Anda di halaman 1dari 17

KASUS-KASUS KORUPSI YANG DITANGANI KEJAKSAAN

AGUNG

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

KELOMPOK 1

AJENG LOSHITA SARI 2106671832

AMIRULLOH DWI FEBRIYANTO 2106671845

CINDY THERESIA BR. MANURUNG 2106671920

M DHIKA ADITYA S 2106672160

SATRIA BAGUS WIJAYANA 2106792796

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

2022

1
Statement of Authorship

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah

murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan

tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada

mata ajaran lain, kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau

dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Ajeng Loshita Sari

NPM : 2106671832

Tanda Tangan :

Nama : Amirulloh Dwi Febriyanto

NPM : 2106671845

Tanda Tangan :

Nama : Cindy Theresia BR. Manurung

NPM : 2106671920

Tanda Tangan :

Nama : M Dhika Aditya Subarkah

NPM : 2106672160
Tanda Tangan :

Nama : Satria Bagus Wijayana

NPM : 2106792796

Tanda Tangan :
Daftar Isi

Statement of Authorship 1
Daftar Isi 3
Kejaksaan Agung 1
A. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Agung 1
B. Kendala Kejaksaan Agung 2
C. Hubungan Kejaksaan Agung dengan KPK 3
Kasus Indosat 4
A. Kronologi Kasus 4
B. Analisis 5
Kasus Garuda Indonesia 6
A. Kasus di KPK 6
B. Penyidikan di Kejaksaan Agung 7
Daftar Pustaka 10
Kejaksaan Agung

A. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Agung


Kejaksaan sebagai salah satu lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
di bidang penuntutan, merupakan salah satu sub sistem dalam sistem peradilan pidana
terpadu. Selanjutnya di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, kedudukan Kejaksaan (pasal 2) menegaskan bahwa:
1. Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan;
2. Kejaksaan melakukan kekuasaan (kewenangan) di bidang penuntutan dan
kewenangan lain berdasarkan undang-undang;
3. Kekuasaan (kewenangan) itu dilakukan secara merdeka;
4. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
di bidang penuntutan, merupakan salah satu sub sistem dalam sistem peradilan pidana
terpadu. Selanjutnya di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, kedudukan Kejaksaan (pasal 2) menegaskan bahwa:
1. Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan;
2. Kejaksaan melakukan kekuasaan (kewenangan) di bidang penuntutan dan
kewenangan lain berdasarkan undang-undang;
3. Kekuasaan (kewenangan) itu dilakukan secara merdeka;
4. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :
(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
1. Melakukan penuntutan;
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;

1
4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan
kegiatan:
1. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
2. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3. pengawasan peredaran barang cetakan;
4. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
5. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
6. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

B. Kendala Kejaksaan Agung


Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi
peran dan tanggung jawab. Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab
yang spesifik ini mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi
korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana
korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun
juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain:
1. Modus operandi/kejahatan yang tergolong canggih
2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-temannya
3. Objeknya rumit (complicated), misalnya karena berkaitan dengan berbagai
peraturan
4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan
5. Manajemen sumber daya manusia
6. Perbedaan persepsi dan interpretasi (di kalangan lembaga penegak hukum yang

2
ada)
7. Sarana dan prasarana yang belum memadai
8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan serta
pembakaran rumah penegak hukum

C. Hubungan Kejaksaan Agung dengan KPK


Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) terdiri dari Ketua dan 4 Wakil
Ketua yang masing-masing membawahi empat bidang:
1. Pencegahan,
2. Penindakan, bidang ini bertugas melakukan penyidikan dan penuntutan :
a. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI.
b. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat
fungsional Kejaksaan.
3. Informasi dan Data,
4. Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

3
Kasus Indosat

A. Kronologi Kasus
Kasus dimulai dari adanya perjanjian kerja antara PT Indosat Mega Media (PT
IM2) dengan PT Indosat Tbk (PT ISAT) untuk menggunakan frekuensi 3G frekuensi
radio 2.1 GHz milik PT ISAT untuk penyediaan jasa akses internet yang
diselenggarakan oleh PT IM2, yang dimulai dari perjanjian Nomor
224/E000-EA.A/MKT/006 dan Nomor 0996/DU/IMM/XI/06 tertanggal 24 November
2006 yang ditandatangani oleh Indar Atmanto sebagai Direktur Utama PT IM2 dan
Kaizad B. Heerjee sebagai Wakil Direktur Utama PT ISAT.
Kerjasama yang terjalin dari tahun 2006 sampai tahun 2012 ini dinyatakan
melanggar UU yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan, yaitu Pasal 33
ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Komunikasi tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi. Dan karena kerjasama ini pula, PT IM2 tidak membayar biaya tarif
izin penggunaan pita spektrum radio yang komponennya adalah biaya nilai awal &
biaya hak penyelenggaraan pita spektrum kewajiban kepada negara, yang menyebabkan
negara rugi sebanyak Rp 1,35 Triliun.
Berdasarkan pada fakta tersebut, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Indar
Atmanto sebagai terdakwa tunggal dalam tindak pidana korupsi dengan bentuk
penyertaan pasal 55 ayat (1) KUHP, yang disertakan dalam pasal 2 ayat 1 juncto pasal
18 ayat 1 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 dan/atau pasal 3 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1
dan 3 UU No. 31 tahun 1999. Sementara terdakwa lainnya menjadi tersangka dan/atau
terdakwa dalam perkara yang berbeda. Untuk uang penggantinya, Indar Atmanto
diwajibkan untuk mengganti sebanyak Rp 1,3 Triliun.
Kemudian, pada tahun 2014, terdakwa Indar Atmanto dieksekusi secara kasasi
dan dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi. Ia pun divonis 8 tahun penjara.
Dalam putusan Kasasi tersebut, Kejaksaan Agung juga memerintahkan PT IM2 untuk
membayarkan uang pengganti tersebut. Sebagai akibat dari Hukuman ini, pada tahun
2021 Layanan ini tutup karena tidak mampu melakukan pembayaran ganti rugi. Pada
bulan Desember 2021, tim Eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melakukan
penyitaan aset-aset PT IM2 terkait pelaksanaan putusan Mahkamah Agung untuk ganti

4
rugi tersebut, dan setelah penyitaan dilakukan, aset-aset dilikuidasi dan disetorkan uang
sebanyak Rp 7.719.785.091,00 ke rekening negara serta piutang perusahaan sebesar Rp
77.694.237.858,00, perusahaan resmi bubar dan hal ini juga disetujui oleh shareholders
pada 8 Desember 2021.

B. Analisis
Modus yang Dilakukan Terdakwa

Bahwa untuk menghindari kewajiban PT. IM2 membayar Up Front Fee dan Biaya Hak

Penggunaan (BHP) pita frekuensi radio kepada Negara, meskipun Terdakwa

mengetahui pita frekuensi radio 2,1 GHz tidak dapat dialihkan kepada pihak lain dan

atau tidak dapat dipergunakan secara bersama tanpa izin Menteri, namun dengan dalih

penyediaan jasa akses internet broadband oleh PT. IM2 melalui Jaringan 3G / High

Speed Downlink Packet Access (HSDPA) milik PT. Indosat, Terdakwa telah

menyalahgunakan kesempatan serta sarana yang ada padanya dengan cara seolah-olah

melakukan kerjasama penggunaan jaringan untuk akses internet Broadband akan tetapi

senyatanya penyediaan jasa akses internet broadband oleh PT IM2 tersebut tidak hanya

menggunakan jaringan 3 G milik Indosat tetapi juga menggunakan frekuensi 2,1 GHz

milik PT. Indosat, Tbk yaitu dengan Perjanjian Kerjasama Penyediaan jasa Akses

Internet Broadband yang diselenggarakan oleh IM2 yaitu Perjanjian Kerjasama antara

PT. Indosat, Tbk dengan PT. Indosat Mega Media tentang Akses Internet Broadband

melalui Jaringan 3G / HSDPA Indosat.

Pelanggaran yang Terjadi

● Bahwa Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya

mempergunakan Frekuensi 2,1 GHz yang merupakan frekuensi primair dan

eksklusif, yaitu Terdakwa dalam menggunakan frekuensi 2,1 GHz tanpa melalui

proses lelang

5
● Bahwa Terdakwa dalam menggunakan Pita frekuensi 2,1 GHz tidak memenuhi

kewajiban yang ditentukan dan bertentangan dengan Pasal 4 Peraturan Menteri

Komunikasi dan Informatika Nomor : 7 Tahun 2006 tentang Penggunaan Pita

Frekuensi Radio 2,1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler yang

menyatakan: Penggunaan pita frekuensi radio 2,1 GHz Moda FDD untuk

penyelenggaraan jaringan bergerak seluler dikenakan tarif izin penggunaan pita

spektrum frekuensi radio sebagai berikut :

Ayat (1) Penggunaan pita frekuensi radio 2,1 GHz Moda FDD untuk penyelenggaraan

jaringan bergerak seluler dikenakan tarif izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio

sebagai berikut :

A. Biaya nilai awal (up front fee)

1. Bagi penyelenggara yang ditetapkan melalui mekanisme pelelangan,

biaya nilai awal (up front fee) sebesar 2 x nilai penawaran terakhir dari

setiap pemenang lelang ;

2. Bagi Penyelenggara jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi radio

2,1 GHz Moda FDD yang telah memiliki izin penyelenggara jaringan

bergerak seluler, biaya nilai awal (up front fee) sebesar 2 x nilai

penawaran terendah diantara pemenang lelang ;

B. BHP pita spektrum frekuensi radio tahunan sebesar nilai penawaran terendah

diantara pemenang lelang, dengan skema pembayaran untuk jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini ;

Ayat (2) Selain kewajiban membayar tarif izin penggunaan pita spektrum frekuensi

radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jaringan bergerak seluler

6
pada pita frekuensi 2,1 GHz Moda FDD, juga dikenakan kewajiban sebagai berikut : a.

Membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi ; b. Membayar Biaya

kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal (universal service obligation)

● Bahwa Terdakwa selaku Direktur Utama PT IM2 bersama-sama dengan KAIZAD B

HEERJEE, JOHNNY SWANDY SJAM, dan HARRY SASONGKO dalam

menggunakan bersama frekuensi radio tidak mendapatkan penetapan dari Menteri

yang bertentangan dengan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2000

tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Jo. Pasal 30

Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2000

Akibat Perbuatan Pelaku

Akibat dari perbuatan Terdakwa selaku Direktur Utama PT. IM2 bekerjasama dengan

PT. Indosat dalam pemakaian bersama frekuensi 2,1 GHz milik Indosat untuk akses

internet broadband melalui jaringan 3G / HSDPA, PT. IM2 telah mendapatkan

keuntungan atau setidak-tidaknya telah menguntungkan PT IM2 dan PT. Indosat sebesa

Rp 1,4 triliun sejak tahun 2006 - 2011

Jumlah Kerugian negara

Atas penggunaan pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio yang dilakukan

oleh PT. IM2, PT. IM2 tidak membayar Up Front Fee yaitu biaya penggunaan pita

spektrum frekuensi radio per blok pita frekuensi radio yang pembayarannya dilakukan 1

(satu) kali di muka untuk masa laku izin penggunaan pita spektrum frekuensi radio

selama 10 (sepuluh) tahun dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) pita frekuensi radio

kepada Negara sebagaimana Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara

BPKP Nomor : SR-1024/D6/1/2012 tanggal 9 November 2012 merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara sejumlah Rp1,3 triliun.

7
Hukuman Yang Diterima Pelaku

● Terdakwa INDAR ATMANTO bersalah melakukan tindak pidana melakukan

tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (3) UndangUndang Nomor : 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagaimana dalam surat

dakwaan Primair ;

● Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 10

(sepuluh) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dan dengan

membebankan Terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan dan dengan perintah

Terdakwa segera ditahan di Rutan ;

● Uang pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,00. (satu triliun tiga ratus lima

puluh delapan miliar, tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh

enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) dibebankan kepada PT. Indosat

dan PT Indosat Mega Media (PT. IM2), yang penuntutannya dilakukan secara

terpisah ;

8
Kasus Garuda Indonesia

Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

sama-sama menangani kasus korupsi pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia

(Persero) Tbk pada 2011-2021. Namun, penanganan oleh kedua instansi penegak

hukum itu berbeda. Kalau untuk perkara Garuda, suap ada di KPK. Sedangkan,

Kejagung menyidik Pasal 2 dan 3 (UU Tindak Pidana Korupsi) karena ada perbuatan

melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Objek penyidikannya

pun ada perluasan sehingga kerugian negara yang disidik Kejaksaan menyeluruh.

A. Kasus di KPK
Nama Emirsyah dan Soetikno dalam kasus ini sebelumnya sudah pernah dijerat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap, menyangkut pengadaan

pesawat di PT Garuda Indonesia. Keduanya, bahkan sudah mendapatkan vonis bersalah

dan terbukti melakukan tindak pidana sesuai dakwaan.

KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016.

Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO)

Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK

Singapura. Emirsyah mendapatkan hukuman delapan tahun penjara serta denda Rp 1

miliar akibat menerima suap Rp 46 miliar serta Tindak Pidana Pencucian Uang sekitar

Rp 87,46 miliar. Emirsyah menerima suap lewat lima kontrak Garuda Indonesia pada

2008-2013, yaitu untuk pemeliharaan mesin Rolls-Royce, pengadaan pesawat Airbus

A330-300, Airbus A320-Neo, ATR 72-600, dan Bombardier CRJ 1000.

9
Sementara Soetikno selaku pemberi suap, perusahaannya bergerak sebagai

konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus, dan ATR. Dia mendapatkan vonis

enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

KPK juga menetapkan seorang terdakwa lainnya, yaitu Direktur Teknik PT

Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia

periode 2012-2017, Hadinoto Soedigno. Akan tetapi Hadinoto meninggal dunia saat

menjalani hukuman penjara pada Desember 2021. Sebelumnya, Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat menyatakan Hadinoto terbukti melakukan tindak pidana korupsi, dan

menghukumnya delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, Hadinoto

dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti atas uang yang diterima dari Soetikno

sekitar Rp 80 miliar. Selain ketiga terpidana, di persidangan muncul nama Kapten Agus

Wahjudo. Ia merupakan saksi di pengadilan. Jaksa menyebut Kapten Agus Wahjudo

menerima suap dari Soetikno untuk memperlancar pengadaan pesawat.

Di pengadilan, Agus mengaku menerima US$ 1,4 juta dari Soetikno. Agus

mengatakan Soetikno mentransfer uang tersebut sebagai bekal pensiun. Uang tersebut

telah disetorkan ke rekening penampungan KPK atas permintaan penyidik.

B. Penyidikan di Kejaksaan Agung


Berbeda dengan kasus yang tengah disidik Kejaksaan Agung. Emirsyah dan

Soetikno dijerat dengan pasal merugikan keuangan negara. Para tersangka diduga

melakukan perbuatan sesuai Pasal 2 ayat 1, juncto Pasal 3, juncto Pasal 18

Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat 1 menyatakan "Setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara." Kemudian Pasal 3

10
mengatur perbuatan seseorang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain

atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan tersebut, sehingga merugikan keuangan atau

perekonomian negara. Sedangkan Pasal 18 mengatur mengenai pidana tambahan yang

menyangkut pidana uang pengganti terhadap kerugian negara yang ditimbulkan.

Kejaksaan tak lagi mengusut perkara suap dalam pengadaan pesawat tersebut. Namun,

kejaksaan akan fokus mengusut pelanggaran hukum dalam pengadaan pesawat yang

berakibat pada kerugian negara.

Dalam kasus ini, sebelumnya Korps Adhyaksa telah menetapkan tiga pejabat

Garuda Indonesia menjadi tersangka. Mereka adalah mantan Vice President Strategic

Management Office Garuda Indonesia, Setijo Awibowo; mantan Executive Project

Manager Garuda Indonesia, Agus Wahjudo; dan mantan Vice President Treasury

Management Garuda Indonesia, Albert Burhan. Kejaksaan Agung sebelumnya

mengungkapkan bahwa Setijo Awibowo tidak melakukan tahapan perencanaan

berdasarkan laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan

pesawat, dan rekomendasi serta persetujuan Board of Director (BOD) atau jajaran

direksi.

Kemudian pada tahap pengadaan, Setijo melakukan evaluasi mendahului

Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan (RKAP). Menyangkut ketiga tersangka tersebut Kejaksaan Agung telah

menyerahkan barang bukti dan berkas perkara ke tahap kedua, untuk tersangka Setijo,

Agus, dan Albert, sehingga dalam waktu dekat akan segera ke persidangan. Penyerahan

dilakukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat

11
pada Selasa (21/6). Penyerahan ini berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan 18 unit

pesawat tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada 2011.

Pada kasus ini, sepintas terkesan tumpang tindih dalam penanganan, namun

setelah dijelaskan pada poin sebelumnya menjelaskan posisi APH tersebut dalam entitas

yang sedang diperiksa khususnya pada pelaku. Bila mengacu pada penjelasan di awal,

pada dasarnya tim dalam KPK sendiri pun terdapat orang - orang dari kejaksaan

maupun kepolisian dalam hal penugasan. Pada kasus Garuda ini dijelaskan bahwa

posisi KPK mengarah pada tindak korupsi dalam batasan umum. Namun, ketika proses

Kejaksaan Agung mengarah pada tindak pidana korupsi yang didalami dan diperluas

terkait dengan kerugian negara. Dalam kerugian negara ini peranan perluasan

mengarahkan pada tindak hukum pidana dimana dalam hal ini peranan Kejaksaan

sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam menjaga publik dengan menegakkan

supremasi hukum serta menjaga marwah negara dan institusi.

Dengan demikian menjelaskan bahwa penanganan tindak pidana korupsi ini

membutuhkan mitra penanganan dalam pelaksanaannya. Pada penjelasan di awal

dijelaskan bahwa kejaksaan tidak bisa bekerja sendiri. Pada kasus ini dijelaskan bahwa

pengungkapan operandi awal sebagai pemicu adalah tindak pidana korupsi dalam

penanganan KPK. Putusan hukum pelaku yang telah dijatuhi pada penanganan KPK,

ternyata masih berimplikasi pada entitas Garuda sendiri. Didukung dengan laporan dari

Kementerian BUMN sebagai leading sektor terkait kepentingan perusahaan negara pada

kejaksaan, menjadikan hal ini mendalami dan memperlebar potensi penyidikan tidak

hanya pada korupsi suap dan kerugian negara bahkan terkait tindak pencucian uang

tersebut. Dalam hal penyidikan dan penyelidikan pun kejaksaan menelusuri dugaan

tersebut dengan pengajuan perhitungan kerugian negara pada BPK dan BPKP

12
Daftar Pustaka

PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN - SPP (WHISTLEBLOWING

SYSTEM – WBS) KNKG (2008)

Tuanakotta, T. M. (2014). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Tim Editor Salemba

Empat, Ed.; 2nd ed.). Salemba Empat.

PUTUSAN Nomor 787 K/Pid.Sus/2014

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5861487/kronologi-kasus-indosat-m2

-mantan-dirut-dibui-perusahaan-dibubarkan?single=1

13

Anda mungkin juga menyukai