Anda di halaman 1dari 8

F.

Menometroragia

a. Definisi

Menurut Manuaba (2010), menometroragia merupakan perdarahan

Uterus abnormal yang tidak teratur dan durasi memanjang serta jumlah perdarahannya
banyak.Anwar Dkk(2011) menometroragia merupakan gangguan menstruasi yaitu perdarahan di
luar siklus haid.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa menometroragia merupakan


perdarahan menstruasi yang terjadi di luar siklus menstruasi dengan durasi yang lama serta jumlah
perdarahannya banyak.

b. Etiologi

Penyebab menometroragia adalah berasal dari luar uterus (gangguan pembekuan darah, terjadi
akibat infeksi pada uterus) atau berasal dari uterus sendiri yaitu gangguan hormonal, artinya
semata-

Mata akibat ketidakseimbangan hormonal dalam siklus menstruasi yang

Mengaturnya (Manuaba, 2008).Menurut Wiknjosastro (2009),

Menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat

Genital atau oleh kelainan fungsional. Adapun Sebab-sebab kelainan

Organik meliputi :

1) Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan

Pada Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis

Uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri.

2) Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab

Organik dinamakan perdarahan disfungsional. Penelitian

Menunjukkan bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan

Bersamaan dengan berbagai jenis endometrium diantaranya

Endometrium jenis sekresi dan nonsekresi yang keduanya memiliki

Arti penting dalam membedakan perdarahan yang anovulatoar dari

Yang ovulatoar.

a) Perdarahan ovulatoar

Untuk menegakkan diagnosa perdarahan ovulatoar,


Perludilakukan kerokan pada masa mendekati menstruasi. Jika

Karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus menstruasi

Tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu

Basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan

Berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab

Organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya.

b) Perdarahan anovulatoar

Perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada

Gangguan endokrin. Sedangkan pada masa pubertas sesudah

Menarche, perdarahan yang tidak normal disebabkan oleh

Gangguan atau lambatnya proses maturasi pada hipotalamus,

Dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon

Gonadotropin tidak sempurna.

c) Patofisiologi

Menometroragia merupakan bentuk klinik dari perdarahan

Disfungsional uterus yang bersumber dari perdarahan

Anovulatoar, berikut patofisiologi perdarahan anovulatoar

Menurut Wiknjosastro (2007) dan Manuaba (2010). Pada

Perdarahan anovulatoar, saat fase luteal tidak terjadi pembuahan

Maka korpus luteum akan mengalami penurunan fungsi

Sehingga sekresi estrogen mengalami penurunan. Penurunan

Sekresi estrogen tersebut menyebabkan endometrium tidak

Mampu mempertahankan sehingga terjadilah perdarahan yang

Tidak disertai pembekuan thrombosit diujung pembuluh darah

Dan pembentukan prostaglandin yang berfungsi mengatur. Oleh

Sebab itu, perdarahan terjadi terus menerus dalam jumlah

Banyak.

d) Faktor resiko

Wiknjosastro (2007) menometroragia fungsional paling

Sering dialami pada masa pubertas dan pada masa pra

Menopause. Dan itu, stress yang dihadapi dalam kehidupan


Sehari-hari, baik di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-

Kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti

Kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang

Terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan menometroragia.

e) Keluhan Subjektif

Keluhan gangguaan menstruasi bervariasi dari ringan sampai

Berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi bagi penderita

(Anwar Dkk, 2011). Pada kasus menometroragia, pasien datang

Dengan keluhan perdarahan saat menstruasi yang berlangsung

Terus/panjang dan berdarah banyak (Manuaba, 2008).

f) Tanda klinis/laboratoris

Menometroragia menggambarkan pola perdarahan uterus

Abnormal yang dapat terjadi setiap saat dan tidak terduga

(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011). Pada wanita

Perimenopause yaitu usia antara masa pramenopause dan

Pascamenopause sekitar usia 40-50 tahun dilakukan analisis

Hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH, dan estradiol.

Kadar FSH > 35mIU/ml menunjukkan pasien telah memasuki

Usia perimenopause, sedangkan kadar estradiol yang

Tinggimenyebabkan terjadinya penebalan endometrium (Baziad,

2008).

g) Diagnosis

Sebagai langkah awal dalam menegakkan diagnosis, perlu

Dilakukan anamnesa yang cermat meliputi:Riwayat menstruasi :

Bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus

Memanjang, oligomenorea/ amenorea, sifat perdarahan (banyak

Atau sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah yang hilang

(misalnya warna, konsistensi, gumpalan), periode menstruasi

Terakhir, periode menstruasi normal terakhir, menarke (Anwar,

Baziad, dan Prabowo, 2011; Benson, 2009).

Riwayat kesehatan: perlu diperhatikan adanya penyakit


Metabolik, penyakit endokrin, dan penyakit menahun yang

Dicurigai sebagai penyebab dari perdarahan (Wiknjosastro,

2007).Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cermat, perhatikan

Kesehatan sistemik dan lakukan pemeriksaan panggul untuk

Menyingkirkan kausa perdarahan yang jelas, seperti abortus

Inkomplet, polip endometrium, leiomioma, kanker uterus atau

Serviks, benda asing, atau vaginitis (Gant, Cunningham, 2010;

Benson, 2009).

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan meliputi uji

Kehamilan yang sensitif jika diindikasikan, hitung darah lengkap

Untuk mengevaluasi anemia, dan biopsi endometrium untuk

Menyingkirkan kemungkinan karsinoma atau hiperplasia

Endometrium. Untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi

Dapatdilakukan dengan pemeriksaan suhu basal badan (SBB),

Sitologi vagina, atau analisa hormonal (FSH, LH, Estradiol,

Prolaktin, dan progesteron). Cara pasti untuk menegakkan

Diagnosis tergantung pada usia, paritas, dan anatomi pasien

(Gant, Cunningham, 2010; Baziad, 2008; Benson, 2009).

g) Prognosis

Pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan

Ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan

Siklus menstruasi menjadi ovulatoar. Namun pada wanita

Dewasa terutama dalam masa pramenopause dengan

Menometroragia, mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan

Ada tidaknya tumor ganas (Wiknjosastro, 2007).

h) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pertama menometroragia ditentukan pada

Keadaan umum. Jika keadaannya tidak stabil maka klien perlu

Dirawat di rumah sakit untuk perbaikan keadaan umum. Pada

Keadaan akut, dimana Hb sampai < 8 gr % maka klien harus

Dirawat dan diberikan tranfusi darah. Jika telah stabil, segera


Dilakukan penanganan untuk menghentikan perdarahan (Anwar,

Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad, 2008).

Penatalaksanaan penghentian perdarahan dapat dengan

Terapi hormon ataupun nonhormon. Medikamentosa nonhormon

Yang dapat digunakan untuk perdarahan uterus abnormal adalah

Sebagai berikut (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011);

a) Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan

Mampu menurunkan jumlah darah menstruasi 20% hingga

50%. Efek samping secara umumnya dapat menimbulkan

Keluhan gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi pada

Perempuan dengan ulkus peptikum. Terdapat 5 kelompok

NSAID berdasarkan susunan kimianya, yakni:

(a) Salisilat (aspirin)

(b) Analog asam indoleasetik (indometasin)

(c) Derivat asam proponik (ibuprofen) yang diberikan

Dengan dosis 600-1200 mg sehari.

(d) Fenamat (asam mefenamat) yang diberikan dengan dosis

250-500 mg, 2 hingga 4 kali sehari.

(e) Coxibs (celecoxib)

b) Antifibrinolisis

Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan

Dengan keluhan perdarahan uterus abnormal ditemukan

Kadar aktivator plasminogen pada endometrium lebih tinggi

Dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat

Antifibrinolisis dapat digunakan untuk pengobatan

Perdarahan uterus abnormal. Asam traneksamat merupakan

Penghambat plasminogen yang bekerja secara reversibel dan

Bila diberikan ketika perdarahan terjadi, mampu menurunkan

Jumlah perdarahan 40-50%. Efek sampingnyayakni keluhan

Gastrointestinal dan tromboemboli yang ternyata kejadiannya


Tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada

Populasi normal.

Sedangkan terapi hormon untuk menghentikan perdarahan

Terlebih dahulu mempertimbangkan faktor aktivitas seksual

Yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok usia:

(a) Usia Pubertas

Pada usia pubertas, umumnya terjadi siklus

Anovulasi,sehingga tanpa pengobatan, siklus menstruasi

Dapat menjadi ovulasi selama perdarahan tidak

Berbahaya atau tidak mengganggu pasien. Pada keadaan

Tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin,

Antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat.

Pada keadaan akut, diberikan estrogen-progesteron

Kombinasi, pil kontrasepsi kombinasi atau estrogen dosis

Tinggi. Yang paling mudah adalah pemberian pil

Kontrasepsi kombinasi selama 3 hari. Setelah perdarahan

Dapat diatasi yakni dengan tanda terjadinya perdarahan

Hebat 3-4 hari maka selanjutnya dilakukan pengaturan

Siklus dengan pemberian tablet progesteron misalnya

MPA dosis 10 mg per hari selama 14 hari kemudian

Pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang

Selama 3 bulan

(b) Usia Reproduksi

Pada usia reproduksi, setelah dipastikan bahwa

Perdarahan dari uterus dan bukan karena gangguan

Kehamilan maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase

Yang kemudian diperiksakan patologi-anatominya. Jika

Hasilnya perdarahan yang dialami karena penyebab

Hormonal maka dapat diberikan terapi hormonal

Estrogen-progesteron kombinasi atau pil kontrasepsi

Kombinasi yang diberikan sepanjang siklus menstruasi


Dapat juga diberikan tablet progesteron dosis 10 mg /

Hari selama 14 hari kemudian pengobatan dihentikan 14

Hari berikutnya, diulang selama 3 bulan (Anwar, Baziad

Dan Prabowo, 2011; Baziad, 2008; Wiknjosastro, 2007).

(c) Usia perimenopause

Pada keadaan klien yang tidak akut, dapat segera

Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk mengetahui ada

Tidaknya keganasan. Jika hasil pemeriksaaan patologi

Anatomi menggambarkan endometrium bentuk

Hiperplasia adenomatosa atau kistik maka pertama kali

Dapat diberikan 3x10 mg / hari selama 6 bulan atau

DMPA 150 mg / bulan selama 6 bulan. Kemudian

Dilakukan dilatasi dan kuretase ulang setelah klien

Mendapat menstruasi normal atau setelah pengobatan

Selesai terjadi perdarahan abnormal (Baziad, 2008).

Hasil dilatasi dan kuretase ulang ada 2 yakni :

1) Tidak ditemukan gambaran hiperplasia, maka klien yang

Dapat melanjutkan terapinya dengan dosis 3x10 mg, 2

Kali / minggu selama 6 bulan. Sedangkan yang mendapat

DMPA, tidak dilanjutkan. Setelah selesai pengobatan

Dilanjutkan dengan pengaturan siklus menstruasi sama

Seperti pada usia pubertas (Baziad, 2008).

2) Masih terdapat gambaran hiperplasia atau tidak

Menunjukkan perubahan terhadap pengobatan yang

Diberikan, maka pengobatan pilihan terakhir adalah

Histerektomi walaupun telah dilakukan kuretase berkali-

Kali dan telah mempunyai cukup anak (Baziad, 2008;

Wiknjosastro, 2007). Penatalaksanaan menometroragia

Dapat dijelaskan dalam bagan 1 berikut :

Penatalaksanaan menometroragia terapi hormon (Baziad, 2008):

1. Usia Pubertas:
a. Penghentian pendarahan (Pil kontrasepsi kombinasi)

b. Pengaturan siklus

2. Usia Reproduksi:

a. Dilatasi & kuretase PA

b. Penyebab hormonal – PIL kombinasi

3. Usia Perimenopause:

a. Dilatasi, kuretase, dan USG

b. Hperplasia endometrium

c. Dilatasi & kuretase ulang

-Tidak ada hyperplasia endometriu, terapi lanjut

-Ada hyperplasia endometrium, sarankan histerektomi

Anda mungkin juga menyukai