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia.
Bab 1 Pendahuluan | I - 36
1.3.3.4 KEPADATAN PENDUDUK
Bab 1 Pendahuluan | I - 37
Gambar 1.16 Peta Kepadatan Penduduk Eksisting
Bab 1 Pendahuluan | I - 38
1.3.3.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Penduduk asli Papua sendiri (termasuk Kota Jayapura) memiliki ciri-ciri fisik
berkulit hitam, berbulu dan berambut keriting. Masyarakat asli pada dasarnya termasuk
Bab 1 Pendahuluan | I - 39
ke dalam rumpun suku bangsa Melanesia, dengan ciri-ciri berkulit hitam dan berambut
keriting, tinggi badan pria sekitar 165-175 cm dan wanita 155-165 cm.
Distrik Jayapura Utara:Suku asli di Distrik Jayapura Utara adalah Suku Kayobatu.
Distrik Jayapura Selatan:Suku asli di Distrik Jayapura Selatan adalah Enggros
Tobati, dengan marga Hamadi, Ireeuw, Afaar, Hasor, Dawir, Hay, Itaar, Mano,
Injama, Kerauje, Iwo, Sanyi, Drunyi, Habubuk, Hanasbey, Srem -srem, Sembra, dan
Samay. Kampung Tahima Soroma terdapat Suku Sibi, Hay, Youwe, dan Soro.
Sebagian lainnya telah berpindah ke daratan di sekitar Entrop, Kotaraja, Kali Achai,
atau tempat lainnya. Namun pada saat acara-acara adat, suku-suku ini akan
berkumpul.
Distrik Abepura: Suku asli di Distrik Abepura termasuk dalam Suku Enggros
Tobati yang juga berada di Distrik Jayapura Selatan. Menurut penduduk setempat,
nama asli kedua kampung adalah ”Tubadij” artinya sudah jadi orang di sini atau
kampung saya di sini, dan ”Injros” yang terdiri dari dua kata, yaitu ”Inj” (tempat)
dan ”Ros” (dua), yang bila diartikan secara lengkap adalah kampung kedua atau
tempat tinggal kedua. Dulunya kampung ini hanya ada satu kampung, yaitu Tobati,
namun karena perkembangan jumlah penduduk, maka suku utama (Drunyi dan
Sanyi) pindah ke tempat permukiman kedua di Injros. Bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Tobati, di samping Bahasa English Pidgin oleh sebagian orang yang
sering berkunjung secara tradisional ke Papua New Guinea (PNG) untuk bertemu
sanak keluarga mereka yang bermukim di sana. Namun, jumlah penutur Bahasa
Tobati saat ini jarang digunakan secara aktif. Bahasa yang sering digunakan adalah
bahasa persatuan (Bahasa Indonesia) yang diperkenankan di Papua sejak 5
Pebruari 1855 (yang kala itu disebut Maleise Taal-Bahasa Melayu)-ketika
penyebaran Agama Kristen masuk di Pulau Mansinam (Manokwari), Tanah Papua.
Selain itu, terdapat Suku Nafri yang bertempat tinggal di Kampung Nafri .
Distrik Heram: Penduduk asli di Kampung Yoka di Distrik Heram termasuk dalam
Suku Sentani, meskipun secara wilayah administrasi berada di Kota Jayapura.
Bab 1 Pendahuluan | I - 40
Distrik Muara Tami: Suku asli di Distrik Muara Tami adalah masyarakat peramu,
yaitu hanya memanfaatkan hasil hutan. Hanya sedikit masyarakat asli yang mulai
terbiasa bertani dengan mulai menanam umbi-umbian untuk kebutuhan hidup
sehari-hari. Kehidupan pedesaan masih terasa di Distrik Muara Tami, kecuali di
Koya Barat dan Koya Timur yang mulai diramaikan dengan aktivitas perdagangan,
serta wisata pemancingan dan rumah makan.
Suku dengan mobilitas tinggi ini pada saat ini sering disebut para pelintas batas.
Warga Indonesia yang sempat tinggal di PNG kemudian kembali ke Papua
diberikan tempat tinggal khusus di Kampung Moso. Sebagai para pelintas batas,
para penduduk asli perbatasan memiliki KTP khusus berwarna merah sebagai
pengganti paspor/visa jika ingin melakukan kunjungan ke PNG.Suku yang berbeda
menempati kampung-kampung Distrik Muara Tami, seperti:
Suku di Skouw Mabo, yaitu Malo, Membilong, Palora, Awe, dan Kemo;
Suku di Skouw Yambe, yaitu Rolo, Patipeme, Ramela, Membilong, dan Pae;
Suku di Skouw Sae, yaitu Nali, Mutang, Lomo, Reto, dan Palora;
Suku pendatang di Holtekamp, yaitu Sarmi, Serui, dan Yawa;
Suku asli yang masih ada di Koya Barat dan Koya Timur adalah Rolo, suku
Jawa merupakan asal para transmigran;
Suku di Moso adalah Nyao, yaitu para pelintas batas.
Bab 1 Pendahuluan | I - 41
1.3.4 PEREKONOMIAN KOTA
Bab 1 Pendahuluan | I - 42
TABEL I.10PERKEMBANGAN PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU DI KOTA
JAYAPURA TAHUN 2006-2010 (JUTA RUPIAH)
9.000.000,00
8.000.000,00
7.000.000,00
6.000.000,00
5.000.000,00
4.000.000,00
3.000.000,00 PDRB ADHB
2.000.000,00
1.000.000,00 PDRB ADHK 2000
-
Struktur ekonomi disajikan dari PDRB atas dasar harga berlaku. Struktur
ekonomi Kota Jayapura yang memberikan kontributor utama pada tahun 2010 adalah
sektor Bangunan. Sektor ini mampu meningkatkan pertumbuhannya walaupun kecil
dengan kontribusi sebesar 23,69%, diikuti oleh sektor Jasa -jasa sebesar 21,35%, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 19,01%, dan sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran sebesar 18,13%. Hal ini bukan berarti produksi sektor Jasa-jasa, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran turun,
tetapi yang terjadi pertumbuhan ketiga sektor ini pada tahun 2010 kalah cepat bila
dibandingkan dengan sektor Bangunan.
Bab 1 Pendahuluan | I - 43
rendahnya kualitas SDM dan ketertinggalan penerapan teknologi;
tingginya tarif transportasi dan masalah perijinan secara langsung maupun
tidak langsung.
Bab 1 Pendahuluan | I - 44
TABEL I.12 STRUKTUR EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT SEKTOR,
2007-2010 (PERSEN)
Bab 1 Pendahuluan | I - 45
sebesar Rp 3.515.082,24. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar Rp 5.949.668,78
dibanding tahun 2008, yaitu dari Rp 22.187.957,96 menjadi Rp 28.137.626,75.
Sementara itu, pada tahun 2010 terjadi kenaikan sebesar Rp 3.066.975,34
dibandingkan tahun 2009 menjadi Rp 31.204.602,08.
35.000.000,00
30.000.000,00
25.000.000,00
20.000.000,00
15.000.000,00
10.000.000,00
5.000.000,00
-
THN THN THN THN THN
2006 2007 2008 2009 2010
Penerimaan kas Kota Jayapura diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah
(retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi perijinan tertentu), penerimaan laba
usaha daerah, penerimaan lain-lain, bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, dana rutin
daerah/DAU, Dana Alokasi Khusus, lain-lain penerimaan yang sah, dana penyesuaian
dan Otsus program.
Realisasi dan target penerimaan pajak dan retribusi Kota Jayapura, serta
penerimaan kas Kota Jayapura dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Terjadi
peningkatan realisasi PAD dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Jayapura
pada tahun 2010, yaitu target Rp 50.500.000.000 dan realisasi mencapai Rp
50.575.675.159.
Bab 1 Pendahuluan | I - 46
TABEL I.14 REALISASI DAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI KOTA
JAYAPURA, 2010
Bab 1 Pendahuluan | I - 47
TABEL I.15 REALISASI DAN TARGET PENERIMAAN KAS KOTA JAYAPURA, 2010
A. Penggunaan Lahan
Kota Jayapura terbentuk dari pencampuran aktivitas yang bersifat perkotaan dan
perdesaan. Kegiatan perkotaan yang terbentuk dari fasilitas perdagangan, sosial,
transportasi, perkantoran berkembang pada ruas-ruas jalan utama di Kota Jayapura,
terutama di Distrik Jayapura Utara, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Abepura, dan
Distrik Heram. Aktivitas perdesaan, seperti pertanian terdapat di Distrik Muara Tami.
Bab 1 Pendahuluan | I - 48
LUAS LAHAN EKSISTING PERSENTASE
NO JENIS GUNA LAHAN
(HA) (%)
13 Hutan produksi terbatas 871 0,93
Total Kawasan Budidaya 14.042,16 14,9
B Kawasan Lindung
1 Hutan Lindung Pegunungan Djar 2.246,00 2,4
2 Hutan Lindung Abepura 561,20 0,6
3 CA. Pegunungan Cycloop 6.431,78 6,8
4 Taman Wisata Teluk Youtefa 1.650,00 1,8
5 Kawasan perlindungan setempat 8.217,72 8,7
6 Cagar budaya 378,74 0,4
7 Ruang Terbuka Hijau 4.891,38 5,2
6 Hutan 55.581,02 59,1
Total Kawasan Lindung 79.957,84 85,5
Kota Jayapura 94.000,00 100,0
Sumber: Hasil Perhitungan Tim RTRW Kota Jayapura, 2012
Luas lahan kritis di Kota Jayapura sebagaimana yang dilaporkan oleh Balai
Pengelolaan DAS Memberamo menunjukan ada kecenderungan peningkatan lahan
kritis di Kota Jayapura. Pada tahun 2010 ini luas lahan kritis di Kota Jayapura
diperkirakan sekitar 20.506 ha dan padang alang-alang sekitar 1.875 ha (Laporan Akhir
Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kota Jayapura Tahun 2011; 2011:10).
Hutan rawa yang ada di Distrik Muara Tami adalah 1357,3 ha.
Bab 1 Pendahuluan | I - 49
Gambar 1.17 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Jayapura
Bab 1 Pendahuluan | I - 50
B. Sumberdaya Hutan
Bab 1 Pendahuluan | I - 51
NO FUNGSI KAWASAN LUAS (HA) DASAR PENETAPAN KONDISI
SK Penetapan oleh Menhut kepala keluarga yang mendiami kawasan ini.
No. 365/Kpts-II/1987 Tanggal Perambahan kawasan terjadi seluas 53,83 ha.
08 Nopember 1987. Terdapat pembangunan jalan sepanjang 2 km di
CA Cycloop yang berada di dalam kawasan cagar alam dan sekitarnya untuk
wilayah administrasi Kota mobilisasi arang dan Kayu Swan yang merupakan
Jayapura seluas 6.431,78 ha bahan bangunan dan jembatan (jeramba).
dan sisanya 16.008,22 ha Ancaman yang timbul adalah kerusakan hutan,
berada di Kabupaten sumber mata air semakin berkurang, serta bencana
Jayapura. alam (banjir, longsor) dapat terjadi.
CA Cycloop juga ditetapkan
sebagai kawasan lindung
nasional dalam RTRWN
5 Taman Wisata Alam 1.650 SK Penunjukkan No. Kawasan ini terletak di pusat Kota Jayapura dengan
Teluk Youtefa 372/Kpts/Um/1978 Tanggal 9 posisi geografis 02°34’32’’ hingga 02°38’25’’LS dan
Juni 1978 140°41’11’’ hingga 140°44’25’’ BT.
Pada hamparan datar di sepanjang pantai Tanjung
1.675 SK Penetapan oleh Menhut Marine dan Tanjung Kaswari yang menghadap ke
No. 714/Kpts-II/1996 Tanggal Teluk Youtefa didominasi oleh vegetasi bakau-
11 Nopember 1996. bakauan (Rizophora Apiculata, Rizophora Stylosa,
dan Bruguiera sp). Khusus di tepi barat pantai Teluk
Youtefa, setelah bakau-bakauan juga dijumpai
adanya Pohon Konifer dari jenis cemara pantai
(Casuarina Marine).
Di seberang Tanjung Marine dan Kaswari bagian
utara yang menghadap ke Teluk Yos Sudarso
didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera) dan
juga terdapat Ketapang (Terminalia cattapa),
Pandanus spp, bintangur (Callophyllum inophyllum ),
Baringtonia asiatica dan Xylocarpus sp.
Pada areal perbukitan banyak ditemukan vegetasi
hutan hujan tropis seperti tumbuhan dari jenis pohon
Merbau (Intsia bijuga), Matoa (Pometia pinnata),
Beringin (Ficus benyamina), Kayu Susu (Alstonia
shcolaris), Ketapang (Terminalia catapa), jenis
pandan-pandanan (Pandanus sp), pohon pinang,
tumbuhan perdu serta beberapa jenis paku-pakuan,
jenis palem (Arthocarpus comunis) dan jenis-jenis
anggrek seperti Dendrobium spp, Gramathophyllum
spp, Paphiopedilum spp dan Bulbophyllum spp.
Beberapa jenis kelompok aves antara lain Alap-alap
(Haliastur indus), Nuri Merah Kepala Hitam (Lorius
lory), Kakatua Jambul Kuning (Cacatua galerita),
Burung Bayan (Electus roratus), Raja Udang,
Rangkong (Buceros bicornis), Nuri Ekor Panjang
(Alisterus chloropterus), Burung Elang (Sula
lencogastes), Burung Bangau Putih (Pandio
haliaetus) dan beberapa jenis burung laut. Jenis-
jenis reptil yaitu Morelia viridis, Liasis spp, Ular Boa
(Candoia aspera dan Candoia carinata), Biawak
(Varanus spp), Kadal (Mabouya spp dan Tiliqua sp),
Tokek (Gecko gecko) dan lain-lain. Jenis-jenis
serangga, yaitu laba-laba, kumbang dan kupu-kupu.
Beberapa jenis katak (Bufo sp dan Rana sp).
Beberapa tahun terakhir ni, masyarakat membangun
rumah/pondokan di kawasan ini.
Sumber: Balai Besar KSDA Papua, 2011 dalam Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Jayapura dan
Laporan Final Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Muara Tami
Bab 1 Pendahuluan | I - 52
Gambar 1. 18 Peta Kawasan Kehutanan
Bab 1 Pendahuluan | I - 53
C. Sumberdaya Galian Batuan
Berdasarkan data survei geologi dan hasil analisis terhadap kegiatan Identifikasi
dan Pemetaan Sumberdaya Alam Mineral (Galian Batuan) di Kota Jayapura Tahun
2011, maka potensi sumberdaya alam mineral (galian batuan) yang terdapat di wilayah
Kota Jayapura adalah Batugamping, Endapan Pasir Batu (Sirtu), Endapan Tanah
Lateritik, Hematit Residual, dan Endapan Lo gam Emas Sekunder.
a. Batugamping
Batugamping (CaCO 3) merupakan jenis batuan sedimen. Berdasarkan koordinat
atau yang terpetakan pada peta potensi bahan galian Kota Jayapura, maka
keberadaannya tersebar di 3 (tiga) distrik, yaitu:
Berdasarkan koordinat atau yang terpetakan pada peta potensi bahan galian
Kota Jayapura, maka keberadaannya tersebar di 2 (dua) distrik, yaitu:
Bab 1 Pendahuluan | I - 54
Berdasarkan koordinat atau yang terpetakan pada peta potensi bahan galian
Kota Jayapura, maka keberadaannya tersebar di 4 (empat) distrik, yaitu:
Berdasarkan koordinat atau yang terpetakan pada peta potensi bahan galian
Kota Jayapura, maka keberadaannya tersebar di 3 (tiga) distrik, yaitu:
Bab 1 Pendahuluan | I - 55
kilap logam, bila digores berwarna kuning, habit massif hingga granular dengan
bentuk kristal yang sempurna, belahan hackly, kekerasan 7,8.
Berdasarkan koordinat atau yang terpetakan pada peta potensi bahan galian
Kota Jayapura, maka keberadaannya tersebar di 3 (tiga) distrik, yaitu:
Potensi sumberdaya galian batuan tersebut bila dikaitkan dengan pola ruang di
Kota Jayapura adalah sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan | I - 56
Distrik Heram
Adanya kawasan hutan lindung, kawasan pemukiman, kawasan lindung, perkebunan
dan tambak. Potensi sumber daya alam (galian batuan) yang tersebar pada wilyah ini
adalah endapan logam emas sekunder, endapan tanah lateritik, hematite residual.
Namun endapan logam emas sekunder berada pada kawasan lindung-hutan lindung,
endapan tanah lateritik berada pada sekitar kawasan pemukiman-kawasan lindung-
kawasan hutan lindung, hematite residual berada pada kawasan lindung dan
pasirbatu (sirtu) berada pada sekitar kawasan pemukiman bersebelahan dengan
kawasan lindung.
Distrik Muara Tami
Adanya kawasan hutan lindung, kawasan pemukiman, kawasan lindung, kawasan
perkebunan, kawasan pertanian, kawasan cagar budaya, hutan produksi, hutan
produksi terbatas, kawasan priwisata dan tambak. Potensi sumber daya alam (galian
batuan) yang terseber pada wilyah ini adalah pasirbatu (sirtu). Namun pasirbatu
(sirtu) berada pada kawasan hutan lindung-hutan produksi terbatas.
Bab 1 Pendahuluan | I - 57
Gambar 1.19 Peta Kawasan Pertambangan
Bab 1 Pendahuluan | I - 58
1.3.6 KONDISI KAWASAN PESISIR, KELAUTAN, DAN PULAU-PULAU
KECIL
A. Perikanan Laut
11557,07
12000,00 11001,31
9252,80
10000,00 9144,20
8000,00 7103,40
6000,00
4000,00
2000,00
0,00
THN 2006 THN 2007 THN 2008 THN 2009 THN 2010
B. Pariwisata Bahari
Pesisir dan pulau-pulau kecil ini sangat berpotensi dikembangkan wisata pantai,
diantaranya adalah:
Pantai Holtekamp di Distrik Muara Tami. Pantai ini berhadapan langsung dengan
Kota Jayapura dan Teluk Youtefa yang terlihat di kejauhan, memiliki wisata pantai
dan keindahan pemandangan alam. Transportasi menuju pantai ini masih melalui
Bab 1 Pendahuluan | I - 59
darat, dimana berputar dari Kota Jayapura menyusuri Teluk Youtefa selama kurang
lebih 1 jam perjalanan darat.
Pantai Base-G di Distrik Jayapura Utara. Dikenal keindahan rekreasi pantai untuk
berenang dan menyelam. Pada waktu Perang Dunia II, pantai ini juga digunakan
sebagai markas.
Pantai Pasir II di Kelurahan Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara, merupakan salah
satu pantai yang terkenal di kota Jayapura. Pantai ini terletak ±9 km di sebelah utara
Kota Jayapura. Dari pantai ini, kita dapat melihat ke Samudra Pasifik dan juga
sebagai pintu gerbang bagi masuknya kapal dari arah barat.
Pantai Hamadi, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata unggulan.
Tempat rekreasi ini memiliki pantai pasir putih sepanjang ±2 km. Di kawasan ini dulu
juga menjadi tempat pendaratan tentara sekutu pada PD II. Pantai Hamadi kini mulai
berkembang, sehingga setiap musim libur sekolah maupun libur panjang akhir pekan,
kawasan pantai itu selalu ramai dikunjungi wisatawan nusantara. Sejumlah objek
wisata pantai di Kota Jayapura masih layak ditawarkan kepada wisatawan asalkan
dilakukan pembenahan dan penataan terutama menyangkut kebersihan serta
ketertiban objek wisata.
1. Peran Kota Jayapura dalam konstelasi regional. Kota Jayapura merupakan Ibukota
Provinsi Papua dan ditetapkan sebagai daerah otonomi khusus. Hal ini
menguntungkan untuk kemandirian wilayah. Pengembangan sektor pendidikan,
perdagangan dan jasa, perkantoran, pertahanan dan keamanan memberikan
dampak dalam konstelasi kota yang terkait dengan posisi Kota Jayapura sebagai
kawasan yang strategis diantara beberapa kabupaten perbatasan, sehingga
pelayanan yang diberikan tidak hanya skala lokal melainkan juga regional.
2. Kota Jayapura berbatasan dengan Negara Papua New Guinea, sehingga
menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis pertahanan dan
keamanan yang ditetapkan oleh RTRWN. Namun demikian, kondisi perekonomian
masyarakat di kawasan perbatasan masih rendah. Negara PNG sendiri memiliki
perekonomian yang kurang maju dan harga-harga di PNG jauh lebih mahal,
Bab 1 Pendahuluan | I - 60
sehingga masyarakat di PNG seringkali mencari kebutuhan di wilayah Indonesia,
dalam hal ini adalah Distrik Muara Tami Kota Jayapura. Kondisi tersebut dapat
memberikan peluang menciptakan perdagangan antarnegara yang akhirnya dapat
memberi dampak kesejahteraan masyarakat Indonesia di kawasan perbatasan,
dalam hal ini adalah masyarakat lokal.
3. Kota Jayapura menjadi tujuan migrasi penduduk untuk belajar, bekerja, dan
akhirnya menetap di Kota Jayapura. Hal ini akan berdampak terhadap kebutuhan
lahan untuk menampung aktivitas masyarakat. Namun, tidak semua warga mampu
untuk membeli perumahan yang disediakan oleh pengembang, sehingga
pembangunan rumah dilakukan di perbukitan dan lereng terjal dan di atas
permukaan air, seperti yang terlihat di Kawasan APO, Kloofkamp, Polimak, dan
permukiman pantai. Kawasan hunian ini umumnya tidak memiliki Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB), sehingga secara kelayakan hunian yang sehat dan aman masih
kurang memadai.
4. Tingginya perambahan hutan di Kawasan Cagar Alam Cycloop. Kawasan ini
sebagian berfungsi sebagai permukiman warga tertentu, perkebunan, serta
perambahan kayu (terutama Kayu Swan) untuk kebutuhan pembangunan jembatan,
dan sebagainya. Hal ini dapat mengancam kelestarian lingkungan yang ada di
bawahnya dan sumber air semakin berkurang.
5. Pembangunan jembatan ring-roaddan Jembatan Holtekamp-Hamadi melintas di
Taman Wisata Alam Teluk Youtefa dan Kawasan Cagar Budaya di Kampung Tobati
dan Kampung Enggros, serta Hutan Lindung Abepura. Pertumbuhan Kota Jayapura
yang semakin tinggi juga membutuhkan ketersediaan jaringan jalan, namun disisi
lain pembangunan ini juga mengancam fungsi-fungsi lindung. Oleh karena itu,
pengamanan dan pengendalian pembangunan harus dilakukan agar keseimbangan
dan keberlanjutan tetap berlangsung.
6. Pengalihfungsian kawasan lindung untuk aktivitas budidaya, seperti yang terjadi di
Kawasan Entrop. Adanya reklamasi di kawasan ini dan pembangunan jalan ring-
road semakin mengancam keberadaan bakau di kawasan ini. Bakau berfungsi
untuk menahan terjadinya abrasi laut, sehingga bila hilang tentu akan mengganggu
ekosistem di kawasan ini.
7. Penyediaan prasarana dasar, seperti air bersih, persampahan, listrik sangat
bergantung pada sistem penyediaan prasarana perkotaan dalam konstelasi
regional. Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan fasilitas
dan prasarana perkotaan.
Bab 1 Pendahuluan | I - 61