Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341776351

Kelompok Sosial

Article · May 2020

CITATIONS READS
0 18,027

1 author:

Ade Heryana
Universitas Esa Unggul
111 PUBLICATIONS   117 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Health Emergency and Disaster Measures View project

Budaya Literasi View project

All content following this page was uploaded by Ade Heryana on 31 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

KELOMPOK SOSIAL
Ade Heryana, S.St, M.KM | Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul | heryana@esaunggul.ac.id
31 Mei 2020

PENDAHULUAN
Pada modul tentang interaksi sosial sudah dijelaskan bahwa individu dengan individu
dapat saling kontak dan berkomunikasi, yang kemudian membentuk jaringan sosial
(social network). Jaringan sosial terbentuk umumnya disebabkan oleh tiga hal (Brym &
Lie, 2018) yaitu
 Kebutuhan akan kesamaan sebagai bagian dari solidaritas sosial
 Kepatuhan masyarakat terhadap struktur sosial kemasyarakatan
 Keadaan atau posisi masyarakat dalam lingkungan birokrasi 1
Salah satu bentuk jaringan sosial yang terbentuk karena interaksi anggota di dalamnya
adalah sosial media. Misalnya social media Universitas Esa Unggul dengan platform
Facebook (lihat gambar 1). Jaringan ini terbentuk karena adanya kebutuhan sivitas
akademik yang menyatakan bahwa mereka adalah sama-sama bagian dari Universitas
Esa Unggul. Contoh lain jaringan sosial adalah WhatsApp group, Telegram dan
sebagainya. Dengan demikian jaringan sosial terbentuk sebelum adanya kelompok
sosial (lihat gambar 2).

Gambar 1. Social media Universitas Esa Unggul dengan platform Facebbok merupakan contoh
jaringan sosial sebagai bentuk interaksi sosial civitas akademik

1
Birokrasi: organisasi besar yang di dalamnya telah ditentukan posisi seseorang berdasarkan hirarki

1
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

Kontak Komunikasi
sosial sosial

Interaksi
Sosial

Jaringan
Sosial

Kelompok
Sosial

Gambar 2. Proses terjadinya kelompok sosial melalui interaksi sosial dan jaringan sosial

Menurut (Brym & Lie, 2018) jaringan sosial (social network) adalah sekumpulan
individu yang terikat dan saling terhubung sebagai bagian dari upaya pertukaran
sumberdaya material atau emosional. Pertukaran sumberdaya material misalnya
pertukaran informasi tentang penyakit, pemberian donasi bagi pasien dengan sakit
parah, pengumpulan alat-alat untuk dijadikan satu kegiatan layanan kesehatan,
informasi lowongan kerja tenaga kesehatan dan sebagainya. Sementara sumberdaya
emosional misalnya jaringan sosial yang terbentuk sebagai rasa solidaritas terhadap
pelecehan seksual terhadap anak-anak, perdagangan manusia (human trafficking).
Namun dalam jaringan sosial belum terdapat aturan dan norma yang disepakati.

KELOMPOK SOSIAL
Dalam (Brym & Lie, 2018) disebutkan kelompok sosial (social group) terbentuk karena
adanya satu atau lebih jaringan individu yang teridentifikasi sama dengan yang lainnya
yang saling mengikat membentuk norma-norma, peran, dan status sosial. Misalnya:
terdapat individu yang memiliki kesamaan yaitu pernah dinyatakan positif covid-19.
Individu-individu ini kemudian membentuk jaringan yang di dalamnya saling
menceritakan pengalaman-pengalaman mereka saat mendapatkan pelayanan kesehatan
akibat penyakit covid-19. Setelah itu jaringan ini dengan jaringan lain di seluruh
Indonesia bahkan bisa saja dunia membentuk kelompok yang di dalamnya diatur
norma, peran dan status masing-masing anggota.

2
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

Terdapat satu kondisi kelompok sosial yang individu di dalamnya memiliki status sosial
yang sama namun mereka tidak merasakan adanya kesamaan secara fisik, emosional
maupun sosial, yang disebut dengan Kategori Sosial (Social Category). Misalnya
sekumpulan mahasiswa yang berkumpul di kantin.
Di dalam kelompok sosial terdapat kumpulan individu yang dapat menekan kesesuaian
dalam kelompok yang disebut dengan Penekan Kelompok atau Group Pressure.
Misalnya dalam tim pelayanan kesehatan terdapat sejumlah individu dari tenaga
kesehatan tertentu yang dapat menentukan keselarasan atau kesesuaian dalam
kelompok. Meskipun terdapat individu lain yang merasa tidak nyaman dengan adanya
sekelompok individu penekan, namun mereka tetap memiliki kemampuan membuat
kelompok menjadi selaras atau kompak. Hal ini dapat dianggap sebagai asset organisasi
yang berharga atau disebut Groupthink. Misalnya pada masyarakat yang menolak
menjalankan PSBB2 selama masa pandemi, terdapat sekumpulan individu yang dapat
memaksa mereka patuh. Artinya kelompok individu ini dapat memberikan hal yang
positif bagi kelompoknya. Namun ada pula kelompok penekan yang berdampak negatif,
misalnya sekumpulan individu yang menghasut warga untuk menolak menguburkan
korban yang meninggal akibat Covid-19.
Dampak negatif lain dari Groupthink adalah satu kondisi yang disebut (Brym & Lie,
2018) sebagai “sikap tidak peduli pengamat” atau Bystander Apathy. Misalnya: orang-
orang melihat seseorang dalam kondisi kritis dan membutuhkan bantuan kedaruratan
segera, namun mereka tidak segera memberikan bantuan. Studi menunjukkan alasan
bahwa mereka bersikap tidak peduli adalah karena tidak ada kewajiban mereka untuk
bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut. Hal ini diperkuat dengan argumentasi
bahwa orang lain pun di sekeliling mereka tidak memberikan bantuan.

Gambar 3. Kondisi ketidakpedulian


sekelompok individu terhadap orang
lain yang membutuhkan pertolongan
disebut dengan bystander apathy
(Tandon, 2018)

2
PSBB: Pembatasan Sosial Berskala Besar

3
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

Selain group pressure, di dalam kelompok pun terdapat sekumpulan individu yang relatif
selalu dijadikan sebagai sumber referensi individu lain dalam menilai situasi atau kondisi
yang dialaminya. Kumpulan individu ini disebut dengan Kelompok Panutan atau
Reference Group. Misalnya dalam kelas sosiologi antropologi umumnya ada
sekelompok mahasiswa yang dijadikan “patokan” terhadap nilai yang diperoleh. Baik itu
sebagai patokan dalam nilai terbaik atau nilai terburuk, sehingga ketika seorang
mahasiswa mendapat nilai B ia akan mencari informasi kelompok mahasiswa yang
dianggapnya lebih pintar dan lebih bodoh dibanding dirinya sebagai evaluasi
perbandingan. Dalam masalah kesehatan misalnya orang yang susah dilarang merokok
akan membandingkan dirinya dengan kelompok panutan lain yang tetap merokok
seperti tenaga kesehatan atau orangtuanya yang merokok. Terkait dengan panutan,
menurut (Macionis, 2018) anggota kelompok dapat pula mengevaluasi dirinya secara
positif dari luar kelompok (disebut in-group) dan secara negatif (disebut out-group).

JENIS KELOMPOK
Banyak sekali jenis-jenis kelompok yang ada di masyarakat, namun ahli sosiologi
membaginya ke dalam dua kelompok besar (Brym & Lie, 2018) yaitu Kelompok Primer
(Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group). Keluarga merupakan
salah satu bentuk kelompok primer dengan ciri-ciri ukuran yang kecil dan anggotanya
saling mengenal dengan baik. Sementara salah satu bentuk kelompok sekunder adalah
birokrasi yang secara formal ditentukan aturan-aturan yang berlaku organisasi serta
umumnya berukuran besar. Perbedaan kedua jenis kelompok ini dijelaskan pada tabel 1
berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Kelompok Primer dengan Kelompok Sekunder
Kelompok Primer Kelompok Sekunder
 Norma, peran, dan status anggota disetujui  Norma, peran, dan status anggota disetujui
namun tidak tertulis dan tertulis secara formal
 Interaksi sosial ditentukan oleh faktor emosi  Interaksi sosial ditentukan oleh faktor emosi
yang kuat yang lemah
 Berlangsung dalam jangka panjang dan  Berlangsung dalam jangka pendek dan hanya
melibatkan aktivitas-aktivitas yang sangat melibatkan aktivitas-aktivitas tertentu saja
bervariasi
 Terjadi karena anggota kelompok saling  Terjadi ketika anggota kelompok sudah melalui
mengetahui dengan baik satu sama lainnya tahap perkenalan satu sama lain karena
sehingga tidak membutuhkan perkenalan awalnya tidak saling mengetahui
 Ukuran kelompok lebih kecil dan informal  Ukuran kelompok lebih besar dan formal
 Kualitas hubungan anggota lebih personal  Kualitas hubungan anggota berdasarkan pada
tujuan bersama
Sumber: (Brym & Lie, 2018), (Macionis, 2018)

4
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

C D C

A B A B A B

Dua orang Tiga orang Empat orang


(1 relationship) (3 relationship) (6 relationship)

E E E

D C D C D C

A B
A B A B

F G F

Lima orang Enam orang Tujuh orang


(15 relationship) (21 relationship)

Gambar 4. Hubungan antara ukuran kelompok dengan jumlah relationship. Modifikasi dari
(Macionis, 2018) hal. 193

Kelompok dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran (lihat gambar 3). Semakin besar
ukuran organisasi, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya hubungan
(relationship) antar anggota. Misalnya saja ketika seorang mahasiswa masuk paling
pertama ke dalam kelas sosiologi kesehatan tidak akan terjadi relationship karena hanya
sendiri. Kemudia muncul satu temannya, maka akan terjadi kemungkinan satu
relationship. Lalu masuk lagi satu, maka kemungkinan terjadi 3 hubungan. Ketika
bertambah terus, maka bukan saja terjadi kemungkinan penambahan relationship,
namun juga penambahan cluster. Akan muncul kelompok-kelompok mahasiswa yang
duduk di depan, belakang, tengah. Bisa pula clustering kelompok berdasarkan jenis
kelamin.
Para ahli sosiologi menamakan kelompok yang terdiri dari dua orang dengan sebutan
Dyad (istilah bahasa Yunani, yang artinya berpasangan atau ‘pair’)3. Berdasarkan studi,
kelompok yang terdiri dari dua orang memiliki interaksi sosial yang sangat kuat
dibanding kelompok yang lebih besar karena kedua anggota kelompok hanya membagi
perhatian di antara keduanya, tidak dengan orang lain. Misalnya: hubungan asmara,

3
Pertama kali istilah Dyad diciptakan oleh Georg Simmel ahli Sosiologi kebangsaan Jerman tahun 1950

5
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

pernikahan, dan persahabatan yang kental. Namun demikian ada sisi negatif dari Dyad
yaitu tidak stabil bahkan bisa mengalami kehancuran ketika salah satu anggota
kelompok tidak berupaya menjaga hubungan. Itulah mengapa dalam satu pernikahan
harus diikat secara legal, ekonomi, bahkan keagamaan supaya tidak memberikan
dampak buruk bagi masyarakat (Macionis, 2018).
Selain meneliti kelompok Dyad, Simmel juga mempelajari tentang kelompok denga tiga
anggota yang disebut dengan Triad. Kelompok ini lebih stabil dibanding dyad karena
adanya orang ketiga yang dapat menjadi mediator jika terjadi konflik pada dua anggota
lain. Hal ini menjelaskan kenapa saat dua pasangan yang saling konflik (suami-istri,
hubungan asmara, konflik dua negara), selalu dibutuhkan orang ketiga yang dapat
mengurangi ketegangan dan mendamaikan kedua pihak. Namun dilain pihak ternyata,
kelompok dengan tiga orang bisa menimbulkan masalah negatif. Hal ini terjadi jika dua
dari tiga anggota lebih akrab atau memiliki pandangan yang sama dengan satu anggota
lain. Kondisi ini dapat menyebabkan satu anggota memisahkan diri dari kelompok.
Jenis kelompok yang termasuk dalam secondary group adalah organisasi formal
(formal organization). Kelompok ini terbentuk untuk mencapai tujuan organisasi
secara efisien, dan berjalan dengan lingkungan yang terdiri dari teknologi,
kecenderungan politik-ekonomi, kindisi saat ini, pola populasi, dan organisasi lainnya
(Macionis, 2018). Dilihat dari cara anggota bergabung, maka organisasi formal terbagi
menjadi tiga yaitu:
a. Organisasi yang anggotanya bergabung dengan tujuan mendapat bayaran atas
kontribusi/usahanya terhadap kelompok yang disebut dengan utilitarian
organizations. Contohnya adalalah organisasi binis, institusi resmi pemerintahan,
dan lain-lain
b. Organisasi yang anggotanya bergabung secara sukarela karena memiliki visi misi
yang sama dengan kelompok, yang disebut dengan normative organizations.
Misalnya: kelompok relawan sosial, lembaga sosial masyarakat, dan lain-lain
c. Organisasi yang anggotanya dipaksa bergabung atau disebut dengan coercive
organizations. Misalnya: lembaga pemasyarakatan (penjara), panti sosial, dan lain-
lain.
Gambar 5. Relawan covid-
19 bergabung secara
sukarela membentuk
normative organization.
Sumber foto: (Winarto,
2020)

6
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK

Salah satu faktor yang berperan penting dalam dinamika kelompok adalah
kepemimpinan atau leadership (Macionis, 2018). Kepemimpinan dalam kelompok
memiliki dua peran yang bertolak belakang yaitu:
1. Peran pemimpin yang lebih mengutamakan penyelesaian tugas-tugas dalam
kelompok, misalnya peran membuat perencanaan, memberikan arahan. Peran ini
disebut dengan kepemimpinan instrumental atau instrumental leadership.
Pemimpin instrumental menjalani hubungan yang sifatnya formal dengan
anggotanya, serta menilai hubungan dengan anggota berdasarkan kontribusi yang
diberikan terhadap kelompok.
2. Peran pemimpin yang lebih mengutamakan kesejahteraan kelompok, yaitu
mementingkan kondisi moral kelompok, mengurangi ketegangan dalam kelompok
serta mengindari konflik antar anggota kelompok. Peran ini disebut dengan
kepemimpinan ekspresif atau expressive leadership. Hubungan yang dijalankan
oleh pemimpin ekspresif terhadap anggotanya lebih personal, memberikan simpati
terhadap anggota, memastikan kelompok tetap kompak, dan menjalankan hal-hal
serius dengan rasa humor.
Kedua peran kepemimpinan tersebut saling melengkapi dan tidak ada yang lebih baik.
Berdasarkan studi, kepemimpinan instrumental yang sukses sangat dihormati oleh
anggotanya, sedangkan kepemimpinan ekspresif mendapatkan personal emosi yang
tinggi seperti kedekatan (Macionis, 2018).

Gambar 3. Expressive Leadership lebih mengutamakan “kesenangan” dalam memimpin kelompok


untuk mencegah perpecahan dan konflik (Chipscholz, 2014)

7
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

Gambar 4. Gaya Kepemimpinan (Bohatala Admin, 2019)

Selain peran (leadership roles), kepemimpinan dalam kelompok juga memiliki gaya
(leadership style) yang berbeda-beda. Ahli sosiologi membaginya menjadi tiga bagian
besar bedasarkan gaya kepemimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu (Macionis,
2018):
1. Kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership), gaya kepemimpinan yang lebih
bersifat instrumental (fokus pada penyelesaian tugas), mengambil keputusan atas
pertimbangan pribadi dan mendorong anggota untuk patuh pada keputusan yang
diambil
2. Kepemimpinan demokratis (democratic leadership), gaya kepemimpinan yang
cenderung ekspresif (fokus pada keseimbangan dan kekompakan tim), mengambil
keputusan atas suara terbanyak dengan proses yang demokratis, dan mendorong
anggota untuk lebih kreatif bukan sekedar patuh pada aturan saja.
3. Kepemimpinan “terserah saja” (laissez-faire leadership), gaya kepemimpinan yang
membebaskan anggotanya untuk berperan aktif atau tidak dalam kelompok atau
tidak peduli dengan kontribusi anggota. Prinsip yang dipakai pada kepemimpinan
ini adalah “tinggalkan saya sendiri” artinya kalau anggota mau bekerjasama dengan
dirinya silahkan, kalau tidak mau pun silahkan. Pendekatan ini menurut beberapa
studi merupakan jenis kepemimpinan yang tidak efektif bagi pencapaian organisasi.

8
Kelompok Sosial | Ade Heryana, S.St, M.KM

REFERENSI
Bohatala Admin. (2019). Leadership Styles in Nursing | Autocratic and Laissez-faire
Leadership. Bohatala.Com. https://bohatala.com/leadership-styles-in-nursing/
Brym, R., & Lie, J. (2018). Introduction to Sociology (3rd ed.). Nelson Education.
Chipscholz. (2014). Leadership Presence: 3 Ways to Be More Expressive. Scholz Leadership
Development. https://www.chipscholz.com/2014/08/07/leadership-presence-3-
ways-to-be-more-expressive/
Macionis, J. J. (2018). Sociology (16th ed.). Pearson Education.
Tandon, G. H. (2018). Defeating the Bystander Effect - How to Act as a Good Samaritan
Durin…. Slideshare. https://www.slideshare.net/gauravhtandon1/defeating-the-
bystander-effect-how-to-act-as-a-good-samaritan-during-emergencies-120567140
Winarto, Y. (2020). Gugus Tugas buka pendaftaran relawan penanganan Covid-19.
Kontan Online. https://nasional.kontan.co.id/news/gugus-tugas-buka-pendaftaran-
relawan-penanganan-covid-19

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai