Teks Biografi Bung Tomo
Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Surabaya, Jawa Timur. Sutomo lebih dikenal dengan
nama Bung Tomo oleh rakyat. Bung Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, dan
juga keluarga yang sangat menghargal dan menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya bemama
Kartawan Tjiptowidjojo adalah seorang kepala keluarga dari kelas menengah. la pernah
bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta,
sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor
Belanda. Bung Tomo mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping
dekat Pangeran Diponegoro. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.
Di usia muda Bung Tomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI. Bung Tomo kemudian
bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Sutomo menegaskan bahwa filsafat
kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan
dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17
tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang
mencapai peringkat Pandu Garuda. Bung Tomo memiliki minat pada dunia jumalisme. la
pemah bekerja sebagai
wartawan lepas pada Harian Socara Oemoem di Surabaya pada tahun 1937.
Setahunkemudian, ia menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan
dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939. Pada masa
pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang, Domei,
bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942-1945. Suat
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan,
Beliau memberitakannya dalam bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk
menghindari sensor Jepang. Selanjutnya, beliau menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita
Antara di Surabaya. Perjuangan Pertempuran Surabaya 10 November 1945 Pada tahun 1944
in menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang. hampir tak seorang pun
yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Bung Tomo untuk menjalankan
peranannya yang sangat pentingPada 19 September 1945 sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya, Sekelompok orang
Belanda memasang bendera mereka. Rakyat marah. Seorang Belanda tewas dan bendera merah-
putih-biru itu diturunkan. Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang langsung dikibarkan, Di Jakarta,
pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945. Para serdadu Belanda
ikut rombongan Bendera Belanda berkibar di mana-mana. Saat itu, Bung Tomo masih
berstatus wartawan Kantor berita ANTARA. la juga kepala bagian penerangan Pemuda
Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya pada saat itu.
Di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konfrontasi bersenjata.
Bung Tomo kembali ke Surabaya. “kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di
ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakutan," katanya
Pada bulan Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu Pemimpin yang sangat penting, karena
ja berhasil menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya, yang pada waktu itu
Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk melucutkan senjata
tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa. Pada 9 November dikeluarkannya
ultimatum yang ditunjukkan kepada para
staf Gubernur Soerjo yang berbunyi, pertama, seluruh pemimpin rakyat Surabaya harus menyerahkan
diri paling lambat pukul 18.00 di hari itu dengan tangan di atas kepala. Kedua, seluruh senjata harus
diserahkan. Lalu, pembunuh Mallaby menyerahkan diri Jika kedua hal tersebut diabaikan, Sekutu bakal
mulai menyerang pada pukul 06.00 keesokan harinya. Seperti ultimatum terdahulu, pamflet berisi
ultimatum disebar lewat udara. Jika tidak dipatuhi, pada 10 November mulai pukul 06.00, Inggris akan
mulai menggempur. Setelah Kemerdekaan
Bung Tomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950, dan kemudian menghilang dari
panggung politik karena ia tidak merasa bahagia terjun di dunia politik. Pada akhir masa pemerintahan
Sockamo dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul
sebagai tokoh nasional. Pada awal tahun 1970, ia kembali dan mempunyai pandangan pendapat yang
berbeda dengan pemerintahan Orde Baru, la berbicara dengan keras terhadap program-program yang
dijalankan oleh Suharto sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah indonesia
yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras tersebut. Baru setahun kemudian
ja dilepaskan oleh Suharto Pada 7 Oktober 1981 Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah, saat
sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang
meninggal dalam ziarah ke tanah suci yang harus dimakamkan di tanah suci, tapi jenazah Bung Tomo
dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di
Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Gotkar (FPG) agar
memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan
nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November
2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Korunikast dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu,
Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta. Sejarah mencatat bahwa perlawanan
rakyat Indonesia di Surabaya yang terdiri atas berbagai suku bangsa sangat dahsyat. Tidak ada rasa
takut menghadapi tentara Inggris yang bersenjata lengkap. Tanggal 10 November kita kenang sebagai
Hari Pahlawan. Bung Tomo terutama dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-
siaran radionya yang penuh dengan emosi