Anda di halaman 1dari 38
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA e DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Jakarta 12950 @ Gwe . KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT NOMOR: HK.02.02/C/ S%3_—/2023 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENUE DENGAN METODE WOLBACHIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT, Menimbang : a. bahwa Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan dan kematian yang tinggi di Indonesia secara nasional sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan yang salah satunya melalui Intervensi Vektor dengan metode memanfaatkan nyamuk Aedes ber-Wolbachia; b. bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/ 1341/2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia, peru menetepkan Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83); Telepon (021) 4247608 (Hunting) Faksimile (021) 4207807 GERMAS Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755); 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156); 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.01.07/Menkes/ 1341/2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia. MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENGUE DENGAN METODE WOLBACHIA. Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia yang selanjutnya disebut Petunjuk Teknis sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU menjadi acuan bagi pengelola program baik pusat maupun daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait dalam menyelenggarakan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia di kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Pendanaan penyelenggaraan Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan /atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KEEMPAT _: Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 feeruari 2023 DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT, “VE MAXI REIN RONDUNUWU LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT NOMOR: HK.02.02/C/ /2023 TENTANG = PETUNJUK —TEKNIS PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENGUE DENGAN METODE WOLBACHIA PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENGUE DENGAN METODE WOLBACHIA BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Infeksi dengue merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi dengue dikenal dalam 2 spektrum penyakit, yaitu dengan sebutan demam dengue (DD; atau dengue fever, DF) untuk infeksi dengue yang ringan, dan demam berdarah dengue (DBD; atau dengue haemorrhagic fever, DHF) untuk infeksi dengue yang disertai kebocoran plasma schingga menyebabkan penyakit yang lebih berat, yang kemudian juga dapat menyebabkan kematian akibat syok (sindrom syok dengue, SSD; dengue shock syndrome, DSS). Dengue pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Setelahnya, kasus dengue dilaporkan ‘hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dan hingga saat ini terjadi tren peningkatan kasus. Pada tahun 2020, angka kesakitan (incidence rate atau IR) DBD di Indonesia adalah 39,9 per 100.000 penduduk, Wolbachia adalah bakteri alami, simbion yang umum ditemukan di hewan arthropoda (berbuku buku), termasuk serangga. Wolbachia mempunyai ribuan strain yang berasosiasi dengan berbagai jenis inang (serangga) dan mempunyai peran yang berbeda-beda di setiap inangnya. Peran peran itu antara lain, meningkatkan atau menurunkan kebugaran (fitness), feminisasi atau mengubah rasio betina lebih besar dibanding jantan melalui mekanisme male killing dan perubahan seksual embrio dari jantan ke betina, mengubah perannya misalnya dari tidak hama menjadi hama tanaman, ketidaksesuaian sperma dan sel telur dan lain-lainnya. Hasil studi yang dilakukan oleh World Mosquito Program Yogyakarta (WMP Y) menunjukkan bahwa Wolbachia sangat umum (lebih dari 50%) ditemukan di serangga-serangga yang ada di sekitar hunian, area kebun, dan area pertanian, diantaranya ditemukan di lebah, capung, kupu-kupu, dan lain-lain. Wolbachia diidentifikasi pertama kali pada tahun 1924 oleh Marshall Hertig dan Simeon Burt Wolbach. Wolbachia kemudian dideskripsikan sebagai spesies (Wolbachia pipientis) pada tahun 1936 oleh Marshall Hertig. Fenomena ketidaksesuaian sperma dan telur ditemukan pada tahun 1971. Potensi Wolbachia sebagai penghambat transmisi dengue ditemukan di tahun 2008, yang selanjutnya di uji lapangan pada tahun 2015, dan WMP Y membuktikan efikasi Wolbachia terhadap kasus dengue di tahun 2020. Wolbachia adalah teknologi pelengkap dari program pengendalian dengue yang sudah ada, Teknologi-teknologi yang dilakukan di program nasional menyasar pada 1) sisi mengurangi gigitan nyamuk dengan program pengendalian populasi, seperti PSN, Fogging, 3M dil, dan 2) meningkatkan kualitas penanganan medis sehingga fatalitynya menurun. Wolbachia melengkapi pada sisi 3) mengurangi potensi nyamuk sebagai vektor, yaitu dengan mekanisme penghambatan replikasi virus dengue yang diperankan oleh Wolbachia, Jadi teknologi Wolbachia tidak untuk menggantikan program yang sudah ada, namun teknologi Wolbachia harus menjadi bagian dari program tersebut, dan integrasi ini kemungkinan akan memberikan dampak penurunen kasus dengue yang signifikan. Tujuan Petunjuk Teknis ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pengelola program baik pusat maupun daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait dalam menyelenggarakan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia di kota yang telah ditetapkan, yaitu di kota yang memiliki angka insiden atau kesakitan Dengue tinggi, sebagai berikut: 1, Kota Bandung; 2. Kota Administrasi Jakarta barat; 3. Kota Bontang; c 4, 5. Kota Kupang; dan Kota Semarang. Strategi 1. Penguatan Advokasi dan Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor Permasalahan Dengue tidak dapat diselesaikan oleh sektor Kesehatan saja dan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam penyelesaiannya. Secara umum permasalahan Dengue Dengue meliputi pelaksanaan program yang belum berkesinambungan, kurangnya perhatian dari pemangku kepentingan dan ketersediaan sumber daya yang belum memadai untuk pelaksanaan program di daerah. Pelaksanaan program yang belum _ berkesinambungan tercermin dari fluktuatifnya jumlah penemuan kasus baru aktif, Hal ini sesuai dengan fakta biologis bahwa masa inkubasi Dengue Dengue yang panjang mengharuskan adanya kesinambungan Penanggulangan Dengue Dengue di daerah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pemangku kepentingan melalui penguatan advokasi serta koordinasi dan kerja sama lintas program dan lintas sektor dalam Penanggulangan Dengue Dengue sesuai tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing Untuk memperoleh komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Dengue Dengue, dapat dilakukan melalui advokasi agar memperoleh dukungan kebijakan. Kebijakan ini mencakup terjaminnya ketersediaan sumber daya untuk Penanggulangan Dengue Dengue serta penghapusan stigma terhadap orang yang sedang dan pernah mengalami Dengue Dengue beserta keluarganya. Kebijakan Dengue Dengue nasional perlu terus disosialisasikan ke Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai acuan dalam pelaksanaan program Penanggulangan Dengue Dengue di daerah. Penguatan Peran Serta Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan mempunyai peran penting dalam Penanggulangan Dengue Dengue. Peran masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang dapat dilakukan antara lain: a. penemuan Pasien Dengue Dengue yang dapat dilakukan melalui penemuan kasus secara aktif, pasif, intensif, dan masif, berbasis keluarga atau masyarakat. b. penemuan kasus melalui kolaborasi kader kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lintas sektor lainnya. c. _ penyebarluasan informasi tentang Dengue Dengue untuk edukasi kepada masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang benar tentang Dengue Dengue. Penyediaan Sumber Daya yang Mencukupi dalam Penanggulangan Dengue Dengue Ketersediaan sumber daya yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas sangat dibutuhkan dalam Penanggulangan Dengue Dengue. Penyediaan sumber daya antara lain melalui peningkatan kapasitas petugas kesehatan, pelibatan masyarakat, penyediaan dana serta logistik di semua tingkatan baik di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun di fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk itu dukungan Pemerintah Daerah dalam program Dengue Dengue sangat dibutuhkan terutama dalam era desentralisasi ini, untuk memastikan kesinambungan kegiatan dan pelayanan program di daerah. Dukungan yang diharapkan terutama dalam ketersediaan dana dan sumber daya manusia yakni tenaga kesehatan dan masyarakat terlatih. Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan serta Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Dengue Surveilans Dengue merupakan kegiatan penting untuk memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program Penanggulangan Dengue. Surveilans Dengue dilakukan pada survei data kasus infeksi Dengue. Fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/swasta diharapkan berkontribusi dalam pelaksanaan surveilans penemuan kasus Dengue melalui koordinasi dengan Puskesmas setempat. Melalui Surveilans Dengue yang baik maka pencapaian maupun kendala dalam menuju Eliminasi Dengue dapat diantisipasi dan diatasi dengan tanggap. BAB Il PERSIAPAN Rencana Kegiatan Rencana Kegiatan per kota sebagai lokus penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia ~emyoeqtog\-109q ynuredu| (uopeormumoo| Wopouyay tseyuoura|durt uresBosd qeyson jnajo] +g wIpayy) tseAEMUTOY| Bure seunopur peuey eyyuoquied wep Fs 49 eIpow Borens (quowodesug| moy Amunuru09) yexereKsey| ep weyeuresay ‘veyempey yexFuN sopey weyNeled| uByeqiied Bayes) yesoep yexZuesed! =—_ueyefiqay nyBuewog| uep ureiZoid suyUl] IseuTp100y UEP IsesTTeISOS ueyeqyad 232.75) seusoysng Uep UB}EYyssey SeUIC LOL| feryoeqiom stu42L| rue way) Bryoeqiom iseyuourardun wy ueyNqUaquIed| ce uep uawofeusy 1oxe.nS} (ey 2) uounrwoy ueunsndueg ueurdung 1seyoapy| Ueemesqujed wedeysied| T ptletlet|ttlot|6ls|z|9|s|p|e|z|r ae oes VIHOV@10M Loaroud LOTid ISVLNAWATdWI NVLVIOTH VNVONTE BIyDEGIOM IseuaWa|duy] WeSUBUEOUOT Jeuquomeyduyy| Z Ueenusyeiod| ueBuedyy 1p ynuredu Suoyuou jodures wep info} UeEio[aBued jeduia; sense ueerposuag (tp Tadures Jo30q| ‘oyendse Yon) ynurekN UedeyBueuag UeyEpesad -| uesodejag wep ueyeyEOUNg MIO ~ aynuof werd - (Surreay 99) soquig -| UoReMPArd) snsH807 wep] apy -PRRL ueetpeduad ovens} 2 ansiB07 weelpaduad ynse eng Suero uenjusuod| isequowiojdu ueseses isexo] UBB INIA] ueguedey Josmsadng Was weerpesuad| yeyeresseW oy IsewLOsUT eIpour| uereqeduad wep eryoeqiom Isequawerduyy isestTersog VIHOV@10M LOICOUd LOTid ISVINGW Id WI NVLVIOTH VNVONTA -L- "| eee “erypeqiom| ~19q ures Joquio weyLreuad yejores une? 1 MaTed| 2q 3m aqua Wey Wer 73 T ea see sequouro(dury exsed wep Suuoyuoyy Boyeng g umuNuTUT eurejas ueng denas IseauMaxOpI9} ep soyuoULa; anBusg snseq wapisur Bed yeenyeag, wep Sap03}H0R (ensouserq) eryoeqiomiog] wr yoeqiom BulsoyUoy| ynurefu jsiodoud jsenpeas uep SuuoHuOW| —_%9 ANsouseIg Boyeng {uemq) (quaurfojdaq) denes) epeazoq osvayor yees Isenyeag Uep BuOWUOW| erydeqiom-sog yNUTEAN ZI) ynuredN Anjo} oseaye, uesedajag Bayeng VIHOV@10M LOgrodd LOTid ISVINGWA TAI NVLVIOGN VNVONTE -g- BAB IIL EPIDEMIOLOGI Mekanisme kerja teknologi Wolbachia melawan Virus Dengue Wolbachia pada Ae. aegypti tidak mengubah karakter biologi dan behaviournya tapi menghambat replikasi dengue. Mekanisme penghambatan sudah banyak dikaji. Mekanisme itu antara lain: 1) menginduksi produksi © tertentu dari sel yang merupakan toksin dari Virus, 2) menginduksi hormonal yang menyebabkan virus tidak bisa berkembang, 3) meningkatkan fitnes dari nyamuk sehingga mampu mencounter infeksi virus dan penyakit lainnya, dan yang lebih umum adalah 3) kompetisi makanan antara Wolbachia dengan virus dengue. Dampak teknologi Wolbachia terhadap dengue Indonesia khususnya Yogyakarta menjadi wilayah pertama di Dunia yang berhasil membuktikan efikasi atau dampak dari pelepasan nyamuk ber-Wolbachia ber-skala Iuas dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan WMP Yogyakarta. Desain Penelitian pertama, studi kuasi eksperimental dilakukan di Kota Yogyakarta, yaitu di sisi wilayah barat sebagai wilayah intervensi (Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan) dan wilayah timur sebagai wilayah kontrol (Kecamatan Kotagede). Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan selama 7 bulan pada bulan Agustus 2016-Februari 2017, dan kasus dengue diidentifikasi dari sistem surveilans dengue oleh Dinas Kesehatan Kota pada periode sebelum dan setelah intervensi (2006-2019). Hasil kuasi eksperimental menunjukkan bahwa Wolbachia dapat menurunkan 76% dengue di daerah penelitian (Indriani, Citra et al. 2020). Penelitian kedua, yaitu studi Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED) dengan rancangan Cluster Randomized Trial Control Trial (CRCT) dimulai pada tahun 2017, di Kota Yogyakarta (menggunakan -10- wilayah yang berbeda dengan penelitian pertama), dan Sewon, Bantul. Dalam studi CRCT ini, WMP Yogyakarta membagi wilayah Kota Yogyakarta dan Sewon, Bantul, menjadi 24 klaster, dan menitipkan ember berisi telur nyamuk di rumah orang tua asuh dan fasilitas umum di 12 klaster yang menjadi daerah kontrol, dan 12 Klaster yang tidak disebari telur nyamuk ber-Wolbachia yang menjadi daerah pembanding. Hasil utama study CRCT ini menunjukkan bahwa Wolbachia efektif menurunkan kasus dengue sebesar 77%, bahkan Wolbachia juga efektif menekan insiden dengue dari 4 strain yang umum ditemukan di Indonesia (DENV 1 - DENV 4). Selain itu, dari hasil studi ini juga membuktikan bahwa Wolbachia dapat mengurangi hospitalisasi atau rawat inap karena dengue di Rumah Sakit sebesar 86% (Utarini, Adi et al. 2021) . intervensi juga Wolbachia tidak menginduksi atau menyebabkan terjadinya mutasi virus ke arah yang lebih berbahaya. secara kontinue melakukan test membandingkan Wolbachia di inang aslinya dengan yang ada di Ae. aegypti, dan sampai saat ini tidak ada indikasi terjadinya mutasi. Dari berbagai bukti ilmiah yang telah dikumpulkan, baik dari hasil studi yang dilakukan di Indonesia maupun di negara lain seperti Brazil, Vietnam dan Australia menjadi dasar analisis dan kajian yang dilakukan oleh VCAG-WHO (Vector Control Advisory Group - World Health Organization). Badan ini merupakan badan independen WHO yang berperan sebagai Dewan Penasehat untuk Pengendalian Vektor. Dari hasil kajian ini, VCAG merekomendasikan WHO untuk mengembangkan pedoman rekomendasi pelepasan Wolbachia untuk pengendalian dengue {VCAG, 2021). Bfek teknologi Wolbachia terhadap manusia Wolbachia aman terhadap manusia, karena 1) Wolbachia hanya bisa hidup di sel serangga, tidak bisa hidup di sel manusia/mamalia, 2) ukuran sel Wolbachia lebih besar dibandingkan probosis nyamuk, sehingga kalaupun nyamuk menggigit manusia, Wolbachia tersaring karena Sie ukurannya. Wolbachia juga hanya bisa hidup di sel hidup, sehingga pada saat nyamuk menggigit manusia, kalaupun Wolbachia terikut dalam saliva. nyamuk, selain sudah tersaring, Wolbachia ini dalam kondisi mati karena saliva bukan sel, 3) Kelaupun misalnya nyamuk ber-Wolbachia tidak sengaja tertelan oleh manusia, maka ketika nyamuk tertelan dan mati, maka sel Wolbachia yang di dalamnya juga akan mati, Bukti-bukti keamanan pada manusia: 1) Manusia sudah berinteraksi dengan Wolbachia sangat lama, dan sampai saat ini tidak pernah dilaporkan ada penyakit yang disebabkan oleh Wolbachia, 2) Secara rutin, Tim Peneliti mengetes volunter pemberi makan nyamuk. Rata-rata velunter sudah memberi makan nyamuk lebih dari 5 tahun, dengan intensitas yang sangat tinggi yaitu 1 minggu sekali dengan jumalh nyamuk yang banyak. Testing dilakukan dengan mengambil sampel darah dari volunter tersebut dan di test antibodinya. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan antibodi terhadap adanya Wolbachia di darah semua volunter yang diuji. Efek teknologi Wolbachia terhadap lingkungan Wolbachia aman terhadap lingkungan. Wolbachia hanya hidup di sel hidup, sehingga tidak mungkin menjadi polutan di udara, air dan tanah. Wolbachia hanya bisa ditularkan lewat jalur pewarisan, sehingga kecil kemungkinan Wolbachia berpindah ke jenis serangga/makluk yang lain. Di Ae. aegypti sendiri, Wolbachia tidak mengubah resistensi, sehingga tidak memicu penggunaan insektisida. Penerapan teknologi Wolbachia Penggunaan pendekatan Wolbachia sebagai population replacement dengan memfungsikan Wolbachia sebagai penghambat replikasi virus dengue sehingga potensi nyamuk sebagai vektor menjadi kecil. Dalam pendekatan ini, Ae. aegypti ber- Wolbachia dilepaskan ke habitat alami, dan melalui perkawinan, Wolbachia diturunkan ke generasi berikutnya. Pelepasan nyamuk ber- Wolbachia bisa dilakukan melalui nyamuk dewasa atau telur, dan keduanya mampu menghasilkan perkembangan Wolbachia -12- yang sama baiknya, Namun pelepasan nyamuk dewasa kurang disukai masyarakat karena peningkatan concern kenyamanan yang langsung terasa. Di Sleman dan Bantul, teknologi Wolbachia menjadi bagian dari program pengendalian demam berdarah Pemkab melalui Dinkes. Dalam implementasinya, pemkab adalah pemilik dan pelaku implementasi, dan kader sebagai pelaksana penitipan ember. Di Sleman, penitipan telur dilakukan dari Agustus 2021-Januari 2022, dengan proporsi Wolbachia saat monitoring terakhir (Januari 2022) mencapai 70%. Di Bantul, implementasi baru dimulai dan penitipan ember direncanakan akan dilakukan pada Mei-November 2022. -13- BAB IV TAHAP PERSIAPAN A. Penyiapan Masyarakat 1 Meningkatkan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan Pelibatan masyarakat dan kelompok berdaya di masyarakat sangat penting dalam perilaku pencegahan dengue, pelaporan tersangka dengue dan mengenali tanda bahaya dengue. Masyarakat ditempatkan sebagai subjek yang dapat melakukan tindakan pencegahan dengue secara mandiri. Upaya intervensi yang akan dilakukan adalah: (1) Meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) menggunakan pendekatan _sosioantropologi, communication for behavioral impact (COMBI), atau lainnya ke masyarakat dan kelompok berisiko tentang pencegahan dengue, PSN dan tanda bahaya dengue melalui kegiatan diseminasi informasi di berbagai media; (2) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat, kelompok masyarakat berdaya dalam pencegahan dan penanggulangan dengue, melalui kegiatan Lomba Desa Siaga memanfaatkan indikator vektor dengan monitoring evaluasi oleh perangkat desa, pemeriksaan jentik di institusi atau tempat-tempat umum, kader Jumantik di instansi, keterlibatan kelompok pramuka, tokoh agama, pesantren dan kampus sehat; (3) Mengembangkan community championkelompok sebaya dalam meningkatkan kepedulian masyarakat tentang dengue; (4) Mengoptimalkan, mengembangkan, dan mengintegrasikan kelompok masyarakat erdaya dalam memantau dan mengatasi persoalan kesehatan lingkungan dengan Strategi dan Intervensi 36 37 pendekatan sosioantropologis atau lainnya, melalui kegiatan pertemuan advokasi untuk menumbuhkan kepedulian terhadap dengue, melakukan pemicuan tular vektor, maupun mengembangkan metode lain yang -14- lokal spesifik; (5) Mengidentifikasi dan mengintegrasikan strategi partisipasi_masyarakat-kelompok komunitas berdaya ke dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah, terutama wilayah perkotaan yang padat penduduknya; dan (6) Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan kasus suspek dengue ke puskesmas melalui pelaporan berjenjang menggunakan teknologi terkini. Menjalin kolaborasi dengan LSM peduli lingkungan, organisasi masyarakat, dan komunitas Penyakit dengue sangat terkait dengan intervensi kesehatan lingkungan. Oleh karenanya sangat penting terjalin kolaborasi dengan LSM peduli lingkungan, organisasi masyarakat, dan komunitas. Upaya intervensi yang dilakukan adalah: (1) Mengidentifikasi dan mendorong peran lembaga/pihak yang relevan di tingkat nasional dan daerah untuk berpartisipasi dalam pencegahan dengue dan penanganan KLB; (2) Mengadvokasi pencegahan fogging yang tidak sesuai dengan panduan; (3) Mengidentifikasi areaarea yang potensial untuk kolaborasi dengan lembaga/pihak terkait menurut wilayah dan karakteristik populasi tertentu (area kumuh, miskin atau tempat Jainnya); dan (4) Meningkatkan peran LSM peduli lingkungan, organisasi masyarakat, dan komunitas dalam pencegahan dan penanggulangan dengue. Menguatkan peran media dalam mengedukasi masyarakat Media merupakan mitra program penanggulangan dengue yang mempunyai jangkauan luas untuk memberikan edukasi masyarakat terkait pesan-pesan gerakan masyarakat (Germas), Kesehatan lingkungan dan pencegahan dengue, Upaya intervensi yang dilakukan adalah: (1) Meningkatkan kapasitas media untuk mengedukasi masyarakat tentang vektor, Kesehatan lingkungan, pencegahan dengue, serta gejala dan tanda bahaya dengue melalui Sagi kegiatan sensitisasi media nasional dan menguatkan peran daerah dalam kolaborasi dengan pihak media; dan (2) Meningkatkan apresiasi/ penghargaan media terhadap inisiatif lokal masyarakat untuk pencegahan dengue B. Strategi penyiapan masyarakat 1. Manajemen Organisasi a. ‘Tujuan: manajemen organisasi pilot project teknologi Wolbachia yang efektif dan efesien Langkah-langkah ) 2) 3 Pertemuan —koordinasi_ == pemangku kebijakan (walikota/bupati) dengan stakeholder,lintas sektor,lintas program, organisasi masyarakat/LSM. Pembentukan tim pelaksana implementasi pilot project teknologi Wolbachia dengan masing-masing tugas pokok,fungsi dan tanggung jawab di tingkat kota/kabupaten Pembuatan SK (Surat Keputusan) atau Instruksi dari Kepala Daerah dan Pemerintah Daerah Walikota/Bupati tentang tim pelaksana (pokja) implementasi pilot project teknologi Wolbachia. 2. Pelibatan Pemangku Kebijakan (Stakeholder Engagement) Tujuan: terbentuknya dukungan dan komitmen semua pihak a. baik pemerintah daerah maupun lintas sektor yang terkait dalam implementasi pilot project teknologi Wolbachia Langkah-langkah y 2) Sosialisasi dan advokasi Kepala Daereah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung dan berkomitmen implementasi pilot project teknologi Wolbachia Pertemuan koordinasi pemangku kebijakan (walikota/bupati) dengan stakeholder, lintas sektor,lintas program, swasta, organisasi masyarakat/LSM -16- 3) Melakukan pencanagan (lounching) di wilayah Implementasi pilot project 3. Pelibatan Masyarakat a. Tujuan: terbentuknya pemahaman yang sama di masyarakat sehingga meminimalkan bahkan meniadakan penolakan terhadap implementasi teknologi Wolbachia. Langkah-langkah 1) Sosialisasi tentang teknologi Wolbachia melalui pertemuan langsung atau tidakm lansung (sarana online) dengan masyarakat di wilayah RT/RW, desa/kampung/kelurahan/kecamatan bahkan — sampai tingkat kota/kabupaten/provinsi. 2) Melakukan pelatihan-pelatihan untuk kader 4. Media dan Komunikasi a. Tyjuan: mensosialisasikan implementasi pilot project teknologi Wolbachia melalui berbagai saluran informasi. Langkah-langkeh untuk pelaksanaan media komunikasi adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pemetaan (maping) kebutuhan media yang akan digunakan. 2) Menyusun materi sosialisi yang disesuikan dengan kebutuhan masyarakat. C. Penentuan target wilayah release dan peta (grid) penitipan ember. 1. Penentuan target wilayah a. Tujuan: menentukan wilayah dari area piloting yang akan diintervensi teknologi wolbachia dengan mempertimbangkan beban dari penyakit dengue berbasis kecamatan, ketersediaan telur yang bisa di-support oleh tim teknologi. Langkah-langkah Penentuan target wilayah adalah sebagai berikut: 1) Menganalisis beban dari penyakit dengue 3-5 tahun terakhir. -17- 2) Menentukan wilayah prioritas yang akan diintervensi teknologi wolbachia b. SOP yang harus dibuat adalah penentuan wilayah target berbasis beban dari penyakit dengue. 2. Pembuatan peta (grid) penitipan ember a. Tujuan: menentukan titik-titik yang akan dititipi ember, dan menentukan jumlah ember yang akan berhubungan dengan jumlah logistik, jumlah telur per minggu, operasional pelaksanaan penitipan ember, sistem monitoring dan lain-lain. Langkah-langkah Pembuatan peta (grid) penitipan ember: 1) Penyediaan peta terupdate di wilayah target yang terdiri dari wilayah hunian dan wilayah non hunian 2) Pembuatan peta grid di area release yang kemudian diturunkan ke peta grid wilayah kecamatan, wilayah desa/kelurahan, wilayah RW. 3) Menghitung jumlah grid berbasis area kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, atau kalau memungkinkan sampai level operasional terbawah misalnya RW/RT. b. SOP yang dibuat: SOP mapping/grid D. Penyiapan nyamuk berwolbachia 1. Penyiapan koloni a. Assessment nyamuk lokal 1) Tujuan: untuk mengetahui level resistensi nyamuk liar di area pelepasan dan menyiapkan prediksi keberhasilan pelepasan dan menyiapkan nyamuk yang ber-Wolbachia akan dilepaskan 2) Langkah-langkah yang dilakukan Assessment nyamuk lokal a) Melakukan sampling nyamuk di wilayah target dengan menggunakan ovitrap. Jumiah ovitrap sekitar 100 dan lokasi sampling menyebar pada wilayah target b) Melakukan pemeliharaan nyamuk hasil sampling -18- c} menguji resistensi_ menggunakan kit standar. WHO dengan membandingkan antara nyamuk liar (diperoleh dari sampling di atas) dengan nyamuk ber-Wolbachia d) Apabila terjadi perbedaan resistensi antara nyamuk lokal dan nyamuk laboratorium ber-wolbachia (nyamuk liar resistensi lebih tinggi 10% dari nyamuk ber- Wolbachia) maka perlu dilakukan kawin silang (atau backrossing) b. Backcrossing 1) Tujuan: memperbaiki karakter resistensi dari nyamuk ber- Wolbachia yang akan dilepaskan sehingga kemungkinan Wolbachia akan berkembang di wilayah target menjadi tinggi 2) Langkah-langkah melakukan Backcrossing a) menggunakan materi hasil sampling assessment, maka nyamuk liar dari wilayah target dipelihara. Teknik pemeliharaan mengikuti SOP. b) Nyamuk jantan dari wilayah target dikawin silangkan dengan nyamuk betina_—_ber-Wolbachia_ dari laboratorium. Kawin silang dilakukan maksimum 2 kali. ©) Di setiap proses kawin silang dilakukan pengetesan kandungan Wolbachia. Koloni dengan kandungan wolbachia 100% yang akan digunakan untuk pemeliharaan lanjutan. d) Pada akhir backerossing dilakukan test resistensi seperti dilakukan pada langkah asesmen (no 1) 2. Produksi Massal a. Produksi nyamuk ber Wolbachia 1) Tujuan: untuk memproduksi telur nyamuk ber-Wolbachia yang memenuhi jumlah (kuantitas) untuk di lapangan 2) -19- maupun di laboratorium dan memenuhi standar yang ditentukan (kualitas) Langkah-langkah Produksi nyamuk ber Wolbachia a) Menentukan kuantitas dan kualitas produksi (1) Kuantitasnya adalah 80% telur akan digunakan untuk disebarkan di wilayah target (2) Kualitasnya adalah Wolbachia 100%, daya tetas >90%, nol kandungan dengue, chikungunya dan zika (dilaksanakan Bidang Penjaminan Mutu dan Monev) b) | Membuat sistem produksi (1) Pembuatan rencana dan jadwal (2) Sistem alur sampel antar bidang teknologi dan QA (3) Sistem rearing antara open (menambahkan 10- 15% pejantan liar ke dalam koloni yang dipelihara) dan closed colony (total materi yang dipelihara dari laboratorium} (4) Membuat sistem monitoring dan evaluasi produksi dan (risk mitigation and management). ©) Produksi nyamuk berWolbachia (1) Melakukan penetasan dengan jumlah telur adalah 200% dari kebutuhan indukan produksi (2) Mclakukan pemeliharaan jentik dan sortasi kualitas pertumbuhan jentik (apabila ada kondisi pertumbuhan jentik tidak optimal, sakit atau tidak seragam maka tidak digunakan di tahapan selanjutnya) (3) Melakukan sortasi pupa dengan jumlah disesuaikan kebutuhan per kandang. Untuk di UGM, setiap kandang berisi_ 1000-1200 pupa/nyamuk. qd -20- (4) Melakukan pemasukan pupa ke dalam kandang. (8) Melakukan feeding (pemberian makan) berupa larutan gula (6) Pemberian makan darah (blood feeding). Untuk di UGM masih menggunakan sistem human blood feeding. (7) Melakukan QA: fa) (b) co) {d) melakukan sampling dewasa untuk pengujian Wolbachia Melakukan sampling dewasa untuk pengujian dengue, chikungunya dan zika, Melakukan pengiriman sampel ke Bidang Penjaminan Mutu dan Monev. Melakukan QA untuk hatching rate. menetaskan 100-150 telur dari masing- masing cohort/koloni dalam 3-5 ulangan. Pada hari ke 3 dihitung jumlah jentik yang survive. Hatching rate dihitung dengan membagi jumlah jentik terhadap jumlah telur viabel yang ditetaskan. (8) Melakukan proses peneiuran dan panen telur: @ {b) Memasukkan ovicup (media peneluran). Ovicup akan di dalam kandang sekitar 2-3 hari. Seteiah 2-3 hari, dilakukan pemanenan telur: 1. Pengambilan ovicup yang ada telurnya i. Pengeringan ovicup yang ada telurnya iii, Penyimpanan ovicup yang ada telumnya. Pengepakan dan pengiriman paket. ay (2) (3) 4) -21- Melakuan pemotongan strip dalam bentuk “plate” dengan ukuran lebar 0,5-2 cm dan panjang sekitar 2,5 cm. Setiap plat diperkirakan berisi 200-250 telur. Untuk spesifikasi dan gambarnya tercantum dalam SOP. Melakukan pengepakan paket telur dan pakan untuk masing-masing ember (cat: apabila pembuatan paket dilaicukan di tempat produksi); Melakukan pengepakan paket telur yang akan dikirimkan ke wilayah target; Pengiriman paket. Dilakukan asessment untuk beberapa alternatif Kkurir: kecepatan sampai, xondisi selama proses perjaianan, kondisi paket setelah sampai di tuyuan. Penerimaan dan pengetesan kualitas telur sebelum didistribusikan ke kader/target penitipan, a) (2) (3) (4) Pembuatan sistem dokumentasi dan assessment xondisi paket ketika diterima (kapan diterima (hari dan jam), siapa penerima, kondisi diterima (catatan-catatan kecacatan ketika paket diterima) Pembukaan paket dan melihat kondisi paket telur yang ada. Penyimpanan telur sebelum digunakan untuk release (pelepasan), Pengujian kualitas telur, dengan melihat hatching ratenya. Samia seperti pengujian hatching rate di atas, dilakvkan dengan menetaskan 100-150 telur dalam 3-8 ulangan, dan dihitung jumlah jentik yang survive di hari ke-3. Hasil QA ini dikomunikasikan dengan unit produksi. -22- b. Produksi nyamuk liar lokal untuk materi rearing 1) Tujuan: untuk penyiapan materi nyamuk yang digunakan untuk produksi nyamuk ber-Wolbachia. Pada sistem rearing ‘open population, perlu ditambahkan pejantan liar dari wilayah target yang bertujuan untuk memantain (memelihara) karakter liar dan resistensi dari nyamuk yang akan disebarkan. Catatan: untuk pemeliharaan, nyamuk liar terpisah dengan nyamuk yang ber-Wolbachia, untuk menghindari kontaminasi. 2) Langkah-langkah: a) b) a) Pengambilan sampel nyamuk liar dengan menggunaken ovitrap. ‘‘eknis kegiatan seperti pengambilan sampei uncak assessment nyamuk. Pengambilan sampel dilakukan setiap 3-4 bulan sekali untuk stok. Pemeliharaan nvamuk liar. Materi yang digunakan untuk open population adalah maksimum F2 (atau generasi ke 3 dipelihara di laboratorium). Penyiapan pejantan untuk digunakan dalam materi open popuiation. Sistem QA unmuk 7 aken digunakan untuk untuk menjamin tidak jantan ve materi open popuiation. Ini asi pada koloni Wolbachia yang terjadi_ kontai dipelihara. Penyimpanan telur koloni liar. c. QA produksi 1) Tujuan: menjemin koloni yang disiapkan di lab. dan dikirimkan ke wilayah target sesuai standar. -23- 2) Langkah-langkah: a) Sebagian sudah dijelaskan di atas. b) Melakukan adjustment apabila QA koloni tidak sesuai dengan kualitas. 3) SOP yang perlu dibuat: a) SOP sampling nyamuk liar untuk maintain (memelihara) koloni Wolbachia b) SOP pemeliharaan nyamuk liar E. Penyiapan fasilitas 1. Penyiapan fasilitas produksi a. Tujuan: menyiapkan fasilitas yang kompeten untuk memproduksi 10-20 juta telur nyamuk/minggu untuk memenuhi kebutuhan piloting 5 kota. Asumsi: Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga atau tempat lain akan melakukan produksi nyamuk ber-Wolbachia, karena kapasitas di UGM hanya 4-8 juta/minggu, jumlah yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan piloting. Langkah-langkah : 1) Pembuatan time schedule pelaksanzan rearing sesuai waktu implementasi. 2) Perencanaan alat dan bahan rearing, jamlah menyesuaikan kebutuhan implementasi. 3) _Penyiapan fasilitas laboratorium rearing 4) Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) 5) Penyediaan fasilitas pendukung lainnya (kandang marmut sebagai pakan darahj. 6) Pembuatan SOP pemeliharaan nyamuk dengan pakan darah marmut. - 24 - c. Penyiapan fasilitas penyimpanan dan pengujian kualitas di wilayah target 1) Tujuan: menyediakan fasilitas penyimpanan sehingga kualitas telur terjaga dengan baik, dan tempat untuk melakukan kontrol kualitas telur sebelum didistribusikan ke kader/rumah-rumah target. 2) Langkah-langkah a) Menyiapkan tempat dengan ukuran sesuai kebutuhan b) Menyiapkan fasilitas pendukung (AC, meja dil) untuk kebutuhan penyimpan dan pengujian F. Penyiapan SDM 1, Penyiapan SDM produksi a. Tujuan: menyiapkan sdm yang berdedikasi dan mempunyai kemampuan yang kompeten untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksi seperti yang dijelaskan di atas. b. Langkah-langkah 1) Menyiapkan SK untuk staffyang di assign untuk produksi. 2) Melakukan training ian magang untuk staff produksi 3) Melakukan peadamping pada awal-awal produksi. 4) Melakukan performance appraisal rutin untuk staff-staff yang melakukan produksi. G. Sistem QA 1. Capacity building Pelaksanaan pelatihan tenaga laboratorium masing-masing BBTKLPP yang terlibat untuk monitoring. Jumlah tenaga yang dilatih terdiri dari Entomolog Kesehatan dan atau Pranata Laboratorium Kesehatan. a. Pelatihan deteksi wolbachia pada nyamuk dengan metode PCR -25- Lama pelatihan adalah 3 hari efektif. Pelaksanaan pelatihan akan dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas laboratorium WMP Yogyakarta UGM. Jadwal pelatihan akan menyesuaikan dengan kondisi lapangan. b. Pelatihan deteksi resistensi pada nyamuk dengan metode PCR di B2P2VRP Salatiga Pembagian PJ wilayah : 1) Kota Semarang : BBTKLPP Yogyakarta dan B2P2VRP Salatiga 2) Kota Bandung : BBTKLPP Jakarta dan B2P2VRP Salatiga 3) Kota Jakarta Barat: BBTKLPP Jakarta dan B2P2VRP Salatiga 4) Kota Bontang: BBTKLPP Banjarbaru dan B2P2VRP Salatiga 5) Kota Kupang : BBTKLPP Surabaya dan B2P2VRP Salatiga Penyiapan bahan dan alat Bahan dan alat dikategorikan dalam tiga aktivitas, yaitu: Skrining Wolba: Skrining Virus Dengue, Chikungunya, dan Zika Skrining resistensi insektisida Rincian bahan dan alat disajikan dalam Lampiran X. Perencanaan QA hasil screening wolbachia di BBTKLPP ke Laboratorium WMP Yogyakarta UGM. BBTKLPP mengirimkan sampel (1-2%) secara berkala untuk dilakukan PHC H ae uji banding (pemantapan mutu cksternal) a. prerelease 2 kat b. release 2 kali (aknir monitoring ke-2 dan ke-4) pada akhir monitoring ke 4 apabila wolbachia belum mencapai 40%, maka release nyamuk berwoibachia akan diperpanjang waktunya -26- ©. post release 1 kali Resistensi insektisida Bidang Teknologi mengirimkan sampel nyamuk dari lokasi implementasi ke BBTKLPP untuk dilakukan uji resistensi dengan metode PCR. B. -27- BAB V PELAKSANAAN Peningkatan kapasitas kader sebagai pelaku penitipan ember atau penyebaran nyamuk ber-Wolbachia 1, Pemilihan kader dan kesepakatan komitmen a. Tujuan: membentuk tim pelaksana penitipan ember atau penyebaran nyamuk berWolbachia di unit terdepan. b. Langkah-langkah: 1) Melakukan pemilihan kader yang disesuikan struktur kerja kader di masing-masing lokasi. 2) Membentuk komitmen kader dengan mekanisme yang disepakatai bersama 2. Peningkatan kapasitas kader a. Tujuan: untuk meningkackan kapasitas pengetahuan dan skill kader. b. Langkah-langkah 1) Penjelasan tentang peran kader selama pelaksanaan 2) Penjelasan tentang tahapan-tehapan pelaksanaan penitipan ember 3) Praktek penitipan ember. masing-masing kader akan mengampu 1 ember dan didampingi oleh trainier 4) Dilakukan evaiuasi peningkatan kapasitas kader selama melakukan training c. SOP yang dibuat: SOP training kader dan evaluasi kapasitasi Penyiapan logistik 1, Ember a. Tujuannya: menyiapkan jumlah ember sebagai media penitipan telur sesuai dengan standar dan jumlah yang dibutuhkan b, Langkah_langkah - 28 - ¢. Membuat spesifikasi ember sesuai standar d. Membuat tender pengadaan Menjamin pengadaan sesuasi spesifikasi, jumlah dan waktu yang ditentukan f. Menyimpan di gudang sebelum didistribusikan &. Membuat sistem pendistribusian ember ‘Telur dan pakan a, Tujuan melakukan pengepakan telur dan pakan sesuai dengan standar dan jumlah pakan cukup untuk perkembangan jentik menjadi nyamuk. b. Langkah-langkah 1) Melakukan pengepakan telur dan pakan 2) Melakukan pembagian jumlah berdasar kebutuhan per kelurahan 3) Distribusi paket telur dan pakan dari lokasi penegpakan ke kader. Penitipan ember atau penyebaran nyamuk berWolbachia a. Tujuan: melakukan penyebaran nyamuk berWolbachia b. Langkah-langkah 1) Menyiapkan logistik 2) Telur dimasukkan ke ember dan diberiair 3) Ember dititipkan di lokasi yang sudah ditentukan. Kader mengirimkan data jumlah ember yang dititipkan 4) Setiap 2 minggu dilakukan penggantian paket. Kader melaporkan jumlah emberyang dititipkan atau ada respondent yang tidaic bersedia dititipi lagi, atau data penggantian respondent 5) Staff lapangan melakukan QA a. 10% atau minimal 4 per pedukuahn sebagai ember QA b. Pengamatan pada ember QA, yaitu status berhasil/gagal dan jumiah selongsong pupa per ember. - 29 - 4. SOP yang dibuat: a. SOP penitipan ember dan penggantian paket b. SOP pelaporan data pelaksanaan c. SOP QA penitipan ember 5. Pengambilan sampel nyamuk untuk monitoring Wolbachia a. Tujuan: untuk mengetahui perkembangan Wolbachia dan melakukan adjustmet penitipan ember apabila frekuensi Wolbachia masih dibawah standar b. Langkah-langkah 1) Membuat rencana monitoring: dilakukan kapan, oleh siapa, jumlah target nyamuk 2) Membuat peta titik monitoring 3) Mempersiapkan logistik 4) Melakukan sampling pada titik-tik yang ditentukan 5) Melakukan identifikasi dan preservasi sampel 6) Mengirimkan sampel ke Div QA 7) Membuat data sampel yang terhubung dengan unit QA, baik secara manual maupun secara digital. c. SOP 1) SOP pemetaan titik monitoring 2) SOP sampling -30- BAB VI MONITORING DAN EVALUASI Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan Pilot Project Wolbachia dilaksanakan sejak mulai perencanaan produksi telur, release nyamuk ‘erwolbachia hingga pasca release. A. Monev produksi telur nyamuk berwolbachia (pre-release) Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan sampel nyamuk liar lokasi iimplementasi dari Bidang Teknologi, Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan dua kali. Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida pada nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada nyamuk dan 3) skrining arbovirus pada nyamuk berwolbachia Hasil uji dan skrining disampaikan kepada lab yang memiliki kapasitas. Monev release nyamuk berwolbachia Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: a. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan sampel nyamuk liar lokasi iimplementasi dari Bidang Teknologi, b. Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan empat kali. Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida pada nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada nyamuk dan 3} skrining arbovirus pada nyamuk berwolbachia ¢. Pelaksanaan uji banding (pemantapan mutu eksternal) BBTKLPP mengirimkan sampel nyamuk berwolbachia (1-2%) ke lab yang memiliki kapasitas pemeriksaan. 4. Hasil uji dan skrining disampaikan kepada lab yang memiliki kapasitas pemeriksaan 2. -31- Monev pasca release Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: a. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan sampel nyamuk liar lokasi implementasi dari Bidang Teknologi Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan dua kali, Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida pada nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada nyamuk dan 3) skrining arbovirus pada nyamuk berwolbachia Hasil uji dan skrining disampaikan kepada Laboratorium yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan pemeriksaan. -32- BAB VII PENCATATAN DAN PELAPORAN Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting untuk mendapatkan gambaran dan informasi kegiatan di semua tingkat pelaksana program Penanggulangan Dengue. A. Pencatatan Pencatatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan petugas untuk mencatat hasil kegiatan pencatatan pilot project. Pencatatan dilakukan pada semua fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan Dengue. Pencatatan Dengue paling sedikit meliputi: 1, jumlah kasus; 2. jumlah kematian; dan 3. ABU di luar ember wolbachia. Kegiatan pencatatan yang dilakukan baik di fasilitas pelayanan kesehatan, dinas keschatan kabupaten/kota, maupun dinas kesehatan provinsi, sebagai berikut: 1, Pencatatan di Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas baik dilaksanaken di dalam gedung maupun di luar gedung dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus dicatat dengan baik. Berikut kegiatan pencatatan yang dilakukan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya: a. Pencatatan Hasil Penemuan Suspek di Masyarakat Pencatatan tersebut dapat dilakukan oleh petugas ataupun kader Kesehatan. Kader kesehatan mencatat, mengumpulkan, memilah, dan merekap hasil penemuan bercak yang dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga pada formulir penemuan bercak, Pencatatan yang dilakukan meliputi alamat, nama kepala keluarga berikut anggota keiuarga, usia, dan tempat ditemukan bercak, Kader melaporkan rekapan tersebut ke petugas -33- Puskesmas terlatih Dengue untuk dikonfirmasi dengan mengikuti alur diagnosis. b. Pencatatan Kasus Kasus yang telah ditemukan, baik melalui kegiatan pasif maupun aktif, serta mendapatkan pengobatan dicatat dalam Kartu Pasien. Pencatatan meliputi identitas diri pasien, cara penemuan, diagnosis, riwayat pengobatan, gambaran kelainan kulit dan saraf (charting), keadaan cacat, pengobatan MDT, dan pemeriksaan kontak scrumah. Pencatatan di Kartu Pasien dipindahkan ke register kohort monitoring pasien tipe PB dan MB secara manual atau dimasukkan dalam Sistem Informasi Program Dengue (SIPK) online. 2. Pencatatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dinas kesehatan kabupaten/iccta melakukan pencatatan rekapitulasi laporan program yang masuk dari Puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Untuk rekapitulasi pencatatan kasus menggunakan Sistem Informasi Program Dengue Dengue (SIPK) berbasis offline yang dikenal dengan Recording and Reporting (RR elektronik) maupun Sistem Informasi Program Dengue Dengue (SIPK) online. 3. Pencatatan di Dinas Kesehatan Provinsi Dinas kesehatan provinsi melakukan pencatatan rekapitulasi laporan program yang masuk dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Untuk rekapitulasi pencatatan kastis, petugas dinas kesehatan provinsi melakukan pemantauan, pengecekan dan validasi_ data kabupaten/kota menggunakan Sistem Informasi Program Dengue Dengue (SIPK) berbasis ofjtine maupun online. B. Pelaporan 1. Pelaporan oleh Puskesmas dan iasilitas pelayanan kesenatan lainnya ditujukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan. - 34 Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kompilasi pelaporan dari Puskesmas dan jasilitas peiayanan kesehatan lainnya, dan melakukan analisis sitvasi epidemiologi Dengue untuk pengambilan kebijakan dan rencana tindak lanjut, serta melaporkan ke dinas kesehatan provinsi setiap 3 (tiga) bulan. Dinas kesehatan provinsi melakukan kompilasi pelaporan dan melakukan analisis situasi epidemioiogt Dengue untuk pengambilan kebijakan dan rencana tindak ianjut serta melaporkan ke Direktur Jenderal di Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit setiap 3 (tiga) bulan. Direktorat Jenderai yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pengendaian penyakit melakukan kompilasi pelaporan dan melakukan anaiisis situasi epidemioiogi Dengue untuk pengambilan kebijakan teknis dan tindakc ianjut serta memberikan umpan balik ke dinas kesenatan provinsi dan menyampaikan laporan ke Menteri Kesehatan Pelaporan dilakukan a berkala dan teratur, -35- BAB VIII PENUTUP Dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini juga menjadi tantangan dalam Penanggulangan Dengue di Indonesia. Untuk itu dalam kegiatan Penanggulangan Dengue, sangat dibutuhkan peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, serta pemangku kepentingan terkait. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan pilot project penerapan teknologi wolbachia, maka disusun keputusan Direktur jenderal P2P tentang petunjuk teknis penerapan Pilot Proect Wolbachia yang digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengelola program, tenaga kesehatan, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan terkait, sehingga target program Penanggulangan Dengue dapat tercapai khususnya dalam penerapan pilot project wolbachia. DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT, MAXI REIN-RONDUNUWU

Anda mungkin juga menyukai