Anda di halaman 1dari 33

NASKAH AKADEMIK

PERLINDUNGAN GURU DAN ANAK DIDIK


KABUPATEN ENREKANG TAHUN 2020
Dosen Pengampu : Dr. Jumadi, S.H., M.H

Oleh:

NUR RAHMAYANTI

10400121003

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

PERIODE 2022/2023

0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran kunci bagi peradaban suatu bangsa. Pada saat
suatu negara tidak menaruh perhatian terhadab pendidikan maka negara tersebut
tidak membangun sumber kekuatan sumber kemajuan, sumber kesejahteraan, dan
sumber martabatnya yang selalu dapat diperbaharui, yaitu kualitas manusia dan
kualitas masyarakatnya. Kualitas ini ditentukan oleh tingkat kecerdasan dan
kekuatan karakter rakyatnya. Peran strategis pendidikan juga diharapkan
UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan harus menjadikan individu
individu menyadari akan akar-akar kebudayaan mereka dimana mereka bertempat
tinggal, dan juga mengajarkan bagaimana menghormati kebudayaan kebudayaan
orang lain. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, anak
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru, secara khusus, adalah pendidik
profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi anak didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesi
guru yang sangat mulia itu perlu mendapat perlindungan dari pemerintah,
masyarakat dan seluruh bangsa Indonesia. Namun ternyata jika dibandingkan
dengan kondisinya beberapa puluh tahun yang lalu. Hal ini membutuhkan
perlindungan yang komprehesif terhadap profesi guru agar aman, nyaman dan
leluasa menjalankan profesinya menjadi guru. Banyak kasus yang telah terjadi
dimana guru menjadi objek kekerasan peserta didik atau orang tua peserta
didiknya. Bahkan lebih dari itu semua, ada seorang guru dianiaya hingga ia
meninggal. Guru seringkali dilaporkan telah melanggar hak perlindungan anak
saat memberikan sanksi pelanggaran displin terhadap anak didiknya, seperti

1
menyuruh push up atau menyuruh berlari mengelilingi lapangan basket atau
lapangan sepak bola sekolah dan sejenisnya. Kini, sanksi jenis demikian dinilai
tidak lagi mendidik bahkan dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan
Anak.
Hukuman disiplin yang diberikan kepada peserta didik harus mengacu
kepada tata tertib sekolah dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan
Anak. Seorang guru, sungguh, harus “berhati-hati” dalam mendisiplinkan peserta
didiknya agar terhindar dari ancaman UU Perlindungan Anak di atas. Pasal 54
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
biasanya dijadikan referensi dalam laporan pengaduan kekerasan terhadap anak
oleh guru. Pasal tersebut berisi bahwa anak didalam dan dilingkungan sekolah
wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya. Tindakan kekerasan terhadap anak di atas bisa berupa fisik,
psikis dan seksual.
Kabupaten Enrekang saat ini memiliki jumlah peserta anak didik/murid
pada jenjang SD dan SMP dari 12 Kecamatan, dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1. Jumlah Anak Didik jenjang SD dan SMP se-Kabupaten Enrekang

N Wilaya Total SD SMP


o h
Jml L P Jml L P Jml L P
1 Kec. 8.116 4.302 3.814 3.793 2 1.793 1.86 1.04 818
Enrekan 2 4
g
2 Kec. 5.818 3.029 2.789 3.026 1.577 1.449 1.07 525 548
Anggeraj 3
a
3 Kec. 5.178 2.630 2.548 2.963 1.544 1.419 1.21 630 583
Maiwa 3
4 Kec. 5.152 2.596 2.556 2.029 1.081 1.011 884 490 394

2
Alla
5 Kec. 4.175 2.094 2.081 2.381 1. 1.147 912 472 440
Baraka 234
6 Kec.Bunt 2.717 1.396 1.321 1.739 912 827 626 303 323
u Batu
7 Kec. 2.599 1.260 1.339 1.589 786 803 687 338 349
Masalle
8 Kec. 2.395 1.249 1.146 1.669 860 809 461 250 211
Curio
9 Kec. 1.886 1.021 856 1.352 727 625 534 294 240
Baroko
10 Kec. 1.841 944 897 1.052 563 489 399 217 182
Malua
11 Kec. 1.741 905 836 1.03 552 478 420 222 198
Cendana
12 Kec. 1.15 602 584 655 361 294 238 108 130
Bungin
Total 42.76 22.02 20.74 23.34 12.19 11.14 9.30 4.89 4.41
8 8 0 1 7 4 9 3 6
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Enrekang, 2020.

Berdasarkan pada tabel tesebut 1 diatas dapat dilihat untuk jumlah anak
didik di Kabupaten Enrekang sebanyak 42.768 orang. Untuk anak didik laki-laki
sebanyak 22.028 orang dan perempuan sebanyak 20.740 orang. Jumlah peserta
didik pada jenjang SD sebanyak 23.341 orang, sementara pada peserta didik
jenjang SMP sebanyak 9.309 orang. Peserta didik berjenis kelamin laki-laki pada
jenjang SD sebanyak 12.197 orang, berjenis kelamin perempuan padan jenjang
SD sebanyak 11.144 orang. Sementara pada jenjang SMP, untuk jenis kelamin
laki-laki sebanyak 4.893 orang, perempuan sebanyak 4.416 orang.
Jumlah sekolah di Kabupaten Enrekang pada jenjang SD dan SMP pada
12 Kecamatan, sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Sekolah jenjang SD dan SMP se-Kabupaten Enrekang

No Wilayah Total SD SMP

3
Jml L P Jml L P Jml L P
1 Kec. 50 43 7 36 34 2 7 6 1
Enrekang
2 Kec. 47 44 3 35 35 0 9 7 2
Anggeraja
3 Kec. Maiwa 35 32 3 24 24 0 5 4 1
4 Kec. Alla 28 26 2 22 21 1 5 4 1
5 Kec. Baraka 21 21 0 16 16 0 4 4 0
6 Kec.Buntu 21 18 3 14 14 0 3 2 1
Batu
7 Kec. Masalle 19 19 0 16 16 0 2 2 0
8 Kec. Curio 19 19 0 16 16 0 2 2 0
9 Kec. Baroko 14 14 0 10 10 0 3 3 0
10 Kec. Malua 13 13 0 10 10 0 2 2 0
11 Kec. 13 13 0 11 11 0 2 2 0
Cendana
12 Kec. Bungin 13 13 0 10 10 0 2 2 0
Total 293 275 18 220 217 3 46 40 6
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Enrekang, 2020.

Berdasarkan pada tabel 2 diatas, jumlah sekolah di Kabupaten Enekang


sebanyak 293 sekolah pada jenjang SD dan SMP. Sekolah yang bersatus Negeri
(N) sebanyak 275, sedangkan sekolah yang berstatus Swasta (S) sebanyak 18.
Sekolah pada jenjang SD sebanyak 220, untuk sekolah berstatus Negeri (N)
sebanyak 217, sementara sekolah bersatus Swasta (S) sebanyak 3 pada jenjang
SD. Sedangkan pada jenjang SMP sebanyak 46 pada lokasi di 12 kecamatan,
sekolah yang berstatus Negeri (N) sebanyak 40 dan yang bersatus Swasta (S)
sebanyak 6 sekolah.
Jumlah guru di Kabupaten pada jenjang SD dan SMP dapat dilihat pada
tabel 3, sebagai berikut:
Tabel 3. Jumlah Guru pada Jenjang SD dan SMP se-Kabupaten Enrekang

No Wilayah Total SD SMP

4
Jml L P Jml L P Jml L P
1 Kec. 766 248 518 431 112 319 154 64 90
Enrekang
2 Kec. 508 162 346 293 81 212 130 44 86
Anggeraja
3 Kec. 501 148 353 251 55 196 91 26- 65
Maiwa
4 Kec. Alla 441 157 284 277 96 181 97 41 56
5 Kec. 419 148 271 162 35 96 33 63
Baraka
6 Kec.Buntu 262 111 151 156 58 127 78 41 37
Batu
7 Kec. 225 63 162 164 37 98 36 11 25
Masalle
8 Kec. Curio 223 81 142 154 48 127 46 20 26
9 Kec. 191 61 130 115 37 106 45 15 30
Baroko
10 Kec. Malua 184 61 123 108 31 78 52 19 33
11 Kec. 167 46 121 114 28 77 53 18 35
Cendana
12 Kec. 139 63 76 92 42 86 25 14 11
Bungin
Total 4.026 1.349 2.677 2.317 660 50 903 346 557
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Enreka1.657ng, 2020.

Berdasarkan pada tabel 3 diatas, jumlah guru yang ada di Kabupaten


Enrekang pada jenjang SD dan SMP sebanyak 4.026 orang, jumlah guru laki-laki
sebanyak 1.349 orang dan guru perempuan sebanyak 2.677 orang. Untuk guru
pada jenjang SD sebanyak 2.317 orang, laki-laki sebanyak 660 orang, sementara
guru perempuan sebanyak 1.657 orang. Sedangkan jumlah guru pada jenjang
SMP sebanyak 903 orang, guru laki-laki sebanyak 346 orang, sedangkan guru
perempuan sebanyak 557 orang.
Kondisi faktual dilapangan kini mulai terlihat, seorang guru akhirnya
mengambil jalan aman agar tak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi

5
jika ia melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan terhadap anak
didiknya dengan membiarkan atau “tidak peduli” terhadap perilaku peserta
didiknya yang kurang sopan atau beretika kurang baik. Sungguh, sebuah sikap
dilematis yang hadapinya. Di sini lain ia harus bertanggungjawab atas perilaku
peserta didiknya, dan di sisi lain ia merasa takut terkena masalah hukum yang
akan menimpanya. Akhirnya, ketika disekolah, ia hanya sebatas mengajar bukan
mendidik. Padahal proses pendidikan harusnya meliputi tiga ranah, yaitu menyoal
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tidak hanya didominasi oleh ranah
pengetahuan belaka. Jumlah kasus kekerasan anak didik yang tercatat pada Kantor
Polisi Resort Enrekang dalam kurun waktu selama 5 tahun terkahir dapat dilihat
pada table berikut:
Tabel 4. Kasus Kekerasan Anak Didik di w6abupaten Enrekang selama 5 Tahun

No Tahun Jenis Kasus Jumlah Keterangan


Kasus
1 2016 Penganiayaan Anak 1 Damai
2 2017 Nihil 0 Tidak ada
3 2018 Penganiayaan dan 4 Damai dan P21
perbuatan cabul
4 2019 Penganiayaan dan 3 Damai dan P21
perbuatan cabul
5 2020 Penganiayaan dan 2 Damai dan P21
persetubuhan Anak
Total Jumlah Kasus 10
Sumber: Polres Enrekang, 2020.

Berdasarkan data tabel tersebut ditas menunjukkan, kasus kekerasan anak


didik di Kabupaten Enrekang selama 5 tahun terakhir yang terjadi pada sekolah
sebanyak 10 kasus. Untuk kasus penganiayaan anak didik terjadi pada tahun 2016,
2018, 2019 dan 2020 sebanyak 7 kasus dengan perincian. Tahun 2016 sebanyak 1
jenis kasus penganiayaan, tahun 2018 sebanyak 3 jenis kasus penganiayaan
anak,tahun 2019 sebanyak 2 jenis kasus penganiyaan, dan tahun 2020 sebanyak 1
jenis kasus penganiyaan anak. Dari pengembangan jenis kasus penganiayaan anak

6
didik yang dilakukan oleh oknum tenaga pendidik dan dilaporkan pada seluruh
jajaran Polisi Resort Enrekang semua jenis kasus tersebut berakhir secara damai
dari kedua belah pihak.
Sementara pada jenis kasus berikutnya adalah jenis kasus perbuatan cabul
selama 5 tahun sebanyak 2 kasus yakni pada tahun 2018 sebanyak 1 kasus dan
tahun 2019 sebanyak 1 kasus. Dari kejadian jenis kasus perbuatan cabul masuk
dalam tindak pidana hukum (P21) yang ditangani pihak kepolisian. Pada tahun
2020 jenis kasus selain dari penganiayaan anak, yakni persetubuhan anak
sebanyak 1 jenis kasus dan ditindak secara hukum (P21). Sementara dari kasus
penganiyaan ditempuh secara kekeluargaan dan berakhir damai. Hal ini dilakukan
agar kasus yang mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Enrekang tidak
berkepanjangan sampai pada ranah hukum.
Dari data dan fakta di atas Pemerintah Kabupaten Enrekang dalam konteks
ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus segera merealisasikan perlindungan
guru dan anak didik, agar guru dapat melaksanakan tugasnya dan anak didik
melaksanaka kewajibannya. Seorang guru bisa merasa aman, nyaman, tenteram,
serta tidak mudah dikriminalisasi oleh anak didik atau orang tua anak didik.
Negara mempunyai tugas memastikan pelaksanaan hak dan kewajiban warga
negaranya berjalan dengan baik.
Spirit perlindungan hukum diatas terlihat salah satunya dalam Undang-
Undang Guru dan Dosen, dimana ia menjadi objek kajian perlindungan hukum
bagi profesi guru. Perlindungan hukum bagi profesi guru pada umumnya bisa
dipahami dengan menelusuri sumber pengaturannya, yaitu sejarah yang
termanifestasikan dari landasan filosofis, yaitu Pancasila. Jika kita lihat juga pasal
39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan
tugas. Adapun perlindungan yang dimaksud dimaksud pada ayat 1 meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja. Selanjutnya dalam pasal 39 ayat 3 Undang- Undang Nomor 14
Tahun 2005 disebutkan bahwa “perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan

7
diskriminatif, itimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Menyoal perlindungan
hukum, semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali yang
berpotensi menimpa guru. Perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan
yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa:
1) tindak kekerasan
2) ancaman, baik fisik maupun psikologis
3) perlakuan diskriminatif
4) intimidasi
5) perlakuan tidak adil (Trianto & Tutik; 2006)
Adapun soal perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian
pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang
dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas (Masnur, 2007; dan
Kemendikbud RI, 2012). Perlindungan profesi guru sudah sangat terang dan jelas
termaktub dan diatur di pasal 39 Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14
Tahun 2005.
Artinya, semua pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, baik
pemerintah, yayasan, maupun publik, wajib mengupayakan perlindungan hukum,
profesi, dan keselamatan pekerjaan kepada guru. Perlindungan terhadap profesi
guru juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008. Terutama
pada pasal 39 ayat 1, disebutkan bahwa guru memiliki kebebasan memberikan
sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agaman, norma kesusilaan,
norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru,
peraturan satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses
pembelajaran yang berada dibawah kewenangannya. Pada ayat 2 dijelaskan
mengenai sanksi tersebut berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun
tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

8
Kemudian pada pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
dijelaskan pula bahwa guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan
tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah,
pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan atau
masyarakat sesuai kewenangan masing-masing. Rasa aman dan jaminan
keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi dan
keselamatan dan kesehatan kerja. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
apakah pantas seorang guru dihakimi sendiri, dipenjarakan, dipukul, dianiaya
hingga ia meninggal di tangan peserta didiknya hanya karena memberi sanksi
terhadap peserta didiknya yang melanggar aturan di sekolah atau di kelas? Atau
ada faktor apakah yang membuat seorang guru selalu didiskreditkan dalam
kasuskasus tertentu? Guru selalu menjadi korban, objek penderita dalam beberapa
kasus terakhir saat ia melakukan pendisiplinan terhadap peserta didiknya. Posisi
guru dalam hal ini sangat lemah dan dilematis. Di satu sisi harus mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, disisi lain dalam menjalankan kewenangannya
dianggap melangggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan “diancam” oleh
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hak-hak anak didik ini memang
perlu diindahkan. Tapi yang sering dilupakan adalah bahwa guru juga punya hak
untuk mendidik anak dengan cara-cara yang edukatif. Perlakuan guru terhadap
anak dengan maksud untuk “mendidik” seringkali ditafsirkan sebagai pelanggaran
terhadap HAM. Banyak kasus dimana guru dituntut secara hukum karena
dianggap telah melanggar hak-hak anak. Sementara itu hak-hak guru sendiri untuk
mendapatkan perlindungan, baik perlindungan terhadap profesi, hukum,
keselamatan kerja, dan kekayaan intelektual kurang diperhatikan dan terabaikan
sama sekali.
Akhirnya, jika guru selalu didiskreditkan dalam kasus di atas, maka tujuan
pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, tidak akan tercapai. Solusi lainnya
Pemerintah Kabupaten Enrekang perlu segera menerbitkan peraturan daerah atau
regulasi baru yang mengecualikan pemberlakuan terhadap Undang-Undang

9
Perlindungan Anak, di mana guru mendapat pengecualian ketika melaksanakan
kewenangannya sebagai guru. Atau bahasa lainnya guru tidak dapat dipidanakan
oleh Undang-Undang Perlindungan Anak saat ia bertugas melaksanakan
kewenangannya sebagai seorang guru dengan keprofesiannya yang melekat
padanya. PP No 74 tahun 2008 yang mengatur tentang pendisiplinan peserta didik
yang disebutkan dalam pasal 39, yakni:
1. Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya
yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan
tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam
proses pembelajaran yang berada dibawah kewenangannya.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
dan/atauperingatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang
bersifat mendidiksesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan
peraturan perundang- undangan.
3. Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukanoleh
peserta didik yang pemberian sanksinya berada di luar kewenangan Guru,
dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan.
4. Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh
peserta didik, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara Pada PP 74/2008 pasal 41, disebutkan bahwa:
1. Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari
pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau
pihak lain.
2. Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam
melaksanakan tugas.

10
3. Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap
resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.

B. Identifikasi Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari
seorang guru. Peranan guru sangat terasa oleh masyarakat. Guru merupakan
seseorang yang sangat berjasa dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, dimana guru harus dapat memberi contoh dan teladan kepada murid serta
masyarakat. Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada anak didik.
Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya
merupakan unsur paling vital di dalam proses belajar-mengajar. Peranan guru
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar.
Peranan guru harus bisa mempengaruhi murid dan membuat murid
menjadi lebih baik. Dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Guru
harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus bisa menjadi teladan bagi
murid. Guru memiliki cara berbeda dalam menjalankan peranannya sebagai guru.
Hal ini juga mempengaruhi kelakuan murid terhadap guru itu sendiri. Oleh karena
itu tak jarang murid memperlakukan guru yang satu berbeda dengan guru yang
lainnya.Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana yang di maksud jenis-jenis hubungan guru dan anak didik?
2. Bagaimana hubungan hasil belajar anak didik dengan perilaku guru?
3. Bagaimana sikap guru terhadap anak didik dan anak didik terhadap guru?
4. Bagaimana model hubungan antara guru dan anak didik?

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi permasalahan yang dikemukakan
diatas tujuan penyusunan naskah akademik sebagai berikut :

11
1. Tujuan Naskah Akademik sebagai acuan untuk merumuskan pokok-pokok
pikiran dan konsepi-konsepsi yang akan menjadi bahan penyusunan
Rancangan Perda Kabupaten Enrekang tentang Perlindungan Guru dan
Anak Didik.
2. Kegunaan Naskah Akademik adalah:
a) Memberikan pemahaman kepada Kepala Daerah, DPRD dan stake
holder mengenai pentingnya (urgensi) membuat Perda sebagai
peraturan untuk mengimplementasikan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perlindungan guru dan anak didik.
b) Mempermudah Kepala Daerah dan DPRD Kabupaten Enrekang dalam
penyusunan dan pembahasan Perda yang akan dibuat serta
mempermudahmasyarakat dalam berpartisipasi dalam penyusunan dan
pembahasan raperda.

12
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara yang harus
dipenuhi oleh negara. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 dijelaskan bahwa jenis pendidikan terdiri
dari pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan
khusus. Seluruh jenis pendidikan ini penyelenggaranya adalah pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.Namun demikian peran pemerintah dan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan bersifat obligatory
mengingat sifat pendidikan yang mendasar dan publik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan ialah
proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi,
pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses perubahan perilaku baik
individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk membuat individu-
individu tersebut dewasa. Maksud dewasa disini adalah bahwa individu itu
mencapai kematangan dalam pikiran dan pandangan.
Dalam pengertian ini juga terkandung upaya atau usaha yang dilakukan
dalam kegiatan pendidikan, yakni melalui pengajaran dan latihan. Sejalan dengan
definisi diatas, Sukmadinata mengemukan bahwa pendidikan sebagai upaya-
upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral dan
agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan,
keterampilan, memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.
Pendidikan sebagai upaya secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Edgar Dalle menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan

13
datang. Demikian juga definisi pendidikan menurut M.J. Longeveled, bahwa
pendidikan adalah usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, ataulebih tepatnya membantu
anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pendidikan sebagai
proses merupakan aktivitas yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang
lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. John Dewey juga
mengartikan pendidikan sebagai proses. Yaitu suatu proses pembaharuan makna
pengalaman yang melibatkan pengawasan dan perkembanga dari orang yang
belum dewasa.
Dalam melaksanakan pendidikan, 2 (dua) elemen pelaksana penting adalah
pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga Kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua
“profesi” yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup
keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum
dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Tenaga kependidikan adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Sementara Pendidik adalah tenaga kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dari definisi di atas jelas bahwa lingkup “profesi” yang lebih luas, yang
juga mencakup didalamnya tenaga pendidik, pustakawan, staf administrasi, staf
pusat sumber belajar. Kepala sekolah adalah diantara kelompok “profesi” yang
masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang
disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan
berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu
proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam
kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya

14
masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang
bekerja di sekolah dan perguruan tinggi.
Hubungan antara pendidik dan tenaga kependidikan tampak bahwa
sekalipun pendidik (guru) yang akan berhadapan langsung dengan para peserta
didik, namun ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan
lainnya, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena pendidik
akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada dalam
konteks yang hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana prasarana
yang memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana perpustakaan serta
sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks
penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran).
Karena itu pula, pada dasarnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan
memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang
berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Hal
ini telah dipertegas dalam Pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
yang menyatakan bahwa :
1. Tenaga kependidikan bertugasmelaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan padasatuan pendidikan
2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakandan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingandan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi.

Mencermati tugas yang digariskan oleh Undang-Undang diatas khususnya


untuk pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan, jelas bahwa ujung
dari pelaksaan tugas adalah terjadinya suatu proses pembelajaran yang berhasil.
Segala aktifitas yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan harus
mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta
didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para

15
administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan
pengembangan serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para
manajer sekolah juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang
berkualitas dan efektif. Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai
komponen yang akan terlibat didalamnya. Ruang lingkup tugas yang luas
menuntut para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan
aktifitasnya secara sistematis dan sistemik.
Karena itu tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas dan
tegas yang dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki
oleh para pendidik jelas telah dirumuskan dalam pasal 24 ayat (1), (4), dan (5) PP
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut
dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik, yaitu
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.

B. Praktek Empiris
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang secara
teoritik meliputi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
bersifat formal dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
yang bersifat materiil. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik bersifat formal dituangkan dalam Pasal 5 UU P3 2011 (khususnya dalam
pembentukan Peraturan Daerah, asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 137 UU
Pemda), dengan sebutan “asas pembentukan Peraturan Perundangundangan yang
baik”, yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

16
4. Dapat dilaksanakan
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
6. Kejelasan rumusan
7. Keterbukaan.
Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU P3 2011 (khususnya berkenaan dengan
Perda diatur dalam Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni:
materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:
1. Pengayoman
2. Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kekeluargaan
5. Kenusantaraan
6. Bhineka Tunggal Ika
7. Keadilan
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
9. Ketertiban dan kepastian hukum
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi


asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang
bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat
(2) UU P3 2011, yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum
masingmasing antara lain:
1. Dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah
2. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik dengan pengaturan penyelenggaraan pendidikan dapat diuraikan sebagai
berikut:

17
Pertama, kejelasan tujuan. Penyelenggaraan pendidikan bertujuan:
a) Memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa yang bertanggung
jawab dan apa tanggung jawabnya terhadap pengelolaan pendidikan
b) Memperkuat dasar hukum bagi Pemerintah Daerah melakukan
penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan
penyelenggaraan pendidikan adalah efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan.
Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh:
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh
Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Enrekang dengan persetujuan bersama DPRD
Kabupaten Enrekang, rancangan dapat berasal dari Bupati/Wakil Bupati atau dari
DPRD.
Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan.
Penyelenggaraan Pendididkan harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi
pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah.
Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan
dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah harus
memperhatikan beberapa aspek:
a) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam pengenaan penyelenggaraan
pendidikan
b) yuridis, adanya jaminan kepastian dalam penyelenggaraan pendidikan,
termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
c) sosiologis, pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang dapat
memberikan manfaat, baik bagi pemerintah daerah maupun bagi
masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum.
Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Asas ini dapat diwujudkan sepanjang pengaturan penyelenggaraan pendidikan
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu indikasi pengaturan
penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya

18
wajib penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana telah dikemukakan dalam
kondisi eksisting di atas.
Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan
Peraturan Daerah tentang Perlindungan Guru dan Anak sesuai persyaratan teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau
terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya,
rumusan aturan hukum dalam Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan
pendidikan yang menjamin kepastian.
Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin
partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk
memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah
Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya
untuk terselenggaranya partisipasi.

19
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menegaskan tentang hak-hak anak yang menjadi kewajiban negara untuk
memenuhinya dan menegaskan sangsi-sangsi untuk pelanggarannya. Undang-
Undang ini telah memberikan dasar bagi penanganan banyak masalah anak.
Undang - Undang itu juga merupakan undang - undang pertama yang mengatur
tentang pemenuhan dan perlindungan hak anak di Indonesia.Pemenuhan dan
perlindungan hak anak di Indonesia menjadi penting adaya sejak Undang-Undang
Perlindungan Anak dicanangkan. Untuk pelaksanaan Undang- Undang tersebut,
KPP (Kementerian Pemberdayaan Perempuan) yang telah diberi amanat oleh
Presiden mengambil peran dalam koordinasi dan advokasi pelaksanaannya di
tingkat nasional dan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adanya
tanggungjawab untuk penanganan anak di tingkat pemerintah daerah, telah
meningkatkankesadaran akan hak-hak anak, meningkatkan identifikasi masalah-
masalah perlindungan anak dan keterlibatan pihak-pihak yang sebelumnya tidak
terlibat.
Di bidang hukum, dengan adanya Undang-Undang Perlindungan dan
Pemenuhan hak Anak di Kota Malang ini mempunyai dasar hukum yang lebih
kuat untuk melindungi anak, terutama untuk masalah-masalah yang sebelumnya
tidak mempunyai dasar hukum seperti perkosaan, pelecehan, kekerasan dan juga
penelantaran di kota Malang. Selain itu masalah adopsi menjadi jelas dasar
hukumnya. Adapun peraturan Perundang-Undangan dan Menteri yang terkait
dapat digolongkan dalam beberapa kategori, antara lain:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat 2
Menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,tumbuh
DAN berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi
2. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal
2 ayat (3) Menyatakan anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan
baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Pasal 2 ayat (4)

20
menyatakan anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Mengamanatkan hal yang sangat prinsip dalam mengadili perkara anak,
yaitu tercantum dalam alinea ke-4 penjelasan umum yang menyatakan:
hubungan antara orang tua dengan anaknya merupakan suatu hubungan
yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun mental spiritualnya.
Mengingat ciri dan sifat anak yang khas tersebut, maka dalam
menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap Anak Nakal diusahakan agar
anak dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya. Apabila karena
hubungan antara orang tua dan anak kurang baik, atau karena sifat
perbuatannya sangat merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan
anak dari orang tuanya, hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa
pemisahan tersebut sematamata demi pertumbuhan dan perkembangan
anak secara sehat. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 yang menggunakan
istilah bagi anak yang dituduh dan/ atau telah terbukti melakukan tindak
pidana dengan sebutan anak nakal. Sanksi untuk anak yang terbukti
melakukan tindak pidana berupa pidana atau tindakan. Tindakan antara
lain dapat berupa mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua
asuh.
4. Undang Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia
dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum
bahkan sejak dalam kandungan.
5. Undang-Undang Nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal (2) menyatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak
berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip prinsip
dasar konvensi Hak- Hak Anak yang meliputi :
a) Non diskriminasi
b) Kepentingan yang terbaik bagi anak
c) Hak untuk hidup kelangsungan hidup dan perkembangan

21
d) Penghargaan terhadap anak.

Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002


dinyatakan, bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya,
dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik
dan/ atau mental. Selanjutnya Pasal 22 menyatakan, negara dan
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan
sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 68 menyatakan pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) menyatakan dikecualikan bagi anak berumur
antara 13 (tiga belas) tahun s/d 15 (lima belas) tahun untuk melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pasal 74 ayat (1) menyatakan siapapun
dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan
terburuk dan ayat (2) menyatakan, pekerjaan-pekerjaan terburuk yang
diamaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya
b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau
menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, atau perjudian
c) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau
melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
d) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan,
atau moral anak.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Pasal 5 menyatakan:

22
a. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
b. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 11 menyatakan:
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Pasal 34 menyatakan:
a. Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti
program wajib belajar.
b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
c. Wajib belajar mmerupakan tanggung jawab negara yang yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemrintah Daerah,
dan masyarakat.
8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana
Perdagangan Orang. Pasal 5 menyatakan bahwa setiap orang yang
melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau
memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus
juta rupiah).
Pasal 6 menyatakan, setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke
dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak
tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

23
sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).
9. Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Pasal 55 menyatakan Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, dan atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/ atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan
Anak bagi yang Mempunyai Masalah.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar.
Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi
Nasional
12. Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.
13. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
14. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahhun 2002 Tentang Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafiking).
15. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2004 Tentang Komisi Perlindungan
Anak.
16. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

24
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Pemenuhan dan Perlindungan hak anak dapat ditemukan bersumber pada
silasila dari pancasila terutama sila kedua dan kelima. Sila kedua adalah
kemanusiaan yang adil dan beradab sedangkan sila kelima adalah keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Secara tersirat sila-sila tersebut terkait dengan
upaya perlindungan anak. Amanat penyelenggaraan perlindungan anak juga
tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 (Perubahan II, 18 agustus 200),
pasal 28B ayat 2 yang berbunyi:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Kemudian terdapat juga pada pasal 34 (Perubahan IV, 10 Agustus 2002)
yang berbunyi: (1) Fakirmiskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusian. Kepedulian tersebut bermakna pada kesungguhan upaya untuk
mendukung pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan anak untuk bertahan hidup dan
tumbuh kembang secara optimal seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kualitas
pengasuhan dalam lingkungan keluarga, kesempatan pendidikan yang berkualitas,
serta kesempatan untuk belajar menjadi bagian dari proses di dalam masyarakat.
Makna dari kepedulian juga berarti upaya untuk memastikan bahwa setiap anak
terhindar dari ancaman berbagai bentuk kekerasan, perlakuan salah,eksploitasi,
dan penelantara yang tak hanya berdampak buruk pada keselamatan dan
kesehatan fisik anak,namun juga terhadap kesehatan perkembangan mental,moral,
dan sosial anak.

B. Landasan Sosiologis
Secara yuridis NKRI telah berusaha memberikan perlindungan tentang hak
anak sesuai dengan ketentuan internasional, yaitu dengan diratifikasinya berbagai
konvensi internasional sebagai berikut :

25
1. Konvensi Hak-Hak Anak atau CRC. Diratifikasi melalui Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990
2. Ratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan. Diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun
1984
3. Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum untuk diperbolehkan
bekerja. Diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998
4. Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000.
Dengan diratifikasinya konvensi-konvensi internasional dan
ditandatanganinnya Deklarasi Dunia yang Layak bagi Anak-anak, maka Negara
Republik Indonesia telah terikat baik secara yuridis maupun politis dan moral
untuk mengimplementasikan peraturan-peraturan tersebut. Konvensi Hak-hak
Anak (KHA) merupakan instrumen internasional di bidang Hak Asasi Manusia
(HAM) yang paling komprehensif dibandingkan dengan konvensi-konvensi
internasional lainnya.
Sehubungan dengan konvensi-konvensi atau kovenan-kovenan tersebut di
atas, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak di Indonesia dapat dijumpai dalam :
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 2
menyatakan, bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, serta prinsip-prinsip dasar konvensi
Hak-hak Anak yang meliputi:
a. Non diskriminasi
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak
c. Hak untuk hidup kelangsungan hidup dan perkembangan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dinyatakan,
bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati
dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan

26
kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/ atau mental. Selanjutnya Pasal 22
menyatakan, negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab
memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan
anak.

2. Undang Undang Nomer 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


3. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tetang Pengadilan Hak Anak
4. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Meskipun telah memuat banyak peraturan perundang undangan untuk
memenuhi dan melindungi hak anak, tapi perlindungan anak di Kabupaten
Enrekang dalam kenyataannya belum memadai. Berdasarkan data-data yang
didapat, masih banyak terjadi berbagai bentuk diskriminasi, tindak kekerasan,
eksploitasi, pelecehan seksual,penyalahgunaan narkotika, traficking, dan anak
terlantar. Oleh karena itu, Kabupaten Enrekang sangat memerlukan adanya
Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang tentang Perlindungan Anak.
Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Anak adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung
jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan Anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.

Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak


asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan
Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat
nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui
ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi
Hak Anak Mmelalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang

27
Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-
Hak Anak). Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan
Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin
terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan
jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai
dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam
melaksanakan upaya perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus
didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan
perlindungan atas Hak Anak.

C. Landasan Yuridis
Pemenuhan dan perlindungan hak guru/pendidik dan anak murid
dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Enrekang. Berbagai masalah yang
berhubungan dengan anak didik semakin hari semakin bertambah dan tidak
adanya payung hukum untuk melindungi mereka. Misalnya anak yang
diterlantarkan, diperlakukan salah dan dieksploitasi baik secara ekonomi maupun
seksual. Selain itu, perkembangan masyarakat yang semakin kompleks telah
memberikan pengaruh buruk terhadap pendidikan anak. Eksploitasi anak secara
ekonomi, kekerasan, penelantaran anak dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya,
baik jumlah maupun kualitasnya semakin meningkat. Salah satu korban yang
diperlakukan salah dan mengalami ekploitasi ekonomi dan seksual. Seorang ahli
pendidikan dalam bukunya menceritakan pengalamannya saat awal menjadi guru.
Dengan gembira ia melihat bagaimna ghairah siswa mengikuti pelajarannya,
melakukan eksperimen, berdiskusi dan lain-lain kegiatan yang ia ingat ketika ia
masih kanak-kanak dan berstatus sebagai siswa memang kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan hal yang sukar dilupakan sebagai kegiatan yang
menyenangkan. Dia merasa berbahagia sekali mendapat kesempatan untuk belajar
dan melakukan berbagai kesempatan untuk bereksplorasi dalam rangka
mengembangkan diri. Selain ingat akan hal-hal yang sifatnya positif dia juga ingat
kelaukuannya sebagai siswa. Sebagai anak normal dia senang sekali dan
merasakan kebahagiaan jika berhasil dalam menggoda, “menipu”, berolok-olok,

28
serta lain-lain bentuk kenakalan seperti yang dilakukan oleh anak-anak lain yang
seusia dia. Kini sebagai guru dia takut mendapatkan “kanakalan” yang dulu
pernah ia perbuat. Untuk dapat memahami permaslahan siswa, guru sebaiknya
memperhatikan delapan gambaran seorang guru seperti yang digambarkan oleh
Thomas Gordon sebagai berikut:
1. Guru yang baik adalah guru tenang (tetapi tidak “mati lampu”), tidak
pernah kehilangan ketenganannya, tidak pernah menunjukkan emosi yang
menyala dan memiliki ide-ide yang dapat meningkatkan nalar serta
kreativitas anak didik.
2. Guru yang baik tidak pernah mempunyai prasangka kurang baik terhadap
siswa, bertindak adil (tidak pernah membeda-bedakan siswa dari segi
agama, suku, asal-usul dan sebagainya yang dapat menimbilkan harga diri
rendah).
3. Guru yang baik adalah guru yang dapat menyembunyikan perasaannya
dari pandangan sisiwa.
4. Guru yang baik adalah guru yang memandang semua siswanya sama,
sehinga tidak mempunyai siswa kesayangan.
5. Guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan lingkungan belajar
yang menarik, bebas, memberi dorongan kepada siswanya untuk sadar dan
mau belajar demi belajar.
6. Guru yang baik adalah guru yang konsisten (ajeg, tetap), tidak pernah
berubahubah pendirian, lupa, berperasaan tinggi atau rendah, atau sering
berbuat kesalahan.
7. Guru yang baik adalah guru yang pandai, cekatan, mampu memberikan
jawaban semua pihak yang mengajukan pertanyaan menjadi puas,
bijaksana dalam memperlukan siswa.
8. Guru yang baik adalah guru yang sanggup memberikan bantuan secara
maksimal kepada siswa sehingga siswa-siswa tersebut dapat berkembang
secara optimal di sekolah.
9. Hubungan yang baik antara guru dengan siswa. Bagaimanakah hubungan
tersebut. Menurut Thomas Gordon, hubungan yang baik antara guru dan
siswa

29
10. Memiliki keterbukaan sehingga masing-masing pihak merasa bebas
bertindak dan saling menjaga kejujuran.
11. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan, serta saling
bergun bagi pihak lain.
12. Diwarnai oleh rasa saling bergantung satu sama lain.
13. Masing-masing pihak merasa terpisah satu sama lain sehingga
memberikan kesempatan untuk mengembangakan keunikannya,
kreativitasnya dan individualisasinya.
14. Dirasakan oleh masing-masing pihak sebagai tempat bertemunya
kebutuhankebutuhan sehingga kebutuhan satu pihak hanya dapat terpenuhi
bersama-sama dengan dan terpenuhinya kebutuhan pihak lain.

30
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
1. Pengertian dan fungsi guru dan muird adalah guru adalah orang yang kerjanya
mengajar atau memberikan pelajaran. Sedangkan murid adalah orang yang
menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain.
2. Sikap guru terhadap murid dalam pendidikan islam seharusnya seorang guru
bertindak, bersikap, dan berperilaku dalam proses pendidikan sesuai dengan
aturan yang ada. Sikap murid adalah sama dengan sikap guru yaitu sikap murid
sebagai pribadi yang menuntut ilmu.
3. Kebutuhan peserta didik: kebutuhan fisik, sosial, mendapatkan status,
kebutuhan mandiri, dan lain-lain.
4. Model hubungan efektif antara guru dan murid menurut Thomas Gordon yaitu:
a. Memiliki keterbukaan
b. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan
c. Rasa saling tergantung satu sala lain

Saran
Komitmen dari Pemerintah Kabupaten Enrekang untuk memberikan
priotitas yang tinggi terhadap kesejahteraan pemenuhan dan perlindungan
pendidik/guru dan anak murid merupakan keputusan yang bernilai strategis dan
berinvestasi jangka panjang. Yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten
Enrekang untuk selanjutnya adalah menerjemahkan komitmen tersebut menjadi
suatu sistem penyelenggaraan perlindungan guru dan anak murid yang melalui
upaya yang terencana, sistematis, dan terukur. Kemudian untuk sanksi dalam
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak seharusnya
dilakukan revisi karena sanksi tidak memuat sanksi minimal. Sedangkan untuk
sanksi maksimal tidak pernah dilakukan. Sehingga sanksi atas perilaku seseorang
yang tidak bisa memenuhi atau melindungi hak anak dirasa tidak adil. Sebaiknya
sanksi direvisi dan bisa digunakan sebagai payung hukum untuk Peraturan Daerah
Pemerintah Kabupaten Enrekang.

31
32

Anda mungkin juga menyukai