Anda di halaman 1dari 19

MODUL PENGANTAR ILMU HUKUM

(LAW 101)

MODUL 10
KAIDAH HUKUM

DISUSUN OLEH
NIN YASMINE LISASIH S.H., M.H.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 19
KAIDAH HUKUM

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan kaedah hukum berserta isi.
2. Menguraikan Kaedah Hukum konstitusional, kaedah umum dan
kaedah individuil, isi kaedah berserta contoh

B. Uraian dan Contoh

Kaidah hukum meruakan segala peraturan yang ada yang telah


dibuat secara resmi oleh pemegang kekuasaan, yang sifatnya mengikat
setiap orang dan pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati
dan apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu.1
Kaidah hukum lahir dan hidup di lingkungan manusia sejak manusia
tersebut dilahirkan, oleh karenanya kaidah hukum juga disebut dengan
sikap lahir seseorang.

Beberapa ahli hukum menganggap kata “norma” sinonim dengan


kata “kaidah”.namun jika ditinjau dari kamus bahasa Indonesia maka
kedua kata tersebut memiliki arti yang berlainan namun tetap merujuk
pada satu pokok bahasan yakni aturan. Kata “norma” dalam Kamus
Bahasa Indonesia diartikan sebagai aturan atau ketentuan yang mengikat
semua atau sebagaian warga masyarakat; aturan yang baku, ukuran untuk
menentukan sesuatu.2 Sedangkan kata “kaidah” dalam kamus berarti
perumusan asas-asas yang menjadi hukum; aturan tertentu; patokan; dalil.3

1
http://tesishukum.com/pengertian-kaidah-hukum-menurut-para-
ahli/#:~:text=Kaidah%20Hukum~%20Kaidah%20hukum%20meruakan,pelanggaran%20akan%20
dikenakan%20sanksi%20tertentu. Diakses pada 24 Juni 2020
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, 2008, hlm
1007.
3
Ibid, hlm 615.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 19
Ditinjau dari segi etimologi, kata “norma” berasal dari bahasa
Latin sedangkan kata “kaidah” berasal dari bahasa Arab. Norma berasal
dari kata nomos yang berarti nilai dan kemudian dipersempit maknanya
menjadi norma hukum. Sedangkan kaidah dalam bahasa Arab berasal dari
kata qo’idah yang berarti ukuran atau nilai pengukur.4
Beberapa ahli hukum menggunakan kedua kata tersebut secara
bersamaan (kata norma dan kaidah dianggap sinonim). Menurut Purnadi
Purbacarakan dan Soerjono Soekanto, norma atau kaidah adalah ukuran
ataupun pedoman untuk perilaku atai bertindak dalam hidupnya.5 Menurut
Maria Farida, norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi seseorang
dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun lingkungannya. Menurut
Kelsen, yang dimaksud dengan norma adalah “…… that something ought
to be or ought to happen, especially that a human being ought to behave in
a specific way” (sesuatu yang seharusnya ada atau seharusnya terjadi,
khususnya bahwa manusia seharusnya berperilaku dengan cara tertentu).6

Menurut Sudikno Mertokusumo kaidah diartikan sebagai peraturan


hidup yang menetukan bagaimana manusia itu seyogyanya berperilaku,
bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang
lain terlindungi, atau dalam arti sempit kaidah hukum adalah nilai yang
terdapat dalam peraturan konkret.7

Menurut Jimmly Asshiddiqie, norma atau kaidah merupakan


pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang
berisi kebolehan, anjuran atau perintah. Baik anjuran maupun perintah
dapat berisi kaidah yang bersifat positif atau negatif mencakup norma
anjuran untuk mengerjakan atau anjuran untuk tidak mengerjakan sesuatu,

4
Jimmly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta 2011, hlm 1.
5
Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, Alumni, Bandung 1982,
hlm 14
6
ibid
7
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (Sebuah Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 2006, hlm
11.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 19
dan norma perintah untuk melakukan atau perintah untuk tidak melakukan
sesuatu.8

C. SIFAT NORMA/KAEDAH
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, norma
hukum memiliki sifat antara lain:9
a. Imperatif, yaitu perintah yang secara apriori harus ditaati baik
berupa suruhan maupun larangan;
b. Fakultatif, yaitu tidak secara apriori mengikat atau wajib
dipatuhi.
Sifat imperatif dalam norma hukum biasa disebut dengan
memaksan (dwingenrecht), sedangkan yang bersifat fakultatif dibedakan
antara norma hukum mengatur (regelendrecht) dan norma hukum yang
menambah (aanvullendrecht). Terkadang terdapat pula norma hukum yang
bersifat campuran atau yang sekaligus memaksa dan mengatur.10

Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum


dan abstrak dan yang bersifat konkret dan individual. Norma hukum
bersifat abstrak karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa
menunjuk atau mengaitkan dengan subjek konkret, pihak dan individu
tertentu. Sedangkan norma hukum yang konkret dan individual ditujukan
kepada orang tertenu, pihak atau subjek-subjek hukum tertentu atau
peristiwa dan keadaan-keadaan tertentu.

Maria Farida mengemukakan ada beberapa kategori norma hukum


dengan melihat bentuk dan sifatnya, yaitu:11

a. Norma hukum umum dan norma hukum individual. Norma


hukum umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk
orang banyak (addressatnya) umum dan tidak tertentu.

8
Jimmly Asshiddiqie, Loc. Cit, hlm 1.
9
Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Op. Cit., hlm 49.
10
Ibid hlm.4
11
Maria Farida Indrati S, Op. Cit. hlm 26 – 31.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 19
Sedangkan norma hukum individual adalah norma hukum yang
ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang
yang telah tertentu.
b. Norma hukum abstrak dan norma hukum konkret. Norma
hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak
konkret. Sedangkan norma hukum konkret adalah suatu norma
hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata
(konkret).
c. Norma hukum yang terus-menerus dan norma hukum yang
sekaliselesai.
Norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig) adalah
norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi
dapat berlaku kapan saja secara terus menerus, sampai
peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.
Sedangkan norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmalig)
adalah norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan
setelah itu selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja
sehingga dengan adanya penetapan itu norma hukum tersebut
selesai.
d. Norma hukum tunggal dan norma hukum berpasangan.
Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri
sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya jadi
isinya hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana
seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku.
Sedangkan norma hukum berpasangan terbagi menjadi dua
yaitu norma hukum primer yang berisi aturan/patokan
bagaimana cara seseorang harus berperilaku di dalam
masyarakat dan norma hukum sekunder yang berisi tata cara
penanggulangannya apabila norma hukum primer tidak
dipenuhi atau tidak dipatuhi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 19
D. HAKIKAT NORMA UNDANG-UNDANG
Pada umumnya dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu-
individu dalam berhubungan satu sama lain, baik perilaku atau
tindakannya selain di batasi oleh norma hukum, juga tunduk pada norma
agama, norma kesusilan, dan norma kesopanan. Pengertian norma menurut,
Indrati, “adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam
hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya”. Dalam
memahami undang-undang tidak cukup hanya membaca pasal-pasalnya
saja, tetapi harus mengetahui latar belakang historis atau filosinya juga,
dimana didalamnya mengandung norma tertentu.12

Pada perkembangannya, norma itu diartikan sebagai suatu ukuran


patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam
masyarakat. Jadi, inti norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.13
Mertokusumo menyebut norma dengan istilah kaidah yaitu sebagai
pedoman, patokan atau ukuran untuk berperilaku atau bersikap dalam
kehidupan bersama. Lain halnya dengan Asshidiqe, norma merupakan
pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang
berisi kebolehan, anjuran, atau perintah. Baik anjuran maupun perintah
dapat berisi kaidah yang bersifat positif atau negatif sehingga mencakup
norma anjuran untuk mengerjakan atau anjuran untuk tidak mengerjakan
sesuatu, dan norma perintah untuk melakukan atau perintah untuk tidak
melakukan sesuatu.14

Kaidah atau norma yang berlaku dalam masyarakat selain kaidah


atau norma hukum, adalah norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Menurut Asshidiqie perbandingan ketiga norma tersebut
dengan norma hukum adalah norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan mempunyai daya ikat yang bersifat volunteer, yaitu berasal dari

12
J Hendy Tedjonegoro, ‘Kekuasaaan Kehakiman Yang Merdeka (The Independence of The
Judiciary) & Pelaksanaan Kekuasaan’ (2004) 19 Yuridika.Hlm 266
13
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan:Jenis, Fungsi, Dan Materi Muatan
(Kanisius 2011).hlm 18
14
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Liberty 1985). Hlm 4

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 19
kesadaran pribadi dari dalam diri setiap pendukung kaidah itu sendiri.
Artinya, daya lakunya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan tumbuh
dari dalam diri manusia sendiri (imposed from within). Berlainan dengan
itu, daya laku kaidah/norma hukum (legal norm) justru dipaksakan dari
luar diri manusia (imposed from without).15

Kategori norma biasanya dibedakan menjadi norma yang umum


(algemeen), dan norma yang individual (individueel) serta antara yang
abstrak (abstract) dan yang konkret (concreet).16 Dari sifat norma yang
umum atau individual dan abstrak atau konkret tersebut, dapat dibentuk
berbagai norma dengan sifat kombinasi umum-abstrak, umum-konkret,
individual-abstrak, dan individual-konkret. Dari empat macam kombinasi
norma dengan sifat-sifatnya yang umum-individual dan abstrak-konkret,
peraturan perundang-undangan seyogianya mengandung norma hukum
yang umum-abstrak, atau sekurang-kurangnya yang umum-konkret.
Norma lain-lainnya, yaitu yang individual-abstrak dan lebih-lebih
individual-konkret, lebih mendekati penetapan (beschikking) daripada
peraturan (regeling).17

Norma hukum menurut Kelsen adalah aturan, pola, atau standar


yang perlu diikuti. Sedangkan Mertokusumo mendefinisikan norma
hukum lazim disebut sebagai kaidah hukum diartikan sebagai peraturan
hidup yang menentukan bagaimana manusia itu seyogianya berperilaku,
bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang
lain terlindungi. Kaidah hukum dalam arti sempit adalah nilai yang
terdapat dalam peraturan konkret. Menurut Asshiddiqie norma hukum
memiliki ciriciri yaitu.18 kebolehan untuk melakukan sesuatu (permittere),
anjuran positif untuk mengerjakan sesuatu, anjuran negatif untuk tidak

15
ibid
16
A. Hamid. S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Studi Kasus Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV (Pascasarjana FH UI 1990).hlm 316
17
ibid
18
Sudikno Mertokusumo dan A Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum (Citra Aditya Bakti
2013).[11].

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 19
mengerjakan sesuatu, perintah positif untuk melakukan sesuatu atau
kewajiban (obligattere), perintah negatif untuk tidak melakukan sesuatu
(prohibere).

Menurut Apeldoorn sebagaimana dikutip Asshiddiqie, kaidah


hukum yang bersifat imperatif biasa disebut juga dengan hukum yang
memaksa (dwingendrecht), sedangkan yang bersifat fakultatif dibedakan
antara norma hukum yang mengatur (regelendrecht) dan norma hukum
yang menambah (aanvullendrecht). Kadangkadang ada pula kaidah-kaidah
hukum yang bersifat campuran atau yang sekaligus bersifat memaksa
(dwingende) dan mengatur (regelende).

Menurut Attamimi, berbagai sifat norma hukum dalam peraturan


perundang-undangan, yaitu. pertama, Perintah, adalah kewajiban umum
untuk melakukan sesuatu; kedua, larangan, adalah kewajiban umum untuk
tidak melakukan sesuatu; ketiga, pembebasan (dispensasi), adalah
pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum
diharuskan; dan keempat, izin, adalah pembolehan khusus untuk
melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.

E. PENASIRAN HUKUM
Setiap peraturan hukum bersifat abstrak dan pasif, abstrak karena
umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum
kalau tidak terjadi peristiwa konkret. Peraturan hukum yang abstrak itu
memerlukan rangsangan agar dapat aktif, sehingga dapat diterapkan pada
peristiwa yang cocok.19 Boleh dikatakan bahwa setiap ketentuan undang-
undang perlu dijelaskan, perlu ditafsirkan lebih dahulu untuk dapat
diterapkan pada peristiwany.

19
ibid

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 19
Menurut Manan, manfaat penafsiran secara umum adalah pertama,
memahami makna asas dan kaidah hukum; kedua, menghubungkan suatu
fakta hukum dengan kaidah hukum; ketiga, menjamin penerapan hukum
atau penegakan hukum yang dilakukan secara tepat, benar, dan adil; dan
keempat, mengaktualisasi hukum, dalam arti mempertemukan kaidah
hukum dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dengan
maksud agar kaidah-kaidah hukum tersebut tetap mampu memenuhi
kebutuhan sesuai dengan perubahan masyarakat.20

Menurut Asshiddiqie, “Penafsiran merupakan proses dimana


pengadilan mencari kepastian pengertian mengenai pengaturan tertentu
dari suatu undang-undang. Penafsiran atau konstruksi merupakan upaya
melalui mana pengadilan mencari kepastian mengenai apa sesungguhnya
yang menjadi kehendak pembentuk undang-undang.21 Penafsiran hukum
merupakan bagian dari penemuan hukum oleh hakim. Hakim melakukan
penafsiran hukum manakala terdapat kekosongan atau ketidakjelasan
undang undang yang wajib diisi dan diperjelas oleh hakim.

Jika melihat pada kepustakaan atau literatur hukum, disebutkan


ada 4 (empat) metode yang dominan dilakukan oleh hakim untuk
menafsirkan peraturan perundang-undangan, yang mencakup Pertama
adalah penafsiran gramatikal (tata bahasa), yakni memberi arti suatu
aturan hukum dari kata-katanya menurut pemakaian sehari-hari atau
pemakaiannya secara teknis yuridis. Kedua adalah penafsiran historis
(sejarah), dibedakan atas penafsiran sejarah hukum (rechtshistories
interpretatie) dan penafsiran sejarah undang-undang.22

Pada penafsiran sejarah hukum (rechtshistories interpretatie).


Disini hakim memberi arti aturan hukum dari perkembangan lembaga

20
Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi (Raja
Grafindo Persada 2014).[174].
21
22
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi Dan Konsep Negara Hukum (Setara Press
2015).Op.Cit.[72].

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 19
hukum dan figur hukum (pranata hukum). Misalnya untuk memahami
kompetensi relatif dan absolut, pengadilan dalam lingkungan peradilan tata
usaha negara dapat ditelusuri melalui sejarah peradilan administrasi
Perancis sebagai negara tempat lahirnya pengadilan administrasi.
Sedangkan pada penafsiran sejarah undang-undang.

Di sini, hakim memberi arti pada pasal-pasal yang ada di undang-


undang melalui risalah pembahasan RUU dan perdebatan di DPR, jawaban
dan keterangan eksekutif sampai persetujuan bersama DPR dan Presiden.
Ketiga adalah penafsiran sistematis, yakni hakim memberikan arti satu
pasal peraturan perundang-undangan dengan mengaitkan pada pasal-pasal
lain dalam kerangka satu tata hukum. Keempat adalah penafsiran
teleologis atau sosiologis, dimana hakim memberikan arti suatu aturan
hukum menurut tujuan kemasyarakatan yang ditetapkan pembentukan
undang-undang dengan memperhatikan keadaan masyarakat ketika
peraturan itu ditetapkan.

F. SIFAT DAN ISI KAEDAH HUKUM:

Kaidah hukum dikaji dari sifatnya, dibedakan atas kaidah hukum


yang bersifat imperatif dan fakultatif.23
1. Kaedah Hukum Bersifat Imperatif
Kaidah hukum dikatakan bersifat imperatif dikarenakan
sifatnya yang mengikat, memaksa dan harus ditaati, sehingga
mengikat setiap orang yang ditetapkan dalam kaidah hukum.
Contohnya terdapat lapangan hukum publik seperti hukum
pidana dan hukum tata negara.
2. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif
Kaidah hukum yang bersifat fakultatif adalah kaidah hukum
yang sifatnya tidak serta-merta harus ditaati karena sifatnya

23
R. Soeroso, SH. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2009).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 19
hanya merupakan pelengkap. Contohnya terdapat pada
ketentuan hukum waris yang diatur di dalam KUHPerdata.
Isi kaidah hukum dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Kaidah hukum yang berisikan perintah (gebod), yaitu kaidah


hukum yang harus ditaati, misalnya perintah bagi kedua orang tua
agar memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik-
baiknya (Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
2. Kaidah hukum yang berisi larangan (verbod), yaitu kaidah yang
memuat larangan untuk melakukan sesuatu dengan ancaman aksi
apabila melanggarnya, seperti larangan mencuri dalam Pasal 362
KUHPidana.
3. Kaidah hukum yang isinya membolehkan (mogen), yaitu kaidah
hukum yang memuat hal-hal yang boleh untuk dilakukan, tetapi
boleh pula untuk tidak dilakukan. Misalnya ketentuan Pasal 29 UU
No. 1 Tahun 1974, bahwa calon suami-istri yang akan menikah
dapat mengadakan perjanjian tertulis baik sebelum ataupun setelah
pernikahan, asalkan tidak melanggar batar-batar hukum, agama,
dan kesusilaan.
Sikap masyarakat terhadap kaidah hukum juga dapat berbeda-beda,
misalnya terhadap hukum publik, kemungkinan sikap masyarakat ada
yang mentaatinya, ada yang melanggar, bahkan ada pula yang mengelak.
Begitu pula pada kaidah hukum privat, ada kemungkinan yang betul-betul
menggunakannya, ada yang tidak menggunakannya, tetapi mungkin juga
ada yang menyalah gunakannya.

Sanksi Kaidah Hukum:

Pengertian sanksi menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut:24

1. Sudikno Merotkusumo
Sanksi tidak lain adalah merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi
atas pelanggaran kaidah sosial.

24
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH.Mengenal Hukum (Yogyakarta:Liberty Yogyakarta).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 19
2. Paul Bohannan
Sanksi merupakan perangkat aturan-aturan yang mengatur bagaimana
lembaga-lembaga hukum mencampuri suatu masalah untuk dapat
memelihara suatu system sosial, sehingga memungkinkan masyarakat
hidup dalam system itu secara tenang dan dalam cara-cara yang dapat
diperhitungkan.
3. Van Den Steenhoven
Sanksi adalah unsur-unsur sebagai unsur hukum yaitu ancaman
penggunaan fisik, otoritas yang resmi, penerapan ketentuan yang
secara teratur, dan masyarakat yang tidak spontan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kaidah


hukum membutuhkan unsur sanksi sebagai unsur esensial. Sanksi
eksternal atau yang berasal dari luar diri manusia merupakan unsur
esensial kaidah hukum yang membedakannya dari kaidah-kaidah lainnya.
Sanksi tersebut sifatnya dipaksakan oleh pihak otoritas atau aparat negara
yang melaksanakan penegakan hukum.
Selanjutnya secara singkat kami kemukakan perbedaan antara
kaidah hukum dengan kaidah kebiasaan serta kaidah kesusilaan atas dasar
uraian tersebut diatas: Berbeda dengan kaidah kebiasaan, maka kaidah
hukum sudah mulai melepaskan diri dari keterikatannya yang besar kepada
dunia kenyataan.

Berbeda dengan kaidah hukum, maka dalam hal otoritas yang


memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma, pada kaidah
kesusilaan unsur kehendak manusia sama sekali tidak ikut menentukan.

Kaidah kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak


manusia, melainkan adanya harus diterima begitu saja. Juga bagi kaidah
kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu seperi halnya kaidah
hukum, ia tidak perlu mempertimbangkan dunia kenyataan, tuntutannya
yang mutlak ialah insan kamil, manusia sempurna.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 19
Seringkali para ahli hukum menganggap bahwa perbedaan yang
pokok antara kaidah hukum disatu pihak dengan kaidah-kaidah sosial
lainnya dan kaidah agama terletak pada bahwa kaidah hukum itu dapat
dipaksakan berlakunya karena didukung oleh suatu kekuasaan (Negara)
semakin besar terdapatnya perbedaan antara kaidah hukum dengan peri
kelakuan yang nyata, makin besar pula kekuasaan yang diperlukan untuk
memaksakan berlakunya kaidah tersebut.

Demikianlah, agar ketertiban tetap terpelihara diperlukan adanya


suatu mekanisme pengendalian sosial ini adalah kaidah hukum tadi.
Namun timbul pertanyaan, apakah factor atau unsur kekuasaan ini
merupakan satu ciri atau kebutuhan yang utama bagi dapat berlakunya
kaidah hukum itu? Soerjono Soekanto (1980:68) dikemukakan bahwa
persoalan ini yang sesungguhnya merupakan masalah membedakan hukum
dari kaidah-kaidah sosial lainnya, merupakan suatu masalah yang telah
lama membingungkan antropologi dan sosiologi. Walau terdapat suatu
kesepakatan diantara mereka.

G. HUBUNGAN ANTARA KAIDAH HUKUM DENGAN KAIDAH


LAINNYA

a. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama.


Kaidah hukum dan kaidah agama sangat erat hubungannya: kaidah
agama menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia
mematuhi kaidah agama, takwa kepada tuhan maka tidak ada manusia
yang mempunyai sikap batin yang buruk, tidak ada rencana berbuat
jahat, hubungan antar anggota masyarakat menjadi baik, masyarakat
menjadi tertib dengan rasa keadilan, maka tujuan kaidah hukum
tercapai. Sebaliknya jika semula manusia itu jahat, dia berani
melakukan pelanggaran terhadap kaidah karena takut akan dihukum,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 19
maka sikap batin itu berubah menjadi baik dan akhirnya takwa kepada
tuhan. Dengan kata lain kaidah hukum mendukung tercapainya tujuan
kaidah agama.25
b. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesusilaan.
Kaidah hukum dan kaidah kesusilaan mempunyai kaitan yang erat
karena keduanya saling melengkapi. Kalau suara hati setiap pribadi
manusia menghendaki agar manusia selalu berbuat baik, maka pribadi-
pribadi manusia yang hidup bersama di tengah masyarakat itu juga
baik dalam pergaulan mereka tidak menimbulkan sesuatu yang tercela,
akhirnya kehidupan masyarakat menjadi tertib dan damai. Dengan
demikian tujuan kaidah hukum untuk mewujudkan masyarakat yang
tertib dapat dicapai. Sebaliknya jika seseorang pribadinya tidak baik ia
cenderung melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum maka
ia akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa hukuman. Apabila
seseorang itu telah menjalani hukuman orang itu menjadi baik dan
tidak pernah berbuat jahat lagi, akhirnya tujuan kaidah kesusilaan
dapat direalisasi. Kedua kaidah tersebut saling melengkapi dalam arti
saling menunjang tercapainya tujuan masing-masing kaidah.
c. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
Kedua kaidah ini pun saling mengisi, saling melengkapi maka
hubungan antara keduanya sangat erat. Anggota masyarakat yang
mengetahui kaidah kesopanan akan selalu bertingkah laku sopan, tidak
mengganggu orang lain, sehingga jika semua anggota masyarakat
berperilaku seperti itu masyarakat akan tertib dan damai, maka tujuan
kaidah hukum dapat dicapai. Jika seseorang melanggar kaidah
kesopanan, maka dirinya akan merasa terkucil dan akibatnya seolah-
olah dia hidup menyendiri. Jika tidak disadari maka orang itu akan
cenderung berbuat sesuai dengan kehendaknya dan tidak mustahil
bahwa suatu ketika ia akan melakukan perbuatan yang melanggar
kaidah hukum. Jika hal itu benar dilaksanakan maka ia akan mendapat

25
Drs. C.S.T.Kansil, SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:Balai
Pustaka).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 19
sanksi tegas dan keras dari masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia
akan dihukum. Apabila kemudian setelah menjalani hukuman orang
itu bertaubat, maka cepat atau lambat orang itu akan menjadi orang
baik, akan selalu berbuat sopan dan tidak lagi melakukan perbuatan
yang melanggar kaidah hukum. Dengan kata lain kaidah hukum juga
mendukung tercapainya tujuan kaidah kesopanan.

H. PERSAMAAN ANTARA KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH


LAINNYA.
1. Maksud dari kaidah hukum dengan kaidah lainnya adalah sama
yakni melindungi kepentingan perorangan maupun umum,
sehingga terdapat tata tertib dalam masyarakat.
2. Antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
a. Memandang manusia sebagai makhluk sosial
b. Sudah puas dengan perbuatan lahiriyah saja
c. Heteronom (dikehendaki masyarakat).
d. Memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan untuk
mengadakan reaksi (geven aanspraken) (Surojo 1974: 11).
e. Sama memiliki wilayah berlakunya.
Tabel perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya

Kaidah Agama Kaidah Kesusilaan Kaidah Kaidah Hukum


Kesopanan
Tujuan - Umat manusia - Pelaku yang konkret
- Penyempurnaan manusia - Ketertiban masyarakat
-Mencegah manusia menjadi jahat - Menghindari jatuhnya korban
Sasar- Aturan yang ditujukan kepada sikap batin Aturan yang ditujukan kepada
an perbuatan konkret (lahiriah).
Asal- Dari tuhan Dari diri sendiri Kekuasaan luar Negara
usul yang memaksa
(masyarakat).
Sanksi Dari tuhan (dosa) Dari masyarakat Dari masyarakat Dari masyarakat

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 19
(dicela) (dikucilkan) secara resmi
(pidana)
Isi Memberi Memberi kewajiban Memberi kewajiban Memberi
kewajiban kewajiban hak
Pela- Sukarela Sukarela Sukarela Paksaan
ksa-
naan

I. KESIMPULAN
Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang perilaku. Pada hakikatnya apa
yang dinamakan kaidah adalah nilai karna berisi apa yang sepantasnya harus
dilakukan.
Dari segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib
masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama
dan kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi makhluk
yang ideal.

J. LATIHAN

1. aturan atau ketentuan yang mengikat semua atau sebagaian warga


masyarakat; aturan yang baku, ukuran untuk menentukan sesuatu
disebut dengan Norma
2. perumusan asas-asas yang menjadi hukum; aturan tertentu; patokan;
dalil disebut dengan norma
3. kaidah dalam bahasa Arab berasal dari kata Iddah
4. Sifat imperatif dalam norma hukum biasa disebut dengan
Regelendrecht
5. Norma hukum yang ditujukan kepada semua subjek yang terkait
tanpa menunjuk atau mengaitkan dengan subjek konkret, pihak dan
individu tertentu adalah norma hukum Konkret

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 19
K. KUNCI JAWABAN

1. T
2. F
3. F
4. F
5. F

L. DAFTAR PUSTAKA

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa


Indonesia, Jakarta, 2008,

Jimmly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers,


Jakarta 2011,

Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum,


Alumni, Bandung 1982,

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (Sebuah Pengantar),


Liberty, Yogyakarta, 2006,

J Hendy Tedjonegoro, ‘Kekuasaaan Kehakiman Yang Merdeka


(The Independence of The Judiciary) & Pelaksanaan
Kekuasaan’ (2004) 19 Yuridika.Hlm 266

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan:Jenis, Fungsi,


Dan Materi Muatan (Kanisius 2011).hlm 18

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar


(Liberty 1985). Hlm 4

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 19
A. Hamid. S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara:
Studi Kasus Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita
IV (Pascasarjana FH UI 1990).

Sudikno Mertokusumo dan A Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan


Hukum (Citra Aditya Bakti 2013).[11].

Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi: Makna


Dan Aktualisasi (Raja Grafindo Persada 2014).[174].

I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi Dan Konsep Negara Hukum


(Setara Press 2015).

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH.Mengenal Hukum


(Yogyakarta:Liberty Yogyakarta).

R. Soeroso, SH. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar


Grafika,2009).

Surojo Wignjodipiro, SH. Pengantar Ilmu Hukum.

Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum.Pengantar Hukum


Indonesia.(Jakarta:Sinar Grafika).

Drs. C.S.T.Kansil, SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum


Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka).

http://tesishukum.com/pengertian-kaidah-hukum-menurut-para-
ahli/#:~:text=Kaidah%20Hukum~%20Kaidah%20hukum%
20meruakan,pelanggaran%20akan%20dikenakan%20sanksi
%20tertentu. Diakses pada 24 Juni 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 19
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id
18 / 19

Anda mungkin juga menyukai