Anda di halaman 1dari 77

TUGAS AKHIR

MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3

BUNDELAN PRAKTIKUM K3

OLEH :

AK 1 D

KELOMPOK 2

POLITEKNIK ATI PADANG

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI

KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN PADANG


PRAKTIKUM OBJEK 1

IDENTIFIKASI BAHAYA DI LABORATORIUM

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui potensi dan resiko kecelakaan kerja di laboratorium.

2. Mengetahui upaya pencegahan resiko bahaya di laboratorium.

3. Untuk menilai resiko yang akan timbul saat bekerja di laboratorium.

II. TEORI DASAR

Pengidentifikasian potensi bahaya dari suatu kegiatan kerja merupakan inti


seluruh kegiatan pencegahan kecelakaan kerja. Akan tetapi, pengidentifikasian
bahaya bukanlah ilmu pasti tetapi merupakan kegiatan subjektif dimana ukuran
bahaya yang teridentifikasi akan berbeda di antara orang satu dengan yang
orang lainnya, tergantung pada pengalaman masing-masing, sikap dalam
menghadapi resiko atau bahaya, familieritas terhadap proses bersangkutan dan
sebagainya.
Bahaya dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan sumbernya,
yaitu :
 Fisik, contohnya adalah kebisingan, ergonomi, radiasi, dan pengangkatan
manual.
 Mekanik, contohnya adalah seperti part yang bergerak, dan part yang
berotasi.
 Elektrikal, contohnya adalah voltase dan area magnetik.
 Kimia, contohnya adalah substansi yang mudah terbakar, beracun, dan
korosif.
 Biologis, contohnya adalah virus dan bakteri.
Keselamatan dan kesehatan sebuah pekerjaan didapatkan dari analisis
keselamatan pekerjaan (Job Safety Analysis). Keselamatan dan kesehatan kerja
saling berkaitan dengan produktivitas pekerjaan, insinyur dalam bagian
produksi tidak boleh mengabaikan bagian produksi (Stranks, 2003) .
Langkah pertama manajemen resiko kesehatan di tempat kerja adalah
identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi faktor resiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia biologi,
ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan
faktor resiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan
produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan
termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan pemilihan
Material Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang
digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang
terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert
yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih
faktor resiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih
berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang bahaya. Sebagai contoh,
lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen,
maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

Penilaian Resiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian resiko
meliputi :
 Menentukan personil penilai
Penilai resiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh
petugas lain di luar perusahaan yang berkompeten baik dalam
pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.
 Menentukan objek atau bagian yang akan dinilai
Objek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian
atau departemen, jenis pekerjaan, objek, proses produksi dan
sebagainya. Penentuan objek sangat membantu dalam sistematima kerja
penilai.
 Kunjungan atau inspeksi tempat kerja
Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalan melihat, mendengar dan
mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja,
teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
 Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di
tempat kerja, misalnya melalui : inspeksi atau survei tempat kerja rutin,
informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit, absensi,
laporan dari P2K3 (Panitia Pengawas Kesehatan dan Keselamatan
Kerja), supervisor atau keluhan pekerja, MSDS, dan sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya
tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama
pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu resiko.
 Mencari informasi atau data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya dengan mempelajari MSDS,
petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi yang relevan.
 Analisis resiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana
tindakan untuk mengatasi resiko tersebut dibahas secara rinci dan
dicatat selengkap mungkin.
 Evaluasi resiko
Memprediksi tingkat resiko melalui evaluasi yang akurat merupakan
langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian resiko.
Kualifikasi dan kuantifikasi resiko, dikembangkan dalam proses
tersebut. Konsultasi dan nasehat para ahli seringkali dibutuhkan pada
tahap analisis dan evaluasi resiko.
III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

Alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan praktikum K3 ini antara
lain :

1. Alat tulis, kertas, kamera.

2. Jas praktikum ataupun APD yang sesuai.

IV. CARA KERJA PRAKTIKUM

1. Menentukan tempat kerja atau laboratorium yang akan diamati dengan


aktivitas (objek) yang berbeda.

2. Cari tahu pekerjaan apa yang dilakukan dan bahan-bahan apa yang
digunakan. Selain itu amati dan cari tahu bagaimana kondisi bangunan
atau ruangan yang dipakai ataupun bahaya yang disebabkan oleh kondisi
bangunan.

3. Setelah mendata bahaya-bahaya yang ada di laboratorium, kemudian


cari tahu peralatan yang digunakan untuk mengatasi bahaya-bahaya
tersebut ( misal APD, cara kerja, dll).

3. Setelah selesai mendata, lakukan analisis apakah yang harus dilakukan,


pencegahan, penanganan, pengendalian bahaya-bahaya tersebut.
V. HASIL PENGAMATAN

Laboratorium PIK

Objek Resiko Pengendalian Pencegahan Penanganan


Praktikum

Ciri-ciri Reruntuhan Tidak bekerja Beri rambu- Segera


terjadinya material diarea rambu bahaya diperbaiki
reaksi kimia tersebut di sekitar area
serta kerja yang
perubahan beresiko
fisika dan berbahaya
kimia
Tumpahan zat Menggunakan Bekerja Dilakukan
kimia APD lengkap dengan hati- penanganan
dan sesuai hati dan sesuai sesuai MSDS
dengan SOP bahan tersebut
yang berlaku

Asam kuat Menggunakan Bekerja Jika terkena


APD lengkap dengan hati- tumpahan
dan sesuai hati dan selalu kimia segera
serta perhatikan memakai
melakukan hazard symbol shower dan
pekerjaan di yang tertera mencari
lemari asam pada bahan penanganan
lebih lanjut

Kebakaran Tidak Bekerja Karena tidak


mendekati dengan hati- tersedianya
sumber api hati APAR, maka
dan segera memakai
lakukan alternative
penanganan lain seperti
jika masih karung goni
dalam skala dan serbet air
kecil

Terjadi Bekerja di Pemilihan Lampu segera


kecelakaan sekitar area jenis lampu diperbaiki
kerja akibat cahaya yang yang tepat
kurangnya memadai
Mengusahakan
intensitas
Memperbesar agar tempat
cahaya
intensitas kerja tidak
penerangan terhalang
bayangan
suatu benda

Laboratorium Kimia Fisika

Objek Resiko Pengendalian Penanganan Pencegahan


Praktikum

Melipat kertas Tumpahan zat Limbah Jika terjadi Bekerja


saring dan praktikum tumpahan, menggunakan
filtrasi dibuang di identifikasi APD yang
limbah dan bahan terlebih sesuai dan
IPAL dahulu, lalu lengkap
lakukan
penanganan
sesuai MSDS
bahan

Pecahan alat Tidak bekerja Pecahan alat Beri rambu-


di area segera rambu bahaya
tersebut dibersihkan di sekitar area
dan kerja yang
dimasukan ke beresiko
limbah khusus berbahaya
pecahan alat

Tumpahan zat Untuk Tumpahan Hati-hati dan


padat pada pengambilan berupa zat teliti dalam
saat asam pekat , padat, pengerjaan
menimbang gunakan dibersihkan
lemari asam dengan serbet.

VI. PEMBAHASAN

Setelah dilakukannya pengamatan di laboratorium PIK dan laboratorium


kimia fisika, terdapat sumber-sumber bahaya yang akan dijabarkan di bawah
ini.
 Laboratorium PIK
Untuk laboratorium ini sumber-sumber bahayanya yaitu kelistrikan,
menyangkut dengan penataan kabel-kabel listrik, Wi-Fi dan juga stop kontak
yang tidak beraturan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya kebakaran akibat
korsleting. Selain itu laboratorium ini tidak menyediakan APAR sehingga
apabila terjadi kebakaran dalam skala kecil hal yang hanya bisa dilakukan
adalah memakai karung goni atau memakai serbet yang sudah dibasahi dengan
air. Sumber bahaya lain yaitu langit-langit ruangan yang bolong dan
penutupnya berada di bawahnya yang bisa menghambat pekerjaan. Selain itu
masih punya kemungkinan akan terjadinta runtuhan sisa material yang bisa
menimpa orang yang berada di bawahnya. Oleh karena itu solusi yang
diberikan yaitu menyangkut penataan kabel yang harus ditingkatkan, pengadaan
APAR dan perbaikan langit-langit yang harus dilakukan sesegera mungkin.
Selain itu ada potensi sumber bahaya yaitu sikap pekerja. Agar tidak
terkena tumpahan zat kimia, pencegahan yang bisa dilakukan yaitu memakai
APD dan mengambil larutan asam pekat di lemari asam. Pekerja di PIK sudah
mengikuti aturan dengan melakukan pencegahan yang telah disebutkan. Potensi
sumber bahaya lain yaitu terkena pecahan alat gelas kimia, pencegahan
dilakukan dengan meletakkan alat gelas di tempat yang tidak rawan jatuh.

 Laboratorium Kimia Fisika


Untuk laboratorium ini memiliki intensitas cahaya yang kurang, sehingga
bisa menyebabkan mata mudah lelah dan pekerja tidak nyaman saat bekerja.
Pencahayaan di laboratorium ini hanya bergantung pada cahaya matahari,
sehingga pencahayaan menjadi kurang merata. Oleh karena itu perlu adanya
penambahan lampu. Untuk pengadaan APAR dan rambu-rambu keselamatan,
laboratorium ini sudah nenyediakan semuanya hanya saja laboratorium ini tidak
memiliki P3K sehingga apabila terjadi kecelakaan kerja seperti terkena pecahan
alat gelas, penanganan terhadap pekerja akan terhambat.

VII. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
laboratorium PIK memiliki resiko bahaya yang lebih tinggi daripada
laboratorium kimia fisika. Solusi yang diberikan yaitu :
 Laboratorium PIK
 Penataan kabel-kabel harus diperhatikan.
 Pengadaan APAR.
 Perbaikan pada langit-langit ruangan.
 Kehati-hatian dalam bekerja.

 Laboratorium Kimia Fisika


 Pengadaan P3K.
 Penambahan lampu.
 Kehati-hatian dalam bekerja.

VIII. SARAN
Untuk mahasiswa, saran yang diberikan adalah harus selalu mematuhi
SOP dan tata tertib yang ada di laboratorium, agar menjaga sikap ketika di
laboratorium.
Untuk pengelola laboratorium ada beberapa saran yang diberikan, yaitu :
 Melengkapi semua keperluan laboratorium terutama perlengkapan K3
seperti APAR, P3K, APD, dan rambu-rambu yang diperlukan dan
penting untuk laboratorium.
 Membuat SOP dan tata tertib yang tegas, agar setiap mahasiswa tau
batasan-batasan ketika berada di laboratorium.
 Mengikuti pelatihan yabg berhubungan dengan tata kelola ruangan agar
ruangan lebih terkondisikan dengan baik.
 Melakukan pelatihan singkat kepada mahasiswa yang menggunakan
laboratorium terkait dengan keadaan darurat, seperti pengarahan apa
yang dilakukan jika terjadi bencana seperti kecelakaan akibat tumpahan
bahan kimia atau kebakaran.

IX. JAWABAN PERTANYAAN

1. Untuk apa kita harus menentukan tingkat bahaya yang ada di dalam
laboratorium?
JAWABAN : Karena dengan menentukan level tingkat bahaya di laboratorium,
kita bisa mengidentifikasi bahaya yang ada di laboratorium sehingga kita bisa
melakukan perencanaan, pengendalian dan penanganan bahaya untuk
meminimalisir potensi bahaya yang akan terjadi.

2. Apa dan siapa saja yang harus mendapatkan jaminan keselamatan di


laboratorium?
JAWABAN : Seluruh yang terlibat harus mendapatkan jaminan keselamatan di
laboratorium. Sehingga seluruhnya juga ikut andil dan bertanggung jawab
terhadap keselamatan di laboratorium.

3. Tuliskan contoh tanda bahaya pada suatu jenis bahan kimia serta jenis bahan
kimianya!
JAWABAN :
1. Oxidizing (Pengoksidasi)

Nama : Oxidizing
Lambang : O
Arti : Bahan kimia bersifat pengoksidasi, dapat menyebabkan kebakaran
dengan menghasilkan panas saat kontak dengan bahan organik dan bahan
pereduksi.
Tindakan : Hindarkan dari panas dan reduktor.
Contoh : Hidrogen peroksida, Kalium perklorat.

2. Toxic (Beracun) simbol bahan kimia - beracun

Nama : Toxic
Lambang : T
Arti : Bahan yang bersifat beracun, dapat menyebabkan sakit serius bahkan
kematian bila tertelan atau terhirup.
Tindakan : Jangan ditelan dan jangan dihirup, hindari kontak langsung dengan
kulit.
Contoh : Metanol, Benzena. Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika
dipaparkan terhadap organisme. Toksisitas dapat mengacu pada dampak
terhadap seluruh organisme, seperti hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek
terhadap substruktur organisme, seperti sel (sitotoksisitas) atau organ tubuh
seperti hati (hepatotoksisitas).
3. Explosive (Mudah Meledak) simbol bahan kimia - mudah meledak

Nama : Explosive
Lambang : E
Arti : Bahan kimia yang mudah meledak dengan adanya panas atau percikan
bunga api, gesekan atau benturan.
Tindakan : Hindari pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber
nyala lain bahkan tanpa oksigen atmosferik.
Contoh : KClO3, NH4NO3, Trinitro Toluena (TNT). Simbol bahan kimia
selanjutnya adalah explosive (mudah meledak). Bahan peledak adalah material
yang tidak stabil secara kimia atau energikal, atau dapat menghasilkan
pengembangan mendadak dari bahan tersebut diikuti dengan penghasilan panas
dan perubahan besar pada tekanan (dan biasanya juga kilat atau suara besar)
yang biasa disebut ledakan.

4. Flammable (Mudah Terbakar) simbol bahan kimia - mudah terbakar

Nama : Flammable
Arti : Bahan kimia yang mempunyai titik nyala rendah, mudah terbakar dengan
api bunsen, permukaan metal panas atau loncatan bunga api.
Tindakan : Jauhkan dari benda-benda yang berpotensi mengeluarkan api.
Contoh : Minyak terpentin.
Zat terbakar langsung. Contohnya : aluminium alkil fosfor. Keamanan indari
kontak bahan dengan udara.
Gas amat mudah terbakar. Contohnya : butane dan propane. Keamanan :
hindari kontak bahan dengan udara dan sumber api.
Cairan mudah terbakar. Contohnya: aseton dan benzene. Keamanan : jauhkan
dari sumber api atau loncatan bunga api.
Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila
kena air atau api.

5. Harmful Irritant (Bahaya Iritasi)

Nama : Irritant
Lambang : Xi
Arti : Bahan yang dapat menyebabkan iritasi, gatal-gatal dan dapat
menyebabkan luka bakar pada kulit.
Tindakan : Hindari kontak langsung dengan kulit.
Contoh : NaOH, C6H5OH, Cl2

6. Dangerous for Enviromental (Bahan Berbahaya bagi Lingkungan)

Nama : Dengerous For the Environmental


Lambang : N
Arti : Bahan kimia yang berbahaya bagi satu atau beberapa komponen
lingkungan. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.
Tindakan : Hindari kontak atau bercampur dengan lingkungan yang dapat
membahayakan makhluk hidup.
Contoh : Tributil timah klorida, Tetraklorometan, Petroleum bensin.

7. Corrosive (Korosif)
Nama : Corrosive
Lambang : C
Arti : Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit
mengelupas.
Tindakan : Hindari kontak langsung dengan kulit dan hindari dari benda benda
yang bersifat logam.
Contoh : HCl, H2SO4, NaOH (>2%)

8. Poison Gas (Gas Beracun)

Nama : Poison Gas


Arti : Simbol yang digunakan pada transportasi dan penyimpanan material gas
yang beracun.
Tindakan : Jauhkan dari pernapasan kita.
Contoh : Chlorine, Methil bromide, Nitric oxide.

9. Dangerous when wet (Berbahaya saat basah)

Nama : Dengerous When Wet


Arti : Material yang bereaksi cukup keras dengan air.
Tindakan : Jauhkan dari air dan simpan di tempat yang kering/tidak lembab.
Contoh : Calcium carbide, Potassium phosphide, Maneb.
10. Flammable Solid (padatan mudah terbakar)

Nama : Flammable Solid


Arti : Padatan yang mudah terbakar.
Tindakan : Hindari panas atau bahan mudah terbakar dan reduktor, serta hindari
kontak dengan air apabila bereaksi dengan air dan menimbulkan panas serta api.
Contoh : Sulfur, Picric acid, Magnesium.

4. Tuliskan identifikasi bahan kimia beserta nama bahan dan cara


penyimpanannya!
1. Bahan kimia beracun (toxic)
 Contoh ( aseton, benzena, etanol, formalin, CO, H2SO4).
 Cara penyimpanan yaitu dengan memperhatikan keadaan ruang harus
memiliki ventilasi, bersih, dan disimpan secara terorganisir.

2. Bahan kimia mudah terbakar (flammable)


 Contoh bahan (bensin, aseton, etanol, solven).
 Cara penyimpanannya yaitu ditempatkan di tempat yang dingin dan kedap
air, jauh dari sumber api.

3. Bahan kimia korosif (corrosive)


 Contoh bahannya (HCL, H2SO4, HNO3, NaOH).
 Cara penyimpanannya yaitu diletakkan pada wadah yang tertutup rapat di
ruangan yang sejuk.

4. Bahan kimia mudah meledak (explosive)


 Contoh bahannya (TNT, ammonium nitrat, nitroselulosa).
 Cara penyimpanannya yaitu di ruang penyimpanan kokoh dan tahan api
serta sirkulasinya lembab.
5. Bahan kimia oksidator (oxidator)
 Contoh bahannya (permanganat, perklorat dikromat, peroksida).
 Cara penyimpanannya di suhu yang terjaga tetap dingin, ada peredaran
udara dan tahan api.

6. Bahan kimia sensitif terhadap air (water sensitive)


 Contoh bahannya (alkali, alkali tanah, logam oksida anhidrat).
 Cara penyimpanannya di ruangan yang berlokasi di tanah yang tinggi.

7. Bahan kimia sensitif terhadap asam (acid sensitive substaned)


 Contoh bahannya (KCLO3, KMnO4)
 Cara penyimpanannya yaitu di ruangan berventilasi, dijauhkan dari sumber
api, dan disimpan di tempat yang terbuat dari kayu.

X. DAFTAR PUSTAKA

Rejeki, Sri . 2016 . Keselamatan dan Kesehatan Kerja . Jakarta : Pusdik


SDM Kesehatan.

XI. DOKUMENTASI OBSERVASI


PRAKTIKUM OBJEK 2

PENATAAN DAN PENYIMPANAN

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Agar bisa memaksimalkan penggunaan peralatan di laboratorium.

2.Agar mudah dalam melakukan penyimpanan dan penataan alat di


laboratorium .

3. Agar pekerjaan dan penelitian di laboratorium berjalan lancar.

II. TEORI DASAR

Laboratorium sering diartikan sebagai suatu ruang atau tempat


dilakukannya penelitian. Ruang yang dimaksud dapat berupa gedung yang
dibatasi oleh dinding dan atap atau alam terbuka misalnya kebun botani. Pada
pembelajaran sains termasuk fisika, kimia, dan biologi di dalamnya keberadaan
laboratorium menjadi sangat penting. Pada konteks belajar dan mengajar sains
di sekolah, seringkali istilah laboratorium diartikan dalam pengertian sempit
yaitu ruangan yang didalamnya terdapat sejumlah alat-alat dan bahan
praktikum.
Agar terciptanya keamanan dan kelancaran bekerja saat di laboratorium,
tentunya perlu tata penataan dan penyimpanan alat di laboratorium yang tepat
dan benar. Pengelolaan laboratorium diperlukan agar pekerjaan di laboratorium
tidak terhambat.
Pengelolaan di laboratorium berkaitan dengan pengelola dan pengguna,
fasilitas laboratorium (bangunan, peralatan laboratorium, spesimen biologi,
bahan kimia) dan aktivitas yang dilaksanakan di laboratorium yang menjaga
keberlangsungan fungsinya. Pada dasarnya pengelolaan laboratorium
merupakan tanggung jawab bersama, baik pengelola maupun pengguna. Oleh
karena itu, setiap orang yang terlibat harus memiliki kesadaran dan merasa
terpanggil untuk mengatur, menata, memelihara dan melaksanakan keselamatan
bekerja.
Pemeliharaan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga agar
suatu alat dalam keadaan baik untuk siap pakai, atau tindakan melakukan
perbaikan sampai pada kondisi alat dapat berfungsi kembali. Perawatan adalah
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan peralatan dalam kondisi yang baik dan siap pakai.
Penataan (ordering) alat laboratorium dimaksudkan adalah proses
pengaturan alat di laboratorium agar tertata dengan baik. Dalam menata alat
tersebut berkaitan erat dengan keteraturan dalam penyimpanan (storing),
maupun kemudahan dalam pemeliharaan (maintenance). Keteraturan
penyimpanan dan penataan alat itu, tentu memerlukan cara tertentu, agar
petugas laboratorium (teknis dan juru laboratorium) dengan mudah dan cepat
dalam pengambilan alat untuk keperluan kerja laboratorium, juga ada
kemudahan dalam memelihara kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian
penataan alat laboratorium bertujuan agar alat-alat tersebut tersusun secara
teratur, indah dipandang, mudah dan aman dalam pengambilan dalam arti tidak
terhalangi atau mengganggu peralatan lain, terpelihara identitas dan presisi alat
serta terkontrol jumlahnya dari kehilangan.
Peran laboratorium sangat besar dan penting sebagai sumber belajar yang
efektif untuk penggunaan laboratorium. Untuk mengoptimalkan fungsi
laboratorium, maka laboratorium perlu dikelola dengan baik sehingga
mendorong semangat kerja mahasiswa, dosen dan pengguna lainnya. Maka
diperlukan penataan dan penyimpanan alat laboratorium yang benar dan baik.

III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

Alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan praktikum K3 ini antara
lain :

1. Alat tulis, kertas, kamera.

2. Jas praktikum ataupun APD yang sesuai.


IV. CARA KERJA PRAKTIKUM

1. Tentukan terlebih dahulu laboratorium mana yang akan diperiksa.

2. Amati ruangan laboratorium.

3. Amati penataan peralatan di laboratorium.

4. Amati penyimpanan peralatan di laboratorium.

5. Isi lembar data tabel untuk mengidentifikasi penataan dan penyimpanan


peralatan di laboratorium.

6. Laporkan hasil pengamatan.


V. HASIL PENGAMATAN

Tabel Penyimpanan Alat

Nama & Kualitas Keperangkatan Harga Alat Kuantitas Bahan Dasar Sifat Alat Ukuran Bobot
Fungsi Alat Alat Alat Penyusun dan Bentuk

Mesin Baik,tidak Lengkap dan satu ±4.500.000 1 buah Aluminium dan Mudah Perpaduan ± 64 kg
penggiling terdapat set logam korslet dan balok dan
tebu, berfungsi cacat rusak trapesium
untuk
mendapatkan
cairan tebu

Mesin pemarut Terdapat Lengkap dan satu 00.000 1 buah Plastik dan logam Mudah Tabung dan ± 5 kg
kelapa, sedikit set korslet dan memiliki 4
berfungsi karat, tetapi rusak kaki
untuk alat masih penyangga
mendapatkan bisa dipakai serta
parutan kelapa penampung
tanpa melepas berbentuk ¼
tempurung bulatan

Oven, Baik dan Lengkap dan satu ±20.000.000 4 buah Aluminium dan Mudah Balok besar ± 88 kg
berfungsi layak pakai set besi korslet, dan 4 kaki
untuk mudah penyangga
pemanasan terbakar,
dan dan mudah
pengeringan terjadi
alat atau kecelakaan
media

Mesin Baik dan Lengkap dan satu .000.000 1 buah Aluminium dan Mudah Mesin ± 18 kg
penggiling layak pakai set logam terjadi berbentuk
tepung, kecelakaan balok dan
berfungsi ,mudah wadah
untuk rusak berbentuk
membuat segitiga
tepung
menjadi lebih
halus

Kulkas, Baik dan Lengkap dan satu .000.000 3 buah Stainless steel Mudah Balok besar ± 50 kg
berfungsi layak pakai set korslet
untuk
mendinginkan
bahan

Kompor,berfu Terdapat 3 Lengkap dan satu 00.000 8 buah Aluminium dan Mudah Persegi ± 3 kg
ngsi untuk buah yang set logam meledak panjang
memasak tak layak dan mudah
bahan atau pakai, dan 5 terbakar
memanaskan buah layak
bahan pakai
Tabel Penataan Alat

Jenis Alat Tingkat Sifat Alat Jumlah Kualitas Alat Bahan Kecanggihan Alat Ukuran dan
Resiko Alat Dasar Bentuk
Penyusun

Alat pangan Tangan Mudah 1 buah Baik,tidak Aluminium Canggih, sudah Perpaduan balok
elektronik(mesin terluka, korslet dan terdapat cacat dan logam memakai teknologi dan trapesium
penggiling tebu) korsleting rusak yang lebih praktis
dan efisien

Alat pangan Tangan Mudah 1 buah Terdapat Plastik dan Canggih, sudah Tabung dan
elektronik(mesin terluka, korslet dan sedikit karat, logam memakai teknologi memiliki 4 kaki
pemarut kelapa) korsleting rusak tetapi alat yang lebih praktis penyangga serta
masih bisa dan efisien penampung
dipakai berbentuk ¼
bulatan

Alat pangan Tangan Mudah 4 buah Baik dan Aluminium Canggih, sudah Balok besar dan 4
elektronik(oven) terkena korslet dan layak pakai dan besi memakai teknologi kaki penyangga
panas oven, rusak yang lebih praktis
korsleting dan efisien

Alat pangan Tangan Mudah 1 buah Baik dan Aluminium Canggih, sudah Mesin berbentuk
elektronik(mesin terluka, korslet dan layak pakai dan logam memakai teknologi balok dan wadah
penggiling tepung) korsleting rusak yang lebih praktis berbentuk segitiga
dan efisien

Alat pendingin Korsleting Mudah 3 buah Baik dan Stainless Canggih, sudah Balok besar
elektronik(kulkas) korslet dan layak pakai steel memakai teknologi
rusak yang lebih praktis
dan efisien

Alat pemasak atau Kebakaran Mudah 8 buah Terdapat 3 Aluminium Masih konvensional Persegi panjang
pemanas dan mudah meledak dan buah yang tak dan logam karena masih ada
konvensional(kompor) meledak terbakar layak pakai, kompor litrsik yang
dan 5 buah lebih praktis
layak pakai
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan atau melaksanakan objek


praktikum penataan dan penyimpanan alat yang ada di laboratorium. Kami
melaksanakan dan mengamati alat di laboratorium pangan.
Penataan alat dimaksudkan adalah proses pengaturan alat di laboratorium
agar tertata dengan baik. Dalam menata alat tersebut berkaitan erat dengan
keteraturan dalam penyimpanan, maupun kemudahan dalam pemeliharaan.
Di laboratorium pangan, alat sudah tersusun rapi, tetapi untuk kebersihan
masih terdapat kekurangan. Sehingga peralatan banyak yang tak layak pakai
karena berkarat. Peletakan alat-alat pangan elektronik terlalu berdekatan,
sehingga terdapat resiko korsleting. Selain itu apabila praktikan menggunakan
dua peralatan sekaligus, maka akan terhambat. Serta kabel-kabel peralatan
elektronik berantakan, sehingga juga ada resiko kebakaran.
Oleh karena itu perlu ditindaklanjuti tentang penataan dan penyimpanan
alatnya. Misalnya penataan peralatan yang diatur, kabel-kabel diatur, dan
penyimpanan alat yang teratur. Pemeliharaan peralatan laboratorium juga perlu
diperhatikan, sehingga akan memperpanjang masa pemakaian peralatan
laboratorium.

VII. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :


 Penataan peralatan di laboratorium perlu diperhatikan agar mudah
dalam pemeriksaan alat dan keamanan alat.
 Penyimpanan dan penataan alat harus sesuai jenis dan ukurannya, ini
dilakukan agar alat mudah diambil dan tidak menimbulkan masalah.
 Pemeliharaan laboratorium harus dilakukan secara berkala agar alat
terkalibrasi sesuai jadwal.

VIII. SARAN

Diharapkan alat-alat ditata dengan baik, serta penataannya sesuai dengan


jenis alat serta penyimpanan diletakkan di lemari yang aman dan rapi.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjadi . 1984 . Buku Pedoman Praktikum dan Manual Alat Laboratorium
Pendidikan Kimia . Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Grover, Fred and Wallace, Peter . 1979 . Laboratory Organization and


Management . London : Butterworth.

Depdilbud . 1993 . Buku Katalog Alat Laboratorium . Jakarta : Dikmenum.

X. DOKUMENTASI OBSERVASI
PRAKTIKUM OBJEK 3

PENGUKURAN KEBISINGAN

I. TUJUAN

1. Mampu melakukan pengukuran kebisingan di tempat kerja

2. Mampu menganalisis tingkat kebisingan di tempat kerja

II. TEORI DASAR

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang dapat


bersumber dari alat – alat proses produksi dan atau alat – alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (PERMENAKER
NO 13/MENAKER/X/2011).
Pekerja di lapangan biasanya berisiko terpapar bising adalah mereka yang
bekerja di pabrik – pabrik produksi bermesin dan bagian perawatan mesin,
penggerinda, pengebor, pekerja di sector kendraan umum, bajaj, ojek, pekerja
di bar, pemusik, penyanyi, pekerja di bengkel, pekerja di bandara, terminal,
polisi lalu lintas atau mereka yang bekerja di dapur atau kantin dan mereka
yang bekerja di area public bagian perkantoran seperti resepsionis atau satpam.
Bunyi atau suara dapat didengar sebagai rangangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan oleh getaran dari
sumber bunyi atau sumber suara dan gelombang tersebut kemudian merambat
melalui media udara atau suara tersebut tidak dikehendaki karena mengganggu
atau timbul di luar keinginan orang yang bersangkutan ( Sumamur, 2009).

Sumber Bising
Menurut subaris dan Haryono (2008) Sumber kebisingan dibedakan
menjadi 3, diantaranya :
1. Bising Industri
Bising Industri biasanya ditemukan di Industri besar termasuk didalamnya
pabrik, bengkel, dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh
karyawan maupun masyarakat sekitar industri dan juga setiap orang yang
secara tidak sengaja berada di kawasan industri tersebut.
2. Bising Rumah Tangga
Bising rumah tangga biasanya memiliki tingkat kebisingan yang tidak
terlalu tinggi, misalnya pada proses memasak di dapur
3. Bising Spesifik
Bising spesifik yaitu bising yang disebabkan oleh kegiatan – kegiatan
khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan

Terdapat beberapa macam persepsi terkait dengan kebisingan itu sendiri.


Diantara definisi tersebut, kebisingan dalam kesehatan kerja dapat diartikan
sebagai suara yang dapat menurunkan tingkat pendengaran baik secra
kuantitatif (Peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif
(Penyempitan spectrum pendengaran), yang berkaitan dengan factor intensitas,
frekuensi durasi, dan pola waktu. (Buchari, 2007)
Menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-
48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan menyatakan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.

Terdapat dua hal yang dapat mempengaruhi kualitas bunyi:


1. Frekuensi
Frekuensi merupakan jumlah getaran yang normal sampai ke telinga setiap
detiknya.
2. Intensitas
Intensitas merupakan besarnya arus energy yang diterima oleh telinga
manusia.

Perbedaan Frekuensi dan intensitas bunyi dapat menyebabkan adanya jenis


– jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda juga..
Terdapat beberapa cara untuk mengontrol kebisingan
1. Meredam bising yang ada
2. Mengurangi luas permukaan yang bergetar
3. Mengatur kembali tempat sumber
4. Mengatur waktu operasi mesin
5. Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas dan lainnya.

Cara mencegah bahaya kebisingan di area kerja:


1. Menaksir kemungkinan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja di
tempat kerja
2. Bertindak untuk mengurangi paparan kebisingan di tempat kerja
3. Menyiapkan alat pelindung telinga apabila tidak dapat mengurangi
kebisingan tersebut
4. Memberikan kepercayaan apabila batasan dari kebisingan tidak
terlampaui

III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

Alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan praktikum K3 ini antara
lain :

1. Handphone

2. Alat tulis

3. Software Sound level meter :

-Pengukur tingkat suara by Decibel

-Sound meter by Smart tools

IV. CARA KERJA PRAKTIKUM

1. Persiapkan alat dan bahan

2. Dowload aplikasi pengukuran kebisingan pada ponsel


3. Setiap kelompok menguduh 3 aplikasi pengukuran kebisingan berbeda –
berbeda pengukuran

4. Pilih dan amati area kerja

5. Lakukan pengukuran dengan 3 aplikasi dan 3 titik berbeda – beda

6. Lakukan pengukuran dan catat hasil pengukuran

V. HASIL PENGAMATAN

Teaching factory

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
1. Sound meter 77,1 76,6 77,7
Kompressor Meter kebisingan 80 80 84
Pengukuran 86 87 87
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
2. Sound meter 78,2 77,4 77,9
Pemeras Meter kebisingan 84 80 80
santan
Pengukuran 87 85 86
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
3. Sound meter 79 79 78
Fitrer pressed
Meter kebisingan 80 80 80
Pengukuran 87 85 86
tingkat suara

Laboratorium OTK

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
1. Sound meter 75,5 76,6 78,2
Kompresor
Meter kebisingan 84 84 84
Pengukuran 86 88 87
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
2. Sound meter 75,7 76 76,4
Peralatan filtrasi
Meter kebisingan 84 84 84
Pengukuran 85 85 85
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
3. Sound meter 76,7 75,7 76,3
Kompresor
peralatan filtrasi
Meter 84 84 84
kebisingan
Pengukuran 84 86 84
tingkat suara
Workshop

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
1. Sound meter 81 82 84
Memukul
dengan besi
dengan palu
Meter kebisingan 84 84 84
Pengukuran 84 85 82
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
2. Sound meter 83 82 83
Berkerja
dengan
memukul
tabung besi
Meter kebisingan 84 84 84
Pengukuran 86 87 87
tingkat suara

No Alat yang di Aplikasi yang Db


ukur digunakan
3. Sound meter 75 73 74
Pengiling
tepung
Meter kebisingan 84 84 84
Pengukuran 85 84 83
tingkat suara
VI. PEMBAHASAN

Pada pratikum yang dilakukan yaitu pengukuran intesitas kebisingan di


berberapa area berkerja yaitu teaching factory,otk dan workshop hasil yang
didapatkan dapat ddilihat pada tabel pengamatan yang mana setelah di analisis
intesitas kebisingan di ruangan teaching factory,otk dan workshop sudah sesuai
dengan nilai ambang batas kebisingan di dalam ruangan yaitu berkisaran 50-
100 dB dengan pengukuran dilakukan dengan mengunakan 3 aplikasi yang
berbeda beda.

VII. KESIMPULAN

Dari pratikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

1. Kebisingan adalah sesuatu yang tidak diinginkan dan dapat


menyebabkan ganguan kesehatan.

2. Alat pengukuran intensitas kebisingan iyalah sound level meter.

3. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa tingkat kebisingan sudah


memenuhi standar.

VIII. SARAN

Pada saat praktikum, hendaknya diperhatikan kondisi alat sebelum


digunakan. Apakah alat tersebut dalam konidisi yang baik atau tidak. Dan saat
melakukan pengukuran sebaiknya sensor suara diarahkan dengan tepat pada
sumber cahaya yang ada dan selalu mengunakan APD dalam berkerja supaya
mengurangi terjadi nya kecelakaan kerja.

IX. JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa saja PAK yang disebabkan oleh kebisingan


PAK yang disebabkan kebisingan antara lain:
1) Ganguan rensoris dan denyut jantung
2) Resiko serangan jantung meningkat
3) Terjadi kerusakan pada indra pendegaran yang dapat
menurunkan pendegaran baik bersifat sementara maupun
berseifat permanen
4) Meningkatnya tekanan daran (+-10mmHg)
5) Peningakatan nadi
6) Kontruksi pembuluh darah perifer terutaman tangan dan kaki
2. Apa saja langkah langkah – langkah pengendalian kebisingan
1) pengurangan kebisingan pada sumbernya
2) penempatan pengahalang pada jalan transmisi
3) pemakaian sumbat telinga atau ear plug
3. Berapa NAB(Nilai ambang batas) kebisingan
Nilai ambang batas kebisingan adalah 85dB untuk perkerja yang
sedang berkerja selama 8 jam perhari atau 40 jam per minggu

X. DAFTAR PUSTAKA

Buchan . 2007 Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program .


Soeripto,M . 2008 . Higiene Industri . Jakarta : Balai Penerbit Buku.

XI. DOKUMENTASI OBSERVASI


PRAKTIKUM OBJEK 4

PENGUKURAN PENCAHAYAAN

I. TUJUAN

1. Mengetahui alat ukur pencahayaan

2. Mengetahui dan memahami cara kerja dari alat ukur pencahayaan

3. Mengetahui intesitas cahaya di beberapa laboratorium yang ada di


Politeknik ATI Padang

4. Menganalisis data hasil pengukuran

II. TEORI DASAR

Cahaya merupakan bentuk dari gelombang elektromagentik dalam kurun


frekuensi getar tertentu yang dapat ditangkap dengan mata manusia. intensitas
pencahyaan merupakan jumlah fluks cahaya atau lumen yang jatuh pada area
tertentu per satuan luas area.
Intensitas pencahayaan di tempat kerja merupakan ukuran kuantitas
cahaya yang menerangi benda-benda, objek kerka, peraltan atau mesin dan
proses produksi serta lingkungan kerja. Kecukupan intensitas pencahayaan
merupakan salah satu faktor yang penting di tempat kerja.
Salah satu faktor permasalahan yang mengganggu Kesehatan dan
kenyamanan kerja ialah permasalahan mengenai pencahayaan ruangan kerja
yang kurang atau berlebih. Pencahyaan ruangan, khususnya di tempat kerja
yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,
karena jika pencahyaan terlalu besar ataupun lebih kecil, pupil mata harus
berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus
berkontraksi secara berlebihan. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata
cepat lelah .
Terdapat dua sumber pencahayaan, yaitu:
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami meruoakan cahaya yang bersumber dari matahari.
Pencahayaan alami dibutuhkan karena manusia memerlukan kualitas cahaya
alami. Fungsi pencahayaan alami dapat meminimalisir 1 SNI 7062:2019,
Pengukuran Intensitas Pencahayaan di tempat kerja 2 SNI 7062:2019,
Pengukuran Intensitas Pencahayaan di tempat kerja 3 Departemen Kesehatan
2003 penggunaan energi listrik. Sehingga desain yang mengutamakan
pemanfaatan pencahayaan alami harus dikembangkan.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain dari cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila
posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau pencahayaan alami
yang tidak mencukupi.

Menurut Prabu dalam Sabir (2013), ada 5 sistem pencahayaan diruangan,


yaitu:
1. Sistem pencahayaan langsung, yaitu 90%-100% cahaya diarahkan langsung
ke benda yang perlu diterangi
2. Sistem pencahayaan semi langsung, yaitu 60%-90% cahaya diarahkan
langsung pada benda yang perlu diterangi
3. Sistem pencahayaan difus, yaitu 40%-60% cahaya diarahkan langsung pada
benda yang perlu diterangi
4. Sistem pencahayaan semi tidak langsung, yaitu 60%-90% cahaya diarahkan
ke langit-langit dan dinding bagian atas
5. Sistem pencahayaan tidak langsung, yaitu 90%-100% cahaya daiarahkan ke
langit-langit dan dinding bagian atas.

Lux meter adalah alat ayang digunakan untuk mengukur intesitas


pencahayaan dalam satuan lux. Besarnya intensitas cahaya ini perlu untuk
diketahui karena pada dasarnya manusia juga memerlukan penerangan yang
cukup. Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya ini maka diperlukan
sebuah sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya.
Semakin jauh jarak antara sumber cahaya ke sensor maka akan semakin
kecil nilai yang ditunjukkan lux meter. Ini membuktikan bahwa semakin jauh
jaraknya maka intensitas cahaya akan semakin berkurang. Alat ini didalam
memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format digital yang terdiri
dari ra ngka, sebuah sensor. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya yang
akan diukur intenstasnya.
Berikut tabel standar minimum pencahayaan ruangan menurut SNI 03-
6575-2001.

III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

 Alat

1. Lux meter
2. Lembar data
3. Alat tulis
 Bahan
1. Cahaya ruangan kerja
2. Objek ruangan yang diukur
IV. CARA KERJA PRAKTIKUM

1. Lux meter diletakkan pada tempat yang datar, kira kira 75 cm – 85 cm


diatas lantai.
Lux meter Dibuka tutup Ditunggu
dihidupkan sensor cahaya Stabil

Ditekan Tekan Hold


kembali H (H), baca
Tekan max/min,baca
pencahayaan maksimal

2. Pengukuran dibeberapa titik dalam laboratorium

3. Pengukuran di kondisi lampu hidup dan dikondisi lampu mati

4. Tiap berpindah titik dijeda 5 menit agar alat stabil

V. HASIL PENGAMATAN

No Hasil Pengamatan
Lokasi Kondisi
Hold Max Mix

1. Laboratorium Mati lampu (sisi kanan) 41 LUX 32 LUX 28 LUX


OTK Hidup lampu(sisi 78 LUX 80 LUX 34 LUX
tengah)
Ventilasi terbuka 38 LUX 89 LUX 64 LUX

No Hasil Pengamatan
Lokasi Kondisi Hold Max Mix

2. Laboratorium Mati lampu ( utara) 84 LUX 8 LUX 6 LUX


Logistik Lampu redup (selatan) 41 LUX 37 LUX 46 LUX
Mati lampu(tengah) 29 LUX 25 LUX 30 LUX
VI. PEMBAHASAN

Pada pratikum yang telah dilakukan yaitu pengukuran intensitas cahaya


pada ruangan. Yakni di laboratorium OTK dan logitis. Hasil yang di dapatkan
dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan. Pengukuran dilakukan pada
penerangan lampu hidup,redup dan mati. Pencahayaan hanya didapatkan
berdasarkan pencahayaan alami,
Pada pengamatan yang dilakukan di lab OTK & logistik tidak mempunyai
ruangan yang dengan penerangan yang mempunyai kesesuaian 100%. Ada
beberapa cara penangulangan yang dapat dilakukan agar intensitas cahaya di
ruangan tersebut memenuhi standar yaitu dengan menambahkan sumber
pencahayaan sebuah ruangan dan memaksimalkan pencahayaan alami dari sinar
matahari agar dapat masuk ke dalam ruangan.
Hal yang tidak kalah penting adallah pencahayaan sebuah ruangan untuk
mencegah kurangnya pencahayaan di ruangan tersebut sistem pencahayaan
yang tepat. Selain baik untuk kesehatan mata dan keselamatan kerja, juga
memungkin kan pemakaian energi yang efesien dan efektif

VII. KESIMPULAN

Pengukuran pencahayaan dilakukan di laboratorium OTK & logistik,


pengukuran pencahayaan mengunakan lux meter pengukuran pencahayaan
diperlukan untuk melihat intensitas cahaya yang ada di ruangan agar
tercapainya ruangan yang efektif dan nyaman
Menurut SNI 03-6575-220, standar pencahayaan untuk ruang laboratorium
yaitu 500 lux. Sehingga hasil yang dilakukan pada pratikum dapat disimpukan
banhwa lab OTK & logistik belum memenuhi syarat kelayakan pencahayaan di
laboratorium.

VIII. SARAN

Pada saat pratikum hendaklah diperhatikan kondisi alat sebelum


digunakan. Pada saat melakukan pengukuran sebaiknya sensor cahaya
diarahkan pada sumber cahaya. Pada saat berkerja, pencahayaan sangat
dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mata sehingga dapat berkerja lebih
nyaman & efesien

IX. JAWABAN PERTANYAAN

1. Untuk apa tingkat pencahayaan harus ditentukan?


Tingkat pencahayaan harus diukur untuk mengetahui besaran intensitas
pencahayaan pada suatu tempat kerja . Ini bertujuan untuk optimalisasi
pencahayaan ruangan, dan kenyamanan penglihatan. Ini salah satu pencegahan
penyakit akibat Kerja yang mungkin dapat terjadi akibat intensitas pencahayaan
yang tidak sesuai dengan standar pencahayaan di suatu tempat kerja

2. Jelaskan perbedaan Sumber cahaya alami dan Sumber cahaya buatan!


 Pencahayaan alami
Pencahayaan alami berasal dari sumber cahaya matahari di siang
hari, atau berasal dari cahaya bulan di malam hari
 Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan berasal dari pencahayaan yang dibuat oleh
manusia seperti lampu pijar, lilin dan lai sebagainya

3. Apa perbedan Penerangan setempat dan penerangan umum?


 Pencahayaan Setempat
Pencahayaan setempat merupakan penerangan ditempat / objek
kerja baik meja kerja maupun peralatan
 Pencahayaan umum
Pencahayaan umum merupakan penerangan di seluruh area kerja
-Untuk ruangan yang tidak teratur, misalnya ada
penghalang maka titik pengaturan acak dan banyak
-Untuk ruangan teratur, misalnya tidak ada penghalang
seperti tidak ada hambatan/sekat maka pengaturan harus
sesuai luas ruangan.
4.Tunjukkan Standar Pengukuran Intensitas Pencahayaan!
Standar pengukuran intensitas pencahayaan yaitu . Standar Intensitas
Pencahayaan (SNI 03-6575-2001) dan Pengukuran Intensitas Penerangan di
Tempat Kerja (SNI 16-7062-2014)

X. DAFTAR PUSTAKA

Arismaya dkk 2014. Pengukuran Intensitas cahaya di lingkungan Sekitar.


Parlemen teknik sipil dan lingkungan IPB
Badan Standardisasi Nasional. 2014. Pengukuran Intensitas Penerangan
di Tempat Kerja. SNI 16-7062-2014. ICS 17.180.20
Badan Standardisasi Nasional. 2001. Standar Intensitas Pencahayaan. SNI
03-6575-2001
Pamungkas dkk. 2015. Penerangan dan Intensitas Cahaya. Bandung.
Jurnal vol.3
Sidjojo. P. 1992. Azas Ilmu Fisika Jilid 3. Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada

XI. DOKUMENTASI OBSERVASI


PRAKTIKUM OBJEK 5

MENGGUNANAKAN ALAT PEMADAM API RINGAN

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Alat Pemadam
Api Ringan
2. Mahasiswa dapat mengoperasikan dan menggunakan Alat Pemadam
Api Ringan

II. TEORI DASAR


Kebakaran merupakan kejadian yang tidak diinginkan bagi setiap dan
kebakaran merupakan kecelakaan yang berakibat fatal. Kebakaran ini
mengakibatkan suatu kerugian materiil maupun kerugian immaterial.
Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, ditempat kerja maupun
bangunan yang dapat beresiko terjadinya bahaya kebakaran. Laboratorium
farmasi adalah tempat yang berpotensi terjadinya kebakaran. Salah satu cara
pencegahan kebakaran adalah menggunakan APAR.
APAR dianggap lebih efektif untuk memadamkan kebakaran secara dini,
agar kebakaran tidak membesar, maka pada kondisi seperti inilah perlu
dilakukan evaluasi terhadap sistem sarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran pada APAR, Maka dari itu harus dilakukan pemasangan APAR
dengan menggunakan standar yang sesuai dengan kebutuhan yang ada
laboratorium.
APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat yang ringan serta mudah
dilayani untuk satu orang guna memadamkan api/kebakaran pada mula terjadi
kebakaran (definisi berdasarkan Permenakertrans RI No 4/MEN/1980 tentang
Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat pemadam api ringan.
Apar adalah peralatan yang dirancang sebagai pertolongan pertama
padaawal terjadinya kebakaran. Alat Pemadam Api Ringan (berat max 16kg)
yangmudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal mula
terjadinyakebakaran. Sedangkan menurut PER.04/MEN/1980, APAR adalah
alat yang ringanserta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api
pada mula terjadikebakaran.

Fire Extinguisher atau Alat Pemadam Api Ringan (APAR), terdiri dari:
1) APAR jenis Air (Water Fire Extinguisher)
Efektif untuk jenis api kelas A: Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik,
dll. Air merupakan salah satu bahan pemadam api yang paling
berguna sekaligus ekonomis. Semua pemadam api berbahan air
produksi memiliki aplikasi tipe jet yang mampu menghasilkan arus
yg terkonsentrasi sehingga membuat operator mampu melawan api
dari jarak yang lebih jauh dari padaNozzle semprot biasa.

2) APAR jenis Tepung Kimia (Dry Chemical Powder)


Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik,
dll.), kelas B (Bensin, Gas, Oil, Cat, Solvents, Methanol, Propane,
dll) dan kelas C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik,
dll.). Alat Pemadam Api Ringan berbahan bubuk kering, sangat
serbaguna untuk melawan api Kelas A, B & C, serta cocok untuk
mengatasi resiko tinggi. Selain berguna dalam mengatasi bahaya
listrik, cairan mudah terbakar dan gas, bubuk juga efektif untuk
kebakaran kendaraan.

3) APAR jenis Busa (Foam Liquid AFFF)


Alat Pemadam Api Ringan berbahan busa, cocok untuk melawan
api Kelas A & B. Alat pemadam berbahan busa memiliki
kemampuan untuk mengurangi resiko menyalanya kembali api
setelah pemadaman. Setelah api dipadamkan, busa secara efektif
menghilangkan uap bersamaan dengan pendinginan api. Alat
pemadam api berbahan busa menyediakan kemampuan yang cepat
dan kuat dalam mengatasi api kelas‟A‟ dan „B‟. Sangat efektif
terhadap bensin dan cairan yang mudah menguap, membentuk
“segel” api diatas permukaan dan mencegah pengapian ulang. Ideal
untuk penggunaan multi-risiko. Peringkat Api menyediakan cara
untuk mengukur efektivitas dari suatu alat pemadam dalam hal
ukuran maksimum api yang bisa dipadamkan. Kelas A contohnya
kotak api kayu yang terbakar dengan lebar 0.5m x tinggi 0.56m x
panjang. Angka rating adalah sepuluh kali panjang dalam meter,
misalnya. 13A menggunakan tumpuka kayu 1,3 meter. Kelas B
terkait dengan kebakaran luas permukaan dan angka rating untuk
jumlah cairan yang mudah terbakar dalam rasio 1 / 3 air , 2 / 3
bahan bakar yang dapat dipadamkan dalam areal melingkar.

4) APAR jenis CO2 (Carbon Dioxide)


Alat pemadam api berbahan CO2 sangat cocok untuk peralatan ber-
listrik dan api Kelas B. Kemudian kemampuan tingginya yang tidak
merusak serta efektif dan bersih yang sangat dikenal luas. CO2
memiliki sifat non- konduktif dan anti statis. Karena gas ini tidak
berbahaya untuk peralatan dan bahan yang halus, sangat ideal untuk
lingkungan kantor yang modern, dimana minyak, solvent dan
lilin sering digunakan. Kinerja yang tidak merusak dan sangat
efektif serta bersih sangatlah penting. Kedua model memiliki
corong yang tidak ber-penghantar dan anti statis, cocok untuk
situasi yang melibatkan cairan yang mudah terbakar dan bahaya
listrik. Gas (yang dihasilkan) tidak (bersifat) merusak peralatan dan
bahan yang halus. Ideal untuk lingkungan kantor modern, dengan
semua risiko elektronik-nya, dan dimana minyak, bahan pelarut dan
lilin sering digunakan. Peringkat Api menyediakan cara untuk
mengukur efektivitas dari suatu alat pemadam dalam hal ukuran
maksimum api yang bisa dipadamkan. Kelas B ini terkait dengan
kebakaran luas permukaan dengan angka rating untuk jumlah cairan
yang mudah terbakar dalam rasio air 1/3, 2/3 bahan bakar yang
dapat dipadamkan dalam 1 area melingkar.
5) APAR jenis Hallon (Thermatic Halotron)
Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik,
dll.) dan C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.)
Alat Pemadam Api Otomatis yang berisi Clean Agent Halotron™ I.
Alat pemadam Api Ringan (APAR) Otomatis ini menggunakan gas
pendorong Argon, dan alat pengukur tekanan dipasang di Alat
pemadam Api Ringan (APAR) Otomatis. Kapasitas unit 2 kg dan 5
kg difungsikan otomatis oleh sensitifitas panas dengan kepala
sprinkler dan lengkap dengan tekanan. Alat pemadam Api Ringan
(APAR) Otomatis ini memerlukan pemeliharaan minimum 1 tahun
dan Thermatic Halotron™ I ini juga bergaransi 1 tahun. Menjadi
agent/media isi yang paling bersih, tidak meninggalkan residu
setelah digunakan. Aman jika terhirup manusia dan juga ramah
lingkungan. Thermatic Halotron™ I ini desain sebagai pengganti
gas Halon dan tidak mengandung CFC. Cara Kerja Thermatic
Halotron™ I integrasi fire alarm adalah sebagai berikut :
Keberadaan asap dalam ruangan dideteksi smoke detector yang
mengcover kebakaran ruangan yang diproteksi, sehingga alarm bell
berbunyi. Apabila ada kebakaran dan belum sempat dipadamkan
dan suhu ruangan mencapai panas 68OC, bulb sprinkler otomatis
pecah dan gas Halotron™ menyemprot otomatis sehingga api
dalam sekejap akan segera padam.

Berikut bagian – bagian APAR yang perlu diketahui :


1) Tabung
Spare part yang terbuat dari bahan berkualitas tinggi baja
paduan dan banyak diterapkan dalam kimia, metalurgi,
mekanik. Sehingga tahan terhadap bahan kimia serta tahan
terhadap tekanan yang terukur.
2) Valave/ Katup Spare part
Berfungsi untuk menutup dan membuka aliran media (Isi) yang
berada di dalam tabung.
3) Handle Spare part
Berfungsi sebagai pegangan untuk menekan serta membantu
valve dalam melakukan fungsinya.
4) Pressure Spare part
Berfungsi untuk menunjukkan tekanan dalam tabung.
5) Hose/ Selang Spare part
Berfungsi sebagai selang penghantar media.

6) Nozzle Spare part


Berfungsi sebagai pegangan untuk mengarahkan media pada
sumber api.
7) Sabuk Tabung Spare part
Berfungsi sebagai dudukan selang pada tabung.
8) Pin Penaman Spare part
Berfungsi sebagai pengaman tabung.
9) Bracket/ Hanger Spare part
Berfungsi sebagai gantungan APAR.

III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


 Alat

No Alat Jumlah


Kebutuhan
1. Tong kecil 2 buah

2. Korek Api 1 buah

3. Gayung 1 buah

4. Karung basah/handuk basah 2 buah

5. Alat Pemadam Api Ringan 4 buah


 Bahan

No Bahan Jumlah Kebutuhan

1. Kayu Kering 20 buah

2. Solar 2 liter

3. Air 2 ember besar

IV. CARA KERJA PRAKTIKUM


1. Pastikan adanya sumber api
2. Ambil APAR lalu buka pin pada bagian atas
3. Angkat, APAR kemudian arahkan selang APAR ke api dengan jarak 3- 1
meter
4. Lalu tekan bagian paling atas agar APAR mengeluarkan tepung kimianya
5. Semprot atau tekan terus sampai api benar benar padam
6. Setelah padam pastikan tidak ada sumber panas yang akan menimbulkan
api baru
7. Setelah itu ganti APAR dengan yang baru atau bisa dengan isi ulang.

V. HASIL PENGAMATAN
NO Informasi yang Keterangan
terdapat di tabungAPAR

1. Kolom Tanggal Digunakan untuk mencatat tanggal kapan


pemeriksaan APAR telah dilaksanakan
atau tanggal ketika pemeriksaan
berlangsung
2. Kolom Nomor Untuk mencatat kode, nomor seri,
maupun contoh nomor APAR yang
biasanya tertera di APAR
3. Kolom Jenis Berguna untuk mencatat jenis APAR
yang sedang diperiksa sesuai media yang
ada di dalam tabung APAR seperti :
media cair, dry chemical powder, foam
atau co2
4. Kolom Berat Berisi informasi tentang berat bruto
tabung ketika dilakukan pemeriksaan
5. Kolom Tekanan Kolom yang mencantukmkan informasi
tekanan APAR
6. Kolom Kondisi LuarTabung Untuk mencatat pemeriksaan komponen
APAR seperti: Tabung, Safety pin,
Selang dan Nozzle
7. Kolom masa expied Dicantumkan keterangan “ada”, “sudah
putus”, “dibuka” dsb.
8. Kolom Metode Informasi isi ulang APAR yang telah
Pengisian dilakukan saat melakukan pemeriksaan
9. Kolom Catatan Informasi tambahan berupa lokasi semula
penempatan APAR.
VI. PEMBAHASAN
APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah Alat pemadaman yang bisa
dibawa / dijinjing dan gunakan / dioperasikan oleh satu orang dan berdiri
sendiri, mempunyai berat antara 0,5kg sampai dengan 16 kg Apar merupakan
alat pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan diarahkan
dengan cara menyapu dari titik terluar menuju titik terdalam dimana api berada.
Apar dikenal sebagai alat pemadam api portable yang mudah dibawa, cepat dan
tepat di dalam penggunaan untuk awal kebakaran, selain itu karena bentuknya
yang portable dan ringan sehingga mudah mendekati daerah kebakaran.
Dikarenakan fungsinya untuk penanganan dini, peletakan APAR-pun harus
ditempatkan di tempat-tempat tertentu dan mudah terlihat sehingga
memudahkan didalam penggunaannya.
Cara pemilihat alat APAR adalah dengan memiliki petunjuk pressure
tekanan dalan tabung, sehingga dapat dilihat masih berfungsi atau tidaknya
APAR tersebut, lalu memilih tabung yang seamkess (tanpa las) sehingga
mengurangi bahaya kebocoran pada APAR. Dan pilihlah APAR yang telah
diuji kelayakannya oleh Dimas PMK Laboratories, dam membeli atau memilih
APAR yang bergaransi

VII. KESIMPULAN
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan menggunakan APAR

 Alat Pelindung Diri (APD)


Sebelum melakukan praktek, pemeriksaan APD harus dilakukan dengan
benar untuk meminimalkan adanya kecelakaan kerja. APD yang digunakan
berupa: helm, seragam (cattle pack), safety shoes, dan masker.

 Pemeriksaan APAR
Pemeriksaan tanggal kelayakan zat pada APAR harus dilakukan untuk
mengetahui sudah kadaluarsa atau belum. Kemudian periksa tekanan yang
ditunjukkan pada Pressure Gauge. Setelah kedua langkah tersebut sudah
memenuhi syarat untuk layak digunakan kemudian buka Safety Pin agar tuas
bisa digunakan. Terakhir, perhatikan posisi memegang tuas dan corong pada
APAR harus benar.

 Posisi Tangan dan Tubuh


Pada saat kita akan memadamkan api, perhatikan juga posisi tangan dan
tubuh. Posisi tubuh harus tegak, dan kaki memasang kuda-kuda. Jaga jarak
antar posisi berdiri dan area kebakaran, agar tidak terkena api apabila terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan. Posisi tangan harus lurus,jangan sampai Hose
melengkung. Posisi tangan kanan memegang tuas serta tangan kiri memegang
corong. Lalu arahkan pada titik sumber nyala api. Apabila pemadaman
dilakukan oleh dua orang, diharapkan untuk melakukan secara serentak.
Pemadam pertama bertugas untuk membuka dan menutup kran APAR yang
berisi zat CO2, pemadam kedua bertugas untuk memegang corong lalu
memberi kode pada pemadam pertama untuk membuka kran APAR hingga api
padam dan untuk mematikan kran saat api sudah berhasil dipadamkan.Arah
Angin Pemadaman harus dilakukan searah dengan angin, agar pemadam tidak
berpotensi terkena lidah api.
Pada saat melakukan praktikum, gunakan APD secara lengkap untuk
meminimalkan kecelakaan. Jangan lupa untuk mmeriksa keadaan APAR, tabel
pada tabung, tekanan, dan pin pengaman. Pada saat melakukan proses
pemadaman, posisi tangan harus kuat dan mengarahkan Hose APAR kearah
yang benar. Jangan mengambil posisi melawan arah angin. Posisi kaki juga
kuda-kuda agar dapat berdiri kokoh selama pemadaman berlangsung.

VIII. SARAN
1. Berhati hati dalam bermain api
2. Perhatikan arah angin ketika mau memadamkan api
3. Selalu gunakan APD lengkap
4. Cek dengan cermat kondisi APAR

IX. JAWABAN PERTANYAAN


1. Jelaskan Cara Penyimpanan APAR.
Jawaban :
 Tempatkan APAR di tempat yang mudah diakses dan
tidakterhalang oleh bendabenda lain.
 Pasang APAR pada dinding, minimal 15 cm dari atas
lantai atauidealnya 125 cm dari atas lantai.
 Lengkapi dengan tanda APAR yang dapat dipasang tepat
di atasAPAR.

2. Jelaskan bagaimana cara membedakan APAR yang masih dalam kondisi baik
dan APAR yang tidak dalam kondisi baik.
Jawaban :
Langkah selanjutnya adalah pengecekan tekanan yang ada pada APAR
melalui pressure gauge yang apabila dalam keadaan normal seharusnya
menunjukkan jarum yang berada pada area warna hijau, pengecekan kondisi
Safety Pin yang diharapkan masih dalam keadaan terpasang secara tepat,
pengecekan pada Handle APAR apakah masih ada atau tidak dan juga dari
bentuk pengemesan nya kalau sudah celek atau berkarat maka itu sudah tidak
layak

3. Terangkan Jenis-Jenis APAR beserta Kegunaannya.


Jawaban :
 APAR jenis Air (Water Fire Extinguisher)
Efektif untuk jenis api kelas A: Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll. Air
merupakan salah satu bahan pemadam api yang paling berguna sekaligus
ekonomis. Semua pemadam api berbahan air produksi memiliki aplikasi tipe jet
yang mampu menghasilkan arus yg terkonsentrasi sehingga membuat operator
mampu melawan api dari jarak yang lebih jauh dari pada Nozzle semprot biasa.
 APAR jenis Tepung Kimia (Dry Chemical Powder)
Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.),
kelas B (Bensin, Gas, Oil, Cat, Solvents, Methanol, Propane, dll) dan kelas C
(Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.). Alat Pemadam Api
Ringan berbahan bubuk kering, sangat serbaguna untuk melawan api Kelas A,
B & C, serta cocok untuk mengatasi resiko tinggi. Selain berguna dalam
mengatasi bahaya listrik, cairan mudah terbakar dan gas, bubuk juga efektif
untuk kebakaran kendaraan.
 APAR jenis Busa (Foam Liquid AFFF)
Alat Pemadam Api Ringan berbahan busa, cocok untuk melawan api Kelas
A & B. Alat pemadam berbahan busa memiliki kemampuan untuk mengurangi
resiko menyalanya kembali api setelah pemadaman. Setelah api dipadamkan,
busa secara efektif menghilangkan uap bersamaan dengan pendinginan api.
Alat pemadam api berbahan busa menyediakan kemampuan yang cepat dan
kuat dalam mengatasi api kelas‟A‟ dan „B‟. Sangat efektif terhadap bensin dan
cairan yang mudah menguap, membentuk “segel” api diatas permukaan dan
mencegah pengapian ulang. Ideal untuk penggunaan multi-risiko. Peringkat Api
menyediakan cara untuk mengukur efektivitas dari suatu alat pemadam dalam
hal ukuran maksimum api yang bisa dipadamkan. Kelas A contohnya kotak api
kayu yang terbakar dengan lebar 0.5m x tinggi 0.56m x panjang. Angka rating
adalah sepuluh kali panjang dalam meter, misalnya. 13A menggunakan
tumpuka kayu 1,3 meter. Kelas B terkait dengan kebakaran luas permukaan dan
angka rating untuk jumlah cairan yang mudah terbakar dalam rasio 1 / 3 air , 2 /
3 bahan bakar yang dapat dipadamkan dalam areal melingkar.
 APAR jenis CO2 (Carbon Dioxide)
Alat pemadam api berbahan CO2 sangat cocok untuk peralatan ber- listrik
dan api Kelas B. Kemudian kemampuan tingginya yang tidak merusak serta
efektif dan bersih yang sangat dikenal luas. CO2 memiliki sifat non-konduktif
dan anti statis. Karena gas ini tidak berbahaya untukperalatan dan bahan yang
halus, sangat ideal untuk lingkungan kantor yang modern, dimana minyak,
solvent dan lilin sering digunakan. Kinerja yang tidak merusak dan sangat
efektif serta bersih sangatlah penting. Kedua model memiliki corong yang tidak
ber-penghantar dan anti statis,cocok untuk situasi yang melibatkan cairan yang
mudah terbakar dan bahaya listrik.
Gas (yang dihasilkan) tidak (bersifat) merusak peralatan dan bahan yang
halus. Ideal untuk lingkungan kantor modern, dengan semua risiko elektronik-
nya, dan dimana minyak, bahan pelarut dan lilin sering igunakan. Peringkat Api
menyediakan cara untuk mengukur efektivitas dari suatu alat pemadam dalam
hal ukuran maksimum api yang bisa dipadamkan. Kelas B ini terkait dengan
kebakaran luas permukaan dengan angka rating untuk jumlah cairan yang
mudah terbakar dalam rasio air 1/3, 2/3 bahan bakar yang dapat dipadamkan
dalam 1 area melingkar.
 APAR jenis Hallon (Thermatic Halotron)
Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.)
dan C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.) Alat Pemadam Api
Otomatis yang berisi Clean Agent Halotron™ I. Alat pemadam Api Ringan
(APAR) Otomatis ini menggunakan gas pendorong Argon, dan alat pengukur
tekanan dipasang di Alat pemadam Api Ringan (APAR) Otomatis. Kapasitas
unit 2 kg dan 5 kg difungsikan otomatis oleh sensitifitas panas dengan kepala
sprinkler dan lengkap dengan tekanan. Alat pemadam Api Ringan (APAR)
Otomatis ini memerlukan pemeliharaan minimum 1 tahun dan Thermatic
Halotron™ I ini juga bergaransi 1 tahun. Menjadi agent/media isi yang paling
bersih, tidak meninggalkan residu setelah digunakan. Aman jika terhirup
manusia dan juga ramah lingkungan. Thermatic Halotron™ I ini desain sebagai
pengganti gas Halon dan tidak mengandung CFC.

X. DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transigrasi No. PER.04/MEN/1980,
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan . Jakarta : Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia
Saputra. Eka.2019, Teknik Cara Menggunakan Alat Pemadaman Api Ringan
(APAR), Apical.
Firdin L.2019. Analisis Penerapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Pekalongan.Jurnal kesehatan masyarakat (e- jurnal).
XI. DOKUMENTASI OBSERVASI
PRAKTIKUM OBJEK 6

MANAJEMEN PENGELOLAAN LABORATORIUM

I. TUJUAN
1. Dapat mengetahui perencanaan program kerja di Laboratorium
2. Mengetahui pengorganisasian di Laboratorium
3. Mengetahui bagaimana pelaksanaan kerja di laboratorium
4. Mempelajari bagaimana pengawasan dan evaluasi terhadap program
kerja yang dilakukan.
5.Mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam
pengeloalaan di Laboratorium

II. TEORI DASAR


Manajemen laboratorium adalah usaha untuk mengelola laboratorium.
Suatu laboratorium dapat dikelola dengan baik sangat ditentukan oleh beberapa
faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Beberapa alat-alat
laboratorium yang canggih, dengan staf profesional yang terampil belum tentu
dapat berfungsi dengan baik, jika tidak didukung oleh adanya manajemen
laboratorium yang baik. Oleh karena itu manajemen laboratorium adalah suatu
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan laboratorium sehari-hari.
Pengelolaan laboratorium akan berjalan dengan lebih efektif bilamana
dalam struktur organisasi laboratorium didukung oleh Board of Management
yang berfungsi sebagai pengarah dan penasehat. Board of Management terdiri
atas para senior/profesor yang mempunyai kompetensi dengan kegiatan
laboratorium yang bersangkutan.
Pengembangan laboratorium dapat digunakan untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat terkait dengan pengetahuan sains. Laboratorium didesain
sedemikian rupa sehingga dapat menjadi bagian wisata Pendidikan atau edu
tourism yang berpotensi membangkitkan minat generasi muda untuk
mempelajari sains. Konsepnya dapat dilakukan dengan membuat ruang
laboratorium dibuat transparan sehingga siapapun dapat melihat atau
menyaksikan aktivitas dan peralatan atau instrumentasi yang ada di
laboratorium.

Manajemen Operasional Laboratorium


Untuk mengelola laboratorium yang baik harus dipahami perangkat-perangkat
manajemen laboratorium, yaitu:
1. Tata ruang
2. Alat yang baik dan terkalibrasi
3. Infrastruktur
4. Administrasi laboratorium
5. Organisasi laboratorium
6. Fasilitas pendanaan
7. Inventarisasi dan keamanan
8. Pengamanan laboratorium
9. Disiplin yang tinggi
10. Keterampilan SDM
11. Peraturan dasar
12. Penanganan masalah umum
13. Jenis-jenis pekerjaan.

Semua perangkat-perangkat tersebut di atas, jika dikelola secara optimal


akan mendukung terwujudnya penerapan manajemen laboratorium yang baik.
Dengan demikian manajemen laboratorium dapat dipahami sebagai suatu
tindakan pengelolaan yang kompleks dan terarah, sejak dari perencanaan tata
ruang sampai dengan perencanaan semua perangkat penunjang lainnya. Dengan
demikian sebagai pusat aktivitasnya adalah tata ruang (lihat Lampiran 1).

Rincian Masing-Masing Kegiatan

1. Tata Ruang
Laboratorium harus ditata sedemikian rupa hingga dapat berfungsi dengan
baik. Tata ruang yang sempurna, harus dimulai sejak perencanaan gedung sampai
pada pelaksanaan pembangunan. Tata ruang yang baik mempunyai:
a. Pintu masuk (in)

b. Pintu keluar (out)

c. Pintu darurat (emergency-exit)

d. Ruang persiapan (preparation-room)

e. Ruang peralatan (equipment-room)

f. Ruang penangas (fume-hood) g. ruang penyimpanan (storage - room)

h. Ruang staf (staff-room)

i. Ruang teknisi (technician-room)

j. Ruang bekerja (activity-room)

k. Ruang istirahat/ibadah l. ruang prasarana kebersihan m. ruang toilet n. lemari


praktikan (locker)

o. Lemari gelas (glass-rack) p. lemari alat-alat optik (opticals-rack)

q. Pintu jendela diberi kawat kasa, agar serangga dan burung tidak dapat masuk.

r. Fan (untuk dehumidifier)

s. Ruang ber-AC untuk alat-alat yang memerlukan persyaratan tertentu.

2. Alat yang Berfungsi dan Terkalibrasi


Pengenalan terhadap peralatan laboratorium merupakan kewajiban bagi
setiap petugas laboratorium, terutama mereka yang akan mengoperasikan
peralatan tersebut. Setiap alat yang akan dioperasikan itu harus benar-benar
dalam kondisi:
a. Siap untuk dipakai ( ready for use )
b. Bersih
c. Berfungsi dengan baik
d. Terkalibrasi
Peralatan yang ada juga harus disertai dengan buku petunjuk
pengoperasian ( manual operation ). Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya
kerusakan, dimana buku manual merupakan acuan untuk perbaikan seperlunya.
Teknisi laboratorium yang ada harus senantiasa berada di tempat, karena setiap
kali peralatan dioperasikan ada kemungkinan alat tidak berfungsi dengan baik.
Beberapa peralatan yang dimiliki harus disusun secara teratur pada tempat
tertentu, berupa rak atau meja yang disediakan. Peralatan digunakan untuk
melakukan suatu kegiatan pendidikan, penelitian, pelayanan masyarakat atau
studi tertentu. Karenanya alat-alat ini harus selalu siap pakai, agar sewaktu-
waktu dapat digunakan.
Peralatan laboratorium sebaiknya dikelompokkan berdasarkan
penggunaannya. Setelah selesai digunakan, harus segera dibersihkan kembali
dan disusun seperti semula. Semua alat-alat ini sebaiknya diberi penutup
( cover ) misalnya plastik transparan, terutama bagi alat-alat yang memang
memerlukannya. Alat-alat yang tidak ada penutupnya akan cepat berdebu, kotor
dan akhirnya dapat merusak alat yang bersangkutan.
a. Alat-alat gelas (Glassware)
Alat-alat gelas harus dalam keadaan bersih, apalagi peralatan gelas yang
sering dipakai. Untuk alat-alat gelas yang memerlukan sterilisasi,
sebaiknya disterilisasi sebelum dipakai. Semua alatalat gelas ini
seharusnya disimpan pada lemari khusus.

b. Bahan-bahan kimia
Untuk bahan-bahan kimia yang bersifat asam dan alkalis, sebaiknya
ditempatkan pada ruang/kamar fume (untuk mengeluarkan gas-gas yang
mungkin timbul). Demikian juga untuk bahan-bahan yang mudah
menguap. Ruangan fume perlu dilengkapi fan, agar udara/uap yang ada
dapat terhembus keluar. Bahan-bahan kimia yang ditempatkan dalam botol
berwarna coklat/gelap, tidak boleh langsung terkena sinar matahari dan
sebaiknya ditempatkan pada lemari khusus.
c. Alat-alat optik
Alat-alat optik seperti mikroskop harus disimpan pada tempat yang kering
dan tidak lembab. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan lensa
berjamur. Jamur ini yang menyebabkan kerusakan mikroskop. Sebagai
tindakan pencegahan, mikroskop harus ditempatkan dalam kotak yang
dilengkapi dengan silica-gel , dan dalam kondisi yang bersih. Mikroskop
harus disimpan di dalam lemari khusus yang kelembabannya terkendali.
Lemari tersebut biasanya diberi lampu pijar 15-20 watt, agar ruang selalu
panas sehingga dapat mengurangi kelembaban udara ( dehumidifier-air ).
Alat-alat optik lainnya seperti lensa pembesar ( loupe ), alat kamera,
microphoto-camera , digital camera , juga dapat ditempatkan pada lemari
khusus yang tidak lembab atau dalam alat desiccator .

3. Infrastruktur Laboratorium
Infrastruktur laboratorium ini meliputi:
a. Sarana Utama
Mencakup bahasan tentang lokasi laboratorium, konstruksi laboratorium
dan sarana lain, termasuk pintu utama, pintu darurat, jenis meja kerja/pelataran,
jenis atap, jenis dinding, jenis lantai, jenis pintu, jenis lampu yang dipakai,
kamar penangas, jenis pembuangan limbah, jenis ventilasi, jenis AC, jenis
tempat penyimpanan, jenis lemari bahan kimia, jenis alat optik, jenis timbangan
dan instrumen yang lain, kondisi laboratorium, dan sebagainya.

b. Sarana Pendukung
Mencakup bahasan tentang ketersediaan enerji listrik, gas, air, alat
komunikasi, dan pendukung keselamatan kerja seperti pemadam kebakaran,
hidran dsb.

4. Administrasi Laboratorium
Administrasi laboratorium meliputi segala kegiatan administrasi yang ada
di laboratorium, yang antara lain terdiri atas:
a. Inventarisasi peralatan laboratorium
b. Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat yang rusak, alat yang
dipinjam/dikembalikan
c. Surat masuk dan surat keluar
d. Daftar pemakai laboratorium, sesuai dengan jadwal kegiatan praktikum/
penelitian
e. Daftar inventarisasi bahan kimia dan non-kimia, bahan gelas dan sebagainya
f. Daftar inventarisasi alat-alat meubelair (kursi, meja, bangku, lemari dsb.)
g. Sistem evaluasi dan pelaporan Untuk kelancaran administrasi yang baik

Setiap laboratorium memberikan pelaporan kepada atasannya. Evaluasi


dan Pelaporan kegiatan masing-masing laboratorium dapat dilakukan bersama
dengan pimpinan Fakultas, setiap semester atau sekali dalam setahun,
tergantung pada kesiapan yang ada agar semua kegiatan laboratorium dapat
dipantau dan sekaligus dapat digunakan untuk perencanaan laboratorium
(misalnya penambahan alat-alat baru, rencana pembiayaan/dana laboratorium
yang diperlukan, perbaikan sarana & prasarana yang ada, dsb).
Kegiatan administrasi ini adalah merupakan kegiatan rutin yang
berkesinambungan, karenanya perlu dipersiapkan dan dilaksanakan secara
berkala dengan baik dan teratur.

5. Inventarisasi dan Keamanan Laboratorium


Kegiatan inventarisasi dan keamanan laboratorium meliputi:
a. Semua kegiatan inventarisasi harus memuat sumber dana darimana alat-alat
ini diperoleh/dibeli.Ditujukan agar peralatan laboratorium tersebut harus tetap
berada di laboratorium. Jika peralatan dipinjam harus ada jaminan dari si
peminjam. Jika hilang atau dicuri, harus dilaporkan kepada kepala laboratorium.
Perlu diingat bahwa semua barang dan peralatan laboratorium yang ada adalah
milik negara, jadi tidak boleh ada yang hilang.
Tujuan yang ingin dicapai dari inventarisasi dan keamanan adalah: (1)
mencegah kehilangan dan penyalahgunaan (2) mengurangi biaya-biaya
operasional (3) meningkatkan proses pekerjaan dan hasilnya (4) meningkatkan
kualitas kerja (5) mengurangi resiko kehilangan (6) mencegah pemakaian yang
berlebihan (7) meningkatkan kerjasama.

Berikut ini diberikan beberapa petunjuk umum pengamanan laboratorium,


agar setiap laboran/pekerja/asisten dapat bekerja dengan aman.
Prinsip Umum Pengamanan Laboratorium :
a. Tanggung jawab
Kepala Laboratorium, anggota laboratorium termasuk asisten bertanggung
jawab penuh terhadap segala kecelakaan yang mungkin timbul. Karenanya
Kepala Laboratorium seharusnya dijabat oleh orang yang kompeten
dibidangnya, termasuk juga teknisi dan laborannya.
b. Kerapian
Semua koridor, jalan keluar dan alat pemadam api harus bebas dari
hambatan seperti botolbotol, dan kotak-kotak. Lantai harus bersih dan bebas
minyak, air dan material lain yang mungkin menyebabkan lantai licin. Semua
alat-alat dan reagensia bahan kimia yang telah digunakan harus dikembalikan
ketempat semula seperti sebelum digunakan.
c. Kebersihan
Kebersihan dalam laboratorium menjadi tanggung jawab bersama
pengguna laboratorium.
d. Konsentrasi terhadap pekerjaan
Setiap pengguna laboratorium harus memiliki konsentrasi penuh terhadap
pekerjaannya masing-masing, tidak boleh mengganggu pekerjaan orang lain,
dan tidak boleh meninggalkan percobaan yang memerlukan perhatian penuh.
e. Pertolongan pertama ( First - Aid )
Semua kecelakaan bagaimanapun ringannya, harus ditangani di tempat
dengan memberikan pertolongan pertama. Misalnya, bila mata terpercik harus
segera dialiri air dalam jumlah yang banyak. Jika tidak bisa, segera panggil
dokter. Jadi setiap laboratorium harus memiliki kotak P3K, dan harus selalu
dikontrol isinya.
f. Pakaian
Saat bekerja di laboratorium dilarang memakai baju longgar, kancing
terbuka, berlengan panjang, kalung teruntai, anting besar dan lain-lain yang
mungkin dapat tersangkut oleh mesin, ketika bekerja dengan mesin-mesin yang
bergerak. Selain pakaian, rambut harus diikat rapi agar terhindar dari mesin-
mesin yang bergerak.
g. Berlari di Laboratorium
Tidak dibenarkan berlari di laboratorium atau di koridor, berjalanlah di
tengah koridor untuk menghindari tabrakan dengan orang lain dari pintu yang
hendak masuk/keluar.
h. Pintu-pintu
Pintu-pintu harus dilengkapi dengan jendela pengintip untuk mencegah
terjadinya kecelakaan (misalnya: kebakaran).
i. Alat-alat
Alat-alat seharusnya ditempatkan di tengah meja, agar alat-alat tersebut
tidak jatuh kelantai. Selain itu, peralatan sebaiknya juga ditempatkan dekat
dengan sumber listrik, jika memang peralatan tersebut memerlukan listrik.
Demikian juga untuk alat-alat yang menggunakan air ataupun gas sebagai
sarana pendukung.

6. Penanganan alat-alat
a. Alat-alat kaca/gelas
Bekerja dengan alat-alat kaca perlu berhati-hati sekali. Gelas beaker ,
flask , test tube , erlenmeyer , dan sebagainya; sebelum dipanaskan harus benar-
benar diteliti, misalnya apakah gelas tersebut retak/tidak retak, rusak/sumbing.
Bila terdapat gejala seperti ini, barang-barang tersebut sebaiknya tidak dipakai.
b. Mematahkan pipa kaca/batangan kaca
Jika hendak memetong pipa kaca harus menggunakan sarung tangan. Pada
bekas pecahan pipa kaca, permukaannya dilicinkan dengan api lalu diberi
pelumas/gemuk silikon, kemudian masukkan ke sumbat gabus/karet.
c. Mencabut pipa kaca
Mencabut pipa kaca dari gabus dan sumbat harus dilakukan dengan hati-
hati. Bila sukar mencabutnya, potong dan belah gabus itu. Untuk
memperlonggar, lebih baik digunakan pelubang gabus yang ukurannya telah
cocok, kemudian licinkan dengan meminyakinya dan kemudian putar perlahan-
lahan melalui sumbat. Cara ini juga digunakan untuk memasukkan pipa kaca
kedalam sumbat.
Jangan gunakan alat-alat kaca yang sumbing atau retak. Sebelum dibuang
sebaiknya dicuci lebih dahulu untuk memastikan kerusakan.
d. Label Semua bejana seperti botol, flask , test tube dan lain-lain seharusnya
diberi label yang jelas. Jika tidak jelas, lakukan pengetesan isi bejana yang
belum diketahui secara pasti dengan hati-hati secara terpisah, kemudian
dibuang melalui cara yang sesuai dengan jenis zat kimia tersebut. Biasakanlah
menulis tanggal, nama orang yang membuat, konsentrasi, nama dan bahayanya
dari zat-zat kimia yang ada dalam bejana.
e. Suplai gas
Tabung-tabung gas harus ditangani dengan hati-hati walaupun berisi atau
kosong. Penyimpanan sebaiknya di tempat yang sejuk dan terhindar dari tempat
yang panas. Kran gas harus selalu tertutup jika tidak dipakai, demikian juga
dengan kran pengatur (regulator) . Alat-alat yang berhubungan dengan tabung
gas harus memakai " Safety Use " (alat pengaman jika terjadi tekanan yang
kuat). Saat ini sudah beredar banyak jenis pengaman seperti selang anti bocor
dan lain-lain.
Sediaan gas untuk alat-alat pembakar harus dimatikan pada kran utama
yang ada di meja kerja, tidak hanya pada kran, tapi juga pada alat yang dipakai.
Kran untuk masing-masing laboratorium harus dipasang di luar laboratorium,
pada tempat yang mudah dicapai dan diberi label yang jelas serta diwarnai
dengan wama yang spesifik.
f. Penggunaan pipet
Gunakan pipet yang dilengkapi pompa pengisap ( pipet pump ), jangan
menggunakan mulut!. Ketika memasukkan pipet kedalam pompa pengisap
harus dilakukan dengan hatihati supaya pipet tidak pecah dan pompa pengisap
tidak rusak. Jangan sampai ada cairan yang masuk ke pompa pengisap, karena
akan merusak pompa tersebut.
g. Melepaskan tutup kaca yang kencang (seret),
Melepaskan tutup kaca yang kencang (seret) dengan cara mengetok
berganti-ganti sisi tutup botol yang ketat tersebut, dengan sepotong kayu,
sambil menekannya dengan ibu jari pada sisi yang berlainan/berlawanan
dengan ketokan. Jangan mencoba untuk membuka tutup botol secara paksa,
lebih-lebih jika isinya berbahaya atau mudah meledak. Di bawah pengawasan
Kepala Laboratorium, panaskanlah leher botol dengan air panas secara
perlahan-lahan, lalu coba membukanya. Jika gagal juga goreslah sekeliling
leher botol dengan alat pemotong kaca untuk dipatahkan. Lalu pindahkan isi
botol ke dalam botol yang baru.
h. Kebakaran
Untuk menanggulangi bahaya kebakaran, perlu diketahui klasifikasi bahan
dan alat pemadam kebakaran yang sesuai.

III. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Lembar data pengamatan
2. Alat tulis
3. Fasilitas yang terdapat di Laboratorium

IV. CARA KERJA PRAKTIKUM


1. Setelah meminta izin kepada laboran/ dosen pengampu. Lakukan
wawancara terkait pengelolaan di laborstorium tersebut.
Data yang diambil dari wawancara tersebut meliputi:
a. Bagaimana perencanaan program kerja di Laboratorium tersebut
b. Nagaimana pengorganisasian di Laboratorium tersebut
c. Bagaimana pelaksanaan kerja di Laboratorium
d. Bagaimana pengawasan dan evaluasi terhadap program kerja yang
dilakukan
e. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
manajemen/ pengelolaan Laboratorium tersebut

V. HASIL PENGAMATAN
Dari praktikum, hasil yang diperolah berdasarkan pertanyaan yang
diajukan pada Analis Laboratorium Kimia Fisika yakni:
1. Bagaimana perencanaan program kerja yang dilakukan di
Laboratorium Kimia Fisika?
Perencanaan program kerja di Laboratorium Organik
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

2. Perencaan apa yang sudah dijalankan di Laboratorium?


Sudah tersedianya bon alat, bon bahan dan bon pecah. Namun,
modul praktiukum yang tersedia saat ini hanya untuk semester
ganjil, modul semester genap belum ada.

3. Apa saja factor pendukung dan penghambat yang sudah ada di


Laboratorium?
Tersedia kotak P3K, tidak ada APD yang disediakan di
Laboratorium dan praktikan membawa APDnya masing-masing.
APAR tersedia di luar Lab, namun setelah dicek APAR tidak ada.

4. Bagaimana cara stok bahan, apakah sesuai modul praktikum atau


tidak?
Stok serta jumlah bahan yang disediakan di Laboratorium Kimia
Fisika berdasarkan pada modul praktikum.

5. Kartu stok bahan tersedia atau tidak?


Tidak ada kartu stok fisik, sudah ada website untuk kartu stok
bahan.

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, praktikan diminta untuk dapat mengecek
bagaimana pengelolaan Laboratorium kimia Fisika. Pelaksanaan praktikum
dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada analis yang ada dan
bertanggung jawab di Laboratorium Kimia Fisika.
Setelah dilakukan praktikum serta pengajuan pertanyaan kepada Analis
Laboratorium Kimia Fisika. Ternyata praktikan merasa beberapa pertanyaan
yang diajukan kurang jika menyangkut dengan judul Pengelolaan Laboratorium.
Sebaiknya, sebelum memulai praktikum, praktikan ditugaskan untuk membuat
kuisoner yang juga digunakan untuk mengetahui secara langsung respon tingkat
kepuasan dari para pengguna laboratorium terhadap pengelolaan atau
pertanyaan laboratorium. Data ini dapat menjadi acuan untuk melakukan
perbaikan dari aspek yang masih kurang. Dalam kuisoner juga dicantumkan
saran dari pengguna laboratorium yang dapat menjadi masukan bagi
perkembangan Laboratorium di masa yang akan datang.

VII. KESIMPULAN
Pada pendataan serta pengamatan terhadap manajemen pengelolaan
laboratorium di Laboratorium Kimia Fisika dapat disimpulkan bahwa:
1. Manajemen Laboratorium berkaitan dengan usaha untuk mengelola
laboratorium, bagaimana supaya suatu laboratorium tersebut dapat
dikelola dengan baik.
2. Dalam perencanaan program kerja laboratorium meliputi;
pengelolaan anggaran, pengelolaan kegiatan, pengelolaan alat dan
bhan serta pengeloaan SDM.
3. Dalam pelaksanaan kerja di Laboratorium meliputi; penataan
tempat dan bahan praktikum, penataan administrasi kegiatan
laboratorium dan pengamanan/ perawatan peralatan.
4. Dalam pengawasan dan evaluasi dilakukan setiap 1 semester dalam
bentuk laporan yang disusun oleh laboran.

VIII. SARAN
Pembuatan program kerja sangat penting bagi proses manajemen
laboratorium, sebaiknya setiap laboratorium dapat melaksanakan program
dengan perencanaan yang dibuat. Agar jelas dalam pencapaian tujuan dari
kegiatan praktikum tersebut.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Depdiknas. 2002. Standar Sarana dan Prasarana Laboratorium.
Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Permendikbud Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah.
Anwar, kasful dkk. 2019. Manajemen Laboratorium Pendidikan.
Jakata: CV Penerbit Qiara Media.
Anti Damayanti Hamdani. 2008. Manajemen dan Teknik Laboratorium.
Yogyakarta: fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga.

X. DOKUMENTASI OBSERVASI
PRAKTIKUM OBJEK 7

PENGOLAHAN LIMBAH LABORATURIUM

I. TUJUAN PRATIKUM
1. Mengetahui ramah ramah lingkungan
2. Mengetahui permasalahan dalam penanganan
3. Mengetahui sarana & prasarana yang dibutuhkan dalam penanganan
limbah kimia

II. TEORI DASAR


Limbah laboraturium adalah buangan yang berasal dari laboraturium.
Dalahm hal ini lingkungan khususnya laboraturium kimia fisika. Limbah ini
dapat berasal dari bahan kimia peralatan untuk pekerjaan laboraturium dan lain-
lain. Limbah laboraturium mempunyai resiko berbahaya bagi lingkungan dan
makhluk hidup sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama
yang bersumber dari laboraturium kimia. Bahan beracun dan berbahaya banyak
digunakan di laboraturin kimia.
Bahan beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukan oleh sifat fisika dan
kimia dari bahan itu sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Bebrapa
kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain mudah terbakar,
mudah meledak, korosif, oksidator, dan reduktaintasi bukan radio aktif,
mutagenic, patogenik, mudah membusuk, dan lain-lain dalam jumlah tertentu
dengan kadar tertentu kehadirannya dapat merusak kesehatan bahkan
mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-
batas yang diperkenankan dalam lingkungan dalam waktu tertentu.
Limbah laboraturium dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar
dan dapat menimbulkan masalah kesekatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah
dilaboraturium dapat mengandung jasad renik berbagai penyebab penyakit pada
manusia termasuk demam typoid, cholera, disentri dan hepatitis sehingga
limbah harus diolah sebelum dibuang kelingkungan. Sampah dan limbah
laboraturium adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
laboraturium dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan
limbah laboraturium dibagi atas dua kelompok besar yaitu limbah klinis dan
limbah non klinis baik padat maupun cair.
Berdasarkan wujut atau karakteristiknya, limbah terbagi 3 yaitu, padat,
cair dan gas. Berdasarkan tingkat bahayanya terdiri atas 2 yaitu limbah:
1. Limbah B3→ suatu limbah digolongkan sebagai B3 apabila
mengandung bahan berbahaya atau beracun yang dapat
merusak atau mencemarkan lingkungan.
2. Limbah non B3→ adalah limbah yang sifatnya dan
konsentrasinya tidak beracun, dan tidak berbahaya bagi
lingkungan.

III. ALAT & BAHAN PRAKTIKUM


1. Buku lembar data identitas
2. Fasilitas pengolahan limbah
3. Alat tulis

IV. CARA KERJA PRAKTIKUM


1. Menentukan laboraturium yang akan diamati dan lalu lakukan
wawancara terkait pengolahan limbah laboraturium dengan laboran yang
bersangkutan
Data yang diamati:
-Bagaimana cara penanganan bahan kimia yang kadaluarsa
-Penanganan limbah sis analisa lab
-Limbah cucian sampel
-Limbah B3
-Limbah anorganik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam pengolahan limbah laboraturium di laboratorium kimia fisika
menggunakan prinsip 3R, yaitu:
a. Reduce→ mengurangi jumlah limbah
b. Reuse→ menggunakan kembali limbah yang layak
c. Recycle→ mendaur ulang limbah.

Dalam pengolahan limbah dilaboraturium kimia fisika dilakukan dengan


tahapan:
a. Pengumpulam→ pengumpulan limbah dibagi dalam beberapa
kategori berdasarkan tingkat bahayanya.
b. Transportasi→ pengangkutan atau pemindahan wadah
dilaboraturium pengujian ke ruang penyimpanan apabila sudah
terisi 75% vol wadah, kemudian diganti dengan wadah yang baru.
c. Penyimpanan→ jika limbah belum dapat diolah dengan segera,
maka dilakukan penyimpanan dan pengemasan yang sesuai dengan
prosedur penyimpanan limbah B3.
d. Pengolahan→ biasanya limbah diolah lagi dengan menggunakan
prinsip 3R.
e. Pembuangan→ untuk membuang limbah biasanya dan ditampung
di diregen terlebih dahulu. Lalu diberikan kepada pihak ketiga
untuk melakukan pembuangan limbah.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan pratikum manajemen pengolahan limbah laboraturium yang
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Limbah lab yaitu suatu zat
yang berasal dari buangan hasil reaksi kimia dari berbagai macam eksperimen
atau penelitian dan juga berupa benda-benda penunjang kegiatan di
laboraturium yang sudah tidak diperlukan lagi.
Berdasarkan atas dasar asalnya, limbah dikelompokan menjadi 2 jenis
yaitu limbah organic dan limbah anorganik. Berdasarkan sifat bahayanya
limbah dibedakan atas 2 yakni limbah B3 dan non B3.
Pada saat pratikum mendata pertanyaan terkait pengolahan limbah,
perhatikan dengan pertanyaan- pertanyaan terkait pengolahan limbah kepada
laboran.
VII. SARAN
1. Pada saat mendata pertanyaan terkait pengolahan limbah perhatikan dan
lebih digali lagi pertanyaan-pertanyaan terkait pengolahan limbah kepada
laboran.
2. Sebaiknya sebelum melakukan interview pertanyaan yang akan
ditanyakan pada laboran sudah dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak terkait pengolahan di
laboratorium tersebut
3. Gunakan APD yang lengkap.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2001 tentang Pengolahan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Salasatun, S. 2001. Peran serta Masyarakat Dalam
Pendayagunaan Pengelolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Universitas Airlangga.

IX. DOKUMENTASI OBSERVASI


PRAKTIKUM OBJEK 8
PENANGGANAN TUMPAHAN BAHAN KIMIA

I. TUJUAN PRATIKUM
1. Mengetahui bagaimana cara mengatasi tumpahan bahan kimia
2. Mengetahui bgaimana perlakuan terhadap bahan yang tumpah
3. Mengetahui alat pelindung diri apa saja yang digunakan

II. TEORI DASAR


Bahan kimia adalah suatu bentuk materi yang memiliki komposisi kimia dan sifat
karakteristik konstan.Bahan kimia dapat berupa gas,cairan,maupun padatan.Bahan B3 atau
disebut juga bahna berbahaya dab beracun merupakan bahan yang dapat menyebabkan
gangguan pada manusia atau lingkungan.Bahan kimia yang di kategorikan sebagai B3
harus ditangani secara khusus baik dalam penyimpanan,pemakaian,transportasinya ataupun
dalam kondisi darurat.

Terdapat prinsip khusus dalam penangganan tumpahan B3 yaitu prinsip


ABSB,sebagai beriukut:
1. Amankan
Amankan diri anda dari lokasi kejadian serta pahami msds bahan.
2. Bendung
Bendungan dilakukan untuk menghentikan aliran dari tumpahan B3 dan
mencegahnya semakin luas sehingga tidak membayakan lingkungan lain.
3. Serap
Serap atau ambil bahan kimia yang tertumpah tadi dengan cara dinetralkan
terlebih dahulu.
4. Bersihkan
Bersikan area yang tertumpah bahan kimia tadi lalu limbahnya dibuang di
tempat pembuangan limbah B3.
Dalam menangani tumpahan bahan kimia kita harus menggunakan alat pelindung
diri yang lengkap.Bahan yang dapat digunakan untuk menyerap tumpahan bahan kimia
yaitu natrium karbonat,pasir,dan lainnya.
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1) Gelas ukur
2) Gelas piala
3) Botol semprot
4) Apd
B. BAHAN
1) HCL
2) H2SO4
3) Amoniak
4) Natrium karbonat
5) Aquadest

IV. CARA KERJA


1) Mengetahui bahn kimia apa yang tumpah
2) Amankan area disekitar bahan kimia
3) Lakukan bendungan di area tumpahan bahan kimia
4) Netralkan tumpahan bahan kimia tersebut
5) Lalu encerkan larutan tersebut
6) Bersihkan tumpahan bahan kimia tersebut dengan natrium karbonat
7) Lalu lap area tersebut dan limbah di tampung

V. HASIL PENGAMATAN
1) TUMPAHAN HCL
a) Untuk tumpahan HCL,dilakukan pengenceran terlebih dahulu
b) Lalu taburkan bubuk natrium karbonat diarea tumpahan
c) Bersihkan area dan tampung limbah didalam sebuah wadah
2) TUMPAHAN AMONIAK
a) Untuk tumpahan amoniak,dilakukan pengenceran terlebih dahulu
b) Lalu nertalkan tumpahan dengan H2SO4
c) Kemudian lap area tumpahan dan tampung limbah dengan wadah
VI. PEMBAHASAAN
Pada pratikum kali ini kita melakukan penangganan tumpahan bahan kimia,dimana
bahanya yaitu HCL,H2SO4,dan amoniak.
Ada 4 cara penangganan tumpahan bahan kimia yaitu:
a) Amankan
b) Bendung
c) Serap
d) Bersihkan

Pada tumpahan hcl,hcl diencerkan dengan menggunalan aquadest terlebih dahulu


lalu ditaburkan natrium karbonat hingga menyerap.Setelah itu natrium karbonat tadi,di
bersihkan dan di buang pada wadah limbah.Untuk menanggani tumpahan ini kita harus
menggunakan alat pelindung diri seperti jas lab,sepatu,masker,sarung tangan,dan kapan
perlu gunakan kaca mata agar tidak terkena percikan.

Pada tumpahan amoniak,amoniak terlebih dahulu di encerkan dengan aquadest.Lalu


di netralkan dengan H2SO4.Setelah netral ,bersihkan tumpahan dan tumpahan di buang
pada wadah limbah.

Pada bahan kimia hcl,amoniak,dan H2SO4 memiliki hazard simbol


irritant,corosive,dan bahaya bagi lingkungan,maka dari itu untuk pembersihan
tumpahannya kita harus menggunakan apd yang lengkap.Untuk limbahnya pun harus
dibuang dan diolah terlebih dahulu agar tidak merusak lingkugan.

VII. KESIMPULAN
Jadi pada pratikum ini didapatkan kesimpulan yaitu:
a) Tumpahan kimia sangat berbahaya bagi lingkungan karena termasuk limbah
B3
b) Ada 4 cara dalam pembersihan tumpahan yaitu amankan,bending,
serap, dan bersihkan
c) Bahan yang tumpah dinetralkan dan di taburkan natrium karbonat
VIII. SARAN
Gunakan alat pelindung diri yang lengkap pada saat bekerja dan hati-hati dalam
bekerja.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Tarwoko,2008,manajemen lab dan k3 surakarta.
Kristine,dkk 2011,pengelolaan laboratorium surabaya:Biro ilmu
Permendikbud nomor 26 tahun 2008 tentang standar tenaga laboratorium
Sekolah.

X. DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai