EDITOR 2022:
Fadhiil Ansyarullah Murtadho, S.Ked
Imam Adrian Rakhman
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga Penuntun Praktikum Biokimia ini dapat terbit sebagai salah satu penunjang kegiatan
pembelajaran pada Blok Biomedik I.
Penuntun Praktikum ini disusun untuk memandu mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan
praktikum sehingga dapat memahami tujuan dan dasar reaksi-reaksi yang diujikan, bekerja
dengan runut serta memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Hal ini ditujukan agar setiap
kegiatan praktikum benar-benar dapat menunjang pemahaman akan teori-teori yang diberikan
pada kuliah Biokimia. Di samping itu, mahasiswa juga dapat memperoleh keterampilan dasar
laboratorium yang diperlukan untuk profesi dokter kelak baik sebagai klinisi, peneliti, maupun
akademisi.
Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, petunjuk, saran, dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan pada
penerbitan berikutnya. Kami berharap penuntun ini memberikan manfaat yang sebaik-baiknya
dalam peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.
Penyusun,
TIM BIOKIMIA FK UNHAS
1. Mahasiswa yang berhak mengikuti praktikum adalah mereka yang telah memenuhi
persyaratan administrasi dan kelengkapan peralatan praktikum.
2. Kelengkapan administrasi meliputi :
a. Mengenakan baju praktikum lengkap dengan papan nama dan membawa
penuntun.
b. Laki-laki:
• Mengenakan baju berkerah
• Tidak berambut panjang
• Mengenakan celana panjang
• Mengenakan sepatu tertutup
c. Perempuan:
• Mengenakan baju berkerah (jilbab dimasukkan kedalam jas laboratorium)
• Rok panjang
• Mengenakan sepatu tertutup
3. Mahasiswa sudah harus berada di laboratorium paling lambat 10 menit sebelum praktikum
dimulai dan bagi yang terlambat akan diperbolehkan mengikuti praktikum hanya dengan
izin koordinator praktikum.
4. Mahasiswa tidak dibenarkan membicarakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan
praktikum selama dalam laboratorium demi efisiensi waktu.
5. Mahasiswa akan dibagi menjadi 10 regu dengan satu orang sebagai ketua regu.
Setiap regu melakukan jenis percobaan yang sama pada tempatnya masing-masing
dan tiap regu tidak diperkenankan mengambil pekerjaan regu mahasiswa lainnya
kecuali yang telah ditetapkan oleh dosen/asisten.
6. Ketua regu bersama anggotanya menyiapkan kotak alat beserta kelengkapannya dan
alat-alat serta bahan dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk percobaan yang akan
dilaksanakan dan disampaikan oleh asisten pembimbing atau koordinator.
7. Setiap mahasiswa harus memahami tujuan percobaan, cara kerja serta teori yang
berhubungan dengan percobaan yang akan dilaksanakan. Dosen/Asisten berhak
menunda jalannya percobaan untuk sementara dan menganjurkan untuk memahami
kembali hal-hal yang disebutkan pada poin sebelumnya.
8. Selama praktikum, mahasiswa tidak diperbolehkan keluar masuk laboratorium tanpa
seizin asisten yang bertugas pada saat itu.
9. Setiap anggota regu bertanggung jawab atas keselamatan dan kebersihan alat-alat
yang digunakan dan pada akhir percobaan alat diserahkan kembali dalam keadaan
lengkap dan bersih.
10. Mahasiswa yang berhalangan hadir pada praktikum dengan alasan yang jelas harus
menyampaikan alasannya kepada koordinator praktikum selambat-lambatnya 2 x 24 jam.
11. Laporan hasil percobaan diselesaikan dalam laboratorium selama praktikum berlangsung
dan wajib menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan waktu yang
akan diberikan kemudian.
12. Mahasiswa yang melanggar tata tertib praktikan akan diberi sanksi mulai dari pemberian
tugas sampai dengan tidak diikutkan dalam praktikum.
13. Peraturan yang tidak tercantum di atas dan dianggap perlu akan diberitahukan
selanjutnya.
Demikianlah peraturan ini dibuat agar menjadi perhatian bagi semua pihak yang terkait.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................. 4
REFERENSI .............................................................................................................. 81
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan cara menjaga keselamatan dalam laboratorium dan aturan-aturan
keselamatan dalam laboratorium.
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penggunaan fire blanket yang dapat diakses melalui link dibawah ini:
https://youtu.be/MHgWOPgxANI
B. DASAR TEORI
Keamanan adalah prioritas utama di dalam laboratorium. Pastikan anda mengikuti persyaratan
keselamatan laboratorium dan mengenakan alat pelindung diri yang sesuai. Saat bekerja di lab baru,
lihat sekeliling dan identifikasi peralatan keselamatan sehingga anda dapat bereaksi dengan cepat jika
terjadi keadaan darurat.
Aturan keselamatan lab:
1. Pantau semua langkah pada eksperimen yang anda lakukan dan tuliskan bahan kimia yang
anda gunakan. Pastikan anda memberi label pada semua sampel dan reagen anda dengan
isi, potensi bahaya, tanggal dan inisial anda. Pastikan anda mengenal seluruh lambing hazard
(hazard symbol) dan mengidentifikasi potensi bahaya pada reagen yang anda gunakan.
2. Setelah anda selesai dengan percobaan, bersihkan semua peralatan gelas bekas, kembalikan
reagen ke tempat penyimpanan yang benar, buang limbah ke wadah yang sesuai dan
bersihkan meja kerja dengan etanol.
3. Makan, minum, merokok dan menyimpan makanan dan minuman di laboratorium tidak
diperbolehkan.
4. Anda harus mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh anda, termasuk sepatu
tertutup dan celana panjang. Hindari lengan longgar dan rambut panjang yang tidak terikat,
ini dapat menghalangi anda dan bisa berbahaya saat bekerja di sekitar api.
5. Bawa hanya hal-hal yang anda perlukan ke lab. Tinggalkan semua barang pribadi seperti tas
punggung, dompet, perhiasan, atau jaket di luar, agar tidak terkontaminasi. Pastikan anda
tidak mencemari sakelar lampu, gagang pintu, dan handphone Anda. Jaga tangan anda tetap
bersih dan kuku anda pendek, dan pastikan anda mencuci tangan sebelum meninggalkan lab.
6. Ruang laboratorium harus tetap bersih dan rapi dan semua pintu keluar darurat harus jelas.
Jangan pernah meletakkan reagen di atas lantai. Bahan kimia perlu disimpan di lemari yang
sesuai untuk menghindari kecelakaan.
7. Jaga meja kerja anda agar selalu rapi dan singkirkan semua barang yang tidak diperlukan.
8. Pastikan Anda selalu memakai alat pelindung diri (APD) yang sesuai untuk tugas yang ada.
APD adalah peralatan yang dipakai untuk meminimalkan paparan cedera dan penyakit serius
di tempat kerja. Semua APD harus dipakai segera setelah anda memasuki lab dan dikenakan
setiap saat:
• Jas lab digunakan untuk melindungi pakaian anda dari tumpahan bahan kimia.
• Jika anda bekerja dengan bahan kimia berbahaya, pastikan untuk memakai
pelindung mata yang sesuai (safety goggles).
• Kenakan sarung tangan saat bekerja dengan zat biohazard atau bahan kimia
berbahaya.
• Respirator perlu digunakan jika anda menangani bahan kimia yang mudah menguap.
8. Pastikan untuk menguji peralatan keselamatan Anda secara teratur untuk memastikan bahwa
setiap barang siap dalam keadaan darurat.
1. Tetap tenang.
2. Jika apinya sangat kecil, seperti cairan dalam tabung yang terbakar, cobalah untuk
memadamkannya dengan menutupnya dengan penutup.
3. Jika api tidak terkendali, pastikan keselamatan semua orang yang berada di sekitar api.
4. Bunyikan alarm kebakaran dan tekan pemutus sirkuit untuk mematikan semua mesin di lab.
5. Jika anda terlatih dalam penggunaan peralatan pemadam kebakaran dan aman
melakukannya, cobalah memadamkan api. Jika api tidak terkendali, segera evakuasi.
6. Cara paling efektif untuk memadamkan pakaian yang terbakar adalah dengan berguling di
lantai. Jangan pernah membungkus orang yang berdiri dengan selimut api karena hal itu dapat
menimbulkan efek cerobong asap dan membakar wajah orang tersebut. Jika safety shower
sudah dekat, gunakan untuk memadamkan api dan mendinginkan luka bakar.
Bukalah praktikum virtual Labster pada LMS dengan judul Lab Safety
https://elearning.med.unhas.ac.id/course/view.php?id=140#
Sebelum masuk laboratorium, kenakan APD berupa jas laboratorium dan kacamata pelindung.
Skenario: mahasiswa yang menggunakan laboratorium sebelum anda meninggalkan banyak hazard
atau potensi bahaya:
1. Tugas pertama anda adalah mencari lima hazard tersebut dan memperbaikinya.
2. Selanjutnya, identifikasi lambang hazard (hazard symbol) yang ada pada botol reagen dan
bahan kimia. Pelajarilah arti dari masing-masing lambang hazard agar anda dapat mengenali
potensi bahan berbahaya saat berkerja di laboratorium.
Tugas anda selanjutnya adalah mengidentifikasi hazard pada workbench dan memperbaikinya:
3. Bersihkan cairan tumpah dengan cara yang benar. Gunakan mikropipet untuk mengambil
cairan indicator pH untuk menentukan pH cairan yang tumpah sebelum membersihkannya,
agar dapat dinetralisir dengan benar terlebih dahulu.
Anda akan diminta untuk melakukan simulasi keadaan darurat dalam lab (acid spill pada mata), agar
dapat mengetahui respon yang benar untuk keadaan berbahaya tersebut.
1. Identifikasi safety station yang memiliki shower emergency atau tempat pencucian mata, yang
dapat anda gunakan untuk segera mencuci mata dan bagian tubuh yang terkena bahan kimia.
2. Identifikasi fire blanket dan fire extinguisher. Perhatikan perbedaan penggunaan, dan
perhatikan perbedaan penggunaan fire extinguisher berbasis foam dan berbasis
karbondioksida.
1. Perhatikan rekan lab anda yang bernama Lucy. Identifikasi protol keselamatan lab yang
dilanggar oleh Lucy.
2. Identifikasi pelanggaran dresscode lab Lucy.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asam dan basa, dan mampu mengukur pH secara
teoretis maupun praktis.
2. Mahasiswa memahami kepentingan fisiologis larutan penyangga (buffer)
3. Mahasiswa dapat menentukan pH larutan penyangga menggunakan Handerson-Hasselbach
equation.
B. DASAR TEORI
Pada umumnya proses biologis yang terjadi di dalam sel berlangsung pada suatu lingkungan yang
berair atau larutan. Menurut definisi Bronsted-Lowry, molekul asam (HA) dapat mendonasikan proton
dalam larutan, sedangkan basa (B) dapat menerimanya. Kemampuan mendonasikan atau menerima
proton tergantung pada struktur molekul. Dalam larutan, proton (H+) yang didonasikan oleh asam
dapat berkombinasi dengan molekul air membentuk ion hidronium (H3O+), sedangkan bila molekul
basa menerima proton dari molekul air maka molekul air akan berubah menjadi ion hidroksida (OH-).
Hal tersebut dapat terjadi karena air bersifat amfoterik: dapat memberi atau menerima proton, atau
dengan kata lain, air dapat bersifat sebagai basa maupun asam.
Asam yang kuat dapat berdisosiasi secara komplit dalam air dan mendonasikan seluruh protonnya.
Sedangkan pada asam lemah, hanya sebagian molekul asam yang mengalami disosiasi. Pada reaksi
dibawah ini, dapat dilihat panah dua arah yang menandakan perlangsungan reaksi hingga tercapai
ekuilibrium. Ingat bahwa ion hidrogen yang telah berdisosiasi dapat bereaksi dengan ion hidronium,
dan menghasilkan banyak energi (eksothermik). Reaksi ini dapat bersifat kuat dan menyebabkan
percikan asam di laboratorium.
Basa kuat dan lemah. Pada basa kuat, seluruh molekul dapat menerima proton. Sedangkan pada
basa lemah, hanya sebagian dari molekulnya yang dapat menerima proton.
Kuatnya sebuah asam atau basa ditandai dengan konstanta disosiasi (Ka), yang merupakan
kemampuan molekul asam atau basa untuk mengalami disosiasi.
Unit pH merupakan unit yang digunakan untuk mendeskripsikan seberapa asam atau basa suatu
larutan, dan menandakan berapa banyak jumlah H+ bebas dalam larutan. Dalam air murni, konsentrasi
hidronium adalah 1.0 x 10-7 moles per liter, [H+] = [OH-] = [10-7]. Dengan kata lain pH atau –log [H+] =
7, yang merupakan pH netral. Larutan dengan pH kurang dari 7 disebut asam, dan lebih 7 disebut
basa. Skala pH diestimasikan dari konsentrasi ion hidrogen:
pH = - log [H+]
Pada asam atau basa kuat, [H+] dapat diperoleh langsung dari konsentrasi asam atau basa. Pada asam
dan basa lemah, [H+] dapat dikalkulasi dari Ka
Sebagai contoh, larutan penyangga adalah larutan yang terdiri dari campuran asam lemah dengan
basanya atau basa lemah dengan asamnya. Pada larutan penyangga, pH dapat dihitung
menggunakan rumus Henderson-Hasselbalch:
Larutan penyangga berfungsi mempertahankan pH sehingga penambahan sejumlah kecil asam atau
basa memberikan pengaruh sangat kecil. Persamaan ini menunjukkan hubungan antara pH dan rasio
konsentrasi asam dan konsentrasi basa yang terkonjugasi. Persamaan ini dapat digunakan untuk
menentukan pH dari suatu larutan jika perbandingan molar dari penyangga ion ([HA] / [A-]) dan pKa
dari HA diketahui. Perbandingan HA terhadap A- yang diperlukan untuk mempersiapkan larutan
penyangga pada suatu pH yang spesifik dapat dihitung jika pKa diketahui, seperti yang tercantum
pada tabel di bawah ini.
Buka praktikum virtual Labster pada LMS dengan judul Acids and Bases:
https://elearning.med.unhas.ac.id/mod/lti/view.php?id=4663
Skenario: dua orang teman anda sedang berpendapat bahwa mereka harus menjaga pola makan
karena tiap makanan memiliki tingkat asam/basa berbeda-beda, dan dapat mempengaruhi tingkat
asam atau basa dalam tubuh. Dalam praktikum ini, anda akan mempelajari konsep asam dan basa
dan menentukan apakah pernyataan teman anda tersebut benar atau keliru.
Checkpoint 4 – Mempelajari interaksi antara asam kuat atau basa kuat dengan air
1. Identifikasi molekul air: suatu larutan air bersifat netral bila tidak ada molekul asam atau basa
di dalamnya.
2. Identifikasi molekul asam lalu perhatikan reaksi yang terjadi bila anda mencampurkan molekul
asam tersebut dengan air. Unsur apa yang berpindah dari molekul asam ke molekul air dan
molekul apa yang terbentuk dari reaksi tersebut?
3. Letakkan kembali molekul asam lalu ambil molekul basa kuat. Apa yang terjadi ketika kita
mencampurkan molekul basa kuat ke dalam larutan asam yang dihasilkan sebelumnya?
1. Asam dan basa dapat menyebabkan korosi pada kulit maupun permukaan-permukaan di
laboratorium. Pastikan anda menggunakan APD yang tepat saat bekerja dengan larutan asam
atau basa, yaitu kacamata pelindung dan sarung tangan.
2. Pada workbench depan anda, terdapat tiga botol yang berisi asam klorida (hydrochloric acid),
natrium hidroksida (sodium hydroxide), dan air. Masing-masing botol memiliki label yang
menuliskan jenis-jenis molekul yang terkandung dalam larutannya.
3. Gunakan pH meter untuk menentukan jenis larutan dalam botol. Pastikan anda menggunakan
gelas kimia baru setiap akan mengukur larutan baru.
4. Setelah mengukur pH, lanjutlah ke workbench di sebelah kanan laboratorium.
Checkpoint 6 – pH Scale
Pada workbench ini anda diminta untuk mengukur pH dari lima jenis larutan lalu menentukan posisinya
pada grafik pH (pH chart) berdasarkan hasil pengukuran anda. Pada grafik pH, x-axis menunjukkan
konsentrasi ion hidronium (H3O+), sedangkan y-axis menunjukkan pH. Pada saat menentukan letak
larutan dalam grafik, perhatikan pH yang anda ukur menggunakan pH meter, dan label konsentrasi
H3O+ dalam larutan:
Perhatikan layer komputer pada sebelah kiri anda. Tampak grafik pH yang menandakan peningkatan
incremental sebanyak 10x untuk tiap titik pH pada axis-x. Tentukan titik temu antara H+ dan OH- pada
grafik (pada pH berapakah konsentrasi H+ sama dengan OH-)?
D. PRAKTIKUM PENENTUAN PH
Dasar percobaan: larutan penyangga dapat dihitung pH nya bila kita mengetahui molaritas larutan
asam dan basa konjugatnya, serta nilai pKa.
Cara kerja:
2. Masukkan asam asetat 0,1 N dan natrium asetat 0,1 N ke dalam setiap tabung dengan jumlah
sesuai dengan tabel di bawah ini.
4. Tentukan pH hitung berdasarkan rumus, dan bandingkan kedua hasil pengukuran pH.
Hasil percobaan: (Isilah Tabel Dibawah ini, lampirkan perhitungan anda dibawah tabel berikut!)
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat menjelaskan struktur dan fungsi makromolekul dalam makanan yaitu
karbohidrat, lipid, dan protein melalui interpretasi dan analisis hasil praktikum.
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
dibawah ini:
https://youtu.be/0X7Lcq2XwE4
B. DASAR TEORI
Makromolekul (polimer) merupakan senyawa besar yang terbentuk dari hasil polimerisasi
senyawa-senyawa lebih kecil (monomer, mikromolekul). Dalam biokimia, terdapat empat
makromolekul utama yaitu karbohidrat, lipid, protein, dan nukleotida. Keempat makromolekul ini
merupakan sumber energi maupun bahan pembangun dalam tubuh kita masing-masing, dan
dapat kita peroleh dari makanan.
Karbohirat
Karbohidrat (sakarida) merupakan makromolekul organik dengan formula empirik (CH2O)n dimana
n > 3. Karbohidrat diklasifikasikan menjadi bentuk karbohidrat sederhana (monosakarida,
disakarida), dan bentuk karbohidrat kompleks (pati). Bentuk paling sederhana suatu gula adalah
monosakarida. Monosakarida sendiri dapat dibagi berdasarkan kemampuan reduksinya dan letak
gugus fungsional karbonilnya:
1. Berdasarkan gugus fungsional karbonil dapat dibagi menjadi gula aldosa dan ketosa.
Gula aldosa memiliki gugus aldehida fungsional (R-CHO), yaitu satu gugus alkil atau aril
dan satu hidrogen yang terikat dengan karbonil. Gula ketosa: memiliki gugus keton
fungsional RC(=O)R’, yaitu dua gugus alkil atau aril yang terikat dengan karbonil.
2. Karbohidrat berdasarkan kemampuan reduksi terbagi menjadi gula pereduksi dan non-
pereduksi. Gula pereduksi memiliki gugus ketosa atau aldehida bebas dan mencakup
semua monosakarida, maltosa, laktosa. Sedangkan gula non-pereduksi memiliki gugus
ketosa dan aldehida yang tidak bebas. Contoh gula non-pereduksi adalah sukrosa.
Monosakarida dapat berbentuk linear atau bisa berbentuk cincin bila berada dalam larutan.
Bentuk cincin monosakarida dapat berupa isomer alfa maupun beta, dimana perbedaannya
terletak pada letak gugus hidroksil.
Monosakarida juga dapat bergabung dengan monosakarida lainnya untuk membentuk kompleks
disakarida (tersusun atas 2 monosakarida), oligosakarida (tersusun atas 3-20 monosakarida) dan
polisakarida (tersusun atas banyak molekul monosakarida). Ikatan antar monosakarida disebut
ikatan glikosida (alfa ataupun beta), yang terjadi melalui suatu reaksi dehidrasi yang melepaskan
air.
Karbohidrat kompleks (polisakarida) merupakan polimer yang terdiri dari banyak monosakarida,
dimana rantai polimer tersebut dapat bercabang maupun tidak bercabang. Contoh karbohidrat
kompleks adalah pati, selulosa, dan glikogen:
1. Pati (starch): disusun dari monomer alfa glukosa, dan tersusun atas amilopektin (polimer
glukosa bercabang) maupun amilosa (polimer glukosa tanpa cabang). Pati digunakan
sebagai mekanisme penyimpanan energi oleh tumbuhan. Perbedaan amilosa dan
amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
2. Selulosa: merupakan polisakarida tumbuhan yang berperan sebagai penyokong
struktural pada tumbuhan. Monomer glukosa dalam selulosa terikat melalui ikatan beta
1,4 glikosida, yang tidak dapat diurai oleh enzim pencernaan manusia, sehingga selulosa
juga disebut indigestible fibre.
3. Glikogen: merupakan polimer glukosa yang bercabang dan tersimpat dalam sel hepar
dan otot manusia.
Protein
Protein merupakan polimer yang terdiri dari untaian asam amino. Terdapat 20 jenis asam amino
yang dapat menyusun protein yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi fisiologis tubuh. Asam
amino terdiri dari gugus karboksil, gugus amine, dan rantai samping (R). Ikatan peptida terjadi
antara gugus karboksil dan gugus amin sehingga sekuens asam amino (polipeptida) berjalan dari
N-terminus ke C-terminus. Asam amino saling berikatan melalui ikatan peptida kovalen (dimana
tiap ikatan peptida akan menghasilkan satu molekul air) sehingga terbentuk rantai polipeptida.
Rantai polipeptida linear ini disebut struktur primer protein. Struktur sekunder terbentuk akibat
ikatan hidrogen pada atom oksigen dan hidrogen di polipeptida, sehingga membentuk coil (alfa
helix) dan lipatan (beta helix) pada rantai polipeptida primer. Struktur tersier terbentuk dari
interaksi rantai samping pada polipeptida. Sedangkan struktur kuartener terbentuk dari hasil
gabungan antara 2 atau lebih polipeptida. Sebuah rantai polipeptida secara langsung dapat
bekerja sebagai protein fungsional atau dapat berkombinasi dengan polipeptida lain untuk
menyusun protein fungsionalnya.
Lipid
Lipid merupakan senyawa tidak larut air (non-polar), dan tersusun atas asam lemak dan gliserol.
Asam lemak merupakan penyusun lipid, dimana 3 molekul asam lemak dapat berikatan dengan
gliserol melalui ikatan ester yang terjadi melalui reaksi dehidrasi antara gugus hidroksil dan
karboksil. Contoh lipid: fosfolipid, sphingomyelin, wax, sterol.
Asam lemak jenuh dan tidak jenuh merupakan terminologi yang menggambarkan struktur
hidrokarbon pada asam lemak. Pada asam lemak jenuh, tidak ada ikatan ganda pada atom
karbon, sehingga tersaturasi dengan hidrogen. Pada asam lemak tidak jenuh, terdapat minimal
satu ikatan ganda antara atom karbon, dan rantai hidrokarbon akan tampak bengkok pada letak
ikatan ganda tersebut. Asam lemak trans merupakan lemak tidak jeunuh yang secara sintetis
dirubah menjadi lemak jenuh melalui penambahan hidogen (hydrogenation).
Karena masing-masing makromolekul memiliki karakteristik khas, maka terdapat banyak jenis uji
biokimia dapat dilakukan untuk mendeteksi kandungan makromolekul spesifik dalam sampel.
Dalam praktikum ini, akan dilakukan empat jenis tes untuk mendeteksi makromolekul (Tabel 2.1).
Nama tes Target Prinsip tes
Reagen Benedict bersifat basa dan mengandung ion Cu(II) yang
direduksi oleh gula pereduksi sehingga menghasilkan presipitat
ion Cu(I) atau kuprooksida (Cu2O) dengan perubahan warna
Mendeteksi adanya gula mulai dari hijau/kuning hingga merah/bata (tergantung
Tes
pereduksi. konsentrasi gula pereduksi). Adanya gula pereduksi seperti
Benedict
glukosa, frukota, laktosa, maltosa, atau galaktosa akan
menyebabkan tembaga mengikat oksigen yang ada pada gugus
aldehid dan keton bebas untuk menghasilkan copper oxide.
Pada sampel negatif, warna larutan tetap biru
Iodium akan masuk
dalam gulungan amilosa
pati membentuk
kompleks amilosa-iodium
dan menghasilkan warna
biru atau merah anggur.
Mendeteksi adanya
Tes Iodine
polisakarida berupa
(Iodium)
amilum (pati).
Mendeteksi ikatan peptida Ion tembaga dalam suasana alkali akan bereaksi dengan protein
Tes Biuret
pada protein. membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
Pewarna Sudan bersifat larut lemak dan akan menyebabkan lipid
Mendeteksi lipid,
Tes Sudan berwarna merah. Selain itu, pada reaksi ini tampak lapisan lemak
trigliserida, lipoprotein
yang tidak larut air berada diatas permukaan larutan yang diuji.
• Dihadapan anda terdapat 1 rak dengan tabung reaksi yang telah berisi
sampel makanan yang akan diuji.
• Masukkan larutan iodine pada masing-masing tabung reaksi
• Amati perubahan warna dan lakukan interpretasi hasil. Sampel dengan
perubahan warna biru tua-kehitaman mengandung pati yang tinggi,
sedangkan sampel yang tidak mengadung pati akan berwarna
kekuningan.
c. Setalah melakukan tes Benedict dan tes Iodine, lakukan interpretasi terhadap
semua sampel pada table hasil.
4. Pada workbench 2 anda akan melakukan eksperimen untuk menguji kandungan protein
dengan menggunakan tes Biuret:
• Klik gambar telur untuk review teori tentang protein.
• Dihadapan anda terdapat 1 rak dengan tabung reaksi yang telah berisi
sampel makanan yang akan diuji dengan tes Biuret. Kontrol positif yang
anda gunakan adalah telur (sudah pasti mengandung ikatan peptida), dan
control negatif adalah air (sudah pasti tidak mengandung ikatan peptida).
• Tambahkan 0.5 mL reagen Biuret ke dalam masing masing tabung reaksi
• Amati perubahan warna dan lakukan interpretasi hasil. Sampel dengan
perubahan warna menjadi keunguan diinterpretasi sebagai Biuret positif.
5. Pada workbench 3 anda akan melakukan eksperimen untuk menguji kandungan lemak
dengan menggunakan tes Sudan IV.
• Klik gambar butter untuk review teori tentang lemak.
• Dihadapan anda terdapat 1 rak dengan tabung reaksi yang telah berisi
sampel makanan yang akan diuji.
• Gunakan pipet untuk mengambil tip pipet. Lalu gunakan pipet dan tip
untuk mengambil air, dan isi masing-masing tabung dengan air. Jangan
lupa untuk mengganti tip pipet untuk tiap sampel.
• Ambil masing-masing sampel yang telah diberi air, dan campur dengan
baik pada vortex.
• Tambahkan reagen Sudan IV pada masing-masing tabung, lalu vortex
masing-masing tabung untuk mencampurkan reagen.
• Amati perubahan warna dan lakukan interpretasi hasil. Bila sampel
menunjukkan perubahan warna menjadi orange disertai terbentuk dua
lapisan, maka interpretasi Sudan positif.
6. Pada molecular viewer, anda diminta untuk mengenali struktur-struktur makromolekul
yang ditampilkan.
I Sukrosa
II Glukosa
III Pati
IV Fruktosa
TES SELIWANOFF
Pada umumnya reaksi ini spesifik untuk ketosa. Dasarnya adalah pembentukan 4-hidroksimetil
furfural yang bereaksi dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzene) membentuk senyawa berwarna
merah. Glukosa dan gula lain dapat memberi warna merah muda pada pemanasan yang lama
dan jumlah yang banyak. Oleh karena itu, ikutilah petunjuk-petunjuk cara kerja tes ini dengan
seksama.
Cara kerja:
1. Siapkan dua buah tabung reaksi yang bersih dan kering. Masukkan kedalam 2 tabung reaksi
tersebut sebanyak 2,5 ml pereaksi seliwanoff yang baru dibuat secara berturut-turut. Masing-
masing tambahkan 5 tetes larutan yang hendak diperiksa (sampel sukrosa dan glukosa).
2. Kemudian didihkan keduanya diatas api dan nyalakan stopwatch. Amatilah sampel pada
tabung berapa yang memberikan perubahan warna merah paling cepat. Catat waktunya.
Hasil positif bila timbul warna merah. Ketosa akan lebih cepat memberikan perubahan warna
menjadi merah
Hasil: (Lengkapi tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengamatan anda!)
I Sukrosa
II Glukosa
TES BENEDICT
Larutan tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton
bebas dengan membentuk kuprooksida (Cu2O) yang berwarna merah bata.
Cara kerja:
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi bersih & kering. Masukkan masing-masing 2,5 ml larutan
benedict kedalam 3 tabung tersebut
2. Tambahkan 4 tetes larutan yang akan diperiksa (sampel glukosa 2%; 1%; dan 0,5 %) secara
berturut
3. Campur dan didihkan ketiganya di atas api selama 2 menit atau dalam penangas air mendidih
selama 5 menit
4. Perhatikan warna yang timbul. Positif jika terjadi endapan mulai dari warna hijau kuning /
merah bata
Hasil: (Lengkapi tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengamatan anda!)
I Glukosa 2%
II Glukosa 1%
TES BARFOED
Reaksi ini untuk membedakan monosakarida dari disakarida, bedanya terletak pada
suasananya yang asam. Dalam suasana asam, larutan sakarida yang masih mempunyai sifat
pereduksi hanyalah monosakarida.Tetapi dengan pemanasan yang lama disakarida dapat
mengalami hidrolisis dan menyebabkan reaksi positif.
Cara kerja:
1. Siapkan 2 buah tabung reaksi bersih & kering. Masukkan 2 ml pereaksi barfoed masing-
masing kedalam 2 tabung tersebut. Tambahkan 1 ml larutan yang akan diperiksa (sampel
sukrosa & glukosa) secara berturut-turut
2. Siapkan stopwatch/pengukur waktu kemudian panaskan sampai mendidih diatas penangas
air mendidih hingga 1 menit. Bila tak terlihat endapan didihkan terus pada penangas air panas
hingga 15 menit sambil tetap memperhatikan endapan yang terbentuk
3. Disakarida positif dengan terjadinya endapan pada pemanasan setelah 5 menit sedangkan
monosakarida dengan terjadinya endapan pada pemanasan sebelum 5 menit.
Hasil: (Lengkapi tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengamatan anda!)
I Sukrosa
II Glukosa
Interpretasi:
IDENTIFIKASI PROTEIN
REAKSI BIURET
Dengan reaksi ini dapat diketahui adanya ikatan peptida. Dasar percobaan, ion tembaga dalam
suasana alkali akan bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
Cara Kerja
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 2 ml larutan protein (sampel
albumin/larutan putih telur) kedalam tabung reaksi. Tambahkan 2 ml NaOH 10%. Setelah
kedua larutan ini bercampur lalu teteskan secara perlahan-lahan CuSO4 0,5% hingga timbul
warna tertentu.
2. Penambahan CuSO4 harus berhati-hati sebab bila terlalu banyak akan menyebabkan
timbulnya warna biru.
Hasil percobaan: (Tuliskan hasil yang anda dapatkan!)
Interpretasi:
REAKSI NINHIDRIN
Semua asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehid yang lebih rendah dengan
melepaskan NH3 dan CO2 dan disertai dengan terbentuknya warna biru.
Cara Kerja
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering.
2. Masukkan 3 ml larutan protein/asam amino yang tersedia (larutan putih telur) dan 10 tetes
larutan ninhidrin 0,1%.
3. Letakkan tabung pada penangas air mendidih selama 10 menit.
4. Perhatikan warna biru yang terbentuk.
Hasil percobaan: (Tuliskan hasil yang anda dapatkan!)
Interpretasi:
Interpretasi:
IDENTIFIKASI LIPID
DAYA LARUT LEMAK
Lemak secara relatif tidak larut dalam air tetapi pada umumnya larut dalam pelarut nonpolar
seperti eter, kloroform dan benzene.
Cara kerja:
1. Siapkan 4 buah tabung reaksi bersih. Masukkan masing-masing 2 ml pelarut berikut: air,
alkohol 96% dingin, alkohol 96% panas dan eter secara bertutut-turut
2. Kemudian tambahkan 2 tetes minyak kelapa kedalam tabung-tabung tersebut. Kocok
sebentar. Perhatikan kelarutan minyak tersebut
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
Tabung Pelarut Deskripsi Kelarutan Interpretasi
I Air
Alkohol
II
96% dingin
Alkohol
III
96% panas
IV Eter
Interpretasi:
TOPIK 1 – SPEKTROFOTOMETRI
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip spektrofotometri dan cara penggunaannya, serta
mengaplikasikan teknik spektrofotometri dalam pengukuran produk enzim.
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
dibawah ini:
https://youtu.be/2KaG2rD3iT8
Bila seberkas sinar putih melewati suatu larutan berwarna, maka pada beberapa panjang
gelombang tertentu dari spektrum warna akan terjadi penyerapan cahaya. Contohnya, bila suatu
larutan berwarna merah, maka ia akan menyerap cahaya pada daerah panjang gelombang warna
kuning-biru. Sebaliknya, cahaya pada daerah panjang gelombang warna merah akan diteruskan
sehingga dengan mata akan tampak berwarna merah. Dengan kata lain, warna suatu larutan
disebabkan oleh warna spektrum cahaya yang tidak ditahan/ diserapnya, tetapi yang diteruskan.
Dalam keadaan sehari-hari, diketahui bahwa jumlah zat yang terlarut dapat diperkirakan dengan
mata dari kepekaan/ intensitas warna. Misalnya, dua sendok makan sirup merah dilarutkan dalam
segelas air warnanya tampak lebih pekat dibandingkan dengan satu sendok makan sirup merah
dalam segelas air.
Pada pengukuran dengan teknik spektrofotometri, cahaya polikromatis yang berasal dari sumber
cahaya diuraikan dengan menggunakan prisma sehingga diperoleh cahaya monokromatis yang
diserap oleh zat yang akan diperiksa tersebut. Spektrofotometer adalah instrumen yang
memungkinkan penentuan rasio antara intensitas cahaya yang dipancarkan dari lampu dalam
spektrofotometer, dan cahaya yang melewati larutan tertentu (Gambar 2.5). Rasio ini dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi molekul dalam larutan. Spektrofotometer diatur hanya
untuk mengukur pada panjang gelombang tertentu, yaitu yang optimal dan spesifik untuk
mengukur senyawa tertentu. Spektrofotometer menampilkan hasil berupa absorbansi (A), yang
dihitung sebagai log (I0/It), di mana I0 adalah intensitas cahaya datang dan It adalah intensitas
cahaya yang melewati larutan dan terukur oleh spektrofotometer.
Gambar 2.5 Komponen spektrofotometer. Cahaya yang dipancarkan dari sumber melewati
celah, hanya membiarkan 1 panjang gelombang tertentu melewatinya. Cahaya ini sebagian
melewati sampel yang ditempatkan di kuvet dan detektor mengukur intensitas di sisi lain kuvet.
Terdapat hubungan linier antara absorbansi dan konsentrasi, yang dijelaskan oleh Hukum Beer-
Lambert sebagai berikut:
Dimana:
A = serapan/densitas optik, yaitu jumlah cahaya yang diserap
ε = koefisien ekstingsi senyawa dengan kadar 1 M pada Panjang gelombang tertentu dan
diameter kuvet/Panjang larutan yang dilalui cahaya 1 cm
c = kadar sampel yang diperiksa.
l = diameter kuvet/panjang larutan yang dilalui cahaya (1 cm).
C. HANDS-ON: SPEKTROFOTOMETRI
Cara Kerja:
1. Sediakan 2 tabung kuvet, pada tabung 1 masukkan 3 ml akuades (sebagai blanko) dan
pada tabung 2 masukkan 3 ml larutan Kobalt Nitrat
2. Baca serapan larutan itu pada panjang gelombang antara 440 dan 540 nm dengan interval
10 nm. Perhatikan bahwa setiap pembacaan pada suatu panjang gelombang. Alat ditera
dengan blanko yang berisi akuades (A=0 atau T=100%)
3. Buatlah kurva dengan Panjang gelombang sebagai sumbu X dan absorban sebagai
sumbu Y pada kertas grafik berdasarkan hasil percobaan!
Buatlah kurva dengan panjang gelombang sebagai sumbu X dan absorban sebagai sumbu Y!
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
Panjang gelombang(nm) Serapan (abs)
500
510
520
530
540
550
560
570
580
590
600
Tugas: Buatlah kurva pada kertas grafik, yaitu kurva hubungan panjang gelombang (λ) –
serapan (A)!
Cara kerja :
1. Pipetkan kedalam tabung reaksi masing-masing 3 ml larutan Kobalt Nitrat 0,5%, 1%, 1,5%,
2%, dan 3%
2. Kemudian baca serapan masing-masing tabung dengan menggunakan tabung 1 sebagai
blanko pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada percobaan 1
3. Buatlah kurva pada selembar kertas grafik dengan Y Serapa, dan X konsentrasi
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
0,5%
1%
1,5%
2%
3%
Keterangan:
YàAbsorbansi=serapan
X à Konsentrasi
Cara kerja:
1. Siapkan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering. Isilah tabung pertama dengan 5 ml
larutan U1.
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
U1
U2
U3
TOPIK 2 – ENZIM
A. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dasar teori reaksi enzimatik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan aspek biokimiawi faktor-faktor yang mempengaruhi kerja
enzim dan cara kerja beberapa enzim dengan menganalisis hasil praktikum.
3. Mahasiswa mampu mengintegrasikan dan menerapkan aspek biokimia faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja enzim dan cara kerja beberapa enzim dengan blok pembelajaran
berbasis kasus-kasus penyakit terkait selanjutnya.
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
dibawah ini:
https://youtu.be/ZWQnRc6AD2Y
https://youtu.be/pcg_JdMWIZw
Pengertian Enzim
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia
dalam sistem biologik, tanpa ikut bereaksi. Hampir setiap reaksi kimia dalam sistem biologik
dikatalisis oleh enzim. Fungsi katalisis dilakukan oleh enzim dengan cara menurunkan energi
aktivasi sehingga mempercepat laju reaksi hingga 105-107 kali lipat.
Ada penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya ada defisiensi
enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PDH/G6PD). Sel darah merah pada penderita defisiensi
enzim G6PDH ini sangat rentan terhadap pembebanan oksidatif misalnya pada pemakaian obat
analgetik tertentu dapat terjadi hemolisis intravaskuler.
Analisis enzim dalam serum pada dasarnya dapat dipakai untuk diagnosis berbagai penyakit.
Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diagnosis ialah bahwa pada hakikatnya, sebagian
enzim terdapat dan bekerja di dalam sel dan enzim tersebut dibuat dalam jumlah besar oleh
jaringan tertentu. Oleh karena itu enzim intraseluler seharusnya tidak ditemukan di dalam serum
dan bila ditemukan berarti sel yang membuatnya mengalami disintegrasi. Bila enzim yang diukur
dalam serum terutama dibuat oleh jaringan atau organ tertentu, maka peningkatan aktifitas dalam
serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan atau organ tersebut.
Komponen reaksi enzimatik
1. Enzim [E]: protein yang berfungsi sebagai katalisator. Pada enzim terdapat area di mana
substrat dan kofaktor mengikat, dan disebut situs aktif (active site). Di sinilah katalisis
berlangsung. Situs aktif sering tampak seperti kantong, dan terdiri dari beberapa asam
amino yang dapat memiliki interaksi spesifik dengan substrat
2. Substrat [S]: senyawa target kerja enzim
3. Kofaktor [K]: beberapa enzim membutuhkan "molekul pembantu" untuk katalisis
berlangsung. Molekul pembantu ini disebut kofaktor. Kofaktor adalah molekul non-protein
yang mengikat enzim dan berkontribusi pada reaksi dengan berbagai cara. Sebagian
besar kofaktor merupakan molekul non-organik. Apabila kofaktor tersebut bersifat organik,
maka dapat disebut dengan istilah koenzim.
4. Produk [P]: senyawa hasil akhir dari reaksi enzimatik
Gambar 2.6. Ilustrasi mekanisme kerja reaksi enzimatik (A) Contoh reaksi enzim yang tidak
membutuhkan kofaktor/koenzim. (B) Contoh reaksi enzim yang membutuhkan kofaktor/koenzim.
Penggolongan Enzim
Hal yang sangat penting bagi enzim ialah kerjanya yang sangat spesifik. Suatu enzim [E] dapat
mengkatalisis satu atau beberapa reaksi saja melalui interaksi dengan substrat [S] tertentu.
Meskipun jumlah enzim ada ribuan yang berasal dari makhluk hidup, reaksi-reaksi yang dikatalisis
oleh enzim-enzim ini ternyata dapat digolongkan ke dalam 7 macam reaksi saja. Berdasarkan itu,
klasifikasi terbaru dari International Union of Biochemistry and Molecular Biology (IUBMB, 2018)
telah menggolongkan enzim ke dalam 7 kelas, sesuai dengan jenis reaksi yang dikatalisis,
sebagaimana terlihat pada table dibawah ini.
Semua reaksi kimia memiliki penghalang energi, yang disebut energi aktivasi. Energi aktivasi
diartikan sebagai jumlah energi yang diperlukan untuk mengganggu stabilitas molekul sehingga
reaksi dapat terjadi.
Gambar 2.7. Reaksi yang berlangsung dengan enzim (garis putus-putus) membutuhkan energi
aktivasi (ΔG) lebih sedikit untuk mencapai keadaan transisi (transition state), dibandingkan reaksi
tanpa enzim.
Kinetika Enzim
Kinetika enzim adalah studi tentang mekanisme enzim melalui penentuan laju reaksi dalam
berbagai kondisi. Laju reaksi bergantung pada beberapa faktor termasuk konsentrasi substrat dan
enzim, suhu, pH, dan keberadaan inhibitor. Tujuan dari uji kinetik adalah untuk memodelkan
reaction rate/laju reaksi [V] sebagai fungsi dari konsentrasi substrat [S] seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 2.8A. Berdasarkan prinsip Michaelis-Menten reaksi menunjukkan peningkatan laju
jika [S] dinaikkan; namun, peningkatan ini berkurang saat laju mendekati kecepatan maksimum,
Vmax. .Oleh karena itu perlu untuk mengukur laju pada beberapa konsentrasi substrat yang
berbeda. Untuk setiap konsentrasi substrat, kurva kemajuan (Gambar 2.8B) dapat menunjukkan
jumlah produk yang terbentuk sebagai fungsi dari waktu. Seperti yang ditunjukkan gambar
tersebut, laju reaksi umumnya konstan dan linear di awal reaksi, namun laju akan menurun saat
substrat habis dan kurva kemajuan mencapai titik stabil. Karena [S] berubah selama reaksi, maka
kecepatan awal (V0) reaksi diukur dan di plot terhadap konsentrasi substrat. V0 diukur sebagai
kemiringan kurva kemajuan di awal reaksi, ketika kurva kemajuan masih linier.
Gambar 2.8. (A) Kurva saturasi Michaelis-Menten. Pada konsentrasi substrat yang rendah, kurva
menjadi curam; namun, pada konsentrasi yang lebih tinggi kurva mendatar (plateau), dan laju
mendekati Vmax. Km sama dengan konsentrasi substrat di mana laju reaksinya adalah (½)Vmax.
Vmax = laju reaksi maksimum, Km = konstanta Michaelis (B) Kurva kemajuan reaksi enzimatik
umum. Tampak bahwa semakin lama berlangsung reaksi enzim, substrat berkurang sedangkan
produk meningkat.
Model Michaelis-Menten adalah model sederhana reaksi enzimatik yang didasarkan pada 2
asumsi berikut:
Asumsi pertama menyiratkan bahwa reaksi enzimatik terdiri dari 4 reaksi berbeda: pembentukan
[ES] dari [E] dan [S], disosiasi [ES] menjadi [E] dan [S], disosiasi [ES] menjadi [E] dan [P], dan
pembentukan [ES] dari [E] dan [P]. Laju reaksi biasanya diukur di awal reaksi, di mana tidak ada
jumlah [P] yang signifikan yang terbentuk; oleh karena itu, laju pembentukan [ES] dari [E] dan [P]
dapat diabaikan:
Reaksi di atas menyiratkan bahwa laju pembentukan produk, yaitu laju reaksi, diberikan oleh:
V = k2 • [ES].
Ketika hampir semua enzim merupakan bagian dari kompleks enzim-substrat, reaksi mendekati
kecepatan maksimumnya (Vmax). Dalam reaksi di atas, k2 adalah langkah pembatas laju, dan Vmax
karenanya dapat dinyatakan sebagai [E] • k2. Konstanta pembatas laju juga disebut Kcat, dan
dalam reaksi di atas kcat = k2. Artinya, Vmax = kcat • [E]. Asumsi dan definisi yang disebutkan di
atas mengarah pada persamaan berikut, yang dikenal sebagai persamaan Michaelis-Menten:
Dimana Vmax = laju reaksi maksimal dimana semua enzim telah mengikat substrat
Km = konstanta Michaelis Menten, yang merupakan konsentrasi substrat yang bisa menghasilkan
setengah dari nilai Vmax (1/2 Vmax).
Kcat = konstanta kinetic (turnover number) merupakan jumlah substrat yang dikonversi menjadi
produk per unit waktu saat enzim telah tersaturasi dengan substrat.
Seperti molekul protein lainnya sifat biologis enzim sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan
kimiawi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim antara lain suhu, pH, oksidasi oleh udara
atau senyawa lain, penyinaran ultraviolet, sinar X, α, β dan γ. Disamping itu, kecepatan reaksi
enzimatik dipengaruhi oleh konsentrasi maupun substratnya.
1. Pengaruh suhu
Suhu rendah mendekati titik beku tidak dapat merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja.
Dengan kenaikan suhu lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum
pada suhu tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena
mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum.
Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37 oC. Sebagian besar enzim
menjadi tidak aktif pada pemanasan ± 60 oC karena terjadi denaturasi. Kecuali enzim-enzim
tertentu yang diekstrasi dari bakteri-bakteri yang hidup pada sumber air panas seperti Taq-
polimerase yang digunakan pada reaksi polimerisasi DNA secara in vitro (metode PCR).
2. Pengaruh pH
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktifitas enzim pada beberapa
macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktifitas
maksimum pada pH antara 5 sampai 9. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada
pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin yang
mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum enzim akan terdenaturasi.
Selain itu pada keadaan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan
listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat. Enzim memiliki pH
optimum, yang bergantung pada komposisi enzim. Hal ini disebabkan oleh sifat rantai samping
asam amino dari enzim: beberapa rantai samping perlu diprotonasi atau dideprotonasi untuk
membuat enzim yang berfungsi. Apakah rantai samping asam amino terprotonasi atau
terdeprotonasi tergantung pada pKa rantai samping dan pH larutan. Misalnya, histidin memiliki
pKa 6.0, yang berarti sebagian besar terprotonasi pada pH <6.0 dan sebagian besar
terdeprotonasi pada pH> 6.0. Perhatikan bahwa pKa rantai samping dapat diubah oleh lingkungan;
oleh karena itu pKa rantai samping pada enzim biasanya tidak sama dengan asam amino bebas.
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik. Dapat dikatakan
bahwa kecepatan reaksi enzimatik (V) berbading lurus dengan konsentrasi enzim (E). Makin besar
konsentrasi enzim reaksi makin cepat.
Pada suatu reaksi enzimatik bila substrat diperbesar, sedangkan kondisi lainnya tetap, maka
kecepatan reaksi (V) akan meningkat sampai suatu batas kecepatan maksimum (V). Makin
banyak kompleks enzim-substrat terbentuk, makin cepat reaksi berlangsung sampai pada batas
kejenuhan enzim-substrat. Pada kondisi substrat melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi
akan konstan. Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk kompleks enzim-
substrat. Pada penambahan jumlah substrat tidak menambah jumlah kompleks enzim-substrat.
Penghambat enzim adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, dan pengetahuan tentang
inhibitor dapat digunakan dalam pengembangan obat atau dalam studi jalur biokimia. Berdasarkan
mekanisme kerjanya inhibitor enzim dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar:
1. Competitive inhibitor: bekerja dengan cara bersaing dengan substrat untuk mengikat situs
aktif enzim. Bila inhibitor berhasil mengikat enzim, maka jumlah substrat yang mengikat
berkurang, dan terjadi penurunan kecepatan reaksi enzim. Km meningkat, Vmax tidak
berubah.
2. Uncompetitive inhibitor: mengikat kompleks enzim-substrat di situs yang berbeda dari situs
aktif. Km menurun, Vmax menurun.
3. Noncompetitive (mixed) inhibitor: dapat mengikat enzim maupun kompleks enzim-substrat
di tempat yang berbeda dari situs aktif. Km tidak berubah, Vmax menurun.
Plot Lineweaver-Burk dari data kinetik dapat mengungkapkan jenis penghambatan yang dilakukan
oleh penghambat. Axis-y menunjukkan 1/V0 dan axis-x menunjukkan 1/[S]. Terjadi pertemuan
(interception) y-axis pada 1/Vmax dan x-axis pada -1/Km. Melalui analisis Vmax dan Km jenis inhibisi
enzim dapat ditentukan.
Enzim Alkohol Dehidrogenase (ADH) dan perannya dalam Alcohol Flush Sndrome
Alkohol dehidrogenase (ADH) mengkatalisis oksidasi substrat yang mengandung gugus hidroksil,
termasuk etanol. Sehingga enzim ini berperan dalam mengkatalisis langkah pertama dalam
metabolisme alkohol pada manusia. Agar alkohol yang dikonsumsi dapat dimetabolisme lebih
lanjut, enzim ADH mengkatalisis perubahan substrat etanol menjadi produk asetaldehida. Reaksi
ini membutuhkan kofaktor berupa oksidator nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+). NAD+
adalah ko-enzim yang bertindak sebagai akseptor elektron, menerima 2 elektron dan H+ dari
etanol. Jadi, ADH mengkatalisasi reaksi berikut:
ADH
Seperti yang terlihat pada reaksi diatas, enzim ADH membutuhkan kofaktor NAD+ agar dapat
berfungsi. Kofaktor ini bekerja sebagai akseptor elektron, dengan cara mengambil ion hidrida H-
dari etanol agar asetaldehida dapat terbentuk. Dalam proses ini, NAD+ direduksi menjadi NADH.
Dalam tiap reaksi, satu ethanol dikonversi menjadi satu asetaldehida, dan satu molekul NAD+
dikonversi menjadi NADH. NAD+ berasal dari vitamin niacin. Kofaktor dapat berupa ion anorganik,
seperti ion Zn2+ yang dibutuhkan oleh ADH, atau dapat berupa molekul organik atau metaloorganik
yang lebih kompleks. Jika kofaktor terikat erat (kadang kovalen) ke enzim, maka disebut gugus
prostetik.
Manusia memiliki beberapa versi (isozim) ADH yang berbeda. Dua di antaranya, yang disebut
ADH1B*1 (wild-type, fenotipe umum) dan ADH1B*2 (mutant), berbeda hanya pada 1 residu asam
amino di situs aktif pada posisi 47, dimana ADH1B*1 memiliki residu arginin sedangkan ADH1B*2
memiliki residu histidin pada posisi tersebut. Walaupun demikian, 2 isozim tersebut menunjukkan
perbedaan yang signifikan dalam sifat kinetik. ADH1B*2 lebih umum di antara orang Asia Timur,
sedangkan ADH1B*1 umum di antara Kaukasia.
Perbedaan kinetik disebabkan oleh sifat kimia arginin dan histidin. Arginin dalam ADH1B*1
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus pirofosfat NAD+, namun residu histidin dalam ADH1B*2
tidak mampu membentuk ikatan sekuat itu. Ini berarti ADH1B*2 tidak mengikat NAD+ sekuat
ADH1B*1, menyebabkan nilai Km lebih tinggi untuk ADH1B*2. Dengan kata lain, terjadinya
perbedaan asam amino pada situs aktif akibat mutasi DNA, akan berdampak pada proses
pengikatan enzim dengan kofaktor, dan menyebabkan perubahan kinetika enzim. Langkah
penentu laju reaksi keseluruhan adalah disosiasi NADH; oleh karena itu, angka Vmax dari ADH1B*2
lebih tinggi, karena NADH tidak terikat secara ketat. Selain itu, karena nilai pKa histidin lebih
rendah dari arginin, maka pH optimal ADH1B*2 (8.5) lebih rendah dibandingkan dengan ADH1B*1
(10.0).
Individu yang memiliki isozim ADH1B*2 mengalami kondisi yang disebut Alcohol Flush Syndrome.
Kondisi ini menyebabkan kulit kemerahan dan gejala mabuk setelah konsumsi alkohol dalam
jumlah sedikit. Gejala ini disebabkan oleh peningkatan kadar asetaldehida dalam darah, yang
disebabkan oleh aktivitas ADH1B*2 yang lebih tinggi daripada ADH1B*1.
Substrat untuk alkohol dehidrogenase (ADH), enzim yang akan dikerjakan dalam praktikum ini,
adalah etanol. Namun, ADH juga dapat mengikat substrat lain dengan struktur yang mirip dengan
metanol. Mirip dengan cara etanol diubah menjadi asetaldehida, metanol diubah menjadi
formaldehida oleh ADH. Formaldehida adalah senyawa yang sangat beracun; jumlah yang lebih
kecil dari metanol dapat menyebabkan kebutaan, sedangkan jumlah yang lebih besar dapat
mematikan. Jadi, alkohol dehidrogenase adalah contoh enzim yang kurang spesifik dengan
afinitas untuk beberapa substrat. Beberapa enzim sangat spesifik dan hanya akan mengkatalisasi
1 reaksi, sedangkan yang lain, seperti ADH, lebih fleksibel.
Gunakan simulator untuk mencari berapa konsentrasi enzim optimal yang dibutuhkan untuk
bereaksi dengan 16 uM ethanol (EtOH) dalam waktu 130 detik (cari lah konsentrasi enzim optimal
yang dapat membantu reaksi mencapai Vmax tertinggi pada detik ke-130 reaksi).
Checkpoint 6 – Optimasi pH dan Suhu
1. Disini anda akan merubah pH dan suhu untuk melihat pengaruhnya pada kinetika reaksi.
2. Tentukan pH optimal untuk enzim ADH, yaitu pH yang dapat memberikan Vmax tertinggi.
3. Tentukan suhu optimal untuk enzim ADH, yaitu yang dapat memberikan Vmax tertinggi.
Checkpoint 7 – Diskusi topik di rumah sakit
Berinteraksilah dengan dokter penganggungjawab seorang pasien Alcohol Flush Syndrome untuk
mempelajari penyakit ini. Pasien ini masuk rumah sakit setelah mengalami intoksikasi alkohol
(mabuk), walaupun cuma mengonsumsi alkohol dalam jumlah sedikit. Setelah diskusi selesai,
anda akan memeriksa enzim ADH pasien untuk menilai apakah enzim ADH pasien bermasalah,
sehingga menyebabkan intoksikasi yang tidak wajar tersebut.
Checkpoint 8 – Bandingkan antara ADH wild-type dan ADH mutant
1. Di laboratorium, telah disiapkan dua jenis enzim ADH sebagai pembanding: wild-type
(ADH1B*1) dan mutant (ADH1B*2) ADH, dengan konsentrasi masing-masing enzim 0.1
mg/mL. Anda akan menilai performa kedua jenis enzim ADH, dan menggunakan data
tersebut sebagai pembanding untuk data enzim ADH pasien. Gunakan simulator untuk
membandingkan kecepatan reaksi kedua jenis ADH pada satu konsentrasi yang sama
untuk melihat perbedaannya. Manakah yang lebih cepat reaksinya?
2. Gunakan data hasil eksperimen untuk mengukur Vmax. Anda dapat menentukan nilai Vmax
secara kualtitatif berdasarkan data axis-y pada grafik Michaelis-Menten. Perhatikan
perbedaan unit (mM, µm) yang digunakan pada grafik, dan unit pada pilihan jawaban.
3. Gunakan data hasil eksperimen untuk mengukur Km. Anda dapat melihat Km pada axis-x
setelah menemukan titik ½ Vmax.
Cara kerja
1. Siapkan 6 pasang tabung reaksi yang bersih.
a. Pasangan tabung pertama ditempatkan dalam bejana yang berisi es (0oC).
b. Pasangan kedua ditempatkan dalam bejana berisi air, yang suhunya
dipertahankan tetap 25 oC.
c. Pasangan tabung ketiga ditempatkan di rak tabung pada suhu ruang.
d. Pasangan tabung keempat ditempatkan dalam penangas air yang suhunya
dipertahankan tetap 37oC.
e. Pasangan tabung kelima ditempatkan dalam penangas air yang suhunya
dipertahankan tetap 60oC.
f. Pasangan tabung keenam ditempatkan dalam penangas air mendidih (100oC).
g. Tiap pasangan tabung diberi tanda ‘B’ untuk blanko & ‘U’ untuk uji. Keram
pasangan tabung pada setiap suhu selama paling sedikit 5 menit.
Air suling 8 mL 8 mL
Segera baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan (∆A) antara
tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U dari tiap suhu.
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
0 oC
25 oC
Suhu ruang (...oC)
37 oC
60 oC
100 oC
Cara kerja
1. Siapkan 6 pasang tabung reaksi bersih. Tiap pasangan tabung diberi tanda ‘B’ untuk blanko
dan ‘U’ untuk uji
2. Pipetkan kedalam tiap-tiap tabung :
Larutan iodium 1 mL 1 mL
Air suling 8 mL 8 mL
3. Segera baca serapan (A) pada panjang gelombang 680 nm. Hitung selisih serapan (∆A)
antara tabung B (pada t = 0 menit) dengan tabung U dari tiap pH.
Hasil percobaan: (Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan hasil pengukuran anda!)
pH Abs Blanko (B) Abs Uji (U) ∆Abs/MENIT (V)
1
3
5
7
9
11
Cara kerja
1. Siapkan 5 pasang tabung reaksi yang bersih. Tiap pasangan tabung diberi tanda ‘B’ untuk
blanko dan ‘U’ untuk uji.
2. Pipetkan kedalam tiap-tiap tabung :
Pengenceran Enzim Abs Blanko (B) Abs Uji (U) ∆Abs/MENIT (V)
500x
400x
300x
200x
100x
Kesimpulan:
- Siapkan lagi tabung reaksi bersih & kering. Masukkan 5 ml larutan ureum 1%.
Tambahkan 1 tetes fenolftalein 1%
- Lalu masukkan 1 ml larutan urease yang telah dipanaskan & didinginkan diatas
dan ditutup. Disini tidak akan timbul warna merah karena pada pemanasan urease
tadi menyebabkan enzim menjadi tidak aktif
c. Percobaan diatas kita kerjakan lagi dengan larutan urease yang telah ditetesi larutan
sublimat (HgCl2 1%). Cara kerjanya sebagai berikut:
- Siapkan tabung reaksi yang berisi 2 ml urease dan tambahkan 1 tetes larutan
sublimat (HgCl2 1%)
- Siapkan lagi tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 5 ml larutan ureum 1%.
Tambahkan 1 tetes fenolftalein 1%. Lalu masukkan 1 ml larutan urease yang telah
ditetesi sublimat
- Disini tidak akan timbul warna merah karena logam-logam berat menyebabkan
denaturasi enzim.
Kesimpulan:
Dalam susu terdapat semacam enzim dehidrogenase yaitu Schardinger. Enzim ini
sanggup mengambil hydrogen dari aldehid dan sebagai H akseptor digunakan biru metil.
Percobaan ini menggunakan campuran biru metil dan formaldehid yang dibuat dari 25 mg
biru metil dilarutkan dalam 195 ml akuades dan kedalamnya ditambahkan 5 ml formaldehyde
40 %. Sediakan 3 tabung reaksi yaitu tabung a, b, dan c
- Tabung reaksi A diisi dengan 5 ml susu ditambah dengan 5 tetes campuran biru metil dan
formaldehyde kemudian dikocok. Kemudian ditambahkan sejumlah parafin liquid
- Tabung reaksi B diisi dengan 5 ml susu ditambah tetes campuran biru metil dan formaldehyde
- Tabung reaksi C diisi dengan 5 ml susu yang terlebih dahulu dimasak dan didinginkan kembali
ditambahkan 5 tetes campuran biru metil dan formaldehyde kemudian dikocok. Kemudian
tambahkan sejumlah parafin liquid
- Ketiga tabung reaksi tersebut dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 37oC– 40oC
- Gambarlah hasil percobaan dari ketiga tabung tersebut. Buatlah kesimpulan dari setiap
percobaan
Gambarlah hasil percobaan dari ke-3 tabung tersebut
Kesimpulan:
Kesimpulan:
TOPIK 1 – BIONFORMATIKA
A. SASARAN PEMBELAJARAN
B. DASAR TEORI
Bioinformatika
Bioinformatika adalah bidang multidisiplin yang melibatkan ilmu komputer, statistik, matematika, dan
teknik untuk menganalisis dan menyajikan data biologis agar dapat lebih memahami rangkaian DNA,
RNA, atau urutan protein tertentu. Penggunaan umum untuk bioinformatika termasuk identifikasi gen
dan nukleotida. Ilmuwan telah menggunakan Bioinformatika di bidang medis selama bertahun-tahun
untuk menjelaskan penyakit terkait genetik dengan lebih baik melalui proses analisis sekuens, anotasi
genom, dan banyak lagi.
Dengan kemajuan dalam Bioinformatika, analisis DNA, RNA, dan protein yang dulunya dilakukan
secara manual sekarang dapat dilakukan secara otomatis dan jauh lebih efisien, dengan bantuan
beberapa program dan tools. Salah satu contoh paling prominen adalah database BLAST, yang berisi
variasi lebih dari 260.000 organisme, dan lebih dari 19 miliar nukleotida. Sejauh ini, ribuan rangkaian
DNA dari ribuan organisme telah diterjemahkan dan disimpan di beberapa database lain. Urutan ini
memberikan informasi yang kemudian digunakan untuk menentukan gen yang menyandikan
polipeptida (protein), gen RNA, urutan pengatur, dan urutan berulang. Ini juga memungkinkan analisis
komparatif gen dalam spesies atau antara spesies yang berbeda, atau untuk menunjukkan kesamaan
antara fungsi protein, dan hubungan antar spesies. Anotasi adalah contoh fungsi lain dari
Bioinformatika. Hal ini memungkinkan penemuan gen secara komputasi untuk mencari gen pengkode
protein, gen RNA dan urutan fungsional lainnya di dalam genom.
Tools Bioinformatika
Dalam praktikum ini, anda akan mengeksplorasi kegunaan beberapa tools bioinformatika seperti:
Format FASTA
Dalam bioinformatika dan biokimia, format FASTA adalah format berbasis teks untuk mewakili urutan
nukleotida atau urutan asam amino (protein), di mana nukleotida atau asam amino direpresentasikan
menggunakan kode huruf tunggal. Format ini juga memungkinkan nama urutan dan komentar untuk
mendahului urutan. Formatnya berasal dari paket perangkat lunak FASTA, tetapi sekarang telah
menjadi standar yang hampir universal di bidang bioinformatika
C. PRAKTIKUM BIOINFORMATIKA
Tugas anda adalah untuk mencari tahu informasi tentang sekuens tersebut dengan menjawab
pertanyaan berikut ini:
1. Identifikasi sekuens (BLAST): tujuan dari tahap ini adalah untuk melakukan alignment
sekuens anda dengan sekuens yang tersimpan dalam database BLAST.
d) Perhatikan hasil yang diperoleh, berapa persen kemiripan sekuens anda dengan sekuens
yang ada dalam BLAST? Dan berasal dari spesies apa? Apa yang menentukan
persentase kemiripan tersebut?
e) Pilih hasil yang paling mirip dengan sekuens anda, catat nama sekuens dan sequence ID
nya
2. Melihat anotasi gen, identifikasi bagian-bagian gen, dan sekuens mRNA serta protein
yang dihasilkan oleh gen (NCBI Gene/NCBI GenBank/NCBI Genome)
a) Gunakan sequence ID untuk mencari informasi tentang gen anda.
b) Pada kromosom berapakah gen ini dapat ditemukan? Gunakan Genome Data Viewer
untuk melihat lokasi gen anda pada genom.
c) Ada berapa exon pada gen tersebut? Anda juga dapat menggunakan Grafik pada NCBI
Genbank untuk melihat lokasi exon nya.
d) Apakah nama protein yang diekspresikan oleh gen tersebut?
e) Carilah sekuens mRNA dan sekuens peptida dari gen ini.
f) Ada berapa sekuens peptida yang dihasilkan setelah translasi gen tersebut? Salin sekuens
peptida untuk selanjutnya dianalisis menggunakan tools Prosite
3. Identifikasi fungsi protein (Prosite)
a) Apa nama protein yang dihasilkan? Apa nomor identifikasi Prosite nya?
4. Your turn to explore! Masih ingatkah anda dengan beberapa nama enzim atau protein
lain yang pernah anda pelajari sebelumnya?
a) Pilih satu enzim atau protein.
b) Carilah sekuens DNA dari protein anda di NCBI Nucleotide.
c) Lakukan eksplorasi dengan menggunakan tools bioinformatika yang telah kita gunakan di
atas.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
berikut:
https://youtu.be/u7GPSbUuNdw
Gambar 2.1. Struktur DNA. DNA membentuk heliks ganda yang terdiri dari dua untai antiparalel
(kiri) dan terdiri dari pasangan nukleotida, dibentuk oleh timin-adenin dan guanin-sitosin (kanan).
Ada beberapa jenis DNA, antara lain DNA genom, mitokondria, dan komplementer:
1. DNA genomic (DNA nukleus) adalah urutan DNA lengkap, termasuk DNA pengkode protein
(ekson) dan non-pengkode (intron). Manusia memiliki persentase DNA non-coding yang tinggi
(98%) dalam genom yang penting untuk regulasi gen. Semua sel somatik dalam tubuh kita
akan memiliki urutan DNA genom yang sama kecuali jika telah terjadi mutasi atau
penyimpangan somatik selama hidup.
2. DNA mitokondria ditemukan di dalam mitokondria sel dan berbeda dari DNA inti karena
diwariskan secara maternal.
3. DNA komplementer (cDNA) tidak ditemukan di dalam sel tetapi dibuat dengan reverse-
transcription RNA dalam tabung reaksi. RNA pertama-tama diisolasi dari sel dan kemudian
ditranskripsi balik menjadi cDNA. RNA yang diisolasi dari sel mengandung RNA ribosom, RNA
transfer, dan RNA messenger. Dengan menganalisis RNA messenger yang terkandung di
dalam sel, kita dapat mengetahui gen mana yang aktif saat sel diisolasi. RNA mudah
terdegradasi sehingga ditranskripsi balik menjadi cDNA yang jauh lebih stabil. cDNA
digunakan dalam metode PCR kuantitatif untuk mengukur tingkat ekspresi gen.
Karena DNA tersimpan di inti sel eukariotik, maka DNA dapat diambil dari setiap sampel sel, kecuali
dari sel darah merah yang tidak memiliki nukleus. Ketika sampel DNA diperlukan, sampel darah
diambil, dan DNA diekstraksi dari sel darah putih. Pengambilan sampel juga dapat diambil dari
usap/swab mulut (berisi sel epitel) atau beberapa folikel rambut.
Daerah VNTR dan STR dapat ditemukan pada beberapa situs variasi di genom manusia, dan terdapat
jumlah pengulangan (repeat) berbeda antara individu. Ini menjadikannya penanda molekuler yang
berguna untuk genetika populasi, studi penetapan orang tua, dan ilmu forensik. Perbedaan jumlah
pengulangan tandem muncul karena kesalahan dalam replikasi DNA genomik. Jumlah pengulangan
VNTR dan STR berbeda di antara individu karena mutasi yang terakumulasi dari generasi ke generasi.
Kombinasi unik pada daerah genom yang variabel ini membentuk profil DNA. Untuk mengidentifikasi
profil DNA seseorang, kita harus melihat DNA di daerah tertentu ini. Pendekatan yang paling umum
untuk melakukannya adalah dengan melakukan analisis STR.
Gambar 2.2. Contoh STR dan VNTR pada satu situs variasi
PCR adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan miliaran salinan urutan DNA tertentu, atau
dengan kata lain meng-amplifikasi sampel DNA. PCR merupakan suatu metode untuk mereplikasi
DNA secara in vitro. Prinsip kerja PCR sama dengan mekanisme replikasi DNA secara in vivo yang
melibatkan beberapa jenis enzim. Namun, tidak semua enzim tersebut dapat dengan mudah diisolasi
dari suatu organisme. Sehingga, terdapat beberapa modifikasi metodologi untuk melakukan replikasi
DNA secara in vitro melalui PCR. Tabel 1 menunjukkan perbedaan antara replikasi DNA in vivo dan
amplifikasi DNA secara in vitro menggunakan PCR.
Reaksi PCR sangat spesifik, dan hanya akan menghasilkan salinan urutan yang diinginkan dari cetakan
(sampel) DNA. Spesifisitas ini ditentukan oleh primer, yang dirancang untuk melekat (anneal) pada
situs tertentu di DNA.
1. Primer: primer adalah fragmen pendek (18-25 nukleotida) DNA atau RNA yang digunakan
untuk memulai sintesis DNA oleh DNA polimerase. Primer akan mengikat pada urutan DNA
komplementer-nya dan menandai awal amplifikasi DNA. Desain primer sangat penting untuk
berhasil meng-amplifikasi situs yang diinginkan. Primer menentukan panjang produk PCR
dengan membatasi sisi-sisinya fragmen target. Ketika primer terikat (anneal), polimerase juga
dapat mengikat DNA di ujung 3 'primer dan menyalin untai cetakan DNA.
Gambar 2.3. Dua jenis primer dalam PCR adalah Forward dan Reverse primer, yang mengapit
daerah (situs) target yang akan di-amplifikasi
Saat melakukan percobaan PCR, anda harus ekstra hati-hati terhadap potensi kontaminasi. PCR
adalah teknik yang sangat sensitive untuk mengamplifikasi DNA. Ini berarti bahwa jika Anda memiliki
kontaminasi kecil (misalnya DNA yang berasal dari sampel lain), DNA ini juga dapat diamplifikasi,
bersaing dengan templat asli dan mempengaruhi hasil eksperimen Anda. Untuk mencegah
kontaminasi, selalu gunakan sarung tangan, jaga kebersihan daerah kerja, mengganti tip pipet,
mengikat rambut, dan menghindari batuk atau bersin di sekitar meja kerja PCR.
Prosedur PCR membutuhkan banyak siklus berulang agar dapat dihasilkan miliaran salinan DNA.
Setiap siklus PCR mencakup tiga langkah berbeda yang ditentukan oleh suhu:
1. Langkah denaturasi (95ºC): pada suhu tinggi ini, ikatan hidrogen yang menyatukan dua untai
DNA diputus. Template DNA untai tunggal sekarang tersedia untuk disalin.
2. Langkah annealing (5-10ºC di bawah primer dengan Tm yang lebih rendah): pada suhu anneal,
potongan DNA pendek yang disebut primer mengikat di situs komplementer pada DNA
cetakan. Primer menentukan urutan target, yang merupakan situs spesifik DNA yang akan
disalin. Temperatur anneal dihitung dari komposisi primer (jumlah nukleotida serta jumlah
guanin dan sitosin).
3. Langkah ekstensi (72ºC): pada suhu 72ºC, enzim DNA polimerase bekerja menyalin DNA.
Enzim ini mengenali ujung 3′ dari primer yang terikat ke untai template dan mulai menyalin
DNA template dari arah 5’.
4. Semua siklus dilakukan tanpa intervensi di mesin PCR, yang dapat mengubah suhu secara
otomatis setelah setiap langkah. Pada akhir satu siklus, bagian dari untai DNA awal telah
berlipat ganda jumlahnya. Pada akhir, misalnya, 30 siklus, yang merupakan angka yang
biasanya dilakukan saat melakukan PCR, setidaknya 1 miliar (230) salinan dari urutan target
akan ada di dalam tabung.
Gambar 4.5 Langkah-langkah dalam percobaan PCR. PCR terdiri dari tiga langkah: 1.
Denaturasi, 2. Anneal, dan 3. Ekstensi. Langkah-langkah tersebut diulang berkali-kali
(seringkali 30), menghasilkan milyaran salinan DNA dari situs genomik tertentu.
Hasil percobaan PCR adalah jutaan salinan wilayah DNA yang diapit oleh primer. Ukuran fragmen yang
diperkuat kemudian akan ditentukan oleh primer. Misalnya, pada Gambar 2.3, tampak bahwa produk
PCR A akan menjadi 200 bp, produk PCR B akan menjadi 900 bp, C akan menjadi 700 bp dan D 400
bp. Untuk melihat fragmen ini, teknik lain seperti elektroforesis gel perlu digunakan.
Elektroforesis gel adalah metode untuk memisahkan makromolekul bermuatan (DNA, RNA, atau
protein) dengan ukuran berbeda untuk memperkirakan panjangnya. Karena asam nukleat adalah ion
bermuatan negatif pada pH netral, teknik ini sering digunakan untuk memisahkan molekul DNA atau
RNA. Ini diperlukan, misalnya, dalam kasus pembuatan profil DNA atau untuk mempelajari integritas
RNA. Proses elektroforesis juga berguna untuk mengisolasi dan mengekstrak fragmen DNA dengan
ukuran tertentu.
Di lab virtual kita menggunakan mesin E-gel untuk melakukan elektroforesis gel. Dibutuhkan sampel
standar berupa tangga (ladder) atau berat molekul asam nukleat adalah campuran fragmen DNA atau
RNA dengan panjang yang diketahui. Ini digunakan sebagai skala untuk menentukan panjang fragmen
asam nukleat yang tidak diketahui saat melakukan eksperimen elektroforesis gel. Ukuran fragmen
ditentukan dengan menjalankan gel dengan tangga di sumur di sebelah sampel dengan panjang yang
tidak diketahui. Pita yang ditampilkan dari tangga DNA memiliki panjang yang telah ditentukan seperti
"100 bp", "500 bp" dan lainnya. Jika pita dari sampel yang tidak diketahui memiliki jarak yang sama
dalam gel dengan pita 500 bp, dapat diasumsikan bahwa fragmen yang tidak diketahui memiliki
panjang yang mendekati atau sama dengan 500 bp.
1. Matriks gel berpori setengah padat: biasanya adalah gel agarosa atau poliakrilamida. Di lab
virtual gel ini sudah disiapkan di dalam mesin elektroforesis gel.
2. Sampel DNA atau RNA: DNA atau RNA yang diisolasi dan diolah, dengan jumlah yang cukup
untuk terlihat dalam eksperimen elektroforesis gel. Dalam lab virtual, kita menggunakan
sampel DNA yang sudah diamplifikasi.
3. Buffer: berisi reagen warna untuk membantu memvisualisasikan seberapa jauh DNA atau RNA
telah bergerak selama elektroforesis gel. Reagen pewarna, misalnya xylene cyanol, cresol red,
bromophenol blue, atau orange G.
4. Reagen dengan viskositas tinggi, misalnya Ficoll, sukrosa, atau gliserol untuk membuat
sampel lebih kental dan lebih berat. Reagen ini dicampurkan ke sampel sebelum dimasukkan
ke dalam sumur (well) bersama dengan pewarna sampel.
5. Pewarna sampel: pewarna fluoresen dan mengikat asam nukleat ditambahkan ke campuran
gel selama persiapan.
6. Sampel standar berat molekul (ladder): Ini dijalankan bersama sampel DNA atau RNA untuk
memberikan referensi ukuran.
Berikut merupakan prinsip dan cara kerja gel elektroforesis (Gambar 4.6):
1. Langkah 1: dalam elektroforesis, elektroda positif ditempatkan di salah satu ujung lapisan gel,
dan anoda negatif di ujung lainnya. Lapisan gel dibentuk dengan sumur (well) kecil di salah
satu ujungnya, di mana fragmen DNA dan campuran reagen dimasukkan dalam sumur
tersebut.
2. Langkah 2: Ketika arus melewati gel, DNA yang bermuatan negatif bergerak melalui pori-pori
dalam gel menuju elektroda positif. Molekul DNA yang lebih kecil bergerak lebih cepat melalui
gel daripada molekul DNA yang lebih besar, menyebabkan pemisahan ukuran.
3. Langkah 3: Perbedaan kecepatan migrasi ini memisahkan fragmen berdasarkan ukuran.
4. Langkah 4: Setelah elektroforesis, DNA divisualisasikan dan muncul sebagai ‘band’ dari
fragmen DNA yang dikelompokkan dengan panjang yang sama. Hanya sejumlah besar DNA
(jutaan salinan) yang dapat divisualisasikan dengan metode ini. Ukuran sampel DNA dapat
diperkirakan dengan membandingkan jarak dengan tangga DNA
Melalui interpretasi hasil fragmen-fragmen pada gel, anda dapat menentukan pelaku pembunuhan
tersebut.
Checklist 1 - Pengambilan sampel
Ambil sampel darah dari TKP. Ingat bahwa sebelum anda dapat menggunakan sample, DNA harus
diekstraksi dulu dari sampel darah.
Checklist 3 - Mencampur reagen untuk reaksi PCR
1. Pada workbench 1, gunakan sarung tangan
2. Buka PCR kit, dan ambil tabung PCR
3. Ambil pipet dan tip baru. Dalam tabung PCR, campurkan primer, nukleotida, dan sampel DNA
(purified) dari suspek pelaku di TKP. Ingat untuk mengganti tip setiap kali anda mengambil
reagen baru untuk mencegah kontaminasi. Terakhir, ambil DNA polymerase yang ada dalam
kotak es. Masih ingatkah kenapa kita mencampur enzim pada tahap terakhir persiapan reaksi?
4. Masukkan tabung PCR ke dalam mesin PCR dan tekan “start”
5. Perhatikan animasi tentang proses molekuler yang terjadi dalam tabung reaksi anda, dan
jawablah kuiz.
6. Setelah amplifikasi DNA selesai, keluarkan tabung PCR dari mesin dan letakkan di rak
Checklist 4 - Gunakan metode electrophoresis untuk menganalisis hasil DNA Profile
1. Di hadapan anda terdapat rak PCR yang berisi 5 tabung PCR yang berisi: sampel pelaku dari
TKP, DNA dari 3 suspek utama, dan satu control berupa DNA ladder.
2. Gunakan pipet untuk memasukkan satu per satu isi 5 tabung PCR ke dalam well
elektroforesis. Lalu klik “start”
3. Perhatikan hasil elektroforesis, dan tentukan suspek mana yang memiliki hasil yang mirip
dengan hasil DNA pelaku dari TKP
4. Tentukan pelakunya berdasarkan hasil anda!
TOPIK 1 – IMUNOLOGI
A. SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dasar sistem imun sebagai salah satu metode analisis
imunokimia yang dapat digunakan untuk keperluan diagnostik ataupun riset.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi antigen-antibodi dan applikasinya dalam golongan
darah sistem ABO dan rhesus.
3. Mahasiswa mampu mengintegrasikan dan menerapkan prinsip reaksi imun dengan Blok
pembelajaran berbasis kasus-kasus penyakit terkait selanjutnya.
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
dibawah ini:
https://youtu.be/lZAykLB2pPg
B. DASAR TEORI
Pendahuluan
Sistem kekebalan merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak sel dan molekul dengan satu
tujuan, yaitu: membedakan antara unsur dirinya sendiri (self) dan unsur asing (non self). Terdiri atas 2
strategi: (1) respon kekebalan humoral, (2) respon kekebalan seluler; dan keduanya saling
berhubungan. Unsur respon kekebalan humoral adalah antibodi (imunoglobulin). Sedangkan unsur
kekebalan seluler adalah limfosit T yang membunuh sel yang menunjukkan motif asing pada
permukaannya.
Pendahuluan
Antibodi (imunoglobulin) adalah protein yang disintesis oleh hewan/manusia sebagai respon terhadap
substansi asing. Antibodi ini disekresi oleh sel plasma yaitu sel yang diturunkan dari sel limfosit B (sel
B). Antibodi, juga dikenal sebagai imunoglobulin (Ig), yang merupakan protein besar berbentuk Y yang
dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasi dan menetralkan zat atau patogen
berbahaya, seperti bakteri atau virus. Tiap antibodi mempunyai afinitas spesifik terhadap
makromolekul asing (antigen/imunogen) yang memicu sintesis antibodi tersebut. Afinitas spesifik suatu
antibodi tidaklah untuk seluruh permukaan antigen tetapi untuk suatu situs khusus yang disebut
determinan antigenik atau epitop. Bagian antibodi yang dapat berikatan dengan epitop antigen disebut
paratop. Antigen adalah molekul atau senyawa yang dapat menyebabkan atau menghasilkan respon
imun (disebut imunogenik) dan dapat bereaksi spesifik dengan antibodi yang mengenalinya (disebut
antigenik).
Sifat saling komplementer antara antigen dan antibodi inilah yang banyak dikembangkan menjadi
metode analisis imunokimia dalam riset maupun laboratorium klinik. Berbagai metode analisis
imunokimia telah dikembangkan untuk tujuan klinis sebagai alat bantu diagnostik dan terapeutik. Dua
di antaranya yang akan dilakukankan pada Praktikum II Biokimia Biomedik II kali ini. Yaitu: reaksi
aglutinasi yang bertujuan untuk menentukan ada-tidaknya hormon hCG dalam urine dan test golongan
darah yang bertujuan untuk memperlihatkan golongan darah yang berbeda-beda menurut sistem ABO.
Antibodi yang digunakan pada metode analisis imunokimia adalah antibodi monoklonal, yaitu antibodi
yang disekresikan oleh sel plasma dari sel limfosit yang berasal dari satu jenis klon sel sehingga hanya
dapat berikatan dengan satu jenis determinant antigenic. Antibodi monoklonal dapat diproduksi secara
in vivo (biasanya dengan menggunakan mencit), dapat pula diproduksi besar-besaran secara in vitro
sehingga dapat digunakan untuk tujuan komersil, misalnya pada pembuatan kit laboratorium. Pada
praktikum ini digunakan antibodi monoklonal anti-hCG untuk pemeriksaan urin wanita hamil dan anti-
A, anti-B, anti-AB untuk pemeriksaan penentuan golongan darah.
Struktur antibodi
Molekul antibodi terdiri dari empat polipeptida; dua rantai berat identik dan dua rantai ringan identik
yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Molekul antibodi berbentuk Y, dengan dua situs pengikatan
antigen di ujung Y. Rantai ringan dan berat keduanya berkontribusi pada situs pengikatan antigen
(antigen binding site = paratope). Area pada antibodi yang mengenali antigen unik disebut domain
variable (Fab) dan terletak di ujung terminal amino. Daerah variabel menunjukkan variasi yang cukup
besar dalam komposisi asam amino. Dasar antibodi terdiri dari domain konstan (Fc) yang terletak di
ujung terminal karboksil.
Gambar 1. Struktur antibodi. Bentuk Y dari suatu antibodi dibedakan menjadi daerah Fab dan Fc.
Daerah Fab berisi domain variabel yang mengikat antigen tertentu. Daerah Fc berisi situs pengikatan
untuk reseptor Fc endogen pada permukaan limfosit, dan juga merupakan tempat pengikatan untuk
antibodi sekunder.
Antigen
Antigen adalah molekul yang mampu mengikat produk respon imun, seperti antibodi. Imunogen
adalah molekul yang mampu mengikat komponen sistem kekebalan dan dengan demikian memicu
respons kekebalan. Oleh karena itu, imunogen harus merupakan antigen, tetapi antigen belum tentu
merupakan imunogen. Epitop yang ada di permukaan antigen memungkinkan pengenalan oleh
antibodi.
Kompleks antibodi-antigen
Kompleks antibodi-antigen adalah interaksi kimiawi antara antibodi dan antigen. Kompleks ini disebut
juga kompleks imun. Interaksi kimiawi terjadi antara epitop pada antigen dan paratope pada antibodi.
Ikatan non-kovalen yang lemah seperti interaksi elektrostatis, gaya Van der Waals, interaksi hidrofobik,
dan ikatan hidrogen terlibat dalam pembentukan kompleks antibodi-antigen.
Gambar 2. Antibodi mengikat antigen yang sesuai pada permukaan pathogen untuk membentuk
kompleks antigen-antibodi.
Antibodi dapat bersifat univalen, bivalen dengan multivalen, yang berarti mereka mengikat satu, dua
atau lebih epitop pada saat yang bersamaan. Kekuatan kompleks ini ditandai oleh dua parameter:
afinitas dan aviditas. Afinitas antibodi mengacu pada kekuatan total interaksi non-kovalen antara
paratop antibodi dan epitop antigen. Aviditas antibodi (atau disebut juga afinitas fungsional) mengacu
pada keseluruhan kekuatan interaksi antibodi multivalen dengan epitopnya.
Gambar 3. IgM yang multivalent memiliki aviditas lebih tinggi dari IgG walaupun afinitasnya rendah.
Dengan kata lain, ini adalah jumlah dari semua afinitas dalam kompleks antibodi-antigen. Aviditas
tinggi dapat mengimbangi afinitas rendah. Misalnya, pentamerik IgM memiliki afinitas yang lebih
rendah daripada IgG, tetapi memiliki aviditas yang lebih tinggi daripada IgG karena sifat multivalennya.
Gambar 5. Contoh kartu Eldon atau kartu tes golongan darah lengkap. Tiga bidang melingkar pada
bagian atas kartu diberi label dari kiri ke kanan: Anti-A, Anti-B, dan Anti-D. Tampah bahwa
agglutinasi telah terjadi di bidang Anti-A dan Anti-D, sedangkan pembekuan darah tidak terjadi di
bidang Anti-B. Di bawah lingkaran terisi keterangan pasien seperti nama dan tanggal lahir, serta hasil
golongan darah A positif pada kartu ini.
Transfusi darah
Dalam transfusi darah, sangat penting untuk mencocokkan darah yang didonorkan dengan golongan
darah pasien. Untuk alasan ini, tipe ABO dan status Rhesus (Rh) harus dipertimbangkan saat
mentransfer darah ke pasien. Menerima golongan darah yang salah menyebabkan aglutinasi sel darah
merah dan komplikasi imunologi lainnya. Tabel di bawah ini Anda meringkas jenis darah apa yang
dapat diterima atau di donorkan di antara berbagai jenis golongan darah. Menurut tabel, AB+ adalah
"reseptor universal", karena dapat menerima semua jenis darah dan O- adalah "donor universal",
karena mereka dapat mendonorkan darahnya kepada siapa saja tanpa risiko aglutinasi.
Ketidakcocokan Rhesus (Rh) adalah suatu kondisi yang terjadi selama kehamilan ketika ibu Rh- dan
bayinya Rh+. Jika anak pertama Rh+, sebagian darah janin dapat kontak dengan darah ibu, terutama
saat melahirkan. Sistem kekebalan ibu mengenali darah janin sebagai benda asing dan mulai
memproduksi antibodi terhadap antigen Rh. Ketidakcocokan Rh menyebabkan masalah pada
kehamilan berikutnya, jika anak Rh+. Antibodi Rh yang diproduksi oleh sistem kekebalan ibu dapat
melewati plasenta dan menyerang sel darah merah bayi. Hal ini menyebabkan anemia hemolitik, di
mana sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk meregenerasinya.
Karena sel darah merah membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh, jumlah sel darah merah yang
rendah bisa berakibat fatal bagi anak. Kondisi ini juga disebut penyakit hemolitik bayi baru lahir (HDN).
Rho (D) Immune Globulin (Human), atau RhoGAM®, adalah larutan yang mengandung antibodi yang
menempel pada sel darah Rh+. Dalam kasus ini, sistem kekebalan ibu tidak bereaksi terhadap sel
Rh+, dan tidak ada antibodi Rh yang diproduksi oleh ibu. Dosis yang diberikan cukup rendah agar
tidak membahayakan bayi, dan cukup tinggi untuk mencegah sistem kekebalan ibu memproduksi
antibodi terhadap faktor Rh.
Perhatikan percakapan antara pasangan suami istri (Joel dan Carmen) dan dokter kandungan tentang
rhesus incompatibility, dan jawablah quiz tentang rhesus incompatibility.
Pelajari dasar teori tentang perbedaan antibody dan antigen yang tampak di meja hologram.
1. Perhatikan bentuk Y antibody, dan jenis rantai protein yang ada pada antibody pada hologram.
Perhatikan jenis antibody yang dapat melewati plasenta
2. Pada workbench 2, gunakan laptop untuk mengidentifikasi bagian-bagian antibody. Berikan
label yang sesuai pada gambar antibody.
1. Pada workbench 2, anda akan melakukan tes penggolongan darah berdasarkan sistem ABO.
2. Gunakan sarung tangan sebelum meng-handle sampel darah.
3. Gunakan pipet untuk melembapkan kartu Eldon dengan air.
4. Pipet satu tetes darah dari Sampel 1 ke masing-masing lingkaran antibody pada kartu Eldon
1. Gunakan stick untuk mencampur antibody dengan sampel darah. Gunakan stick berbeda
untuk tiap lingkaran sampel darah, lalu buang setelah digunakan.
5. Setelah 10 menit, perhatikan ada tidaknya agglutinasi (penggumpalan) pada masing-masing
lingkaran antibody. Perhatikan juga hasil pada Sampel 2, 3, dan 4.
6. Buang sarung tangan yang sudah digunakan.
1. Pada workbench 3, anda memiliki sampel darah dari Carmen (ibu), anak pertamanya, serta
dari anak kedua yang sedang dikandung.
2. Teteskan sampel darah pada masing-masing lingkaran antibody pada kartu Eldon.
3. Perhatikan bagaimana inkompatibilitas rhesus dan inkompatibilitas ABO pada kehamilan.
Berikan konsultasi kepada Joel dan Carmen tentang hasil pemeriksaan golongan darah rhesus dan
solusi untuk masalah nya.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Instruksi Umum:
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan untuk menyaksikan video
penjelasan praktikum dan dasar teori setiap percobaan yang dapat diakses melalui link
dibawah ini:
https://youtu.be/9GreuuWEKFk
Tujuan : Memperlihatkan bahwa membran eritrosit dapat mengalami lisis dalam pelarut
organik.
Dasar: seperti halnya sel eukariotik lainnya, membran eritrosit disusun oleh struktur supramolekuler
yang disebut lipid bilayer. Bila eritrosit dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung pelarut
organik, maka lipid membran akan larut, sehingga terjadi hemolisis.
4. Eter. 9. Centrifuge.
5. Aseton.
Cara Kerja :
2. Tambahkanlah ke dalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, campur dengan membaliknya
perlahan-lahan, biarkan selama setengah jam (jangan dikocok). Centrifuge selama 10 menit.
Perhatikan warna yang terbentuk pada larutan bagian atas dan bandingkan dengan kontrol.
Hasil percobaan :
Hemolisis
Pelarut
(perhatikan warna dan endapan yang terbentuk)
Kloroform
Eter
Aseton
Toluen
Alkohol
Dasar: eritrosit akan mengkerut bila berada dalam larutan hipertonik. Dalam larutan hipotonik, cairan
dari luar sel masuk ke dalam sel sehingga eritrosit akan membengkak dan akhirnya terjadi hemolisis.
Hemoglobin dalam eritrosit akan larut, sehingga memberi warna merah jernih pada larutan.
1. Suspensi darah.
Cara Kerja :
1. Ke dalam 10 tabung reaksi buat beberapa konsentrasi larutan NaCl (lihat tabel).
2. Campur dengan baik. Tambahkan 2 tetes suspensi darah ke dalam setiap tabung dan campur
dengan membaliknya perlahan-lahan. Diamkan selama 1 jam. Perhatikan dan catat derajat
hemolisis pada tiap-tiap tabung.
Hasil percobaan :
Hemolisis
No. Volume NaCl Konsentrasi
Volume aquades Perubahan
tabung 2% NaCl (%) Endapan*
warna*
1 0 mL 10 mL
2 1 mL 9 mL
3 2 mL 8 mL
4 2,5 mL 7,5 mL
5 3 mL 7 mL
6 3,5 mL 6,5 mL
7 4 mL 6 mL
8 4,5 mL 5,5 mL
9 5 mL 5 mL
10 5,5 mL 4,5 mL
Tujuan: mengukur secara kuantitatif kadar Hb dalam darah dengan metode cyanmethemoglobin.
Dasar: derivat-derivat hemoglobin dalam darah diubah oleh kalium heksasianoferat (III) dan kalium
sianida menjadi sianmethemoglobin (HbCN). Intensitas warna sebanding dengan kadar hemoglobin,
diukur secara fotometrik.
Hb + Fe(CN)63- MetHb
1. Darah vena.
2. Reagen Drabkin’s (NaHCO3 1000 mg; K3Fe(CN)6 200 mg; KCN 50 mg/1000 ml).
4. Pipet.
5. Tabung reaksi.
Cara kerja:
2. Bilas pipet dengan campuran pereaksi, campurkan benar-benar. Sesudah 3 menit pindahkan isi
tabung reaksi ke dalam kuvet dan baca absorbans pada panjang gelombang 546 nm.
Perhitungan:
Nilai normal:
- Laki-laki : 14 – 18 gr/dL
- Perempuan : 12 – 16 gr/dL
Hasil Percobaan:
Tujuan: mengukur laju endap darah (LED) untuk melihat kecepatan pengendapan sel sel yang terdapat
di dalam darah coba.
Dasar: darah dimasukkan dalam tabung Westergren, dibiarkan mengendap selama 1 jam. Secara
normal, sel darah merah akan mengendap karena densitasnya lebih besar dari plasma dengan laju 0-
10 mm/jam (laki-laki) dan 0-15 mm/jam (perempuan). Pada keadaan inflamasi, LED dapat meningkat
akibat perubahan kadar fibrinogen dan globulin plasma.
Nilai normal:
Hasil Percobaan:
Alat:
1. Hemolet/ lanset.
2. Kertas saring.
3. Stop watch.
Cara kerja:
1. Bersihkan cuping telinga (jari). Tusuk kulit dengan hemolet, jalankan stopwatch bersamaan dengan
keluarnya darah dari kulit.
2. Isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik, hati-hati jangan sampai tersentuh kulit.
3. Pada saat tidak lagi ada darah yang diserap oleh kertas saring, hentikan stopwatch. Catat masa
perdarahan yang diperoleh yaitu masa dari saat keluarnya darah sampai berhentinya perdarahan
dengan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring.
Hasil Percobaan:
Cara kerja:
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi dalam rak tabung. Ambil darah vena (segera jalankan stopwatch
pada saat darah tampak di jarum), tuangkan 1 ml ke dalam setiap tabung.
2. Setelah 3 menit mulailah mengamati ketiga tabung tersebut, angkat tabung lalu miringkan,
perhatikan apakah darah masih bergerak atau diam, lakukan hal ini pada setiap tabung setiap
selang waktu 30 detik sampai terlihat darah dalam tabung tidak bergerak (darah sudah membeku).
3. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah tidak lagi bergerak sebagai masa
pembekuan.
Nilai Normal: 5- 12 menit
Hasil Percobaan:
REFERENSI
1. Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., & Walter, P. (2002). Molecular
biology of the cell. New York: Garland Science.
2. Gardner, Aaron, et al. Labster Virtual Lab Experiments: Basic Biochemistry. Springer
Berlin Heidelberg, 2019.
3. Tim Biokimia FKUH. Penuntun Praktikum Biokimia Biomedik 1 TA 2019/2020. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Lehninger, Albert L. et al. Principles of Biochemistry (5th ed.). New York, NY: W.H.
Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-7108-1. 2008.
5. Hartwell, L. (1999). Genetics: From genes to genomes. Boston: McGraw-Hill.
6. www.labster.com