Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM

PRODUKSI BENIH

ACARA I
PRODUKSI BENIH PADI (ROGUING DAN SERTIFIKASI)

DESKRIPSI VARIETAS

Oleh :
Nama : Rizqi Abimanyu Tricaksono
NIM : A1D019056
Kelas :A

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Teori Praktikum

Penggunaan varietas unggul untuk meningkatkan produksi tanaman


merupakan usaha yang paling mudah diserap oleh petani dewasa ini. Makin
banyak varietas yang beredar di kalangan petani, diharapkan peningkatan
produksi tanaman dapat terjamin. Penyebaran masing-masing varietas unggul
bervariasi tergantung keunggulannya, daya adaptasi dan selera konsumen terhadap
sifat-sifat yang dimiliki oleh tiap varietas.
Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia.
Penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Sembilan
puluh lima persen penduduk Indonesia mengkonsumsi bahan makanan ini. Beras
mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein (Norsalis, 2011).
Kebutuhan beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia
terus meningkat, karena selain penduduk terus bertambah dengan peningkatan
sekitar 2 % per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk dari non
beras ke beras. Terjadinya penciutan lahan sawah irigasi subur akibat konversi
lahan untuk kepentingan non pertanian, dan munculnya fenomena degradasi
kesuburan menyebabkan peningkatan produktivitas padi sawah irigasi cenderung
melandai sehingga tidak mampu mengimbangi laju peningkatan penduduk
(Andriani, 2008). Peningkatan produksi merupakan tantangan yang terus
menghadang dalam rangka penyediaan pangan penduduk yang terus meningkat
populasinya. Salah satu upaya yang ditempuh adalah penerapan intensifikasi
terutama pada lahan ± lahan produktif. Sedangkan untuk lahan kering, rendahnya
produktivitas lahan sebagai akibat laju erosi tanah serta rendahnya pendapatan
petaniyang merupakan kendala utama dalam pengembangan usahatani. Kedua
masalah yang saling berkaitan tersebut perlu diatasi untuk mencapai usaha tani
yang berkesinambungan (Widarto dan Susilo, 2004). Padi gogo adalah salah satu
jenis padi yang ditanam di daerah tegalan atau di tanah kering secara menetap
oleh beberapa petani. Padi gogo tidaklah membutuhkan air yang banyak dalam
penanamannya. Pada umumnya ditanam di daerah tanah kering sehingga banyak
kita jumpai di daerah yang berbukitbukit (Priyastomo et al. 2006)
Penggunaan varietas unggul harus disertai tersedianya benih bermutu tinggi
yang dalam penyediaannya ditempuh dengan penerapan sistem sertifikasi. Dalam
kegiatan sertifikasi, kegiatan pokonya adalah menilai kemurnian benih secara
genetis melalui sifat morfologi yang nampak. Untuk itu deskripsi varietas yang
berisi sifat-sifat morfologis dapat membantu untuk menilai kemurnian benih. Oleh
karena itu sangat diperlukan adanya pemahaman yang baik mengenai sifat-sifat
morfologi yang disajikan dalam deskripsi tanaman.
Adanya pengaruh lingkungan terhadap beberapa sifat morfologi akan
menimbulkan variasi sifat fisik, sehingga sifat yang tampak dapat tidak sesuai
dengan apa yang tercantum dalam deskripsi. Tidak jarang variasi sifat fisik yang
timbul dapat menyulitkan penilaian kemurnian benih.
1. Deskripsi Varietas Padi
Deskripsi merupakan suatu panduan menyajikan sejarah asal-usul sifat-
sifat morfologi, reaksi ketahanan terhadap penyakit dan hama utama serta
anjuran tanam. Sifat-sifat morfologis yang disajikan dalam deskripsi sebagian
besar merupakan sifat yang diatur secara kuantitatif sehingga penampilannya
dapat menimbulkan variasi fisik. Variasi tersebut dapat terjadi pada semua
varietas terutama jika ditanam pada lokasi dan musim tanam yang berbeda.
Secara rinci sifat-sifat yang tercantum dalam deskripsi varietas padi adalah:
a. Asal
Adalah silsilah persilangan dan awal dalam varietas tersebut.
b. Golongan
Menunjukkan kondisi bulu yang terdapat pada ujung gabah, dibedakan
dalam tiga kategori, yaitu:
1) Cere: ujung gabah tidak berbulu atau kadang-kadang berbulu
trerutama gabah yang terletak di ujung malai, agak mudah rontok.
2) Gundil: ujung gabah pendek dan keras, tahan rontok.
3) Bulu: ujung gabah berbulu panjang, tahan rontok
c. Umur tanaman
Dihitung mulai dari benih sampai 80% masak fisiologis
d. Bentuk tanaman
Posisi tunas/anakan pada rumpun tanaman berdasarkan sudut yang
terbentuk antara sumbu batang dengan tunas primer dibedakan dalam tiga
kategori:
1) Tegak: Sudut yang terbentuk antara 0o-30o
2) Intermedia: Sudut yang terbentuk antara 31o-60o
3) Serak: Sudut yang terbentuk antara 61o-90o
e. Tinggi tanaman
Diukur dari permukaan tanah sampai ujung tertinggi dari malai
f. Anakan produktif
Jumlah anakan yang hanya menghasilkan malai, berdasarkan jumlahnya
dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
1) Sedikit: Jumlahnya kurang dari 10
2) Sedang: jumlahnya antara 10-15
3) Banyak: Jumlahnya lebih dari 15
g. Warna kaki
Adalah warna pelepah daun bagian luar
h. Warna batang
Adalah warna ruas batang yang terletak antara dua buku batang
i. Posisi daun
Posisi daun terhadap sumbu batang, kategori dan ketentuan sama bentuk
tanaman, yaitu:
1) Tegak: Sudut yang terbentuk antara 0o-30o
2) Intermedia: Sudut yang terbentuk antara 31o-60o
3) Serak: Sudut yang terbentuk antara 61o-90o
j. Posisi daun bendera
Adalah posisi daun bendera terhadap sumbu batang. Berdasarkan sudut
yang dibentuk dapat dibedakan menjadi 4 kategori:
1) Tegak: Sudut yang terbentuk kurang dari 30o
2) Miring: Sudut yang terbentuk antara 31o-60o
3) Datar: Sudut yang terbentuk antara 61o-90o
4) Terkulai: Sudut yang terbentuk lebih dari 90o
k. Bentuk gabah
Berdasarkan rasio antara lebar dan panjang gabah, dibedakan tiga
kategori:
1) Ramping: rasionya 1:3 lebih
2) Sedang/lonjong: rasionya 1:2-3
3) Bulat/gemuk: rasionya 1:2 kurang
l. Warna gabah
Adalah warna sekam yang terdiri dari lemma dan palea
m. Tekstur nasi
Adalah tingkat lengket-tidaknya nasi, ada dua kategori, yaitu:
1) Pulen: nasinya lengket
2) Pera: nasinya pera/tidak lengket
n. Bobot 1000 butir
Adalah bobot 1000 butir gabah bernas
o. Kadar amilosa
Adalah kadar amilosa dalam beras, makin tinggi persen kadar amilosa,
makin pera dan sebaliknya.
p. Ketahanan terhadap hama dan penyakit
Data diperoleh dari penyajian di lapangan dan laboratorium

B. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi tiap-tiap tanaman secara


keseluruhan
II. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini yaitu tanaman dari varietas
yang akan di candra, sedangkan alat yang diperlukan dalam praktikum ini, yaitu
alat ukur seperti, penggaris, busur derajat dan lainnya.

B. Cara Kerja

Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Melakukan kunjungan lapang ke pertanaman padi terdekat
2. Mengamati penampilan tanaman yang akan dideskripsi
3. Mengambil data tanaman yang dideskripsi
4. Membuat candra tanaman berdasarkan data yang sudah diperoleh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Inpari 32

Gambar 2. Inpari 42
B. Pembahasan

1. Sebut nama varietas tanaman yang saudara candra!


Jawab:
Penggunaan varietas unggul Inpari 32 memang di luar kebiasaan petani
yang dahulunya dominan dengan varietas Ciherang. Pilihan terhadap Varietas
Inpari 32 ini karena petani anggota Kelompok Tani (Poktan) Rejo Makmur
melihat banyak keunggulan. Varietas ini memliki banyak kelebihan,
diantaranya tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri biotipe 3, tahan
terhadap virus tungro ras langrang, tahan terhadap penyakit blas, serta hasil
panen yang dapat diperoleh sekitar 8 hingga 9 ton/ha bahkan bisa mencapai
10 ton/ha.
Petani melakukan tanam serentak. Hal ini dimaksudkan untuk memutus
rantai hama penyakit tumbuhan dan berbagai kemudahan lainnya. Misalnya,
kemudahan dalam mendistribusikan sarana produksi, pengaturan irigasi,
penggunaan alat mesin pertanian, penentuan waktu panen dan panen, serta
pemenuhan kebutuhan mitra usaha karena panen telah terjadwal. jika tidak
melakukan tanam serempak, bisa mengakibatkan intensitas serangan hama
yang tinggi, intensitas pengendalian yang sangat intensif dan berdampak pada
keamanan pangan, tidak terputusnya siklus serangan hama, hasil yang tidak
maksimal, in-efisiensi penggunaan biaya, waktu, dan tenaga. gerakan tanam
serempak pada MK 2 ini merupakan salah satu dukungan dengan program
Kostratani. Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Parakan Taryono
menyebut kelebihan inpari 32 produksinya tinggi, tanamannya tahan rebah,
tahan kurang air, maka bisa ditanam di lahan pertanian yang kurang air. Masa
tanam hingga panen adalah 115-117 hari.
Inpari 42 memiliki umur tanaman 112 hss (hari setelah semai), bentuk
tegak, tinggi 93 cm, dan daun bendera tegak. Bentuk gabahnya ramping,
warna kuning jerami, mudah rontok, tahan rebah, dan nasinya pulen. Potensi
hasil Inpari 42 adalah 10,58 ton/ha dan rata-rata hasil 7,11 ton/ha.Varietas
Inpari 42 mempunyai kemampuan membentuk anakan yang berbeda. Hal ini
juga sesuai dengan hasil penelitian Efendi dkk (2012) yang menyatakan
bahwa varietas Inpari 42 merupakan salah satu varietas padi yang memiliki
jumlah anakan yang banyak. Keragaan tinggi tanaman dan jumlah anakan
produktif tersebut diduga karena selain faktor genetik juga dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan varietas Inpari 42 diban-
dingkan dengan varietas lainnya. Secara umum jumlah anakan menurun pada
saat tanaman padi mencapai periode generatif, diduga karena adanya sifat
genetik yang berbeda. Keunggulan Inpari 42adalah berumur genjah (111
hari), tanaman pendek (88 cm), daun bendera panjang dan tegak, serta malai
tersembunyi sehingga aman dari serangan hama burung. Varietas ini tahan
penyakit Tungro, Blas, dan Hawar Daun Bakteri.

2. Apa perlunya mengetahui sifat-sifat morfologi tanaman yang dicandra?


Jawab:
Salah satu varietas turunan Ciherang, satu mega varietas Indonesia saat
ini adalah Inpari 32 HDB. Varietas baru yang berumur kurang lebih 120 hari
setelah semai ini memiliki tinggi tanaman 97 cm, dengan postur tanaman
tegak, serta daun bendera yang tegak menjulang sehingga mampu menerima
dan memanfaatkan sinar matahari secara optimum untuk pertumbuhannya.
Postur tubuhnya yang tegak dan langsing membuat varietas ini tampil cantik
dan mendekati tanaman tipe ideal yang sangat disukai oleh petani.
Memiliki ketahanan terhadap penyakit Hawar daun bakteri strain III,
agak tahan terhadap Hawar Daun Bakteri Strain IV, tahan terhadap blas Ras
033, agak tahan terhadap Tungro, dan agak rentan terhadap wereng coklat
biotipe 1, 2, dan 3. Rasa nasi pulen. dengan kadar amilosa 21,8%.
Dibandingkan varietas tetuanya tersebut, Inpari 32 HDB memiliki
beberapa keunggulan yang signifikan baik dari ketahanannya terhadap
penyakit maupun hasil gabahnya. Varietas unggul ini memberikan respon
tahan terhadap penyakit HDB ras III, serta agak tahan terhadap penyakit HDB
ras IV dan VIII. Penyakit HDB ras IV merupakan satu ras yang paling virulen
diantara ketiga ras penyakit HDB. Hal ini memberikan harapan kepada
petani, bahwa penggunaan varietas ini di lahan endemis HDB atau yang
dikenal sebagai penyakit kresek akan menekan penyemprotan bakterisida.
Selain itu, varietas ini juga bereaksi agak tahan terhadap penyakit tungro ras
lanrang, sehingga baik untuk dikembangkan di daerah-daerah lahan irigasi
yang endemis tungro seperti Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan
sebagainya. Terlebih dengan satu tambahan keunggulannya berupa
ketahanannya terhadap 2 ras penyakit blas untuk antisipasi permasalahan baru
di lahan irigasi di Indonesia yang saat ini juga menjadi momok baru pada
pertanaman padi.
Varietas turunan Ciherang dan IRBB64 ini walaupun memiliki potensi
hasil yang seimbang dengan Ciherang, namun ternyata di banyak lokasi
mampu menghasilkan bobot gabah panen sekitar 1 ton lebih unggul
dibandingkan Ciherang. Hal ini didukung oleh bobot 1000 butir varietas ini
yang mencapai 27,1 g, nyata lebih tinggi dibandingkan Ciherang (25 g).
Dengan rassanasi yang setara dengan Ciherang (medium), postur tegak, hasil
gabah yang baik, persentase rendemen dan didukung ketahanan terhadap
penyakit yang baik, tidak heran jika dalam waktu yang relative singkat,
varietas Inpari 32 HDB mulai menjadi primadona di lahan-lahan sawah
irigasi.
Inpari 42 memiliki umur tanaman 111 hss (hari setelah semai), bentuk
tegak, tinggi 93 cm, dan daun bendera tegak. Bentuk gabahnya ramping,
warna kuning jerami, mudah rontok, tahan rebah, dan nasinya pulen. Potensi
hasil Inpari 42 adalah 10,58 ton/ha dan rata-rata hasil 7,11 ton/ha.
Inpari 42 Agritan GSR berumur sekitar 111 hari setelah semai, artinya
jika bibit ditanam ketika berumur 21 hari, maka akan dipanen sekitar 90 hari
setelah panen, tentu saja memungkinkan adanya variasi antar lokasi dan
musim.  Varietas ini memiliki tinggi tanaman sekitar 88 cm dan jumlah
anakan produktif sekitar 21 buah, berdasarkan nilai rata-rata di 16 lokasi
pengujian.  Varietas ini memiliki postur agak tegak, dengan daun bendera
panjang dan malai berada di tengah.  Posisi demikian banyak disukai petani
karena dapat menghindari serangan burung.  Malai varietas ini lebat, dengan
jumlah gabah isi per malai sebesar 108 butir, berdasarkan rata-rata seluruh
malai dalam suatu rumpun yang diamati dari lokasi-
Inpari 42 Agritan GSR memiliki rasa pulen (kandungan amilosa
18,19%) dengan warna gabah putih dan pengapuran yang rendah.  Varietas
ini memiliki bentuk ramping dengan ukuran sedikit lebih kecil daripada
Ciherang, yaitu memiliki bobot 1000 butir 23,74 g.  Berasnya berwarna putih
dengan persentasi beras kapur yang rendah.
Inpari 42 Agritan GSR memiliki potensi hasil 9,02 t/ha, yang dicapai
saat pengujian di Cianjur pada MH 2013.  Hasil yang diperoleh petani dapat
bervariasi baik lebih rendah maupun lebih tinggi daripada angka tersebut,
tergantung kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang diterapkan.  
Berdasarkan pengujian di 16 lokasi pengujian diperoleh nilai rata-rata hasil
sebesar 6,96 t/ha.  Randemen beras giling varietas ini cukup tinggi, yaitu
70,09 %, sehingga tonase di lahan diharapkan diikuti dengan tingginya tonase
beras yang dihasilkan.
Inpari 42 Agritan GSR bersifat tahan terhadap hawar daun bakteri strain
III, agak tahan terhadap hawar daun strain IV dan VIII, tahan terhadap blas
daun ras 073 dan 133, dan agak tahan blas daun ras 033.  Diharapkan varietas
ini memiliki ketahanan cukup luas terhadap jenis-jenis hama dan penyakit
yang ada di lapang. 
Berdasarkan latar belakang tetuanya, yaitu WuFengZhan atau IRBB5
atau WuFengZhan, varietas ini juga diharapkan memberikan variasi genetik
terhadap varietas yang telah ada, sehingga memberikan buffering capacity
terhadap dimanila lingkungan tumbuhnya.  Masuknya varietas ini diharapkan
memberikan pergiliran gen misalnya gen ketahanan, sehingga durabilitas
ketahanan varitas yang ada di lapang akan lebih panjang.
Dewasa ini Inpari 42 Agritan GSR menunjukkan ketahanan lapang
terhadap wereng batang coklat yang cukup baik dibandingkan dengan
varietas-varietas lain disekitarnya. Kedua varietas tersebut diduga memiliki
ketahanan horisontal terhadap wereng batang coklat yang baik, sehingga
tahan terhadap koloni wereng batang coklat di beberapa daerah.  Kedua
varietas tersebut juga menunjukkan gejala ragged stunt (kerdil rumput) yang
rendah.  Tanaman terlihat bersih, terbebas dari gejala serangan hama dan
penyakit.  Di Kecamatan Bango Dua Kabupaten Indramayu pada MK 2017, 
diperoleh informasi bahwa Inpari 42 Agritan GSR masing-masing
memberikan hasil 7,6 ton/ha dan 8,4 ton/ha, sedangkan varietas eksisting
lainnya memberikan hasil berkisar antara 3 – 4 ton/ha.  Pada saat itu terjadi
serangan wereng dan kerdil rumput di areal tersebut.  Ketahanan lapang
kedua varietas tersebut terhadap wereng batang coklat juga terlihat di Cilacap,
Banyumas, dan Karawang meskipun bukan pada hamparan yang luas. 
Diharapkan kedua varietas tersbut dapat mengatasi serangan wereng di
daerah-daerah endemik yang lain.

3. Mengapa keadaan lingkungan perlu dikemukakan dalam candraan?


Jawab:
Teknis Sertifikasi Benih Tanaman Pangan juga metode Campuran
Varietas Lain (CVL)  10%. Metode  CVL 10% dilaksanakan pada petakan
seluas 24 m2 yang berada di bagian tengah area serttifikasi dimana pada
petakan tersebut sengaja ditanam varietas yang sertifikasi dengan varietas
lain.   Pemeriksaan fase generatif  dilakukan selain menggunakan acaun
berdasarkan deskripsi dan bahan acuan visualisasi berupa foto karakter
penciri kualitatif morfologi tanaman kedelai. 
Pemeriksaan generatif   dilakukan terhadap warna daun, wana bunga,
bentuk daun,  tinggi tanaman, umur berbunga, tipe pertumbuhan, kerapatan
bulu pada tangkai daun dan warna bulu batang. Adapun hasil pemeriksaan
generatif terhadap karakter warna daun, wana bunga, bentuk daun,  tinggi
tanaman, umur berbunga, tipe pertumbuhan, kerapatan bulu pada tangkai
daun dan warna bulu batang  pada metode area sertifikasi (metode kontrol)
menggunakan deskripsi dan bahan acuan tidak berbeda nyata/tidak ditemukan
karakter yang masuk kategori CVL. Sedangkan  pemeriksaan generatif pada
petakan perlakuan yang sengaja dicampur dengan CVL ditemukan beberapa
karakter morfologi CVL dengan jumlah yang lebih banyak menggunakan
bahan acuan dibandingkan  deskripsi terutama pada karakter tipe
pertumbuhan dan bentuk daun.Dalam satu petak sawah yang ditanami dengan
inpari 42 terdapat varietas lain yaitu inpari 32 . hal ini sangat terlihat dalam
warna daun yang sangat berbeda. Waktu yang mendekati masa panen inpari
42, sedangkan inpari 32 yang belum mecapai masa panen. Terdapat hampir
2% inpari 32 yang terdapat pada satu oetak sawah yang ditanami dengan
inpari 42. Sealin dari warna daunya , perbedaan yang mencolok adalah dari
bentuk malanya yang berbeda, biji pada inpari 42 berbentuk lonjong melebar
namun berbeda dengan inpari 32 yang lonjong tetapi ramping.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Padi jenis Inpari 42 dan Inpari 32 sudah terlihat sangat berbeda, perbedaan
tersebut dapat dilihat dari warna daunya dan bentuk dari pada malainya. Padi
Inpari 42 memiliki biji di setiap malainya berbentuk lonjong namun melebar dan
Inpari 32 yang berbentuk lonjong ramping. Pencampuran varietas ini bisa terjadi
oleh beberapa faktor , salah satunya pemilihan benih yang tidak terkontrol dengan
baik sehingga terjadi percampuran varietas Inpari 42 dengan Inpari 32

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebelum melakukan praktikum


praktikan harus memahami dan mengetahui hal yang akan dilakukan. Mengetahui
fungsi dari setiap alat yang akan digunakan pada proses praktikum. Praktikan juga
harus memperhatikan intruksi dari asisten agar praktikum berjalan dengan lancar
dan sesuai.
V. DAFTAR PUSTAKA

Muliasari,A. A dan Sugiyanta., 2009. Optimasi Jarak Tanam dan Umur Bibit pada
Padi Sawah (Oryza sativa L.). Makalah Seminar Departemen Agronomi
dan Hortikultura. IPB ± Bogor.
Priyastomo,V., Yuswiyanto., D.R. Sari., dan S. Hakim. 2006. Peningkatan
Produksi Padi Gogo Melalui Pendekatan Model Pengelolaan Tanaman
dan Sumberdaya Terpadu. Universitas Muhammadiyah. Malang.
Tobing dan Tampubolon. 1983. Tanaman Pangan/Sela. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Widarto, Y. P dan J. Susilo., 2004. Introduksi Beberapa Varietas Unggul Baru
Padi Gogo di Kabupaten Blora. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah.
VI. LAMPIRAN

Gambar 3. Dokumentasi Setelah Pengamatan Bunga Padi

Gambar 4. Inpari 32
Gambar 5. Inpari 42
LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI BENIH

ACARA I
PRODUKSI BENIH PADI (ROGUING DAN SERTIFIKASI)

ROGUING

Oleh :
Nama : Rizqi Abimanyu Tricaksono
NIM : A1D019056
Kelas :A

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Teori Praktikum

Roguing adalah membuang tanaman tipe simpang (off type), campuran


varietas lain (CVL) yang memiliki ciri-ciri menyimpang dari varietas yang
diperbanyak. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat
kemurnian genetik yang tinggi. oleh karena itu roughing perlu dilakukan dengan
benar dan dimulai mulai fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roughing
dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri
morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi
benihnya.
Tujuan roguing adalah Membuang tanaman off type (tipe simpang), CVL,
dan volunteer; Mencegah terjadinya penyerbukan silang antara off type dengan
tanaman inti; dan Mencegah kemunduran benih dan menjamin kemurnian varietas
yang tinggi. Pelaksanaan roguing cukup menggunakan tangan dan mata sebagai
alat utama untuk membedakan tanaman sebenarnya dengan type simpang.

B. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses roguing pada produksi


benih padi.
II. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan pada praktikum ini yaitu pertanaman padi,


sedangkan alat yang diperlukan yaitu kamera, alat tulis dan laptop.

B. Cara Kerja

Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Membuat SOP roguing untuk produksi benih padi!
2. Melakukan kunjungan lapang ke lokasi pertanaman padi di lingkungan
saudara!
3. Melakukan proses roguing sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman padi
yang anda kunjungi!
III.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Standar Operasional Roguing Produksi Benih Padi:


1. Fase Vegetatif, pada fase ini tanaman padi sedang aktif membentuk anakan
a. Tanaman yang tumbuh diluar jalur/barisan,
b. Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan awalnya menyimpang dari
sebagian rumpunrumpun lain,
c. Tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya berbeda dari sebagian besar
rumpunrumpun lain,
d. Tanaman yang warna kaki atau daun pelepahnya berbeda dari sebagian
besar rumpun-rumpun lain,
e. Tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda (mencolok).
2. Fase Generatif/Berbunga, pada saat tanaman padi mulai berbunga
a. Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari sebagian besar
rumpunrumpun lain,
b. Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya berbeda dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain,
c. Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat dari sebagian
besar rumpun-rumpun lain,
d. Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabah berbeda.
3. Fase Masak, pada saat buah masak sebelum panen
a. Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari sebagian besar
rumpunrumpun lain,
b. Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya berbeda dari
sebagian besar rumpun-rumpun lain,
c. Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat dari sebagian
besar rumpun-rumpun lain,
d. Tanaman/rumpun yang terlalu cepat matang,
e. Tanaman/rumpun yang memiliki eksersi malai berbeda,
f. Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabah, warna gabah,
dan ujung gabah (rambut/tidak berambut) berbeda.

B. Pembahasan

Pada dasarnya teknologi produksi padi untuk konsumsi dan benih adalah
sama. Perbedaannya pada teknologi budidaya benih dilakukan roguing/seleksi
sedang budidaya konsumsi tidak dilakukan. Menurut Suhartina, dkk., (2012)
bahwa roguing adalah kegiatan mengidentifikasi dan menghilangkan tanaman
yang menyimpang. Tujuan roguing adalah untuk mempertahankan kemurnian dan
mutu genetik suatu varietas. Karakteristik varietas dapat digunakan untuk
mengenali dan mengidentifikasi tipe simpang. Produsen benih atau pelaksana
roguing harus mengenali karakteristik varietas dengan baik, termasuk faktor-
faktor yang dapat berpengaruh terhadap karakter tersebut.
Tanaman-tanaman voluntir dari kultivar atau spesies yang berbeda yang
tidakm dikehendaki kehadirannya dalam proses produksi benih berasal dari
pertanaman sebelumnya di lahan yang sama. Tanaman-tanaman voluntir tersebut
telah memiliki ketahanan lingkungan tertentu pada lahan tersebut. Untuk areal
penangkaran serealia sering disarankan interval sebanyak dua musim tidak
ditanami tanaman sejenis atau tanaman lain yang mengancam kemurnian
genetisnya, tetapi dalam beberapa program sertifikasi satu musim tanam pun
diterima. Melakukan pengolahan tanah dan roguing secara intensif, sistim tanam
tandur jajar, dan persemaian pada areal yang bebas voluntir sangat efektif untuk
mencegah pencemaran genetis pada tanaman padi. S
Pemeriksaan lapangan dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan
kesesuaian pola tanam dengan formulir permohonan dan tingkat kemurnian
pertanaman sehingga mutu benih padi yang dihasilkan akan terjamin, baik dalam
hal kemurnian fisik maupun genetik. Sebelum pemeriksaan lapangan oleh
pengawas benih, penangkar harus merouging (membuang campuran varietas lain)
pada pertanaman karena campuran varietas lain (CVL) menentukan kelulusan
hasil pemeriksaan lapangan.
Dalam areal produksi benih bersertifikat, tidak dikehendaki adanya
tanaman-tanaman yang tidak diizinkan. Tanaman tersebut dapat berupa tipe
simpang, tanaman yang berpenyakit berbahaya dan gulma yang berbahaya. Gulma
disamping sebagai inang beberapa hama dan penyakit, juga menyebabkan
persaingan untuk mendapatkan unsur hara, air, ruang tempat tumbuh dan sinar
matahari. Tingkat masalah yang ditimbulkan oleh gulma cukup beragam,
tergantung pada jenis tanah, suhu, letak lintang, ketinggian tempat, cara budidaya,
cara tanam, pengelolaan air, tingkat kesuburan, dan teknologi pengendalian gulma
(Suparyono & Setyono 1993). Jatmiko et al. (2002) menambahkan bahwa tingkat
persaingan gulma dengan tanaman juga tergantung kerapatan gulma, lamanya
gulma bersama tanaman, serta umur tanaman saat gulma mulai bersain
Kegiatan reguing adalah membuang tanaman-tanaman tersebut, yang dapat
dilakukan pada fase bibit, fase vegetatif dan fase reproduktif. Tipe simpang dapat
muncul karena tanaman memiliki keragaman yang luas dan benih yang digunakan
berasal dari hasil persilangan. Hal hal yang perlu diketahui oleh petugas yang
melakukan roguing : 1) karakteristik (diskripsi) varitas, 2) karakteristik tipe
simpang, 3) penyakit terbawa benih yang sukar dikendalikan dengan perawatan
benih, 4) gulma yang berbahaya, 5) ketidak normalan tanaman (stress hara, suhu
dan kelembaban tanah), 6) pengambilan contoh dan cara penghitungan untuk
sertifikasi. Pemeriksaan lapang dilakukan pada fase vegetatif dan generatif
Pemeriksaan lapangan umumnya dilakukan pada fase pertumbuhan tanaman
padi tertentu sebanyak tiga kali, yaitu fase vegetatif, fase berbunga, dan fase
masak (sebelum panen) sebagai berikut:
1. Fase vegetatif dengan tujuan untuk mengetahui jumlah campuran lain pada
fase vegetatif tanaman. Pada fase ini dilakukan pemeriksaan tipe
pertumbuhan, kehalusan daun, warna daun, telinga daun, lidah daun, pangkal
batang.
2. Fase berbunga dengan pemeriksaan dilakukan pada tipe pertumbuhan,
kehalusan daun, warna daun, bentuk / tipe malai dan sudut daun bendera.
3. Fase Masak (Sebelum panen) dengan pemeriksaan yang dititikberatkan pada
posisi sudut daun bendera, tipe malai, bentuk gabah, bulu pada ujung gabah,
warna gabah dan warna pada ujung gabah.

Pengendalian mutu di lapangan terdiri atas pengendalian mutu lahan dengan


menerapkan ketentuan BPSB secara ketat; menggunakan benih sumber yang
diproduksi dan sudah lulus uji BPPSB untuk kelas benih dasar; memastikan
semua lahnnya lulus pemeriksaan lapangan dengan menerjunkan tim seleksi yang
berpengalaman sebelum petugas BPSB melakukan pemeriksaan; melakukan
isolasi dan seleksi (roguing) sesuai ketetapan BPSB untuk menjaga mutu calon
benih padi; serta menentukan saat panen tidak hanya berdasarkan umur varietas
tetapi juga memperhatikan cuaca.
Pengendalian mutu saat proses pengolahan terdiri dari proses pengeringan
yang dilakukan secara alami dan menggunakan mesin pengering; pembersihan
hingga dua kali untuk memastikan terpisahnya kotoran benih; serta
mengondisikan penyimpanan agar kelembaban lantai dan dinding gudang tidak
naik ke calon benih. Pengendalian mutu saat pengemasan dilakukan dengan
memastikan lokasi dan alat-alat pengemasan tidak ada campuran varietas lain.
Oleh karena itu, standar lapangan dalam produksi benih padi sawah bersertifikat
mencakup aspek berikut ini:

CVL & Tipe


Isolasi Jarak
Spesies Kelas Benih Isolasi Waktu Simpang Max
(m)
(%)
B. Dasar 2 21 0,0
Padi B. Pokok 2 21 0,2
B. Sebar 2 21 0,5
Hibrida
200 30 3,0
komersial
Tabel 1. Petunjuk Pengawas Benih. PBT Madya, BPSB Jawa Tengah.

Dalam kegiatan produksi benih bersetifikat digunakan benih dari kelas yang
lebih tinggi dengan mutu yang baik, yaitu memenuhi persyaratan kemurnian, daya
berkecambah, bebas dari benih varitas lain, biji gulma dan penyakit yang terbawa
benih. Untuk memperoleh benih sebar, digunakan benih sumber, benih pokok, dan
seterusnya untuk kelas benih yang lain. Skema alur kelas benih sumber padi
seperti berikut:

Breeder
Seed/BS
ROG
UING
Foundation
Seed/FS

ROG

Extension UING

Seed/ES
(Benih Sebar)

Stock Seed/SS ROG


(Benih Dasar) UING

Lahan yang akan digunakan untuk areal produksi benih perlu diketahui
untuk menghindari munculnya tanaman voluntir dan penyebaran penyakit.
Tanaman voluntir merupakan tanaman dari varitas lain yang tumbuh dari
pertanaman yang telah dipanen sebelumnya. Untuk memproduksi benih padi
bersertifikat, lahan yang akan digunakan bekas tanaman padi maka areal tersebut
harus dari varitas yang sama atau bekas varitas lain yang sifat sifat fisiknya mudah
dibedakan dengan varitas yang akan ditanam dengan persyaratan : a) produsen
mau dan mampumengerjakan pengolahan tanah dan melakukan roguing secara
intensif, b) sistem tanam harus tandur jajar, dan c) persemaian dilakukan pada
areal yang bebas voluntir. Kepastian benih sumber dan sejarah lahan dilakukan
pada saat pemeriksaan pendahuluan. Ketentuan isolasi diterapkan untuk
menghindari terjadinya penyerbukan silang dari varitas yang berbeda,
menghindari tercampurnya varitas lain pada saat panen, dan penyebaran hama dan
penyakit dari tanaman inang yang lain. Kemudian memperhatikan pertanaman
yang dapat dihitung dengan menghitung jumlah CVL dan tipe simpang dari hasil
pemeriksaan seluruh areal contoh pemeriksaan dinyatakan dengan persen sebagai
berikut:
Σ CVL dan Tipe Simpang 1
x x 100 %
ΣContoh Pemeriksaan Populasi Sampel
Beberapa jenis isolasi yaitu isolasi jarak, isolasi waktu dan isolasi fisik.
Isolasi jarak dimaksudkan bahwa pada areal produksi benih suatu varitas perlu
mempunyai jarak dengan pertanaman varitas yang lain agar tidak terjadi
percampuran. Sifat penyerbukan yang menyebabkan perbedaan jarak isolasi.
Tanaman yang menyerbuk sendiri tidak perlu diberi jarak isolasi yang jauh, tetapi
tanaman yang menyerbuk silang harus diberi jarak tertentu agar tidak terjadi
persilangan. Diterapkan dengan memberikan selang waktu tanaman yang berbeda
antara dua varitas dengan blok/areal yang berdampingan sehingga pada saat
pembungaan berbeda (misal minimum 30 hari).
Ekspresi genetik karakter tanaman, dalam batas-batas tertentu, seringkali
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Fenomena itu menyebabkan munculnya
keragaman, akibatnya kesesuaian karakter tanaman pada saat pemeriksaan lapang
seringkali diragukan atau dianggap sebagai campuran (tidak murni). Pemeriksaan
kebenaran varietas pada saat pemeriksaan lapang hendaknya tidak hanya
didasarkan pada bagian-bagian tertentu, artinya jika pedoman karakteristik utama
tidak bisa menjawab perbedaan varietas, maka dapat dialihkan dengan
menggunakan kriteria lainnya. Pengamatan dilakukan pada waktu masak. Pada
saat pelaksanaan roguing di kelompok tani Karngwangkal diduga tanaman yang
menyimpang. Ketidaksesuaian varietas dilihat dari rumpun warna daun yang
berbeda, serta belum masaknya malai pada tanaman. Tinggi tanaman juga tidak
sesuai. Terdapat tanaman yang tumbuh kurang. Petani tidak memberikan jeda atau
tidak mengistirahatkan tanah dari tanaman varietas sebelumnya, sehingga
kemungkinan ada varietas sebelumnya yang terbawa. Terduga varietas tersebut
adalah Inpari 42 yang tercampur dengan inpari 32.
Perbedaan hasil tanam padi tersebut merupakan ketidaknormalan tanaman
termasuk stres nutrisi, suhu dan kelembaban tanah. Menurut Fagi (1988),
penambahan tinggi tanaman akan berlangsung terus dari awal penanaman sampai
berakhirnya fase generatif. Laju penambahan tinggi tanaman yang paling cepat
terjadi pada fase vegetatif. Menurut Sastroutomo (1990), tanaman membutuhkan
hara yang banyak pada awal pertumbuhannya untuk pembelahan sel,
perpanjangan sel, dan tahap pertama diferensiasi sel.
Efektivitas roguing tergantung pada perbedaan rogue dan juga pada
keterampilan melaksanakan rogue. Kemampuan petugas rogue untuk mengenali
kultivar lain atau tipe simpang tergantung pada ketegasan atau besaran perbedaan
dan pengalamannya melaksanakan rogue. Perhatian utama pelaksanaan roguing
adalah pada bagian-bagian tempat kebanyakan rogues dijumpai, seperti pintu
gerbang, tempat timbunan-timbunan terdahulu, dan tempat ternak diberi makan.
Praktikan berjalan perlahan-lahan bolak-balik di seluruh pertanaman sambil
menyelidiki tanaman dengan cermat dalam suatu Setiap rogue yang terlihat
dicabut, sehingga tidak ada yang tertinggal dan tumbuh kembali, dan disimpan di
dalam kantong. Tumbuh-tumbuhan ini dikeluarkan dari lapang.
Penyebaran penyakit dalam suatu pertanaman dapat dihalangi dengan me-
roguing tanaman yang terserang penyakit tersebut. Selanjutnya kebersihan yang
baik dalam gudang dan tempat-tempat penyimpanan benih dapat mencegah hama
dan penyakit terbawa benih ke musim tanam berikutnya. Kontaminasi serbuk sari
selain dapat berasal dari tanaman-tanaman yang ada di areal produksi (dari
tanaman tipe simpang) dapat juga berasal dari tanamantanaman yang berada di
luar areal produksi benih yang sedang ditangani.
Teknik pesemaian harus memungkinkan dilakukannya roguing secara
efektif serta penggunaan benih yang tersedia secara maksimal (persediaan benih
terbatas). Semua peralatan yang digunakan untuk panen, pengangkutan, dan
penyimpanan harus sangat bersih dan bebas dari benih varietas lain. Dengan cara
demikian diperkirakan benih murni mencapai 99,9%. Benih penjenis ni sdah siap
diperbanyak enjadi benih dasar. Pemeliharaan sebagian benih penjenis perlu
dilakukan oleh pemulia tanaman untuk cadangan sumber benih penjenis (a
continuation breeder’s stock) dari suatu varietas.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Roguing adalah kegiatan pemeriksaan lapang untuk mengidentifikasi dan


menghilangkan tanaman yang menyimpang. Tujuan roguing adalah untuk
mempertahankan kemurnian dan mutu genetik suatu varietas. Mutu genetik ini
yang menjamin karakteristik inheren dapat diekspresikan, dipertahankan, dan
diturunkan ke tanaman berikutnya.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebelum melakukan praktikum


praktikan harus memahami dan mengetahui hal yang akan dilakukan. Mengetahui
fungsi dari setiap alat yang akan digunakan pada proses praktikum. Praktikan juga
harus memperhatikan intruksi dari asisten agar praktikum berjalan dengan lancar
dan sesuai.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Fagi, A.M & I. Las. 1988. Lingkungan tumbuh padi. Padi, buku 1. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor
Suhartina, Purwantoro, Abdullah T., dan Novita N. 2012. Panduan Roguing
Tanaman dan pemeriksaan benih kedelai. Kementerian Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi. Malang
Suparyono & A. Setyono. 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Zimdahl, R. L. 1980. Weed Crop Competition. A. Review. IPPC. Orego
VII.LAMPIRAN

Gambar 6. Mengidentifikasi tanaman yang Menyimpang

Gambar 7. Areal yang dilakukan Rouging


LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI BENIH

ACARA I
PRODUKSI BENIH PADI (ROGUING DAN SERTIFIKASI)

SERTIFIKASI

Oleh :
Nama : Rizqi Abimanyu Tricaksono
NIM : A1D019056
Kelas :A

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Teori Praktikum

Salah satu upaya untuk memperkuat perangkat perbenihan tersebut adalah


dengan membentuk penangkarpenangkar benih unggul di lapangan (Kementan,
2010). Dengan adanya petani atau kelompok penangkar (usahatani penangkaran),
pengadaan benih padi dapat terlaksana dengan cepat dan tepat sesuai kebutuhan
petani pengguna (usahatani padi konsumsi). Petani penangkar benih dituntut
mempunyai kemampuan lebih bila dibandingkan dengan petani biasa yaitu pada
pengenalan varietas sehingga dapat membedakan mana varietas yang akan
ditangkarkan dan mana yang bukan.
Jumlah penangkar benih selalu berubah setiap tahun atau bahkan setiap
musim tanam yang disebabkan oleh kemampuan pembiayaan produksi yang
terbatas sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penangkar, berkurangnya
lahan produksi benih karena digunakan untuk usahatani lain, sulitnya pemasaran
benih sehingga menyebabkan penangkar benih mengurangi atau menghentikan
usaha pada musim berikutnya, serta permintaan benih yang meningkat akibat
adanya program pemerintah untuk peningkatan produksi komersial tanaman
tertentu.
Menurut Napitupulu dkk., dalam Direktorat Jenderal Bina Produksi
Hortikultura (2005), salah satu masalah yang dihadapi dalam usaha perbenihan
dewasa ini adalah sertifikasi dan pengawasan peredaran benih belum efektif.
Pengujian kualitas benih ini sangat penting karena terujinya kualitas benih dapat
memberikan jaminan kepada petani dan masyarakat untuk mendapatkan benih
dengan kualitas yang baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
tentunya dapat menghindari petani dari berbagai kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan fenomena yang dihadapi terkait dengan peredaran benih di
pasaran, maka perlu adanya pengawasan terhadap benih-benih yang beredar
dengan cara melakukan pengujian terhadap kualitas benih tersebut.
Sertifikasi Benih adalah serangkaian pemeriksaan dan/atau pengujian dalam
rangka penerbitan Sertifikat Benih. Sedangkan Sertifikat Benih adalah keterangan
tentang pemenuhan/telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh
lembaga sertifikasi pada kelompok Benih yang disertifikasi. Prosedur Sertifikasi
Benih dapat diselenggarakan oleh UPTD, Produsen Benih Bina yang mendapat
sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu, dan Unit Pelaksana Teknis Pusat
yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan dan Sertifikasi
Benih tanaman. Prosedur sertifikasi benih yang dilakukan UPTD meliputi:
1. Permohonan sertifikasi benih
2. Pemerikasaan kebenaran benih sumber, lapangan dan pertanaman, isolasi
tanaman, dan alat panen
3. Pengambilan contoh dan pengujian mutu benih di laboratorium
4. Penerbitan sertifikat benih
5. Pelabelan

B. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses sertifikasi benih padi.


II. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain benih padi yang
ingin disertifikasi. Sedangkan alat yang diperlukan yaitu alat tulis dan laptop.

B. Cara Kerja

Prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


Mencari prosedur sertifikasi benih padi (studi literatur) yang dilakukan
UPTD, Produsen Benih Bina yang mendapat sertifikat dari Lembaga Sertifikasi
Sistem Mutu, dan Unit Pelaksana Teknis Pusat yang melaksanakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan dan Sertifikasi Benih tanaman.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Skema Alur Benih Sumber

Benih Balai Litbang, Batan, dan

Penjenis (BS) Perguruan Tinggi

Benih Dasar Balai Benih Provinsi


(BD)

Balai Benih di Provinsi dan


Benih Pokok Produsen Benih (BUMN/ Swasta)
(BP)

Produsen Benih (BUMN/


Benih Sebar Swasta/ Koperasi/ Penangkar
(BR)
B. Pembahasan

Benih sendiri mempunyai pengertian ialah merupakan biji tanaman yang


dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani serta memiliki
fungsi agronomis (Kartasapoetra, 2003). Selanjutnya Sadjad (1997) dalam Sutopo
(1988) menyatakan bahwa dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu
tinggi atau benih unggul, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang
dapat berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju.

Sumber: Nugraha, (2002).


Menurut Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan (1991), nilai SNI
yang ditetapkan untuk kualitas benih dalam kemasan berlebel adalah 70 – 80%
tergantung pada jenis tanaman, tetapi menurut Kartasapoetra (2003), benih yang
berkualitas tinggi itu memiliki viabilitas lebih dari 90%.
Pengujian contoh benih yang dikirim oleh penangkar atau produsen benih
(submitted sample) ke lembaga sertifikasi untuk menentukan mutu benih sebelum
benih disebarluaskan untuk mendapatkan sertifikat. Adapun spesifikasi
persyaratan mutu benih di labratorium sebagai berikut:

Kelas Benih
Parameter
BS BD BP BR
Kadar air maks. (%) 13 13 13 13
Beih Murni min. (%) 99 99 98 98
Kotoran Benih maks. (%) 1 1 2 2
Benih Tanaman Lain maks. (%) 0 0 0,2 0,2
Biji Gulma maks. (%) 0 0 0 0
Daya Berkecambah min. (%) 80 80 80 80
Sumber: Petunjuk Pengawas Benih. PBT Madya, BPSB Jawa Tengah.

Benih bina dihasilkan melalui perbanyakan generatif dan/atau vegetative.


Perbanyakan generatif terdiri atas varietas bersari bebas dan/atau hibrida. BS
diproduksi oleh dan di bawah Pengawasan Pemulia Tanaman atau institusi
pemulia. BD merupakan keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu
kelas BD dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih
Bina atau sistem standardisasi nasional. BP merupakan keturunan pertama dari
BD atau BS yang memenuhi standar mutu kelas BP dan harus diproduksi sesuai
dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional.
BR merupakan keturunan pertama BP, BD atau BS yang memenuhi standar mutu
kelas BR dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih
Bina atau sistem standardisasi nasional. BR F1 hibrida diproduksi dari persilangan
galur-galur tetua sesuai deskripsi galur-galur tetua yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan suatu Varietas hibrida. Izin/tanda
daftar produksi benih bina harus ada rekomendasi yang diterbitkan oleh SKPD
yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB). Waktu pemeriksaan lapangan padi inbrida dapat dilakukan sebagai
berikut
Sumber: Petunjuk Pengawas Benih. PBT Madya, BPSB Jawa Tengah.
Sertifikasi benih tanaman pangan diselenggarakan oleh UPTD atas
permohonan yang diajukan oleh produsen benih yang telah terdaftar atau
memperoleh rekomendasi sebagai produsen benih dan belum menerapkan sistem
manajemen mutu, atau diselenggarakan oleh produsen benih tanaman pangan
yang sudah mendapat sertifikat sistem manajemen mutu dari Lembaga Sertifikasi
Sistem Mutu (LSSM) yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi sesuai ruang
lingkup di bidang pertanian dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Permohonan sertifikasi benih tanaman pangan diajukan kepada UPTD paling
lambat sebelum tanam dengan melampirkan label benih sumber sesuai
dengan jumlah benih sumber yang akan ditanam dan peta lapangan. Luas satu
unit sertifikasi benih tanaman pangan maksimal 10 ha. Pertanaman tumpang
sari dapat dilaksanakan apabila luas areal pertanamannya lebih dari
50%.  Satu unit areal sertifikasi benih tanaman pangan merupakan hamparan
yang mempunyai batas yang jelas, dapat terdiri dari beberapa petak atau areal
yang terpisah dengan jarak tidak lebih dari 10 m dan tidak dipisahkan oleh
varietas lain. Dalam satu unit areal diajukan untuk satu varietas dan satu kelas
benih, dengan batas waktu tanam maksimal 5 hari untuk seluruh areal
pertanaman yang disertifikasi.
2. Produsen harus nyampaikan permintaan pemeriksaan pertanaman selambat-
lambatnya satu minggu sebelum pemeriksaan kepada penyelenggara
sertifikasi. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh PBT dan sebelum
pemeriksaan dilakukan, produsen harus membersihkan CVL, tipe simpang,
tanaman yang terserang hama, dan rerumputan. Mengetahui isolasi jarak dan
waktu (khusus tanaman menyerbuk silang). Menentukan sampel pengamatan
(menetapkan secara acak sampel sehingga mewakili seluruh pertanaman,
bukan tanaman pinggir). Membuat peta lapangan untuk menentukan titik
sampel. Jumlah populasi tanaman pada setiap contoh pemeriksaan 200
rumpum sebagai berikut:
Luas Lahan (Ha) Jumlah contoh pemeriksaan
<1-2 4

> 2 -4 8

> 4 -7 12

> 7-10 16

Mengetahui keadaan pertanaman (1/3 tanaman rebah areal dapat


ditolak, apabila rebah mengelompok dapat dilakukan pemeriksaan sisa areal
yang tidak rebah, bebas gulma). Laporan pemeriksaan pertanaman dibuat oleh
Pengawas Benih Tanaman dan disampaikan kepada produsen paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah selesai pemeriksaan.
3. Produsen Benih tanaman pangan mengajukan permohonan pengujian/analisis
mutu benih kepada UPTD. Contoh benih untuk pengujian/analisis mutu benih
di laboratorium diambil dari kelompok benih yang sejarah pembentukan
kelompoknya jelas dan seragam mutunya. Volume satu kelompok benih
untuk masing-masing jenis tanaman tidak lebih dari ketentuan yang berlaku.
Contoh benih diambil oleh petugas pengambil contoh benih yang kompeten,
dari kelompok benih yang telah lulus pemeriksaan lapangan akhir, selesai
diolah dan mempunyai identitas yang jelas. Pengujian/analisis mutu benih
meliputi: Penetapan Kadar Air, Analisis Kemurnian dan Pengujian Daya
Berkecambah. Tatacara pengambilan contoh benih, jumlah atau berat contoh,
alat pengambilan contoh benih, dan pengujian/analisis mutu benih di
laboratorium mengacu pada ISTA Rules.
4. Benih tanaman pangan yang memenuhi persyaratan sertifikasi dan dinyatakan
lulus, diterbitkan sertifikat Benih Tanaman Pangan yang diterbitkan oleh
UPTD. Sertifikat Benih Tanaman Pangan antara lain berisikan nama dan
alamat produsen benih, data kelompok benih, data kemurnian varietas dan
mutu benih, tanggal selesai pengujian/analisis, dan masa edar. Sertifikat
Benih Tanaman pangan diterbitkan
5. Pengawasan pemasangan label untuk mengetahui kebenaran pemasangan
label oleh produsen benih tanaman pangan Produsen benih mengajukan
permintaan nomor seri label benih bersertifikat atau segel kepada
penyelenggara Label dan atau segel harus dipasang pada tiap-tiap wadah
benih yang mudah dilihat. Pengisian data label berdasarkan sertifikat Benih
Tanaman Pangan. Label benih berbentuk biji atau umbi berisi : Nama dan
alamat produsen benih, nomor seri label, Jenis/Varietas, Kelas Benih, Nomor
Lot, CVL, Benih Murni, Benih Tanaman Lain, Biji Gulma, Kotoran Benih,
Daya Berkecambah, Kadar Air, Isi Kemasan (Kg), Tanggal akhir masa edar
benih. Dalam rangka sertifikasi benih ini, terdapat empat kelas benih yang
urutannya dari kelas tertinggi ke rendah adalah benih penjenis (breeder seed,
BS, label berwarna putih), benih dasar (foundation seed, FS, label berwarna
putih), benih pokok (stock seed, SS, label berwarna ungu), dan benih sebar
(extension seed, ES, label berwarna biru)
Benih penjenis dihasilkan oleh pemulia tanaman atau instansinya dari benih
inti (nucleus seed) dengan mempertahankan kemurniannya. Benih dasar
dihasilkan oleh produsen benih dari benih penjenis di bawah pengawasan pemulia
tanaman untuk mempertahankan kemurniannya. Benih pokok diperbanyak oleh
produsen benih dari benih dasar dan benih sebar diperbanyak dari benih pokok
dengan mempertahankan kemurniannya tanpa pengawasan pemulia tanaman.
Namun, mungkin terjadi bahwa hasil perbanyakan benih hanya dapat memenuhi
persyaratan kelas benih yang lebih rendah daripada yang diinginkan. Sebagai
contoh, dalam perbanyakan FS menjadi SS tidak dihasilkan SS, melainkan ES.
Mungkin pula terjadi bahwa benih sumber yang digunakan dalam perbanyakan
benih berasal dari kelas benih yang lebih tinggi daripada yang semestinya.
Misalnya, untuk menghasilkan SS tidak digunakan FS sebagai benih sumber,
melainkan BS. Cara demikian sebaiknya dihindari karena dapat mengurangi
ketersediaan benih sebar di lapangan. Pertanggungjawaban dan lokasi produksi
kelas-kelas benih bersertifikat adalah sebagai berikut.
1. Produksi BS berada di bawah tanggung jawab Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), sedangkan lokasi produksi
berada di kebun Balai Penelitian Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal
Pertanian Tanaman Pangan melalui Direktorat Bina Produksi Tanaman
Pangan bertanggung jawab untuk menyalurkan kelas benih itu selanjutnya.
2. Produksi FS dan SS berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal
Pertanian Tanaman Pangan dengan lokasi FS berada di Balai Benih Induk
(BBI), sedangkan untuk SS di Balai Benih Utama (BBU) dan penangkar
benih tertentu.
3. Produksi ES berada di bawah tanggung jawab Dinas Pertanian Provinsi
dengan lokasi produksi berada di Balai Benih Pembantu (BBP), Perum Sang
Hyang Seri, Perjan Cihea, PT Pertani, dan penangkar benih
Dalam pelaksanaannya BBI memproduksi FS secara terbatas, dan mem-
produksi SS dengan supervisi dari Puslitbangtan. Sumber benihnya, baik BS
maupun FS dikirim oleh Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan yang
merupakan hasil kerja sama dengan Puslitbangtan. Benih FS yang diproduksi oleh
BBI disalurkan kepada BBU untuk diperbanyak lebih lanjut menjadi SS. Benih SS
ini kemudian disalurkan kepada Balai Benih Pembantu (BBP), penangkar benih
guna diperbanyak menjadi ES yang akan ditanam oleh petani. Dalam situasi
tertentu BBU tidak dapat memproduksi benih kelas SS melainkan kelas ES,
sementara penangkar dapat memproduksi benih kelas SS. Dalam perkembangan
perbenihan berikutnya dikenal adanya Pusat Pengolah Benih atau Unit Pengolah
Benih (UPB) yang dimiliki oleh BUMN. Lembaga ini bekerja sama dengan petani
binaan yang menghasilkan calon ES untuk kemudian diolah menjadi benih kelas
ES. Adapun skema seperti pada gambar
Sumber: Modifikasi dari Wirawan, (2005).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diberikan dalam praktikum ini, yaitu:


1. Varietas-varietas baru dihasilkan oleh subsistem penelitian dan
pengembangan. Perbanyakan benih dasar, benih pokok, dan benih sebar
dilakukan oleh produsen benih, baik pemerintah maupun swasta.
2. Pengawasan mutu benih berada di tangan pemerintah, tetapi pelaksanaannya
dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang mendapat izin dari
pemerintah. BPSB merupakan pengawas mutu benih milik pemerintah.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebelum melakukan praktikum


praktikan harus memahami dan mengetahui hal yang akan dilakukan. Mengetahui
fungsi dari setiap alat yang akan digunakan pada proses praktikum. Praktikan juga
harus memperhatikan intruksi dari asisten agar praktikum berjalan dengan lancar
dan sesuai.
V. DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan – Direktorat Bina Produksi Padi


dan Palawija Sub Direktorat pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih.
1991. Petunjuk Pengawas Benih. Jakarta.
Wirawan, B. (2005). Peran Perbenihan dalam Revitalisasi Pertanian (Pengadaan –
Pengendalian Mutu Benih – Kelembagaan). Tayangan (Power Point)
dalam Seminar Nasional Peran Perbenihan dalam Revitalisasi Pertanian.
Bogor, 23 November.
Nugraha, U.S. (2002). Review Legislasi, Kebijakan, dan Kelembagaan
Pembangunan Perbenihan, hal. 718. Dalam E. Murniati et.al., ed. Industri
Benih di Indonesia: Aspek Penunjang Pengembangan. Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih, BDP, Faperta, IPB
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian Republik
Indonesia. 2005. Buku Tahunan Perbenihan Hortikultura. Jakarta.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih – Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta : Jakarta.
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali : Jakarta.
VI. LAMPIRAN

Gambar 8. Label Benih Unggul Bersertifikat

Gambar 9. Skema Alur Benih Sumber

Anda mungkin juga menyukai