Anda di halaman 1dari 6

Pemberdayaan Pasien dan Keluarga

dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan1

Oleh: Prof. Dr. Afrizal, M.A2

1. Pendahuluan
Walaupun pelayanan kesehatan makin berkembang – ini buah dari pembangunan bidang
kesehatan - , banyaknya pasien yang tidak mendapatkan layanan kesehatan masih menjadi salah
satu persolan penting kesehatan. Akses pasien terhadap layanan kesehatan kemudian menjadi isu
dan ini membuat pemberdayaan pasien menjadi perhatian. Dukungan keluarga bagi pasien untuk
mengakses layanan kesehatan menjadi alternatif, keluarga ditempatkan sebagai sumber
dukungan bagi pasien untuk memampukan mereka mengakses layanan kesehatan.
Makalah ini membicarakan pemberdayaan pasien dan keluarga. Ada dua argumen yang
ingin diketengahkan: 1) Pemaknaan terhadap pemberdayaan pasien sebagai manajemen diri
adalah tepat, tetapi mengabaikan makna relasional pemberdayaan, sehingga keluarga lebih
ditempatkan sebagai agen sosialisasi/pendidik dari pada penghubung dan pelayan; 2) Perspektif
terhadap keluarga sering romantisme dan psikologis, sehingga mengabaikan dinamika, kris, dan
struktur keluarga. Terlebih dahulu akan dibicarakan pemberdayaan pasien, setelah itu dinamika
dan krisis keluarga, dan kemudian isu dukungan keluarga bagi pasien.

2. Menyoal Pemberdayaan Pasien


Ada berbagai definisi pemberdayaan pasien yang ada:

- Pemberdayaan pasien didefinisikan sebagai suatu "proses yang membantu orang


mendapatkan kendali atas kehidupan mereka sendiri dan meningkatkan kapasitas mereka
untuk bertindak atas isu-isu yang mereka anggap penting".
- Pemberdayaan pasien adalah "proses multi-dimensi yang membantu orang mendapatkan
kontrol atas kehidupan mereka sendiri dan meningkatkan kapasitas mereka untuk bertindak
pada isu-isu yang mereka sendiri anggap penting."
- Pemberdayaan kolektif adalah "proses di mana individu dan masyarakat dapat
mengekspresikan kebutuhan mereka, menyampaikan keprihatinan mereka, menyusun
strategi untuk keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan mengambil tindakan politik,
sosial, dan budaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. "
Intinya, pemberdayaan pasien adalah upaya untuk mengubah situasi disi pasien dari situasi yang
tidak mampu ke situasi yang mampu.
Dari kedua definisi di atas, prinsip pokok pemberdayaan pasien adalah upaya satu pihak
terhadap pasien untuk memampukan mereka melakukan sesuatu dan memperoleh
sesuatu/mendapatkan manfaat dari sesuatu - sebelum upaya dilakukan, pasien tersebut berada
dalam keadaan tidak mampu. Melakukan sesuatu meliputi: melakukan pengobatan dan
mengkases layanan kesehatan yang disediakan oleh pusat-pusat layanan kesehatan.
Definisi di atas tepat, tetapi menjadi persolan karena sering diberikan konotasi yang terlalu
psikologis: Memampukan pasien sering diartikan sebagai upaya untuk memperbaiki manajemen
1
Makalah dipresentasikan dalam Seminar IHQN, Bukittinggi, 19-20 November.
2
Dosen Jurusan Sosiologi FISIP dan S3 Kesehatan Masyarakat FDOG Unand.

1
diri (self-management) pasien. Pasien itu sendiri yang dituntut melakukan. Konotasi itu
merefleksikan tekanan kuat pada diri individu pasien, tidak pada relasi sosial pasien. Manifestasi
konotasi ini terlihat pada fokus riset dalam bidang pemberdayaan pasien yang umumnya pada
intervensi terhadap manajemen diri pasien: menjadikan pasien lebih asertif, lebih peduli diri, dsb.
Termasuk kedalam konotasi itu adalah penekanan pada kemampuan pasien sebagai konsumen
pelayanan kesehatan: Pasien yang berdaya diartikan sebagi pasien yang mampu memilih
penyedia layanan kesehatan berdasarkan informasi yang memungkinkan mereka untuk
membandingkan pilihan yang berbeda yang tersedia di sekitar mereka.
Apa yang luput dari perhatian akibat konotasi manajemen diri adalah pemberdayaan
sebagai konsep relasional: hubungan sosial pasien dengan lingkungannya seperti yang ditegaskan
oleh perspektif ekologi sosial. Prinsip pemberdayaan relasional adalah memampukan pasien
dengan memampukan lingkungan untuk membantu pasien mengakses layanan kesehatan. Hal
yang utama disini adalah kemampuan lingkungan. Akses layanan kesehatan oleh pasien dilihat
konsekuensi dari kemampuan lingkungan. Menurut saya, pendefinisian konsep pemberdayaan
relasional diperlukan untuk membicarakan pemberdayaan pasien di Indonesia.
Saya setuju dengan pendapat berikut ini.
“Pemberdayaan dapat dilihat sebagai filosofi, visi atau tujuan serta strategi atau proses.
Kita dapat berpikir tentang pemberdayaan sebagai konsep relasional: di satu sisi, proses
internal di mana orang individu meningkatkan kapasitas mereka untuk hidup dengan baik
dengan kondisi kronis dalam kehidupan sehari-hari mereka, serta bertindak dalam
lingkungan kesehatan, sosial, pekerjaan dan lingkungan lainnya. Di sisi lain, ini pada
dasarnya adalah masalah sistem: proses dan struktur orang yang bersentuhan dengan -
misalnya, tetapi tidak secara eksklusif, di lingkungan perawatan kesehatan - dapat
memberdayakan atau melemahkan”.

Ringkasnya, pemberdayaan pasien relasional adalah memampukan lingkungan sosial


untuk memampukan pasien mengakses layanan kesehatan. Ini tidak berarti pemberdayaan dalam
artian manajemen diri pasien tidak penting. Penekanan pada manajemen diri hanya tidak cukup.
Perlu pula pemberdayaan terhadap lingkungan sosial pasien. Makalah ini fokus pada keluarga
sebagi aktor pemberdayaan pasien. Ini memerlukan terlebih dahulu pembicaraan tentang
keluarga sebagai salah satu pilar pendukung pasien.

Menyoal Keluarga Sebagai Pilar Pelayanan


Mengapa keluarga? Jawaban terhadap pertanyaan ini memerlukan pembicaraan
pengelolaan dan pemberi layanan dalam masyarakat modern. Dalam pengelolaan dan pemberi
layanan, termasuk bidang kesehatan, keluarga salah satu dari empat pihak penyedia layanan:
pemerintah, swasta, komunitas, dan keluarga.

2
Swasta

Pemerintah Komunitas

Keluarga

Ke pengelola dan pelayan mana tanggungjawab lebih diarahkan tergantung pada ideologi
politik suatu negara. Sama dengan itu, soal mana yang lebih baik tergantung kepada ideologi politik
suatu negara: Apakah pemerintah dan swasta langsung kepada pasien? Apakah keluarga dan
komunitas ditempatkan sebagai perantara, seperti yang terlihat di gambar di bawah ini.

Pemerintah Swasta Komunitas Keluarga

Pemberdayaan Keluarga

Dengan konsep pemberdayaan relasional, keluarga diberdayakan untuk memampukan


pasien mengakses layanan kesehatan. Ini berarti keluarga menjadi sasaran pemberdayaan, bukan
pasien. Tujuannya bukan pasien itu sendiri yang mampu melakukan, melainkan anggota
keluarga. Pasien penerima manfaat dari tindakan anggota keluarga. Perlu juga diingat,
pemberdayaan keluarga tidak sama dengan memanfaatkan dan menggunakan keluarga untuk
memecahkan masalah kesehatan, melainkan memampukan untuk bertindak, termasuk untuk
membuat keputusan, yang dengan tindakan itu pasien dapat mengakses layanan kesehatan atau
berperilaku sehat.
Bersumber dari berbagai bacaan, agar pasien mampu mengakses layanan kesehatan,
keluarga dituntut melakukan tiga hal: sosialisasi/edukasi, segera membawa pasien ke pusat
layanan kesehatan terdekat, dan mendeteksi dini penyakit sehingga pengobatan efektif. Hal yang
sering terjadi adalah keluarga lebih ditempatkan sebagai aktor sosialisasi/edukasi dari pada
perantara dan pelayan. Akibatnya, program pemberdayaan keluarga terfokus pada kemampuan
keluarga untuk menjadi pendidik terhadap pasien. Ini penekanan yang berkelebihan terhadap
faktor predisposisi dengan mengabaikan faktor struktural. Dari sudut konsep pemberdayaan
relasional, pendidikan satu bagian dari pemberdayaan.

Dinamika Keluarga

3
Dua macam keluarga dari sudut keberdayaan
Keluarga suatu struktur sosial, di dalamnya terdapat posisi dan peranan. Kedudukan adalah
keberadaan sebagai seseorang dalam keluarga: suami, isteri, bapak, ibu, anak, saudara, dll.
Peranan adalah tanggungjawab terhadap orang lain dalam keluarga. Keduanya membentuk pola
relasi keluarga yang mendasari fungsi keluarga.
Pengklasifikasian situasi keluarga kedalam dua tipe dapat dipakai untuk membicarakan
pemberdayaan keluarga bagi pemberdayaan pasien. Pertama adalah keluarga promotif (P). Ini
adalah tipe keluarga yang mampu memberdayakan pasien, keluarga yang berada dalam kondisi
berdaya. Keluarga promotif mampu melakukan ketiga hal dibicarakan di atas. Kedua adalah
keluarga faktor risiko (R). Keluarga tipe ini adalah keluarga yang tidak mampu melakukan dual
hal di atas kepada pasien, dengan demikian keluarga yang berada dalam situasi tidak berdaya.

P
Pemberdayaan
R Pasien

Penetapan kedua tipe keluarga seharusnya dilakukan berdasarkan kinerja keluarga


menghasilkan empat fungsi/luaran:
o Fungsi adaptif: Bantuan terhadap anggota keluarga untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan – perubahan pelayanan kesehatan.
o Fungsi regulator: Pengalokasian sumberdaya dalam keluarga.
o Fungsi pendidikan: Terlaksananya sosialisasi yang efektif.
o Fungsi pemberi layanan: Bantuan terhadap anggota keluarga agar terlayani
pemenuhan kebutuhan, termasuk akses terhadap sumber-sumber eksternal
keluarga.

Dua macam struktur keluarga


Para ahli membagi dua struktur keluarga: struktur keluarga inti/batih dan struktur keluarga
luas. Keluarga inti terdiri dari suami dan anak-anak yang belum menikah, sedangkan keluarga
luas adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga inti: suami, isteri, anak, mertua,
menantu, dll. Karena keluarga dijalankan oleh rumah tangga – dalam Bahasa Inggris digunakan
pula the family dan a family-, maka membicarakan keluarga mesti melibatkan pembicaraan
rumah tangga. Hal yang membedakan diantara keduanya adalah keluarga merupakan pola relasi,
sedangkan rumah tangga adalah unit sosial dan ekonomi. Seiring dengan konsep keluarga batih
dan luas, digunakan pula konsep rumah tangga batih dan rumah tangga luas: Hal yang pertama
adalah suatu unit sosial-ekonomi – ditandai oleh satu rumah, satu pendapatan, dan satu konsumsi
– terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak yang belum menikah; Hal yang kedua adalah satuan
sosial ekonomi yang terdiri dari suami, isteri, anak, mertua, menantu, dll.

Kerumitan Keluarga: Keluarga dalam Sistem Kekerabatan

4
Di Indonesia, orang tidak hanya berada dalam keluarga, melainkan juga dalam system
kekerabatan. Sistem kekerabatan merupakan sistem hubungan antara orang-orang yang memiliki
asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya. Sistem
kekerabatan dikelompokkan kedalam tiga: Patrilineal, Matrilineal, dan Bilateral. Ketiganya
berbeda. Sistem kekerabatan dijalankan oleh kelompok kekerabatan – pada masyarakat
Minangkabau seperti suku, payuang, dan paruik.
Keluarga berbeda dari system kekerabatan: basis keluarga adalah perkawinan, sedangkan
basis system kekerabatan adalah keturunan. Walaupun berbeda, keluarga terpengaruh oleh
system kekerabatan. Dalam masyarakat Minangkabau, perkawinan tidak memutus keanggotaan
kelompok kekerabatan dan kerabat berpengaruh terhadap anggota rumah tangga.

Pola relasi gender tidak setara dalam keluarga


Keluarga terdiri dari pola relasi kekuasaan: ada aktor yang berkuasa dan ada aktor yang
dikuasai. Ini tampak pada pembagian kerja, salah satunya pembagian kerja seksual. Pembagian
kerja berdasarkan jenis kelamin. Pembagian kerja secara seksual yang ketat menimbulkan beban
pelayanan bagi perempuan. Dan ini penyebab kondisi sosial ketidakberdayaan pasien (Zulfitri
2017). Ini tampak pada pembuatan keputusan: Keputusan dibuat bukan oleh pasien tetapi oleh
penguasa pasien. Ini menyebabkan rintangan bagi pasien untuk mengakses layanan kesehatan
pusat-pusat layanan kesehatan (Rosmiati 2019).

Teori Akses

Menurut teori Akses (Ribot dan Peluso 2011), kemampuan memperoleh manfaat dari sesuatu
didasarkan pada kekuasaan, yang termanifestasi pada mekanisme akses: prosedur dan peraturan
akses. Walaupun berhak, orang dapat tidak mampu memperoleh manfaat dari sesuatu karena
bekerjanya suatu mekanisme akses sesuatu yang merintangi mereka atau yang menyulitkan
mereka untuk memeroleh manfaat dari sesuatu tersebut - tidak mampu mendapatkan pelayanan
kesehatan karena bekerjanya suatu mekanisme akses.
Implikasi teori akses untuk pemberdayaan pasien adalah: 1) Mendapatkan layanan kesehatan
adalah pasien mengakses layanan kesehatan,; 2) Mengakses layanan kesehatan adalah dengan
cara memenuhi mekanisme akses yang dengannya pasien mungkin memperoleh akses; 3)
Mekanisme akses salah satu faktor penyulit bagi pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan:
berbayar, ada persyaratan, ada jadwal layanan, ada tempat layanan yang ditentukan.
Implikasi bagi pemberdayaan pasien adalah upaya untuk memampukan pasien
mengakses layanan kesehatan seharusnya jangan hanya pada dimensi kognitif pasien dan
anggota keluarga, tetapi juga pada perubahan mekanisme yang merintangi atau menyulitkan
akses layanan kesehatan.

Kesimpulan
Konsep pemberdayaan pasien sebaiknya mencakup dimensi relasional pasien, sehingga keluarga
dipahami sebagai penghubung pasien dengan pusat layanan kesehatan dan pelaku pelayanan bagi
pasien. Dengan ini, keluarga menjadi sasaran pemberdayaan. Dua tipe keluarga dari sudut

5
pemberdayaan berguna untuk menentukan sasaran pemberdayaan. Agar keluarga efektif
sebagai pelaku pemberdayaan pasien, menyadari keluarga sebagai realitas yang dinamis sangat
penting.

Anda mungkin juga menyukai