Makalah Kelompok 7 - Fiqh Muamalah Kontemporer - Es-4d - Hiwalah
Makalah Kelompok 7 - Fiqh Muamalah Kontemporer - Es-4d - Hiwalah
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh
Kelompok 7:
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah Fiqh
Muamalah Kontemporer ini, dengan judul “Hiwalah”. Makalah ini akan membahas
mengenai definisi, dasar hukum, rukun dan syarat, pembagian/jenis hiwalah, serta
aplikasi hiwalah dalam perbankan syariah. Hal tersebut kami bahas supaya
menambah wawasan mengenai hiwalah.
Selain itu, makalah ini juga kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer
pada semester 4 Prodi Ekonomi Syari’ah di Institut Agama Islam Negeri Kediri.
Kami menyadari jika masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah
kami ini, oleh karena itu kami mohon agar pembaca berkenan memberi kritik dan
saran agar kami dapat memperbaiki dan menyusun makalah yang lebih baik lagi
selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam penyusun makalah ini. Semoga makalah Fiqh
Muamalah Kontemporer ini bermanfaat bagi pembaca. Amin
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran .......................................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi hiwalah?
2. Apa dasar hukum hiwalah?
3. Apa saja rukun dan syarat hiwalah?
4. Apa saja pembagian/jenis hiwalah?
5. Bagaimana aplikasi hiwalah dalam perbankan syariah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui definisi hiwalah
2. Untuk mengetahui dasar hukum hiwalah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat hiwalah
4. Untuk mengetahui pembagian/jenis hiwalah
5. Untuk mengetahui aplikasi hiwalah dalam perbankan syariah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hiwalah
Menurut bahasa, kata al-hiwalah huruf ha’ dibaca kasrah atau kadang-
kadang dibaca fathah, berasal dari kata at-tahawwul yang berarti al-intiqal
(pemindahan/pengalihan). Orang Arab biasa mengatakan, hala ‘anil ‘ahdi yaitu
“berlepas diri dari tanggung jawab”. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan al-hiwalah, menurut bahasa adalah
“pemindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain”. Sedangkan pengertian
hiwalah secara istilah, para Ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya,
antara lain sebagai berikut:
Hiwalah merupakan hutang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi penguncian tanggungan atau
hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama, hiwalah adalah
pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi
tanggungan muhal ‘alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).1
1
Nizaruddin, Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Hukum dan
Ekonomi Syariah.Vol. 1 No. 2 (2013). Diakses dari https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1051/904, pada tanggal 5 April 2023, pukul
12.51 WIB.
3
Hiwalah diartikan sebagai transfer utang pihak pertama kepada pihak
lain, karena pihak pertama berhutang kepada pihak kedua atas dasar suka sama
suka atau saling percaya satu sama lain. Sementara para ahli fiqih memberikan
definisi yang berbeda terhadap pengertian hiwalah. Mayoritas ahli fiqih
menyatakan bahwa hiwalah adalah pengiriman tagihan (hutang) dari
tanggungan seseorang kepada orang lain untuk menanggungnya.2
2
Doli Witro, Qaidah Furu’fi Al-Hiwalah, Sebuah Tinjauan Umum Qaidah Furu’ Al-Hiwalah, An
Overview, Vol. 5 No. 1 (2021). Diakses dari
https://jurnalfasya.iainkediri.ac.id/index.php/qawanin/article/view/68/60, pada tanggal 5 April
2023, pukul 12.53 WIB.
3
Ferdy Saputra, Pemahaman Mayarakat tentang Mudharabah (Qiradh), Hiwalah, Dan Syirkah
Dalam Islam, Jurnal Syariah dan Hukum. Vol. 1 No. 1 (2021). Diakses dari
https://mail.ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/maqasidi/article/view/602/357, pada tanggal 5
April 2023, pukul 12.55 WIB.
4
B. Dasar Hukum Hiwalah
1. Al-Qur’an
a. Surat Al-Baqarah ayat 280
َصدَّقُ ْوا َخي ٌْر لَّ ُك ْم ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُم ْون َ عس َْرةٍ فَنَظِ َرة ٌ ا ِٰلى َم ْي
َ َ س َرةٍ ۗ َوا َ ْن ت ُ َوا ِْن َكانَ ذُ ْو
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahuinya”. (QS Al-Baqarah: 280).
Maksud dari ayat tersebut yaitu apabila orang yang kamu
utangi itu mengalami kesulitan ekonomi, tidak punya uang untuk
melunasinya maka tundalah tagihannya sampai kondisi keuangannya
membaik dan mampu melunasi utangnya. Bila kalian bersedekah dia
dengan tidak menagih utangnya atau membebaskan sebagian
utangnya, itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui keutamaan
tindakan kalian itu disisi Allah ta'ala.
4
Novanda Eka Nurazizah, Implementasi Akad Hiwalah dalam Hukum Ekonomi Islam di Perbankan
Syariah, Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 1 (2021), hlm. 87. Diakses dari
https://ejournal.iaiskjmalang.ac.id/index.php/nisbah/article/view/218/176, pada tanggal 6 April
2023, pukul 12.59 WIB.
5
b. Surat Al-Baqarah ayat 282
ٰٓ
َ ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اِذَا تَدَايَ ْنت ُ ْم بِدَي ٍْن ا ِٰلى ا َ َج ٍل ُّم
س ًّمى فَا ْكتُب ُْو ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم كَات ٌِۢبٌ بِ ْالعَدْ ِل
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar”. (QS Al-Baqarah: 282).
Dalam ayat tersebut menerangkan bahwa dalam utang-piutang
atau transaksi yang tidak kontan hendaklah dituliskan sehingga ketika
ada mencolok dapat dibuktikan. Dalam kegiatan ini juga diwajibkan
untuk ada dua orang saksi yang adil dan tidak merugikan pihak
manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan proses utang-
piutang secara langsung dari awal.
2. Hadis
6
menghiwalahkan kepada orang yang mampu, hendaklah ia menerima
hiwalah tersebut, dan hendaklah ia menagih kepada orang yang
dihiwalahkan. Dengan demikian haknya dapat terpenuhi. Ulama suka
membolehkan akad hiwalah dengan catatan, hiwalah dilakukan atas hutang
yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hiwalah adalah proses
pemindahan hutang bukan pemindahan barang.
3. Ijma’
5
Muhammad Izazi Nurjaman dan Doli Witro, Transformasi Akad Tabarru’ menjadi Akad
Muawadhat: Analisis Akad Hiwalah dan Akan Kafalah di Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal
Penelitian Hukum Ekonomi Syariah, Vol. 6 No. 2 (2021), hlm. 165. Diakses dari
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/al-mustashfa/article/view/8748/4036, pada tanggal
9 April 2023, pukul 13.19 WIB.
7
akan terpisahkan oleh suatu perbuatan atau lembaga, dan akan menentukan
sah atau tidaknya perbuatan.6
6
Muhammad Rizki Naufal, Aplikasi Akad Hawalah dalam Pengambil-Alihan Hutang dari
Perbankan Konvensional, (Tesis Universitas Islam Indonesia, 2018), hlm. 33-34
8
c. Muhil/peminjam yang berhutang serta berpiutang orangnya harus dalam
kecakapan tindakannya secara hukum harus dilakukan dengan orang
yang berakal. Jika dilakukan dengan anak-anak ataupun orang gila maka
hukumnya tidak sah.
d. Muhal/pemberi pinjaman yang berpiutang kepada muhil orangnya
harus:
1) Tindakannya mahir dalam bentuk akad seperti baligh.
2) Dalam persetujuan pihak muhal atau pihak kedua ke pihak pertama
harus ada persetujuan dalam Mazhab Hanafi.
e. Muhal ‘alaih/penerima hiwalah yang wajib membayar hutang dan
berutang kepada muhil orangnya harus:
1) Kecakapan dalam tindakan hukum harus baligh.
2) Dalam persetujuan oleh pihak ketiga tidak mengisyaratkan hal itu
dalam Mazhab Hanafi serta Mazhab Maliki, Hambili dan juga
Syafi’i.
f. Muhal bih/hutang muhil kepada muhal, diisyaratkan:
1) Sesuatu yang dialihkan itu merupakan bentuk utang piutang yang
sudah pasti bukan sedang dalam masa khiyar. Para ulama
bersepakat bahwasannya persyaratan ini berlaku pada utang muhal
bih (utang pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Untuk
utang muhal ‘alaih (pihak ketiga) kepada muhil (pihak pertama).
Persyaratan ini menurut Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali juga
berlaku, akan tetapi tidak berlaku oleh Mazhab Hanafi.
2) Apabila pengalihan utang tersebut dalam bentuk hiwalah
muqayyadah, para ulama fiqih semuanya sepakat bahwa baik utang
pihak pertama kepada pihak kedua (muhal bih) maupun utang pihak
ketiga terhadap pihak pertama (muhal bih), harus sama rata jumlah
dan kualitasnya. Apabila antara kedua utang itu terdapat perbedaan
jumlah (misal utagnya dalam bentuk uang) atau pada perbedaan
kualitas (misal dalam bentuk barang), maka hiwalah tersebut tidak
sah. Namun, jika dalam bentuk pengalihannya hiwalah mutlaqah
9
sebagaimana yang dibenarkan oleh Mazhab hanafi, maka kedua
utang tersbut tidak harus sama, baik dari jumlah maupun
kuantitasnya.
3) Pada waktu jatuh tempo kedua utang tersebut harus sama waktu
pembayarannya. Jika jatuh tempo pembayaran utangnya terjadi
perbedaan waktu, maka hiwalah tersebut tidak sah.
a) Pemindahan utang/hiwalah adanya utang tidak disyaratkan dari
penerima hawalah/pemindahan utang, kepada pemindah utang.
b) Adanya pemindahan utang/hawalah yang tidak disyaratkan
dari sesuatu yang diterima oleh pemindahan utang dari pihak
yang menerima hawalah/pemindahan utang sebagai hadiah
atau imbalan.
g. Sighat/ Ijab qabul menurut Fatwa DSN MUI No. 12/DSNMUI/IV/2000
tentang hiwalah:
1) Para pihak dalam pernyataan ijab dan qabul dinyatakan harus
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
persetujuan (akad).
2) Akad tersebut harus dituangkan secara tertulis atau sah melalui
korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
KHES dalam Pasal 318 menyatakan, Kontrak persetujuan (akad)
harus dinyatakan oleh pihak secara lisan atau langsung, tulisan, atau
isyarat.
Dalam Pasal 320 menyatakan:
1) Peminjam harus memberitahukan kepada pemberi pinjaman bahwa
ia akan memindahkan utangnya kepada pihak lain.
2) Syarat diperbolehkannya akad hiwalah/pemindahan utang akan
disetujui pemberi pinjaman mengenai rancangan peminjam untuk
memindahkan utangnya.
10
3) Yang bisa dilakukan oleh akad hiwalah/pemindahan hutang yaitu
jika pihak penerima hiwalah/pemindahan hutang menyetujui
keinginan peminjam.7
Berdasakan beberapa isi uraian diatas dapat diketahui sesungguhnya
ada beberapa rukun yang harus dipenuhi untuk berakad supaya sah yakni
harus ada pihak yang berakad, sesuatu hal yang akan diakadkan, tujan
berakad, serta ijab qabulnya jelas, termasuk syarat yang harus dipenuhi
dalam setiap berakad yakni akad hiwalah.
D. Pembagian/Jenis Hiwalah
Akad hiwalah dibagi beberapa bagian oleh mazhab Hanafi. Dilihat dari
segi objek akad, akad hiwalah dibagi menjadi dua yaitu hiwalah dayn dan
hiwalah haqq. Hiwalah dayn (pemindahan utang) yaitu pemindahan kewajiban
membayar hutang. Sedangkan hiwalah haqq (pemindahan hak) yaitu
pemindahan yang hak utangnya dituntut. Ditinjau dari segi lain, hiwalah terbagi
menjadi dua menurut jenis rukun yakni pemindahan sebagai ganti dari
pembayaran utang pihak muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua)
yakni hiwalah muqayyadah (pemindahan bersyarat) dan pemindahan utang
yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama
(muhil) kepada pihak kedua (muhal) yakni hawalah mutlaqah (pemindahan
mutlak).8
Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian. Ditinjau
dari segi objek akad, maka hiwalah dapat dibagi dua, apabila yang dipindahkan
itu merupakan hak menuntut utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah al-
haqq (pemindahan hak). Sedangkan jika yang dipindahkan itu berkewajiban
untuk membayar utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah ad-dain
(pemindahan utang). Ditinjau dari sisi lain, hiwalah terbagi dua pula, yaitu:
7
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah di Lembaga Keuangan dan Bisnis
Kontemporer, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 135-136
8
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana, 2018), hlm. 384
11
1. Hiwalah Al-Muqayyadah (Pemindahan Bersyarat)
Hiwalah al-Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti dari
pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. Contoh, jika A
berpiutang kepada B sebesar satu juta rupiah. Sedangkan B berpiutang
kepada C juga sebesar satu juta rupiah. B kemudian memindahkan atau
mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang terdapat pada C
kepada A, sebagai ganti pembayaran utang B kepada A. Dengan demikian,
hiwalah al-muqayyadah, pada satu sisi merupakan hiwalah al-haqq, karena
B mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C kepada A. Sedangkan pada
posisi lain, sekaligus merupakan hiwalah addain, karena B mengalihkan
kewajibannya membayar utang kepada A menjadi kewajiban C kepada A.
2. Hiwalah Al-Mutlaqah (Pemindahan Mutlak)
Hiwalah al-mutlaqah yaitu pemindahan utang yang tidak ditegaskan
sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.
Contoh, jika A berutang kepada B sebesar satu juta rupiah. C berutang
kepada A juga sebesar satu juta rupiah. A mengalihkan utangnya kepada C,
sehingga C berkewajiban membayar utang A kepada B, tanpa menyebutkan
bahwa pemindahan utang tersebut sebagai ganti dari pembayaran utang C
kepada A. Dengan demikian hiwalah al-mutlaqah hanya mengandung
hiwalah ad-dain, karena yang dipindahkan hanya utang A terhadap B
menjadi utang C terhadap B.
12
Skema hiwalah di atas dapat di jelaskan bahwa A (muhal) sebagai
pihak pertama yang memberi utang kepada B (muhil), sedangkan pihak
kedua B (muhil) yang berhutang kepada A (muhal) dan yang mengajukan
pengalihan utang, kemudian pihak ketiga yaitu C (muhal ‘alaih) yang
menerima pengalihan utang dan utang itu sendiri disebut al-muhal bih.9
1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang
kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu
membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2. Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa
membayarkan dulu piutang tersebut.
3. Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hiwalah.
Hanya saja, dalam bill discounting nasabah hanya membayar fee, sedangkan
pembahasan fee tidak di dapati dalam kontrak hiwalah.10
9
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 108
10
Nizaruddin, Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, (STAIN: Jurai Siswa
Metro, 2021), hlm. 8
13
adalah untuk meningkatkan kemaslahatan umat dalam pemeliharaan amanah,
akal, jiwa, keturunan dan kekayaan, yang tertuang dalam Al-Qur’an. Hiwalah
kemudian dalam implementasinya di perbankan syariah harus sesuai dengan
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia
yaitu fatwa Nomor 12/DSN/-MUI/IV/2000 tentang hiwalah. Hiwalah ini halal
karena ada manfaatnya, dalam aktivitas manusia dalam kemudahan muamalah.
Karena hiwalah termasuk dalam akad tabbaru yang bertujuan untuk tidak
mencari keuntungan, namun jika ingin mendapatkan keuntungan, biasanya bank
syariah menggunakan hiwalah bil ujrah tetapi hanya terdapat pada hiwalah
mutlaqah, jadi muhal ‘alaih boleh meminta ganti rugi. Untuk ketersediaannya
jelas tetapi harus sesuai kesepakatan bersama. Walaupun untuk hiwalah bil
ujrah masih banyak yang mengalaminya karena takut merusak makna hiwalah,
namun pendapat yang paling kuat adalah pendapat bolehnya mengambil ujrah
untuk akad mohon bantuannya jika ada kerelaan kedua belah pihak dan hal
tersebut tidak mengandung kegiatan ribawi, dan yang dipungut atas jasanya
bukan pada akad pinjaman atau yang berpotensi menjadi akad piutang.
11
Neni Hardiati dan Januri, Al-Hiwalah dan Implementasinya pada Perbankan Syariah di Tinjau
dari Kaidah Fiqih, Syntax Idea, Vol. 3 No. 1, (Januari 2021), hlm. 204. Diakses dari
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dilihat dari segi objek akad, akad hiwalah dibagi menjadi dua yaitu
hiwalah dayn dan hiwalah haqq. Ditinjau dari segi lain, hiwalah terbagi menjadi
dua menurut jenis rukun yakni pemindahan sebagai ganti dari pembayaran
utang pihak muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua) yakni hiwalah
muqayyadah (pemindahan bersyarat) dan pemindahan utang yang tidak
ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama (muhil) kepada
pihak kedua (muhal) yakni hawalah mutlaqah (pemindahan mutlak). Dalam
praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Hiwalah kemudian
dalam implementasinya di perbankan syariah harus sesuai dengan fatwa yang
15
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia yaitu
fatwa Nomor 12/DSN/-MUI/IV/2000 tentang hiwalah.
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. 2021. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hardiati, Neni dan Januri. 2021. Al-Hiwalah dan Implementasinya pada Perbankan
Syariah di Tinjau dari Kaidah Fiqih. Syntax Idea, Vol. 3 No. 1. Diakses dari
https://www.jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-
idea/article/view/932/579, pada tanggal 08 April 2023, pukul 04.12 WIB.
Naufal, Muhammad Rizki. 2018. Aplikasi Akad Hawalah dalam Pengambil-Alihan
Hutang dari Perbankan Konvensional. Tesis Universitas Islam Indonesia.
Nizaruddin. 2013. Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 1 No. 2. Diakses dari https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/adzkiya/article/view/1051/904, pada
tanggal 5 April 2023, pukul 12.51 WIB.
Nizaruddin. 2021. Hiwalah dan Aplikasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah.
STAIN: Jurai Siswa Metro.
Nurazizah, Novanda Eka. 2021. Implementasi Akad Hiwalah dalam Hukum
Ekonomi Islam di Perbankan Syariah. Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 2
No. 1. Diakses dari
https://ejournal.iaiskjmalang.ac.id/index.php/nisbah/article/view/218/176,
pada tanggal 6 April 2023, pukul 12.59 WIB.
Nurjaman, Muhammad Izazi dan Doli Witro. 2021. Transformasi Akad Tabarru’
menjadi Akad Muawadhat: Analisis Akad Hiwalah dan Akan Kafalah di
Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah,
Vol. 6 No. 2. Diakses dari
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/al-
mustashfa/article/view/8748/4036, pada tanggal 9 April 2023, pukul 13.19
WIB.
Saputra, Ferdy. 2021. Pemahaman Mayarakat tentang Mudharabah (Qiradh),
Hiwalah, Dan Syirkah Dalam Islam. Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 1 No.
1. Diakses dari
17
https://mail.ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/maqasidi/article/view/
602/357, pada tanggal 5 April 2023, pukul 12.55 WIB.
Sjahdeini, Sutan Remy. 2018. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek
Hukumnya. Jakarta: Kencana.
Soemitra, Andri. 2019. Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah di Lembaga
Keuangan dan Bisnis Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.
Witro, Doli. 2021. Qaidah Furu’fi Al-Hiwalah, Sebuah Tinjauan Umum Qaidah
Furu’ Al-Hiwalah, An Overview, Vol. 5 No. 1. Diakses dari
https://jurnalfasya.iainkediri.ac.id/index.php/qawanin/article/view/68/60,
pada tanggal 5 April 2023, pukul 12.53 WIB.
18