Universitas Indonesia: Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Stratejik & Kepemimpinan
Universitas Indonesia: Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Stratejik & Kepemimpinan
Uber in 2016:
Can It Remain the Dominant Leader of the
World’s Fast-Emerging Ridesharing Industry?
Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia
2020
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa paper terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya. Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk
makalah pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Pada tahun 2008, Garrett Camp dan Trent Kalanick kesulitan memanggil taksi setelah
menghadiri LeWeb Conference. Selanjutnya, mereka berpikir untuk mengembangkan suatu
ide untuk mengatasi kesulitan tersebut yaitu dengan menciptakan layanan limo timeshare
yang lebih mobile, cepat, dan berkelas bagi para pelancong. Pada pertengahan 2009, Garret
Camp mulai mengembangkan sebuah prototype mobile phone application yang disebut
Ubercab dengan seorang pengusaha dari Amerika, Travis Kalanick, dan akhirnya bergabung
dengan perusahaan tersebut sebagai chief incubator. Uber akan mengirimkan mobil untuk
konsumen berdasarkan titik koordinat lokasinya melalui pemesanan pada aplikasi Ubercab
yang dapat diunduh di smartphone. Camp juga tidak menyangka bahwa prototype dari
sebuah aplikasi iphone yang sedang mereka bangun itu akan merevolusi bisnis tranportasi,
yang saat ini dikenal sebagai “sharing economy”. Sehingga, pada tahun 2010, Ubercab
melakukan ekspansi di sebagian besar San Fransisco dan berganti nama menjadi Uber. Selain
itu, tidak berhenti di San Fransisco, pada tahun 2011 Uber melakukan ekspansi secara
nasional di beberapa kota di US, dilanjutkan dengan ekspansi secara internasional pada tahun
2012-2013.
sumber: https://www.elluminatiinc.com/uber-timeline/
Sejak melakukan ekspansi secara global, pertumbuhan driver Uber meningkat pesat
dari 25.000 di tahun 2012 menjadi 160.000 di tahun 2015 (Exhibit 1). Selain itu, terlihat dari
laporan pendapatan yang dilaporkan Bloomberg.com pada Juni 2015, dimana perusahaan
telah melaporkan kepada calon investor bahwa Uber menghasilkan pendapatan tahunan $ 415
juta dan kerugian operasi $ 470 juta. Meskipun mengalami kerugian operasional, penilaian
Uber juga menunjukkan pertumbuhan substansial yang meningkat dari sekitar $ 18 miliar
menjadi lebih dari $ 68 miliar pada tahun 2016 (Exhibit 2).
Namun, dalam kasus Uber, perusahaan juga menghadapi pertanyaan mengenai
komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan etika perusahaan. Terlepas dari
potensi manfaat sosial yang terkait dengan ridesharing, seperti pengurangan kecelakaan
akibat mengemudi dalam keadaan mabuk dan terganggu, masalah etika yang mengganggu
perusahaan termasuk tuduhan penyerangan yang melibatkan customer dan driver,
kekhawatiran mengenai latar belakang penyaringan driver, dugaan taktik persaingan keras
oleh Eksekutif Uber, keprihatinan atas privasi customer, dan klasifikasi driver Uber sebagai
kontraktor independen versus karyawan.
Sementara komitmen perusahaan terhadap etika dan tanggung jawab sosial
perusahaan mungkin menjadi topik yang terbuka untuk diperdebatkan, disamping
pertumbuhan Uber yang meningkat pesat selama kurun waktu kurang dari 7 tahun ini, para
eksekutif Uber juga akan menghadapi pertanyaan kedepan yang secara khusus, “dapatkah
perusahaan melanjutkan tingkat pertumbuhannya yang mengesankan dalam menghadapi
persaingan yang meningkat baik di dalam negeri maupun di luar negeri, masih ada
kekhawatiran mengenai komitmen perusahaan terhadap operasi etis dan tanggung jawab
sosial perusahaan, dan peningkatan regulasi?”
Industri layanan taksi dan limusin di Amerika Serikat relatif terfragmentasi dengan
perusahaan-perusahaan terbesar yang menghasilkan kurang dari 3% dari keseluruhan
pendapatan industri yang diproyeksikan sebesar $ 16,2 miliar pada 2016. Industri ini dapat
dibagi ke dalam dua jenis dasar perusahaan termasuk taksi tradisional dan layanan limusin
dan transportation network companies (TNC) atau transportation network services (TNS)
sebagaimana mereka menyebutnya, seperti Uber yang menggunakan teknologi untuk
memfasilitasi ridesharing dengan menghubungkan pelanggan dengan pengemudi yang
bertindak sebagai contractor independent yang memiliki bisnis mereka sendiri.
Secara historis, Yellow Cab Company adalah operator terbesar di industri ini hingga
tahun 1960 ketika peraturan menetapkan daerah di seluruh negeri dan memaksa perusahaan
yang ingin beroperasi di seluruh wilayah untuk memiliki kantor pusat termasuk pusat
perbaikan, kantor, dan banyak di setiap wilayah.
Evolusi teknologi telah mengubah cara perusahaan tradisional berinteraksi dengan
pelanggan mereka, menyebabkan beberapa orang mengembangkan aplikasi naik wahana
mereka sendiri, dan telah menyebabkan munculnya perusahaan-perusahaan TNC yang
menyebabkan meningkatnya persaingan dari driver independen yang memasuki pasar.
Untuk memerangi Uber dan layanan TNC lainnya, perusahaan taksi tradisional
mencoba mengembangkan layanan mereka sendiri seperti Curb yang mereka harapkan akan
memberikan pengalaman layanan yang serupa dengan Uber. Sementara sebagian besar
aplikasi dari perusahaan taksi tradisional menemui kegagalan, diharapkan Curb dapat
membangun pelajaran yang dipetik dan membantu meningkatkan tingkat layanan yang
disediakan oleh taksi.
Perusahaan-perusahaan TNC seperti Uber secara teknis tidak dianggap sebagai
pesaing langsung di pasar ini, tetapi dianggap sebagai barang pelengkap yang membantu
memfasilitasi transaksi yang dapat dianggap sebagai pengganti layanan taksi tradisional.
Sejauh mana kontraktor independen ini harus mematuhi peraturan yang sama seperti
perusahaan tradisional bervariasi secara substansial dan kondisi ini ditetapkan oleh masing-
masing kota secara mandiri.
Uber adalah perusahaan TNC pertama, tetapi keberhasilannya memunculkan banyak
pesaing baik di Amerika Serikat maupun di luar negeri. Di Amerika Serikat kompetisi
tumbuh untuk Uber baik di tingkat lokal maupun regional, tetapi pesaing paling signifikan
Uber secara nasional adalah Lyft, yang didirikan pada 2012.
Perbedaan terbesar antara keduanya adalah “rasa” yang dilaporkan antara kedua
mobil. Uber berusaha membuat pengalaman itu terasa seperti pengemudi pribadi. Lyft
mencoba membuat pengalaman itu terasa lebih seperti "teman yang menjemputmu dari bar."
Seringkali pengendara Lyft didorong untuk duduk di kursi depan, lebih fokus pada aspek
"teman" dibandingkan dengan kesan driver pribadi Uber.
Pesaing kecil untuk Uber yang tumbuh secara teratur juga. Perusahaan-perusahaan ini
sering tidak memiliki dana untuk bersaing secara langsung dengan Uber dan karenanya,
memilih untuk menargetkan ceruk di salah satu layanan yang tidak ditawarkan oleh Uber atau
di pasar di mana Uber tidak bersaing. Salah satu pesaing tersebut adalah Via yang berbasis di
San Francisco yang berfokus pada driver yang menggunakan mobil pintar. Lain adalah
HopSkipDrive yang berbasis di Los Angeles yang menggunakan CareDrivers yang disaring
dengan ketat untuk memberikan tumpangan kepada anak di bawah umur yang tidak
didampingi, dan Zum yang menawarkan layanan serupa di San Mateo, California. Di Boston,
Fasten bersaing dengan Uber dengan membayar lebih banyak driver, menawarkan jaminan
minimum setiap jam kepada drivers, dan memberikan penghematan biaya kepada konsumen.
Tekanan kompetitif terhadap Uber juga tumbuh secara internasional. Di Cina, pesaing
terbesar Uber adalah Didi Kuaidi; diperkirakan pada tahun 2015 Didi mengendalikan lebih
dari 75 persen pasar dibandingkan dengan pangsa 11 persen Uber. Didi Kuaidi, mitra strategis
Lyft, didirikan pada 2015 oleh penggabungan dua perusahaan taksi terbesar di Cina dan
beroperasi di lebih dari 400 kota di Cina.
Pada Desember 2015 empat rival internasional Uber termasuk Lyft di Amerika
Serikat; GrabTaxi Holdings, Pte. Ltd. digunakan di lebih dari dua lusin kota di Asia Tenggara
di negara-negara seperti Vietnam, Singapura, dan Indonesia; Ola di India; dan Didi Kuaidi
bergabung untuk memungkinkan pengguna setiap aplikasi memesan dan membayar biaya
perjalanan di masing-masing negara pesaing. Misalnya, pengguna GrabTaxi yang bepergian
di Amerika Serikat dapat memesan dan membayar biaya perjalanan melalui Lyft
menggunakan aplikasi GrabTaxi yang sudah diinstal pada ponsel pengguna (lihat exhibit 5).
1. How would you characterize Uber’s business model and strategy? What are the key
elements of its customer value proposition? Its profit formula? Its approach to competing
in the marketplace?
Uber’s Business Model and Strategy
Menurut kelompok kami, Uber menjadi bagian dari revolusi bisnis transportasi
yang sekarang dikenal sebagai “sharing economy”, seperti Gojek dan Grab di Indonesia.
Sharing economy adalah sistem konsumsi kolaboratif dan dapat meningkatkan
pendapatan bagi penjual sekaligus meminimalkan biaya bagi pembeli. Munculnya
teknologi dan kewirausahaan mendorong pertumbuhan sharing economy. Seperti halnya
Uber yang mengklasifikasikan dirinya sebagai perusahaan teknologi, bukan perusahaan
transportasi, dan menegaskan bahwa Uber hanya menyediakan platform bagi pengendara
dan pengemudi untuk terhubung, dan karenaya Uber tidak menyediakan transportasi yang
sebenarnya. Sehingga sharing economy terjadi antara Uber, riders, dan driver, dimana
uber sharing teknologinya, driver sharing aset mobil dan kemampuannya mengemudi,
dan rider/penumpang sharing kebutuhannya untuk di penuhi oleh Uber dan driver.
Aspek penting dan unik dari bisnis model Uber adalah bahwa driver-nya tidak
dianggap sebagai karyawan Uber, melainkan hanya sebagai mitra yang berkontrak
independen dengan Uber (independent contractor). Hal Ini dapat mengurangi tanggung
jawab Uber atas tindakan dan kewajiban pengemudi untuk membayar pajak tertentu
seperti pembayaran lisensi driver dan lain sebagainya. Uber juga dapat menghemat biaya
dengan tidak perlu membeli kendaraan, serta tidak perlu mengeluarkan biaya kompensasi
ketenagakerjaan kepada mitra driver-nya tersebut.
2. How would you describe competition in the ridesharing industry? What leverage do
buyers and suppliers have with ridesharing services? What competitive threat is posed by
new entrants and substitute services? Prepare a Five Forces Model of Competition to
support your answer.
Five Force Model of Competition in the Ridesharing Industry
Langkah- langkah yang
harus dilakukan untuk
menggunakan
Five Forces Model
Competition
sebagai alat untuk
menganalisa
persaingan ridesharing
industry adalah:
Step 1: identifikasi berbagai pihak yang terlibat bersamaan dengan faktor spesifik yang
memberikan competitive pressures untuk masing-masing dari 5 kekuatan tesebut.
Step 2: Mengevaluasi seberapa kuat pressure dari masing-masing lima kekuatan tersebut
(kuat, sedang, atau lemah)
Step 3: Tentukan apakah kelima kekuatan, secara keseluruhan, mendukung profitabilitas
industri yang tinggi.
yaitu dari 25.000 driver di tahun 2012 menjadi 160.000 driver di tahun 2015. Sehingga,
supplier bargaining power dalam industri ridesharing lemah (weak).
5. Competitive Pressures Stemming from Buyer Bargaining Power and Price Sensitivity
Dalam industri ridesharing terdapat demand of buyer yang cukup tinggi, namun masih
didukung oleh ketersediaan supply yang memadai. Akan tetapi, beberapa hal yang harus
diperhatikan bahwa switching cost yang rendah atau bahkan hampir tidak ada,
menyebabkan buyer dengan mudah berpindah pada transportasi lainnya, ditambah dengan
kemudahan membuat akun secara gratis membuat buyer memiliki lebih dari satu akun
ridesharing apps. Selain itu customer Uber sensitif terhadap variasi harga karena adanya
alternatif pilihan yang lain, sehingga kelompok kami menyimpulkan bahwa buyer
bargaining power industri ridesharing cukup kuat (moderate).
Berdasarkan analisa five force competition model diatas didapatkan hasil sebagai berikut:
Menurut kelompok kami, kondisi persaingan di industri ridesharing berada pada level
moderate, meskipun tekanan persaingan dari ancaman pendatang baru dan persaingan
antar sellers berada di level strong, kami meyakini bahwa kedua pressure ini dapat diatasi
dengan baik oleh industri jika pengembangan inovasi dan strategi terus dilakukan secara
berkelanjutan dan tidak lupa peran dari pemerintah untuk memperkuat regulasi yang
mengatur secara fair industri ridesharing. Selain itu, beberapa tekanan lain seperti
bargaining power dari supplier yang lemah (weak) dan pemanfaatan yang tepat atas
kebutuhan permintaan dari buyer yang cukup tinggi untuk jasa layanan ridesharing ini
dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk meningkatkan profitabilitas.
3. Does Uber operate as a socially responsible business? Assess the five components of
Uber’s corporate social responsibility strategy.
Secara umum, Uber merupakan perusahaan penyedia jasa teknologi dan bukan
perusahaan transportasi konvensional. Uber menyediakan platform bagi pengendara dan
pengemudi untuk terhubung, dan karenanya tidak menyediakan transportasi secara
langsung. Uber tidak memperoleh lisensi/registrasi yang sama dengan yang harus
didapatkan oleh perusahaan taksi konvensional. Bentuk kerjasama antara pengemudi dan
Uber terbatas pada penggunaan platform teknologi.
Dengan dasar tersebut, secara umum intensi manajemen dari Uber untuk melakukan
tanggung jawab sosial dinilai cukup rendah, dan terkendala sistem bisnis.
Pada prinsipnya, pengalaman berkendara dari penumpang akan sangat bergantung dari
pelayanan yang diberikan oleh pengemudi. Namun demikian, diferensiasi karakter dari
pengemudi yang berjumlah sangat besar akan bervariasi. Perbedaan karakter dari
pengemudi akan mempengaruhi pelayanan kepada pelanggan yang menimbulkan
customer experience yang berbeda.
Perbedaan kualitas dan pelayanan pelanggan menghasilkan opini yang berbeda dari
pelanggan serta tuntutan yang berbeda/ekspektasi yang berbeda dari karyawan, termasuk
perbaikan yang dilakukan oleh Uber dalam hal pelaksanaan tanggung jawab sosial.
Berdasarkan penilaian banyak pihak, Uber dinilai tidak memiliki niatan atau intensi untuk
meningkatkan peranan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial, serta meningkatkan
kualitas operasi dengan baik dan secara etis.
Uber dalam pelaksanaan praktik kerja, menghindari adanya kerumitan dalam operasional
kerja, mencakup perizinan, pendaftaran, dan peraturan yang berlaku untuk industri taksi
dan terus menerus mengkategorikan dirinya sebagai perusahaan penyedia jasa teknologi
dalam pemesanan transportasi.
Uber mengklasifikasikan pengemudinya sebagai kontraktor dan bukan karyawan serta
berusaha untuk menghindari tanggung jawab yang terjadi atas tindakan dari pengemudi,
adanya isu upah minimum, penyediaan tunjangan pengemudi. Pengelompokan pekerja
sebagai kontraktor independen memberikan Uber keuntungan besar berbasis tenaga kerja.
Pengelolaan isu-isu sosial dan pelaksanaan tanggung jawab sosial merupakan salah satu
kelemahan dari Uber. Uber tidak merilis laporan CSR, sehingga terdapat hanya sedikit
informasi mengenai program CSR dan/atau peningkatan etika bekerja dan fairness, antara
lain
1. Uber HUE, dimana Uber melakukan promos perbedaan warna kulit dan budaya pada
seluruh karyawan.
2. Women on Uber, memberikan kesempatan bekerja sebagai pengemudi bagi wanita.
3. Los Uber, memberikan kesempatan kepada warga hispanic dan latin dalam bekerja.
4. UberVeterans, memberikan kesempatan pensiunan dan veteran untuk dapat bekerja
sebagai pengemudi.
4. Examine Uber’s corporate culture. What are the key features of the company’s corporate
culture? Has the culture shifted over the lifespan of the company?
Budaya kerja Uber didorong dari sifat bisnis penyedia jasa teknologi bagi pelanggan
dengan konsep menyediakan platform bagi pengendara dan pengemudi untuk terhubung,
dan karenanya tidak menyediakan transportasi secara langsung.
Uber mengklasifikasikan pengemudinya sebagai kontraktor dan bukan karyawan serta
berusaha untuk menghindari tanggung jawab yang terjadi atas tindakan dari pengemudi,
adanya isu upah minimum, penyediaan tunjangan pengemudi. Berdasarkan konsep
tersebut, Uber meminimalisir seminimal mungkin tanggung jawab yang akan timbul dari
hubungan manajemen dan karyawan.
Uber tidak memperoleh lisensi/registrasi yang sama dengan yang harus didapatkan oleh
perusahaan taksi konvensional. Bentuk kerjasama antara pengemudi dan Uber terbatas
pada penggunaan platform teknologi.
Budaya kerja Uber adalah penyediaan jasa yang mutakhir bagi pelanggan dan pengemudi,
tidak terdapat kedekatan kerja antara Uber dan Pengemudi, serta orientasi pada bisnis dan
hasil. Budaya perusahaan tidak berubah dalam waktu lama hingga saat ini.
Bisakah budaya perusahaan Uber berubah?
Uber dan kesulitannya terus mendominasi berita bisnis Perusahaan Teknologi karena
budaya perusahaannya memburuk meskipun telah mengalami pergantian manajemen.
Namun, apakah budaya perusahaan dapat digantikan menjadi lebih positif?
Pertama mari kita lihat betapa buruknya budaya tempat kerja Uber berasal dari luar. Eric
Holder, mantan jaksa agung AS, dipekerjakan untuk menyelidiki budaya organisasi Uber
dan membuat rekomendasi untuk perbaikan. Holder dan firma hukumnya dilibatkan
setelah tuduhan pelecehan seksual di Uber terungkap. Tak lama setelah itu, ada publisitas
di sekitar penghindaran penegakan hukum dan pesta Uber di sebuah bar Karaoke
pendamping di Korea untuk para eksekutif puncak.
Salah satu dari ini saja akan membuat perusahaan sangat malu, tetapi ketiganya menunjuk
ke arah situasi tempat kerja yang benar-benar tidak sehat.
Untuk Dewan Uber, mereka mengadopsi semua rekomendasi laporan. Namun, adopsi
adalah satu hal; implementasi adalah hal lain. Sehingga implementasi tidak dilakukan
maksimal sesuai adopsi yang diterima.
5. With what strategic issues should Uber management be most concerned in 2016? What
are the 4-5 issues that offer the greatest opportunities or that present the greatest threats
to its well-being?
Isu strategis Uber adalah competitive advantage yang bersifat sustain. Keunggulan
kompetitif adalah kelebihan sebuah entitas dibandingkan dengan entitas yang lainnya.
Keunggulan kompetitif diukur dengan pembagian keuntungan - bagian perusahaan dari
keuntungan industri. Hingga saat ini, Uber belum memberikan keuntungan secara
signfikan dibandingkan dengan investasi yang ditanamkan secara simultan oleh investor
dalam jumlah besar.
Berdasarkan hasil keuangan Lyft dan Uber, tidak ada keuntungan yang bisa didapat di
industri ride sharing. Sebagai contoh, Lyft membukukan kerugian $ 900 juta pada tahun
2018 dan Uber melampauinya dengan kerugian $ 3 miliar dari operasi.
Berpangkal pada masalah utama yakni sharing pendapatan dengan pengemudi, pasokan
pengemudi, dan permintaan/customer.
Akibatnya, industri ini memiliki "banyak pemain yang menawarkan layanan yang hampir
sama. Mereka berlomba-lomba untuk menarik pengemudi dan konsumen baru, menawar
iklan di Facebook dan Google dan membagikan bonus besar untuk pengemudi baru,"
menurut Wall Street Journal.
Uber memiliki keunggulan dalam hal pangsa pasar, namun keuntungan pangsa pasar
tersebut memberikan peluang untuk menyoroti masalah mendasar pada strategi Uber
yakni
1. Terlalu memanjakan pelanggan untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar, bersaing
dengan perusahaan transportasi konvensional, serta menarik minat pelanggan.
Perkembangan bisnis Uber sangat bergantung pada selera dan keinginan harga
pelanggan, sehingga sangat rentan terhadap situasi yang ada pada pelanggan.
2. Peningkatan jumlah pengemudi untuk meraih pangsa pasar yang besar.
Strategi Uber adalah meningkatkan jumlah pengemudi untuk mendapatkan pangsa
pasar yang besar
3. Kemampuan mempertahankan keunggulan kompetitif
Uber harus memiliki cara untuk mempertahankan competitive advantage, ditengah
persaingan bisnis yang meningkat dengan perusahaan sejenis.