Kelompok 1 - RMK SAP 1 OVERVIEW ETIKA BISNIS DAN PROFESI
Kelompok 1 - RMK SAP 1 OVERVIEW ETIKA BISNIS DAN PROFESI
PERBEDAAN ETIKA
ETIKA BISNIS BISNIS DENGAN ETIKA DALAM PROFESI
ETIKA PROFESI AKUNTAN
Pengertian Etika Bisnis Etika Dalam Profesi Akuntan
AKUNTAN
Prinsip Dalam Etika Bisnis Prinsip Dasar Etika Dalam Profesi Akuntan
Peran dan Tujuan Adanya Etika Bisnis Kode Etik sebagai Etika Profesi Akuntan
Kendala Yang Dihadapi Dalam Mencapai Tujuan Etika Bisnis Lembaga yang mengatur kode etik profesi
Akuntan
Undang-Undang Yang Mengatur Etika Bisnis
Undang-undang yang mengatur kode etik profesi
Akuntan
1
kepercayaan terhadap profesi mengalami tekanan maka pengaruh signifikan dari
keterlibatan etika budaya dalam organisasi sangat diperlukan.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis dan kode etik profesi akuntan
merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia.
Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh
para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan
bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar.
Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis
untuk melakukan pelanggaran etika bisnis dan kode etik profesi, antara lain untuk
memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut
merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan
berbagai cara.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika'
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Arti dari bentuk jamak inilah
yang melatarbelakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai
arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan
tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar
dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal
dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan
2
masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan
diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena
dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh
ketentuan hukum.
PENGERTIAN ETIKA BISNIS MENURUT BEBERAPA AHLI
NAMA AHLI DEFINISI YANG DIKEMUKAKAN
Zimmerer (1996:20) etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
pengusaha berdasarkan nilai – nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dalam
membuat keputusan dan memecahkan
persoalan
Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
(2000:80) pengusaha berdasarkan nilai – nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dalam
membuat keputusan dan memecahkan
persoalan
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam memberikan tiga pendekatan dasar dalam
artikelnya di Advance Managemen Journal merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
(1988) a. Utilitarian Approach: setiap tindakan harus
didasarkan pada konsekuensinya. Oleh
karena itu, dalam bertindak seseorang
seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-
rendahnya.
b. Individual Rights Approach: setiap orang
dalam tindakan dan kelakuannya memiliki
hak dasar yang harus dihormati. Namun
3
tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan
menyebabkan terjadi benturan dengan hak
orang lain.
c. Justice Approach: para pembuat keputusan
mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggan baik secara perseorangan
ataupun secara kelompok.
Tabel 1. Pengertian Etika Bisnis Menurut Ahli
4
i. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan.
3. PRINSIP DALAM ETIKA BISNIS
Dalam etika bisnis, terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman oleh suatu
perusahaan agar perusahaan tersebut mempunyai patokan dalam memandang etika
moral sebagai standar kerja perusahaan tersebut. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam
kegiatan bisnis tidak bisa lepas dari kehidupan kita sebagai manusia. Prinsip-prinsip
etika bisnis biasanya terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing
masyarakat.
Prinsip-prinsip etika bisnis yang telah ada tentu harus diterapkan dalam kegiatan
berbisnis guna membawa perusahaan mereka menjadi yang terdepan. Namun prinsip-
prinsip etika bisnis baru dapat berjalan jika suatu perusahaan membangun satu budaya
di perusahaan tersebut (corporate culture) yang disebut Keraf sebagai etos bisnis. Etos
bisnis merupakan pembudayaan dan pembiasaan pengkhayatan akan nilai, norma, atau
prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang
sekaligus juga membedakannya dari perusahaan lain . Bentuk konkrit dalam penerapan
etos bisnis ini berupa pelayanan yang baik, kedisiplinan, tanggung jawab dan
sebagainya
Adapun prinsip-prinsip etika bisnis yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang
sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang
dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan
visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan
karyawan dan komunitasnya.
b. Kesatuan (Unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang memadukan
keseluruhan aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial
menjadi keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep konsistensi dan
keteraturan yang menyeluruh.
5
c. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan
bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
d. Kebenaran (kebajikan dan kejujuran)
Prinsip kejujuran menjadi hal yang paling penting dalam mendukung keberhasilan
suatu perusahaan. Nilai kejujuran harus dijalankan oleh semua pihak yang terkait
dengan kegiatan bisnis. Perusahaan yang menjunjung tinggi nilai kejujuran akan
mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat sekitar dan mitra kerja
perusahaan tersebut.
e. Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama
kepada konsumen, dan lain-lain.
f. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi
tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan
tindakannya. secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
g. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip hormat terhadap diri sendiri adalah prinsip dimana kita melakukan penghargaan
kepada orang lain seperti kita menghargai diri sendiri. Maka dari itu, semua aspek
pelaku bisnis harus dapat menjaga nama baik perusahaan karena hal tersebut sangat
penting dalam menjaga eksistensi perusahaan tersebut.
h. Prinsip Saling Menguntungkan Prinsip
Saling menguntungkan menuntut kesadaran pelaku bisnis untuk tidak saling
merugikan. Prinsip ini menekankan bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip
saling menguntugkan (win-win solution), yang artinya dalam semua keputusan yang
6
diambil dalam kegiatan bisnis semua pihak harus mengusahakan agar masing-masing
merasa diuntungkan. Kembali lagi, tujuan dalam berbisnis adalah untuk memperoleh
keuntungan. Perusahaan ingin banyak orang membeli atau menggunakan produknya,
dan konsumen juga ingin menggunakan produk-produk tersebut dengan kualitas bagus
dan harga yang setimpal. Maka dari itu, penting bagi semua pelaku bisnis untuk terus
menjalankan bisnisnya sebaik mungkin sehingga menguntungkan semua pihak.
7
3) Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai
bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada
umumnya dan sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah
keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
4) Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi
perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain-
lain.
8
dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita
sendiri.
3) Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum
Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu
hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam
hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika,
hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum
lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan
hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan
pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal: “Quid leges sine
moribus” yang artinya : “apa artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas “.
9
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi
kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha
bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4) Lemahnya Penegakan Hukum
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
Pasal 7, kewajiban pelaku usaha Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan”
10
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran”
11
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen,
UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Go
Public),
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
(PMA/PMDN)
UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,
UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Hukum
Publik (Pidana Ekonomi/Bisnis), misalnya
kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi/bisnis :
Penyeludupan, illegal logging, korupsi
Tabel 2. Pasal-Pasal Yang Mengatur Etika Bisnis
12
karakteristik suatu profesi yang membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk
mengatur tingkah laku para anggotanya.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.
Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya
13
yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode etik ialah norma
perilaku yang mengatur hubungan antara akunta dengan kliennya, antara akuntan dengan
sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan
etika, yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan anggota dan
kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dari
kode etik ini yaitu, pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum
profesional. Kedua, kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi
tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya
profesional. Dalam kongresnya tahun 1973, IkatanAkuntan Indonesia untuk pertama
kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, yang kemudian
disempurnakan dalam kongres IAI tahun 1981, 1986, 1994, 1998. Etika profesional yang
dikeluarkan oleh IAI dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian berikut ini : (1) Prinsip Etika, (2)
Aturan Etika, (3) Interpretasi Aturan Etika dan (4) Tanya Jawab. Aturan etika
Kompartemen Akuntan Publik terdiri dari :
a) 100 Independensi, Integritas dan Obyektivitas
b) 200 Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
c) 300 Tanggung Jawab kepada Klien
d) 400 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi
e) 500 Tanggung Jawab dan Praktik Lain
14
11. UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR KODE ETIK PROFESI AKUNTAN
Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, dalam era globalisasi
perdagangan barang dan jasa, kebutuhan pengguna jasa Akuntan Publik akan semakin
meningkat, terutama kebutuhan atas kualitas informasi keuangan yang digunakan sebagai
salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, Akuntan Publik
dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme agar dapat
memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik.
Meskipun Akuntan Publik berupaya untuk senantiasa memutakhirkan kompetensi
dan meningkatkan profesionalisme agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa,
kemungkinan terjadinya kegagalan dalam pemberian jasa Akuntan Publik akan tetap ada.
Untuk melindungi kepentingan masyarakat dan sekaligus melindungi profesi Akuntan
Publik, diperlukan suatu undang-undang yang mengatur profesi Akuntan Publik.
Sampai saat terbentuknya Undang-Undang ini, di Indonesia belum ada undang-
undang yang khusus mengatur profesi Akuntan Publik. Undang- undang yang ada adalah
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (Accountant)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 705). Pengaturan mengenai profesi Akuntan Publik
dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada pada saat ini dan tidak mengatur hal-hal yang mendasar dalam
profesi Akuntan Publik.
Oleh karena itu, disusunlah Undang-Undang tentang Nomor 5 tahun 2011 Akuntan
Publik yang mengatur berbagai hal mendasar dalam profesi Akuntan Publik, dengan tujuan
untuk:
a) melindungi kepentingan publik;
b) mendukung perekonomian yang sehat, efisien, dan transparan;
c) memelihara integritas profesi Akuntan Publik;
d) meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi Akuntan Publik; dan
e) melindungi kepentingan profesi Akuntan Publik sesuai dengan standar dan
kode etik profesi.
Undang-Undang ini mengatur antara lain:
a) lingkup jasa Akuntan Publik;
15
b) perizinan Akuntan Publik dan KAP;
c) hak, kewajiban, dan larangan bagi Akuntan Publik dan KAP;
d) kerja sama antar-Kantor Akuntan Publik (OAI) dan kerja sama antara KAP
dan Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) atau Organisasi Audit Asing
(OAA);
e) Asosiasi Profesi Akuntan Publik;
f) Komite Profesi Akuntan Publik;
g) pembinaan dan pengawasan oleh Menteri;
h) sanksi administratif; dan
i) ketentuan pidana.
Undang-Undang ini mengatur hak eksklusif yang dimiliki oleh Akuntan Publik,
yaitu jasa asurans yang hanya dapat dilakukan oleh Akuntan Publik. Dalam rangka
perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi Akuntan Publik, juga diatur mengenai
kedaluwarsa tuntutan pidana dan gugatan kepada Akuntan Publik.
Di samping mengatur profesi Akuntan Publik, Undang-Undang ini juga mengatur
KAP yang merupakan wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional.
Hal yang mendasar mengenai pengaturan KAP antara lain mengenai perizinan KAP dan
bentuk usaha KAP. Salah satu persyaratan izin usaha KAP adalah memiliki rancangan
sistem pengendalian mutu sehingga dapat menjamin bahwa perikatan profesional
dilaksanakan sesuai dengan SPAP. Sementara itu, pengaturan mengenai bentuk usaha KAP
dimaksudkan agar sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yaitu independensi
dan tanggung jawab profesional Akuntan Publik terhadap hasil pekerjaannya.
Dari pemaparan makalah tersebut terdapat perbedaan antara etika bisnis dengan etika
profesi akuntan yaitu etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industry dan juga
masyarakat. Hal ini mencakup cara kita dalam menjalankan bisnis secara adil sesuai
dengan hukum yang berlaku, yang tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat. Sedangan etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral
16
dari sikap hidup dalam mejalankan kehidupan sebagai pengemban profesi serta
mempelajari penerapan prinsip-prisip moral dasar atau norma-norma etis umum pada
bidang-bidang khusus, etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah
dilakukan seseorang sehingga sangat perlu untuk menjaga profesi di kalangan masyarakat
atau klien.
Dari fokus tujuan etika bisnis bertujuan untuk menggugah kesadaran moral dan
memberikan batasan-batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan
tidak melakukan monkey business atau dirty business yang bisa merugikan banyak pihak
yang terkait dalam bisnis tersebut. Sedangakn etika profesi bertujuan untuk sebagai sarana
kontrl social bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan serta mencegah campur
tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
17
oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi
utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta
memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan
mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah.
Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara
untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General
Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co,
Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi.
Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan
oleh PT. PLN sendiri.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan
sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam
operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di
Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel.
Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik
yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2,
serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk
pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara
Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat
sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan
adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi
pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.
18
HASIL ANALISIS
Jika dilihat dari teori etika deontologi : Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan
yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan
merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya. Jika
dilihat dari teori etika teleologi : Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk
secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan,
penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta
pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas
masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila
ditinjau dari teori etika teleologi. Jika ditinjau dari teori utilitarianisme : Tindakan PT.
PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka
melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung
pada PT. PLN. Dari wacana diatas dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian
pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
b. Pelanggaran Etika Profesi
19
KODE ETIK APA YANG DILANGGAR OLEH PEMRIKSA LAPORAN
KEUANGAN PT GARUDA INDONESIA
a. INTEGRITAS
Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2016) integritas adalah prinsip integritas
yang mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk bersikap lugas dan jujur
dalam semua hubungan profesional dan hubungan bisnisnya. Integritas juga
berarti berterus terang dan selalu mengatakan yang sebenarnya. Berdasarkan pada
pengertian dari integritas itu sendiri, auditor pada PT. Garuda tidak
mencerminkan keintegritasannya karena mereka tidak melakukan kejujuran dalam
hal ini adalah auditor melaporkan laporan keuangan namun laporan keuangan
tersebut sudah di rekayasa.
b. Objektivitas
Prinsip objektivitas mewajibkan semua Akuntan Profesional untuk tidak
membiarkan bias, benturan kepentingan, atau pengaruh tidak sepantasnya dari
pihak lain yang dapat mengurangi pertimbangan profesional atau bisnisnya. (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2016). Dengan adanya kasus PT. Garuda yang mendapati
pengakuan yang tidak wajar pada laporan keuangan dan juga pembuatan laporan
keuangan dari tahun sebelumnya yang menanggung kerugian menjadi untung pada
tahun selanjutnya eakan memberikan spekulasi bahwa dalam bekerja auditor tidak
terbebas dari tekanan yang berasal dari pihak manapun, sehingga auditor menyalahi
aturan yang ada.
c. Perilaku professional
Seorang akuntan professional harus patuh pada hukum dan peraturan-peraturan
terkait dan seharusnya menghindari tindakan yang bisa mendeskreditkan profesi.
Prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap Akuntan
Profesional untuk memelihara pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat
yang dibutuhkan untuk menjamin klien atau pemberi kerja akan menerima layanan
profesional yang kompeten, dan bertindak cermat dan tekun sesuai dengan standar
teknis dan profesional yang berlaku ketika memberikan jasa professional (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2016). Dengan adanya prilaku auditor pada kasus laporan
keuangan di PT. Garuda membuat dampak buruk bagi profesi akuntan. Salah
20
satunya yaitu semakin berkurangnya rasa percaya masyarakat terhadap akuntan
yang notabene akuntan seharusnya memiliki pula sikap yang jujur, serta dapat
dipercaya.
d. Kompetensi
Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2016) Prinsip kompetensi dan kehati-hatian
profesional mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk : 1 (a) Memelihara
pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk
menjamin klien atau pemberi kerja akan menerima layanan profesional yang
kompeten; dan (b) Bertindak cermat dan tekun sesuai dengan standar teknis dan
profesional yang berlaku ketika memberikan jasa profesional. Pada kasus PT
Garuda dalam melaksanakan tugasnya auditor telah melanggar aturan. Disamping
mengacu pada Standar Profesional yang telah ditetapkan dalam hal ini adalah
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, seharusnya juga
mempertimbangkan peraturan undang-undang yang mengikat pada suatu entitas
tertentu yang diperiksa yang dalam hal ini adalah UU Pasar Modal.
21
ditetapkannya surat perintah dan OJK. OJK mengenakan saksi tersebit atas
pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.O3/2017.
c) Tidak hanya KAP, Sri Mulyani juga memberikan sanksi pembekuan izin
selama 12 bulan terhadap Kasner Sirumapea, yang mengaudit laporan keuangan
tersebut. Kasner terbukti melakukan pelanggaran berat yang berpotensi
berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI).
Pengenaan saksi ini melalui KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019.
Sementara, OJK memberikan sanksi administratif kepada Kasner berupa
Pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu tahun. Dia dikenakan
sanksi atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13 tahun 2017, termasuk
Standar Audit (SA) 315 Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
22
DAFTAR PUSTAKA
a. Elfieni, F. T., & Unti Ludigdo, A. C. (2016). Penegakan Kode Etik Profesi Pada Suatu
Kantor Akuntan Publik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. https://doi.
org/10.1017/CBO9781107415324, 4.
b. Martadi, I. F., & Suranta, S. (2006). Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akutansi, Dan
Karyawan Bagian Akutansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis Dan
Etika Profesi. Simposium Nasional Akuntansi, 9, 1-25.
c. Keraf, S., & Imam, R. H. (1998). Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
d. IAI (2020). KODE ETIK AKUNTAN AKUNTAN INDONESIA. Komite Etika Ikatan
Akuntan Indonesia Grha Akuntan, Jalan Sindanglaya No. 1 Menteng, Jakarta 10310.
e. Wirdayanti (2007). ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN (Business
Ethics and Accountant Professional Ethics). Tim Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Vol. 2 No. 1 Juni 2007 : 1 10
23