Anda di halaman 1dari 1

Nama Mahasiswa : Ruangan Ujian :

NIM :
Tanda Tangan :
Kelompok :

Petani Hutan di Lampung Perbaiki Lahan Kritis


Oleh
VINA OKTAVIA1

TANGGAMUS, KOMPAS — Petani di Lampung berhasil merehabilitasi lahan kritis dengan mengelola hutan
sosial. Pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan secara tepat mampu pula meningkatkan kesejahteraan
petani hutan. Ketua Gabungan Kelompok Tani Mandiri Lestari, KPH Batu Tegi Kabupaten Tanggamus,
Lampung, Eko P Juliana mengatakan, sebelum tahun 2009, para petani di daerahnya dianggap perambah
karena tidak mempunyai izin pemanfaatan kawasan hutan dari pemerintah. Mereka juga kerap ketakutan saat
mendengar informasi bahwa petugas kehutanan akan masuk ke dalam hutan untuk mengawasi.
Untuk itu, Eko bersama para petani lainnya membentuk kelompok dan mengurus izin pemanfaatan hutan
kemasyarakatan. Setelah resmi mendapatkan izin, Eko dan rekan-rekannya melepas sebutan perambah
menjadi pengelola hutan. Gapoktan Mandiri Lestari mengelola 1.400 hektar hutan yang masuk dalam Kesatuan
Pengeloaan Hutan Lindung Batu Tegi, Tanggamus. Saat ini, petani hutan didampingi pengelola KPH Batu Tegi
dan International Animal Rescue (IAR) Indonesia menginisiasi pembentukan demplot agroforestry seluas 10
hektar yang dikelola Kelompok Tani Hutan Talang Sari. ”Demplot ini adalah lahan kritis bekas perambahan yang
kini dikelola petani hutan,” ujar Eko, Kamis (20/2/2020).
Menurut dia, kawasan itu rawan perambahan karena berada di dekat Blok Lindung KPH Batu Tegi. Dengan
pembentukan demplot, petani juga diharapkan dapat berperan dalam mengamankan hutan dari perambah,
pembalak liar, dan pemburu satwa. Saat peresmian demplot pada Rabu (19/2/2020), para petani berkumpul di
dekat lokasi untuk menanam bibit jengkol dan petai yang telah disemai. Selain itu, pemerintah juga memberikan
bantuan bibit tanaman buah lainnya, seperti avokad dan macadamia.
Ketua KTH Talang Sari Hermansyah mengatakan, sejak mengelola kawasan itu, petani telah menanam
berbagai jenis tanaman kayu, seperti avokad, aren, pala, kopi, dan cengkeh. Setiap 1 hektar lahan yang dikelola,
petani wajib menanam 400 pohon. Untuk kebutuhan hidup setiap bulan, petani masih diperbolehkan menanam
sayur, cabai, jahe, atau lengkuas yang bisa dipanen lebih cepat. Dia berharap mendapatkan penghasilan yang
lebih besar.
Kepala KPH Batu Tegi Yayan Ruchyansyah mengatakan, konsep agroforestry diyakini mampu meningkatkan
pendapatan petani karena mereka tidak hanya mengandalkan satu jenis tanaman. Setelah lima tahun, petani
bisa menikmati hasil panen petai, jengkol, dan avokad. Saat ada tanaman gagal panen, kerugian petani juga
tidak terlalu besar karena masih ada tanaman lain yang bisa dipanen.
Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan Lahan dan Pengeloaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan Provinsi
Lampung M Dwi Wicaksono mengatakan, selain peningkatan penghasilan, petani juga mendapatkan manfaat
lain dari pengelolaan hutan secara tepat. Setelah petani menanam banyak pohon, sumber mata air di
pegunungan mengeluarkan air yang jernih. Air tersebut dimanfaatkan warga untuk minum, mandi, dan mengairi
kebun.
Perhutanan sosial dinilai merupakan skema pengelolaan hutan yang paling tepat bagi masyarakat yang
bermukim di kawasan hutan. Pasalnya, saat ini luas kawasan hutan di Lampung hanya tersisa 1.004.735 hektar
atau hanya 28,45 persen. Dengan cara itu, masyarakat mendapatkan manfaat dari hutan tanpa harus merusak
hutan. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Provinsi Lampung Idi Bantara
mengatakan, saat ini masih ada sekitar 30.000 hektar DAS di kawasan hulu yang perlu direhabilitasi. Dia
mengapresiasi langkah yang dilakukan petani hutan karena membantu pemerintah.
1 https://kompas.id/baca/nusantara/2020/02/20/petani-hutan-perbaiki-lahan-kritis/
12

Ketua GKM: Komisi Pendidikan: Divisi:

Anda mungkin juga menyukai