Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani

Sekolah Tinggi Teologi Kasih Allah Indonesia


ISSN 2798-6756 (Online), 2798-6764 (Print)
Volume. 1, Nomor. 2, (Januari 2022) (Hal. 116-130)
http://e-journal.sttkai.ac.id/index.php/xairete/index

Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen


Terhadap Perilaku Anak Remaja

1Stefanus Dully, 2Tommy Lantang, 3Maruba Raja Gukguk,


4Lena Anjarsari Sembiring
1,2,3
Sekolah Tinggi Teologi Anugrah Indonesia, 4Universitas Kristen Indonesia
stefanusdully19@gmail.com

Abstract: Association is a factor that affects the growth of adolescents. In teaching Teachers of
Christian Education must focus on changing the behavior of adolescent children and instilling the
value of a solid Christian faith as a basis for students. Because of the way parents educate children
inappropriately, if the parents have a good relationship with God. This value is what is seen by the
child, so that a child can follow the values of parental example. In guiding and directing children,
parents need to respond in terms of communication and responsibility and must see the child's self-
confidence as a need of today's adolescents. Parents should be able to communicate well with their
adolescents. And must be responsible for what is said to the child and must see the needs in the child.
So that a child feels fully understood by parents.

Keywords: Christian Education, Parents, Children

Abstrak: Pergaulan merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Anak remaja. Dalam
mengajar Guru Pendidikan Agama Kristen harus berfokus padan perubahan prilaku anaka remaja
dan menanamkan nilai iman Kristiani yang kokoh sebagai dasar bagi anak didik. Dengan orang tua
mendidik anak, orang tua itu memiliki hubungan yang baik terhadap Tuhan. Nilai inilah yang dilihat
oleh anak, sehingga seorang anak dapat mengikuti nilai-nilai keteladanan orang tua. Dalam
membimbing dan mengarahkan anak, orang tua perlu menyikapi dari segi komunikasi dan tanggung
jawab serta harus melihat kepecayaan diri anak sebagai kebutuhan remaja saat ini. Orang tua harus
dapat berkomunikasi dengan baik terhadap anak remajanya. Orang tua bertanggung jawab terhadap
apa yang dikatakan kepada anak dan harus melihat kebutuhan pada diri anak. Sehingga anak merasa
dimengerti secara penuh oleh orang tua.

Kata kunci: Pendidikan Agama Kristen, Orang Tua, Anak

Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 116


XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

Pendahuluan
Pada masa kini pergaulan yang ada dalam komunitas remaja kian tidak dapat
dibendung. Berbagai dampak yang terjadi dalam kehidupan anak-anak remaja sangatlah
riskan bagi kehidupan para anak-anak remaja di Indonesia. Rusaknya anak-anak muda yang
terjadi dalam suatu pergaulan disebabkan oleh banyak sebab dan berakibat fatal bagia anak
serta berdampak bagi orang-orang di lingkungan sekitarnya.1 Di dalam surat 1 Kor15:33
dikatakan bahwa “janganlah kamu sesat: pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang
baik.” Bila kita menyoroti kehidupan atau sebuah komunitas remaja, maka diperlukan sikap
kepedulian yang di dasari oleh firman Tuhan, sehingga kita dapat mengangkat mereka dan
menyatakan kebenaran yang sesuai dengan firman Tuhan. Pendidikan agama Kristen
sekarang ini merupakan hal yang dianggap penting oleh gereja Kristen di seluruh dunia.
Kekurangan-kekurangan maupun kesulitan-kesulitan yang ada dalam pendidikan agama
mendorong untuk mempelajari kembali berkenaan dengan tujuannya, dan metodenya yang
terbaik, serta banyak hal lain mengenai tugas mendidik yang sangat penting bagi kehidupan
remaja.2
Menurut Indonesia.ucanews.com, remaja yang bemasalah itu kebanyakan berasal dari
keluarga tanpa ayah diantaranya 85% remaja yang masuk penjara, 63% remaja bunuh diri,
80 % pemerkosa yang dilatarbelakangi kemarahan, serta 85% penyimpangan tingkahlaku.
Dari sinilah seorang pendidik memiliki peranan yang begitu penting untuk kalangan anak-
anak remaja.3 Dari latar belakang masalah yang dialami para remaja di atas, maka para guru
Kristen menyadari akan tanggung jawabnya di dalam membina iman dan kerohanian anak
remaja, maka kenakalan anak-anak remaja itu akan berkurang dan bahkan menjadi teladan
bagi keluarga, gereja dan masyarakat pada umumnya.

Metode Penelitian
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan4.
Kerangka kerja yang dilakukan peneliti dalam menguraikan topik ini dimulai dengan
mengumpulkan berbagai-bagai referensi yang berkaitan pada topik ini. Karena itu data
primer diperoleh dari buku, jurnal. Setelah itu peneliti melakukan langkah mendeskrifsikan,
menganalisis serta menguraikans ecara konferenshif untuk ditarik sebuah kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan


Hakekat Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen sangat diperlukan dalam sekolah manapun, gunanyaadalah
untuk membimbing kerohanian seseorang. Dr. I. H. Enklarr menyatakan dalam bukunya
yang berjudul “Pendidikan Agama Kristen”, bahwa PAK memiliki dua aliran yang pertama

1
Rizka Hasanah and others, “Kenakalan Remaja Sebagai Salah Satu Bentuk Patologi Sosial (Penyakit
Masyarakat),” Jurnal Cakrawala Ilmiah 1, no. 3 (2021): 343–354.
2
Markus S Gainau, Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja (PT Kanisius, 2016).
3
Yunardi Kristian Zega, “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga: Upaya Membangun Spiritualitas
Remaja Generasi Z,” JURNAL LUXNOS 7, no. 1 (2021): 105–116.
4
Sonny Eli Zaluchu, “Strategi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian Agama,”
Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat (2020).
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 117
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

mengutamakan aspek pengajaran dan yang kedua menitik beratkan aspek pengalaman
keagamaa.5 Seorang pendidik PAK haruslah dapat berdiri di kedua aspek terebut untuk
membentuk kepribadian seorang peserta didik. Pendidik diharuskan dapat mengutamakan
aspek pengajaran dan keagamaan, sehingga pendidikan PAK dapat berjalan seimbang.
PAK adalah satu sarana untuk menyampaikan kebenaran Alkitab. PAK merupakan
alat untuk membentuk mental maupun pribadi seseorang. PAK harus dapat tercermin secara
konkrit di dalam keseluruhan hidup nyata dari umat Allah atau orang Kristen. Pada dasarnya
Pendidikan Agama Kristen pada sekolah formal bukanlah Pekabaran lnjil. Pendidikan
Agama Kristen di Sekolah disajikan dalam Sub Aspek Allah Tritunggal (Allah Bapa, Putra
dan Roh Kudus) dan karya-Nya dan nilal-nilai Kristiani. Secara holistik, pengembangan
Kompetensi Pendidikan Agama Kristen (PAK) pada pendidikan Dasar dan Menengah
mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan Karya-Nya, pemahaman terhadap Allah
Tritunggal dan Karya-Nya harus nampak dalam nilai-nilai Kristiani yang dapat dilihat dalam
kehidupan keseharian siswa.

Pendidikan Agama Kristen Menurut Perjanjian Lama


Setiap agama memiliki guru-guru yang ditugaskan menjalankan pendidikan
agamanya. Pendidikan agama sangat terkait erat dengan ajaran agamanya. Pendidikan
agama Kristen berporos pada Alkitab. Dr.I.H. Eklaar menyatakan dalam bahwa PAK mulai
dengan terpanggilnya Abraham menjadi nenek-moyang umat pilihan Tuhan, bahkan PAK
berpokok kepada Allah sendiri, karena Allah yang menjadi Pendidik Agung bagi umat-Nya.
Oleh sebab itu untuk menemukan akar-akar dari PAK itu haruslah menggali dari Alkitab.6
Di dalam Perjanjian Lama tertera kisah-kisah kesaksian yang di alami oleh umat Tuhan di
bawah pimpinan Tuhan sepanjang sejarah hidup mereka. Perbuatan yang Tuhan sudah
lakukan dalam Perjanjian Lama terhadap umat-Nya perlu di ajarkan kepada setiap orang di
masa kini. Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub menjadi guru bagi
seluruh keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi
imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru
yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji
Tuhan yang membawa berkat kepada Israel turun-temurun.7
Bila melihat lebih lagi dalam Perjanjian Lama bahwasannya “belajar” dalam
Perjanjian Lama itu bukan sekedar belajar tentang keterampilan, tetapi juga mencakup
keseluruhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Perbuatan yang dinyatakan
Tuhan dalam masa Perjanjian Lama terhadap manusia memiliki suatu tujuan agar manusia
percaya dan setia kepada Tuhan. Dengan demikian pendidikan bertujuan mendorong setiap
orang agar berkeinginan penuh mengikuti jalan Tuhan dengan setia. Yesus Kristus juga
menggunakan Perjanjian Lama dalam mengajar di pelayanan-Nya (Mat 5:21:22). Para
murid Yesus juga menggunakan Perjanjian Lama dalam pelayanan-Nya (pemberitaan Injil).

5
Elmer George Homrighausen and Ido Hendricus Enklaar, “Pendidikan Agama Kristen,” Jakarta: BPK
Gunung Mulia (2008): 23.
6
Homrighausen and Enklaar, “Pendidikan Agama Kristen.”
7
Ruwi Hastuti, “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sebagai Pusat Bermisi,” Jurnal Antusias
2, no. 4 (2013): 48–59.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 118
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

Ternyata Perjanjian Lama menjadi hal penting dalam membangun konsep dan pelaksanaan
PAK.8 Apabila menyelidiki tentang PAK, maka seorang guru harus mendasari
pengajarannya dengan mengacu kepada Alkitab Perjanjian Lama.

Pendidikan Agama Kristen Menurut Perjanjian Baru


Selain pendidikan dinyatakan dalam Perjanjian Lama, pendidikan juga telah
dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Hal ini dapat diperlihatkan Tuhan Yesus ketika Ia hidup
di dalam dunia. Tuhan Yesus disebut Rabi yang artinya adalah guru yang mempunyai peran
mendidik dan tentunya memiliki anak didik seperti keduabelas murid-Nya. Bila menyoroti
dunia pendidikan di dalam Perjanjian Baru tentunya tidak lepas dari pribadi Kristus sendiri.
Sebab Tuhan Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat
yang biasa mengajar mereka (Mat 7:29) Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat
oleh waktu tertentu. Dr. I.H. Enklaar menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pengajaran
Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas pelbagai pokok agama dan susila secara ilmiah
atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap-tiap manusia yang datang kepada-Nya.
Setiap orang itu dikenal-Nya dan dipahami-Nya masalah-masalah yang dipergumulkan
orang itu.9
Tuhan Yesus mengajar bukan sekedar mengajar, namun yang Ia lakukan adalah
memberikan suatu pengajaran yang begitu dalam sampai pada titik perubahan hidup.
Pengajaran yang dilakukan Tuhan Yesus menyentuh hati para murid-murid dan sanggup
mengubahkan pola pikir mereka.10 Matius 28:19 menyatakn bahwa “Pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapak dan Anak dan Roh Kudus,
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu.”
Pembelajaran melakukan hal ini mencakup segala bidang kehidupan; murid mengikuti
langkah-langkah Guru.11 Berarti mengantarkan murid dalam kehidupan yang sesuai dengan
perintah Yesus.12 Jadi sebuah ajaran haruslah mengarah kepada aturan yang khusus, yaitu
terarah kepada manusia sebagai pribadi yang utuh, bukan saja pada akal, tetapi juga kepada
hati dan emosi, sehingga dapat mengubah kehidupan para peserta didik untuk sama seperti
Kristus. Pendidikan yang didasarkan kepada Firman Tuhan, khususnya pendidikan agama
Kristen membuat murid mengenal Allah, mengenal Kristus.

Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja


Suatu tindakan yang terjadi dan menjadi kebiasaan adalah segala hal yang bersifat
kesempatan baginya melakukan dosa untuk mendapatkan uang. Uang adalah kebutuhan
utama untuk melakukan bermacam-macam kejahatan Lain, seperti: minuman keras, rokok,
narkotika, percabulan, judi, berfoya-foya, ber- mewah-mewah, dan sebagainya. Narkoba

8
Daniel Sutoyo, “Yesus Sebagai Guru Agung,” Jurnal Antusias 3, no. 5 (2014): 64–85.
9
Homrighausen and Enklaar, “Pendidikan Agama Kristen.”
10
Imanuel Agung and Made Astika, “Penerapan Metode Mengajar Yesus Menurut Injil Sinoptik Dalam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen Di SMA Gamaliel Makassar,” Jurnal Jaffray 9, no. 2 (2011): 147–
171.
11
Sutoyo, “Yesus Sebagai Guru Agung.”
12
G. Reimer, Ajaralah Mereka Pedoman Ilmu Katekese (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
1998), 24.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 119
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah popular di
perkotaan maupun di pedesaan. Faktor yang menyebabkan remaja melakukan
penyalahgunaan narkoba adalah sebagai berikut: Ajakan, bujukan dan iming-iming teman
atau anggota kelompok sebaya.13 Cenderung memiliki gangguan jiwa seperti: kecemasan,
obsesi (memikirkan sesuatu secara berulang-ulang), apatis, menarik diri dalam pergaulan,
depresi, kurang mampu menghadapi stres, atau hiperaktif.Suka berpetualang, mencari
sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung resiko berbahaya yang berlebihan”14 Faktor-
faktor inilah yang dapat mengakibatkan seorang remaja jatuh dalam narkotika dan obat-
obatan.

Faktor-Faktor Internal
Usia remaja adalah usia di mana seseorang mengalami perubahan dalam dirinya,
perubahan tersebut salah satunya adalah krisis identitas.15 Dalam kamus bahasa Indonesia
kata ‘krisis’ berarti kemelut, keadaan genting (berbahaya), sedangkan ‘identitas’ artinya
keadaan, sifat ciri khusus seseorang.16 Jadi krisis identitas merupakan keadaan seseorang
yang sedang mengalami kemelut dalam dirinya. Krisis identitas terjadi oleh karena
seseorang remaja tidak tahu mengenai jati dirinya, sendiri sehingga anak tersebut tidak
memiliki tanggung jawab sebagai mana mestinya seorang remaja yang bertanggungjawab.
Mereka lebih cenderung malas dan melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Bentuk kenakalan
tersebut dinyatakan melalui ketidaktaatannya kepada orang tua, suka melawan serta tidak
mentaati orang-orang di lingkungan disekitarnya baik disekolah maupun dirumah.
Kenakalan tersebut berdampak sangat negatif oleh karena ia senantiasa mencari jati dirinya
sehingga bertingkah tidak wajar, jarang pulang kerumah, tidak mengenal waktu jika bermain
dan selalu merugikan orang-orang disekitarnya17 Dalam pembentukan identitas diri, ada
pelajar yang cepat melewati krisis identitasnya dan ada pula yang lambat, bahkan ada
kemungkinan mengalami kegagalan. Maka, tidaklah heran apabila ada pelajar yang
berperilaku mulia dan pelajar yang menyalahi norma. Pelajar yang melakukan kekerasan
bisa karena faktor lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat, media masa atau
faktor lainnya. Maka, masing-masing pihak diperhadapkan melakukan evaluasi. Tak hanya
pihak sekolah, berbagai pihak bertanggung jawab untuk memuluskan pelajar membentuk
identitas dirinya. Secara biologis seorang remaja mengalami perubahan yang signifikan,
salah satu contoh perubahan yang terjadi pada anak perempuan. Bagi anak perempuan, hal
ini terjadi pada saat ia mengalami menstruasi pertama kira-kira pada usia 12 tahun, sedang
perubahan pada remaja laki-laki terjadi pada umur 15 tahun. Kadang-kadang remaja lelaki

13
Anang Hermawan, “Penyuluhan Dan Pengenalan Bahaya Narkoba Sebagaibentuk Pencegahan Dini
Penggunaan Narkoba Pada Anak,” Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship 2, no. 03 (2013): 178–
182.
14
Abraham Johanis, “Peran Gembala Dalam Upaya Pencegahan Penyalagunaan Narkoba Pada Remaja
Gereja,” Voice of HAMI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 2, no. 1 (2019): 45–59.
15
Milka Muditeshwari, “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Empati Pada Remaja Kristen Di
Surabaya” (Untag Surabaya, 2013).
16
KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
17
Sadadohape Matondang, “Memahami Identitas Diri Dalam Kristus Menurut Efesus 2: 1-10,”
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no. 1 (2018): 105–124.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 120
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

sedikit frustrasi karena teman perempuan sebayanya lebih tertarik pada remaja lelaki yang
lebih tua dari mereka.18 Kedewasaan laki-laki tidak lebih cepat dari perempuan karena
perempuan mengalami kedewasaan lebih dulu dari laki-laki.
Willy F. Maramis menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa” memaparkan bahwa ketidakperolehan biologis atau psikologis pada
waktu bayi dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi. 19 Sebab dari
segi biologisnya kekurangan nutrisi atau vitamin yang dibutuhkan anak akan menyebabkan
perhambatan mental. Selain faktor internal yang memicu kenakalan remaja saat ini, faktor
eksternal merupakan faktor yang mendukung seorang remaja melakukan tindakan yang
negatif yang disebut kenakalan remaja. Perceraian orangtua, komunikasi yang kurang baik
antar anggota keluarga, dan perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku
negatif pada remaja”20 Ditambah lagi perlakuan yang salah dalam keluargapun, seperti
terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, penolakan terhadap
eksistensi anak dapat menyebabkan anak berperilaku tidak baik. Sehingga seorang anak
dapat melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hal-hal yang baik. Fungsi keluarga dalam
kehidupan manusia merupakan kebutuhan utama dan merupakan pusat dan wadah
pendidikan anak dalam keluarga.21 Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan
kasih sayang atau rasa cinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama
gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak
adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. Banyak
fakta menunjukan bahwa kebutuhan persahabatan dan keintiman sangat penting bagi anak.
Data-data menunjukan bahwa kenakalan anak serius adalah salah satu ciri khas dari anak
yang tidak mendapatkan perhatian atau merasakan kasih saying dalam sebuah keluarga,
seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya.
Pola bimbingan orang tua pada anak selain bimbingan disekolah, bimbingan dirumah sangat
penting, karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dilingkungan keluarga. 22Untuk
itu keluarga dituntut untuk dapat menerapkan pendidikan keimanan sebagai pegangan anak
di masa depan.
Keluarga yang gagal memberikan perhatian akanmenimbulkan kebencian dan rasa
tidak nyaman. Dan apabila keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal
ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya. Masa remaja awal
merupakan masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,
psikis, maupun secara sosial. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan
masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang.
Perceraian orang tua, komunikasi yang kurang baik antar anggota keluarga, dan perselisihan
antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Ditambah lagi dengan

18
Daniel Nuhamara, “Pembimbing PAK,” Bandung: Jurnal Info Media (2007): 34.
19
Willy F Maramis and Albert A Maramis, “Ilmu Kedokteran Jiwa,” Surabaya: Airlangga (2009): 164.
20
Imanuel Teguh Harisantoso, “Perceraian Warga Gkjw Di Kabupaten Jember,” Visio Dei: Jurnal
Teologi Kristen 1, no. 1 (2019): 59–78.
21
Riana Udurman Sihombing & Rahel Rati Sarungallo, “Peranan Orang Tua Dalam Mendewasakan
Iman Keluarga Kristen Menurut Ulangan 6:6-9,” KERUSSO 4, no. 1 (2019).
22
Handreas Hartono, “Membentuk Karakter Kristen Pada Anak Keluarga Kristen,” KURIOS (Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2018): 62–69.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 121
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

perlakuan yang salah dalam keluargapun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak
memberikan pendidikan pada agama.23 penolakan terhadap eksistensi anak, dapat
menyebabkan anak berperilaku tidak baik.
Yusuf B.S. memaparkan dalam bukunya tentang kesalahan-kesalahan orang tua ialah
tidak sadar (tidak mengerti faedahnya), tidak punya kemampuan mendidik, tidak memberi
waktu dan perhatian, malas tidak bertanggung jawab, tidak berharap kepada Tuhan, rumah
tangga pincang.24 Dampak yang terjadi adalah pergaulan yang bebas tanpa ada pantauan
orang tua dan seorang anak akan terjerumus dalam situasi yang sulit yaitu sebuah pergaulan
bebasnya dikarenakan orang tua tidak dapat mengerti kondisi seorang anak dan inilah yang
disebut sebagai kenakalan anak remaja yang terbentuk dari keluarga. Singgih D. Gunarsa
memaparkan dalam bukunya bahwa orang tua yang tidak mendukung anak dalam
memperkembangkan keinginan bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menentang
keingainan anak untuk bertidak, maka perkembangan perubahan sosial tidak dapat
diharapkan mencapai hasil yang baik.25 Keadaan seperti ini akan mempengaruhi seorang
anak sulit untuk bersosialisasi serta membuat seorang anak tidak mempercayai keadaan
dirinya ketika melakukan sesuatu. Sebab dari kecil orang tua selalu menentang apa yang
ingin dikehendaki oleh si anak.
Dalam masa kanak-kanak, keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan
kepribadian anak, hubungan orang tua-anak yang salah atau interaksi, dalam keluarga
merupakan sumber gangguan penyesuaian diri.26 Seorang anak memerlukan figure dari
orang tua. Peranan orang tua dalam keluarga sebagai figur yang utuh menjadikan seorang
anak yang baik serta mempunyai pribadi yang baik sehingga dapat memiliki prilaku yang
baik terhadap lingkungan.

Faktor Lingkungan Rumah


Dalam faktor eksternal, selain kenakalan remaja dapat terjadi dikarenakan faktor
didalam keluarga, kenakalan anak remaja juga dapat terjadi di dalam lingkungan tempat
tinggal.27 Dimana tempat tinggal memiliki dampak yang sangat besar untuk mempengaruhi
seorang anak remaja yang sedang mengalami transisi. Hendaknya seorang anak dijauhkan
dari pergaulan di lingkungan yang sifatnya merusak kepribadian ataupun mengubah karakter
seorang anak seperti merokok, berkata kotor, atau berkata yang tidak pantas, sehingga
seorang anak tidak memiliki etika serta nilai moral yang baik. Perlu peran serta orang tua
untuk senantiasa mengawasi pergaulan seorang anak di dalam pergaulan di lingkungan
rumah.

23
S T T LETS, Obden Sumero Odoh, and Elfride Simanjuntak, “Dampak Pola Asuh Keluarga Kristen
Terhadap Ertumbuhan Karakter Anak Usia 8-12 Tahun Di Gereja Betel Indonesia Rahel Wiyung Surabaya,”
Jurnal Pembaharu 5, no. 2 (2019).
24
Yusuf BS, Pendidikan Anak Alkitabiah (Surabaya: Bukit Zaitun, 2010), 83.
25
Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja Dan Keluarga (BPK Gunung Mulia, 1991),
109.
26
Willy F Maramis and Albert A Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2 (airlangga university
Press, 2009), 165.
27
Anastesya Anggelika Hutajulu, “Pengaruh Lingkungan Keluarga Kristen Terhadap Perkembangan
Moral Anak,” Areopagus: Jurnal Pendidikan Dan Teologi Kristen 19, no. 1 (2021): 183–198.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 122
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

Faktor Lingkungan Sekolah


Lingkungan di sekolah dapat mempengaruhi anak-anak dan menjadikan seorang anak
yang tidak taat dan menyandang predikat ‘nakal’. Oleh karena beberapa teman-
temanyangsudah menyandang predikat nakal mempengaruhi remaja-remaja baru atau
remaja lainnya untuk melakukan hal yang tidak terpuji. Kenakalan remaja di sekolah
disebabkan tidak adanya atau kurangnyajam pelajaran. Sehingga di jam-jam kosong tersebut
seorang anak lebih cenderung melakukan kegiatan yang tidak pantas. Di dalam buku yang
berjudul “Panduan Manejemen Perilaku Siswa” yang ditulis oleh Soe Coele memaparkan
bahwa ketika siswa baru masuk sekolah mereka dengan cepat mengikuti jalan yang tidak
baik. Yaitu ada panutan yang positif untuk memimpin perubahan. 28 Seorang siswa yang
baru masuk dalam dunia pendidikan begitu polos dengan suatu keadaan. Mereka lebih
cenderung dipengaruhi oleh kakak kelas yang sudah lama. Mereka dengan cepat melakukan
hal-hal yang tidak baik.

Faktor Teknologi
Di zaman globalisasi yang sangat modern ini dampak dari teknologi memberikan
dampak positif dan negatif. Dampak negatif ini juga membawa pengaruh besar terhadap para
remaja. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif dari perkembangan teknologi, yaitu
pornografi, munculnya akun palsu, kencanduan game, melupakan kewajiban sebagai remaja,
timbulnya kesenjangan, rusaknya budaya asli.29 Berbagai tindak kriminal di dunia maya.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang juga perkembangan remaja-
remaja pelajar di Indonesia, ada yang menjurus ke hal positif dan negatif. Banyak aspek yang
mengakibatkan anak-anak remaja terperosok ke dalam sebuah kenakalan yang fatal. Contoh
dampak negatifnya adalah seks bebas dikalangan remaja. Seks bebas telah banyak dilakukan
oleh remaja yang bebas.
Saat remaja merupakan saat yang paling rentan. Di dalam Pendidikan Agama Kristen
terdapat metode-metode yang dapat mencegah remaja terperosok dalam kenakalan fatal
yang merugikan baik dirinya maupun orang lain. Karakter Kristus sangat berpotensi untuk
mengubah seorang peserta didik menjadi sama seperti Kristus. Beberapa contoh karakter
Kristus adalah “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci maki; ketika Ia
menderita Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi
dengan adil”. (1 Petrus 2:23). Allah sedang mencari orang-orang yang bersedia dibentuk
oleh Roh Kudus supaya menjadi orang-orang yang memiliki karakter, seperti Kristus, orang-
orang yang tulus, dan penuh tanggung jawab. Selain melalui karakter Kristus seorang
pendidik dapat mencegah kenakalan seorang peserta didik melalui firmanNya, karena firman
Allah seperti pedang yang yang bermata dua, yang tajam dan sanggup memisahkan sumsum
dan tulang (Ibrani 4:12). Firman Tuhan seperti godam yang memalu kekerasan hati (Mazmur
119: 9). Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Yaitu dengan

28
Soe Coele, Panduan Manejemen Perilaku Siswa (Surabaya: Erlangga, 2010), 96.
29
Ruat Diana, “Prinsip Teologi Kristen Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak Di Era Revolusi Industri
4.0,” Jurnal BIA : Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 27–39.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 123
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

menjaganya sesuai dengan firman. Itu berarti bahwa firman itu menjaga, mengawasi,
membimbing untuk hidup tidak bercela.30
Dalam 2 Timotius 3:16 dikatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan ALLAH memang
bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan
untuk mendidik orang dalam kebenaran”. Bahkan Firman-Nya dalam surat Yakobus
diibaratkan seperti cermin bagi manusia. Orang yang di sekitar kita diumpamakan seperti
besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya (Amsal 27:17). Orang yang bisa
dipakai Tuhan untuk membentuk karakter. Mungkin saja itu adalah suami, isteri, anak-anak,
keluarga, sahabat, rekan kerja kita. Contohnya seperti yang dialami oleh raja Daud dalam 2
Samuel 16:5-14. Metode pencegahan kenakalan remaja melalui pendidikan agama Kristen
bukan saja menyampaikan sebuah pengajaran secara leterlek, namun dapat melalui sebuah
konseling secara pribadi yang dilakukan terhadap seorang peserta didik.31 Perlu diketahui
bahwa ada beberapa ciri-ciri konselor Kristen yang tentunya berstandar Firman Tuhan, yaitu
memiliki kerohanian yang baik dengan memiliki buah Roh dalam hidupnya (Galatia 5:22-
23). Selain itu seorang konselor Kristen haruslah memiliki kepribadian lemah lembut (6:1),
harus bersedia menolong dan meringankan beban ( Galatia 6:2), harus bersifat rendah hati
dan dapat dikenali karena kerendahan hatinya (Galatia 6:6).32 Kepribadian seperti Kristus
sangat diperlukan bagi sorang pendidik dalam mengkonseling anak-anak remaja yang ada
dalam sebuah predikat “anak nakal” ketika seorang perserta didik telah dikoseling secara
intensif, maka yang terjadi adalah mereka akan mengalami perubahan karakter maupun
mental.33
Seorang guru dalam komunitas sel remaja diperhadapkan dengan masa transisi remaja
lebih cenderung mengikuti pergaulan yang merusak dan membawa anak-anak remaja kepada
keadaan jauh dari Tuhan. Seorang guru dalam komunitas sel remaja berbeda dengan seorang
guru yang berada dalam komunitas sel orang tua, dikarenakan para murid yang ditangani
adalah seorang remaja yang begitu rentan dengan kondisi lingkungan yang merusak.
Selanjutnya pencegahan kenakalan remaja dapat dilakukan melalui keluarga, yang dimana
orang tua harus menyatakan suatu peranan yang aktif terhadap anak-anaknya. Surat Efesus
6:4 menyatakan “dan kamu, bapa-bapa, janganlah membangkitkan amarah di dalam hati
anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan”. Yusuf B.S. dalam
bukunya menjelaskan bahwa orang tua menerima anak yang “baru gres”, dan sepenuhnya
tergantung dari mereka bagaimana anak itu akan dibentuk, diolah dan ditentukan menjadi
sesuatu.34 Orang tua memiliki waktu yang lebih banyak terhadap seorang anak. Oleh karena

30
Aris Elisa Tembay, “Signifikansi Pendidikan Moral Dan Spiritual Kristen Bagi Anak Remaja Usia
12-17,” SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual 4, no. 2 (2017): 113–130.
31
C S Niwalmars and Fredik Melkias Boiliu, “Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
Dalam Menangani Peserta Didik Yang Bermasalah Di Sekolah,” Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 3, no. 3
(2021): 1038–1049.
32
Gary R Collins, Pengantar Pelayanan Konseling Kristen Yang Efektif (Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1994), 25.
33
Rifky Serva Tuju, “Efektifitas Konseling Pemulihan Bagi Tenaga Pendidik,” LOGON ZOES: Jurnal
Teologi, Sosial dan Budaya 3, no. 1 (2020): 123–140.
34
Yusuf BS, Pendidikan Anak Alkitabiah.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 124
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

itu pendidikan terhadap anak perlu diperhatikan, namun tidak lepas dengan keterdekatan
orang tua kepada Tuhan.
Cara mendidik orang tua terhadap anak yang terutama adalah bagaimana orang tua itu
memiliki hubungan yang baik terhadap Tuhan.Nilai hubungan inilah yang dilihat oleh anak
sehingga seorang anak dapat mengikuti nilai-nilai keteladanan orang tua. Dalam buku
psikologi remaja di jelaskan bahwa kurangnya pengertian dari pihak orang tua yang kurang
mau diajak mengikuti liku-liku perkembangan pikiran remaja alhasil remaja akan sampai
pada kesimpulan bahwa dirinya didak dimengerti oleh angggota keluarga.35 Orang tua perlu
bijak menanggapi apa yang telah dinyatakan anak remajanya supaya tidak terjadi
kesalapahaman yang menimbulkan gangguan kepada pemikiran anak remajanya” 36 Dra.
Enung Fatimah menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Perkembangan
Peserta Didik” bahwa kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh
pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh,
membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri.37 Sehingga seorang
anak merasa dimengerti secara penuh oleh orang tua. Dr. James Dobson memaparkan dalam
bukunya yang berjudul “ Menjelang Masa Remaja” demikian : Orang tua yang
mempersiapkan anaknya untuk memasuki alam remaja berfungsi seperti pelati footbool.
Sejak kecil diajarkan hal-hal pokok untuk terjun ke arena. Ia dilatih dalam sikap mental dan
nilai-nilai moral.38
Orang tua mempersiapkan tanggung jawab dan kedewasaan anak, harus dilakukan
sejak dini sehingga seorang anak dapat menghadapi dunia remajanya. Didalam buku yang
berjudul Panduan Bimbingan Konseling” menyatakan bahwa remaja yang labil umumnya
rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, disinilah peran orang tua. Orang tua harus
mengontrol dan mengawasi putra putri mereka dengan melarang hal-hal tertentu. Hal-hal
tertentu yang dapat dilarang ialah hal-hal yang bersifat negatif dan tidak wajar. Abu Ahmadi
mengatakan mengenai fungsi keluarga adalah sebagai suatu pekerjaan atau tugas yang harus
dilakukan di dalam atau diluar keluarga. Adapun fungsi keluarga terdiri dari: Dalam
mendidik anak, kita mencontoh Kristus yang mengubahkan dan mendewasakan kepribadian
kita. Kasih Allah (Agape) yang tanpa syarat (lihat Unconditional Love ini dalam Roma 5:6,
8, 10) seperti diperintahkan dalam Yoh. 13:34 menjadi dasar perlakuan kita pada anak.
Dalam hubungan dengan anak, kita juga ingat dan berusaha terus menerapkan definisi Agape
- "menghendaki, merencanakan, dan melakukan yang baik bagi kekasih kita (dalam hal ini
anak kita).
Kasih Agape inilah yang dapat menyebabkan basic trust (rasa aman dasar) tumbuh
dengan subur dalam diri anak kita. Agape yang menumbuhkan ‘basic trust’ ini
mengharuskan kita hangat pada anak, banyak menjamah dan memeluknya pada masa kanak-
kanaknya, memperhatikannya, serta selalu menghargai dan respek terhadap ciptaan dan peta

35
Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja Dan Keluarga.
36
Mardiharto Mardiharto, “Pola Asuh Pendidikan Kerohanian Pada Anak,” PASCA: Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen 15, no. 1 (2019): 23–27.
37
Enung Fatimah, “Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik),” Bandung: Pustaka Setia
142 (2006): 146.
38
James Dobson, “Menjelang Masa Remaja,” Jakarta: BPK Gunung Mulia (1986): 4.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 125
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

Allah sebagai dasar Pendidikan Agama Kristen.39 Tanpa adanya dan berkembangnya basic
trust yang memadai pada masa pembentukan kepribadiannya, seorang akan mengalami
banyak problema dalam hidupnya. Kepribadiannya akan menjadi parah. Seorang harus
hidup berdisiplin dan bertanggung jawab agar berbahagia. Disiplin ini paling mudah
ditanamkan dan melekat pada masa kanak-kanak. Dalam menanamkan disiplin dan tanggung
jawab pada anak, kita ingat bahwa Alkitab mengajarkan dan memerintahkan kita untuk juga
menggunakan hajaran (bukan ajaran saja) bila seorang kanak-kanak memerlukannya (Amsal
13:24; 22:15; 23:13, 14; 29:15; Ibrani 12:5-10).
Banyak ahli pendidik tidak menyetujui sama sekali penggunaan pukulan, tetapi
kehendak Allah jelas dalam hal ini. Tentunya kita harus bijaksana dalam menggunakan
hajaran (misalnya, tidak bila anak kita "nakal" kreatif tetapi bila ia nakal memberontak dan
pemalas). Ada juga batasan ketika menggunakan hajaran untuk mendidik. Kasih agape
secara mutlak harus tetap ada dan aktif; misalnya tidak menghajar sebagai pelampiasan
emosi karena kita sedang frustrasi atau marah. Kita tidak boleh menginginkan kecelakaan
dan "kerusakan" anak kita itu (Amsal 19:18) tetapi selalu menghendaki dan bertindak demi
kebaikan anak kita itu (lihat definisi agape di atas). Dalam menghukum anak, yang kita benci
dan serang adalah tindakan dan sikapnya yang berdosa, bukan anak kita itu (kita tidak
berkata: "Anak, brengsek, pendusta; mati saja kau!" tetapi "Papa tidak senang Andi
berbohong seperti itu.") Sama seperti Allah membenci dosa kita tetapi mengasihi kita orang
berdosa, kita tetap mengasihi anak kita apapun sikap dan. perbuatan dosanya. Segera setelah
kita menghukumnya, kita memeluknya. Kita selalu menerimanya penuh dan tanpa syarat.
Agape ini akan menghindarkan sakit hati dalam diri anak pada waktu kita menghajarnya
(Kolose 3:21; Efesus 6:4).

Peranan Pendidikan Agama Kristen Terhadap Perilaku Remaja


Pendidikan Agama Kristen berkaitan erat dengan perilaku remaja tanpa adanya
pendidikan agama, maka seseorang akan menjalani kehidupannya tanpa bimbingan dan
peran serta Roh Kudus.40 Kehidupan tanpa peran serta Roh Kudus akan memabawa remaja
dalam satu kondisi negatif. Pada bab sebelumnya telah di paparkan berkenaan dengan
kenakalan remaja yang berjalan oleh karena tanpa penyertaan bimbingan Roh Kudus.
Pendidikan Agama Kristen bagi para remaja adalah panduan mutlak yang harus diberikan
oleh para pendidik kepada peserta didik. Pendidikan Agama Kristen memiliki atau
mempunyai manfaat yang besar bagi remaja. Dibawah hal ini akan dibahas berkaitan dengan
pertumbuhan rohani terhadap remaja dan pertumbuhan secara mental serta perubahaan
karakter dalam diri remaja dan perubahan konsep berpikir. Selain itu Pendidikan Agama
Kristen memberikan kontribusi terhadap perilaku anak remaja dianataranya yaitu segi
kognitif, afektif dan psikomotorik.

39
Andreas Sese Sunarko, “Fungsi Keluarga Dalam Persepektif Alkitab Sebagai Basis Pendidikan
Agama Kristen,” Jurnal Pendidikan Agama Kristen (JUPAK) 1, no. 2 (2021): 92–107.
40
Ramses Simanjuntak, “Peranan Roh Kudus Dalam Pertumbuhan Iman Orang Percaya Dan
Penerapannya Dalam Kelas Pendidikan Agama Kristen,” SANCTUM DOMINE: JURNAL TEOLOGI 2, no. 1
(2015): 117–143.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 126
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

Perubahaan Karakter
Pendidikan Agama Kristen selain bermanfaat bagi pertumbuhan rohani dan
pertumbuhan secara mental Pendidikan Agama Kristen bermanfaat untuk merubah karakter
peserta didik. Pendidikan Agama Kristen bagi para remaja sangatlah relevan untuk merubah
suatu karakter.41 Setiap remaja yang mengecap Pendidikan Agama Kristen di tuntut untuk
memiliki sifat sesuai dengan karakter Kristus. selain itu dituntut untuk memiliki watak dan
tabiat sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Para remaja yang melakukan pendidikan
Agama Kristen secara Praktika akan memunculkan suatu bakat-bakat yang terpendam.

Perubahan Konsep Berfikir


Manfaat Pendidikan Agama Kristen bagi remaja selain menimbulkan pertumbuhan
rohani pertumbuhan secara mental dan perubahan karakter seseorang. Pendidikan Agama
Kristen juga mampu mengubah konsep berpikir para remaja. Para remaja lebih cendrung
berpikir secara instant, tidak melihat dampak negatif terhadap apa yang telah dipikirkannya
selalu tergesa-gesa untuk melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang atau mengkaji ulang.
Pikiran seperti ini sangatlah berbeda dengan pikiran Kristus sebab Kristus memiliki pikiran
yang bijak dan selalu mengerti terhadap hasil dari apa yang dipikirkannya. Pendidikan
Agama Kristen (PAK) sangat berhubungan erat dengan perilaku remaja. PAK juga
memberikan kontribusi secara maksimal terhadap perilaku remaja. Penulis juga membahas
berkaitan dengan kontribusi dari sisi kognitif, Afektif dan Psikomotorik.

Dari Segi Kognitif


Pendidikan sebagai sebuah proses pembelajaran memang tidak cukup sekedar
mengejar masalah kecerdasan saja. Berbagai potensi anak didik mendapatkan perhatian yang
proporsional agar berkembang secara optimal. Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa
dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah.” Banyak siswa remaja yang
diperhadapkan dengan suatu situasi atau permasalahan. Namun banyak juga yang tidak dapat
mengatasi permasalahnya di karenakan para remaja tidak memiliki intelektual yang berdasar
pada Alkitab. Sehingga dampak dari “tidak memiliki intelektual sesuai dengan Alkitab”.
Pendidikan Agama Kristen bagi para remaja berperan terhadap kognitifnya. Ketika
para remaja tersebut mengalami suatu masalah mereka dapat menyelesaikannya dengan
sangat baik dikarenakan merekan telah memiliki nilai kognitif sesuai dengan kebenaran
firman Tuhan. Menurut Piaget,pada awal masa remaja, pikiran menjadi abstrak, konseptual,
dan berorientasi masa depan. Pada saat itu banyak remaja menunjukkan kreatifitas yang
sangat luar biasa yang mereka ekspresikan dalam menulis, musik, seni, dan puisi. Kreatifitas
juga diekspresikan dalam olah ragadan dalam minat remaja terhadap dunia ide, masalah
kemanusiaan, morah, etika dan keagamaan.42

41
Arozatulo Telaumbanua, “Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Membentuk Karakter
Siswa,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika (2018).
42
Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, and Jack A Grebb, “Sinopsis Psikiatri,” Jilid 2 (1997): 95.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 127
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

Dari Segi Afektif (Nilai Atau Sikap)


Selain kognitif pendidikan agama kristen juga berhubungan dengan segi afektik.
Afektif atau intelektual itu sendiri berbicara mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan
operasiasi siswa. Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul “ Psikologi Belajar
” menyatakan bahwa keberhasilan perkembangan ranah kognitif tidak hanya akan
membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif.
Peningkatan kecakapan afektif antara lain berupa kesadaran beragama yang mantap. 43 Masa
remaja memiliki peranan yang kuat dalam segi emosi. Pendidikan Agama Kristen
mengarahkan para remaja untuk memiliki pengontrolan diri.

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan “Pendidikan Agama Kristen terhadap Prilaku
Remaja” memiliki perecanan yang sangat penting karena berdampak besar bagi kehidupan
remaja. Pendidikan PAK terhadap remaja bertunjuan untuk memperlengkapi peserta didik
dalam mencapai suatu hasil yang baik dalam dirinya. Yaitu berkepribadian seperti Kristus.
Dalam setiap usaha pendidikan baik di dalam gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari,
hal utama dan pertama yang harus diperhatikan adalah tujuannya. PAK adalah merupakan
suatu kegiatan yang terprogram dan terencanauntuk mengembangkan seluruh potensi atau
kemampuan anak didik baik anak-anak maupun dewasa kepada ketaatan atau pengabdian
kepada Tuhan Yesus atau Firman-Nya sesuai dengan ajaran yang berlandaskan Firman
Tuhan. Selain itu tujuan PAK adalah supaya mereka mengenal Allah sebagai pencipta dan
pemerintah seluruh alam ini dan Yesus Kristus sebagai penebus, pemimpin dan penolong
mereka. Mereka dapat mengerti kedudukan dan panggilan mereka selaku anggota-anggota
Gereja Tuhan, serta turut bekerja bagi perkembangan Gereja di bumi ini. Orang tua harus
memiliki waktu yang lebih banyak terhadap seorang anak. boleh karena itu pendidikan
terhadap anak perlu diperhatikan, namun tidak lepas dengan keterdekatan orang tua kepada
Tuhan.

Referensi
Agung, Imanuel, and Made Astika. “Penerapan Metode Mengajar Yesus Menurut Injil
Sinoptik Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen Di SMA Gamaliel
Makassar.” Jurnal Jaffray 9, no. 2 (2011): 147–171.
Collins, Gary R. Pengantar Pelayanan Konseling Kristen Yang Efektif. Seminari Alkitab
Asia Tenggara, 1994.
Diana, Ruat. “Prinsip Teologi Kristen Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak Di Era
Revolusi Industri 4.0.” Jurnal BIA : Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2,
no. 1 (2019): 27–39.
Dobson, James. “Menjelang Masa Remaja.” Jakarta: BPK Gunung Mulia (1986).
Fatimah, Enung. “Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).” Bandung:
Pustaka Setia 142 (2006).
G. Reimer. Ajaralah Mereka Pedoman Ilmu Katekese. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina

43
Syah Muhibbin, “Psikologi Belajar,” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada (2003): 53.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 128
XAIRETE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Volume. 1, Nomor. 2, Januari 2022)

Kasih, 1998.
Gainau, Markus S. Pendidikan Agama Kristen (PAK) Remaja. PT Kanisius, 2016.
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Praktis: Anak, Remaja Dan Keluarga. BPK Gunung Mulia,
1991.
Harisantoso, Imanuel Teguh. “Perceraian Warga Gkjw Di Kabupaten Jember.” Visio Dei:
Jurnal Teologi Kristen 1, no. 1 (2019): 59–78.
Hartono, Handreas. “Membentuk Karakter Kristen Pada Anak Keluarga Kristen.” KURIOS
(Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2018): 62–69.
Hasanah, Rizka, and others. “Kenakalan Remaja Sebagai Salah Satu Bentuk Patologi Sosial
(Penyakit Masyarakat).” Jurnal Cakrawala Ilmiah 1, no. 3 (2021): 343–354.
Hastuti, Ruwi. “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sebagai Pusat Bermisi.” Jurnal
Antusias 2, no. 4 (2013): 48–59.
Hermawan, Anang. “Penyuluhan Dan Pengenalan Bahaya Narkoba Sebagaibentuk
Pencegahan Dini Penggunaan Narkoba Pada Anak.” Asian Journal of Innovation and
Entrepreneurship 2, no. 03 (2013): 178–182.
Homrighausen, Elmer George, and Ido Hendricus Enklaar. “Pendidikan Agama Kristen.”
Jakarta: BPK Gunung Mulia (2008).
Hutajulu, Anastesya Anggelika. “Pengaruh Lingkungan Keluarga Kristen Terhadap
Perkembangan Moral Anak.” Areopagus: Jurnal Pendidikan Dan Teologi Kristen 19,
no. 1 (2021): 183–198.
Johanis, Abraham. “Peran Gembala Dalam Upaya Pencegahan Penyalagunaan Narkoba
Pada Remaja Gereja.” Voice of HAMI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
2, no. 1 (2019): 45–59.
Kaplan, Harold I, Benjamin J Sadock, and Jack A Grebb. “Sinopsis Psikiatri.” Jilid 2 (1997):
194–201.
KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
LETS, S T T, Obden Sumero Odoh, and Elfride Simanjuntak. “Dampak Pola Asuh Keluarga
Kristen Terhadap Ertumbuhan Karakter Anak Usia 8-12 Tahun Di Gereja Betel
Indonesia Rahel Wiyung Surabaya.” Jurnal Pembaharu 5, no. 2 (2019).
Maramis, Willy F, and Albert A Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. airlangga
university Press, 2009.
———. “Ilmu Kedokteran Jiwa.” Surabaya: Airlangga (2009).
Mardiharto, Mardiharto. “Pola Asuh Pendidikan Kerohanian Pada Anak.” PASCA: Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 15, no. 1 (2019): 23–27.
Matondang, Sadadohape. “Memahami Identitas Diri Dalam Kristus Menurut Efesus 2: 1-
10.” ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no. 1 (2018): 105–
124.
Muditeshwari, Milka. “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Empati Pada Remaja Kristen
Di Surabaya.” Untag Surabaya, 2013.
Muhibbin, Syah. “Psikologi Belajar.” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada (2003).
Niwalmars, C S, and Fredik Melkias Boiliu. “Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Agama
Kristen Dalam Menangani Peserta Didik Yang Bermasalah Di Sekolah.” EDUKATIF:
JURNAL ILMU PENDIDIKAN 3, no. 3 (2021): 1038–1049.
Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 129
Stefanus Dully, Tommy Lantang, Maruba Raja Gukguk: Peranan Guru Pendidikan Agama…

Nuhamara, Daniel. “Pembimbing PAK.” Bandung: Jurnal Info Media (2007).


Riana Udurman Sihombing & Rahel Rati Sarungallo. “Peranan Orang Tua Dalam
Mendewasakan Iman Keluarga Kristen Menurut Ulangan 6:6-9.” KERUSSO 4, no. 1
(2019).
Simanjuntak, Ramses. “Peranan Roh Kudus Dalam Pertumbuhan Iman Orang Percaya Dan
Penerapannya Dalam Kelas Pendidikan Agama Kristen.” SANCTUM DOMINE:
JURNAL TEOLOGI 2, no. 1 (2015): 117–143.
Soe Coele. Panduan Manejemen Perilaku Siswa. Surabaya: Erlangga, 2010.
Sunarko, Andreas Sese. “Fungsi Keluarga Dalam Persepektif Alkitab Sebagai Basis
Pendidikan Agama Kristen.” Jurnal Pendidikan Agama Kristen (JUPAK) 1, no. 2
(2021): 92–107.
Sutoyo, Daniel. “Yesus Sebagai Guru Agung.” Jurnal Antusias 3, no. 5 (2014): 64–85.
Telaumbanua, Arozatulo. “Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Membentuk
Karakter Siswa.” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika (2018).
Tembay, Aris Elisa. “Signifikansi Pendidikan Moral Dan Spiritual Kristen Bagi Anak
Remaja Usia 12-17.” SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual 4, no. 2
(2017): 113–130.
Tuju, Rifky Serva. “Efektifitas Konseling Pemulihan Bagi Tenaga Pendidik.” LOGON
ZOES: Jurnal Teologi, Sosial dan Budaya 3, no. 1 (2020): 123–140.
Yusuf BS. Pendidikan Anak Alkitabiah. Surabaya: Bukit Zaitun, 2010.
Zaluchu, Sonny Eli. “Strategi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian
Agama.” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat (2020).
Zega, Yunardi Kristian. “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga: Upaya Membangun
Spiritualitas Remaja Generasi Z.” JURNAL LUXNOS 7, no. 1 (2021): 105–116.

Copyright © 2022: XAIRETE, ISSN 2798-6756 (Online), 2798-7664 (Print) 130

Anda mungkin juga menyukai