LP DM
LP DM
2. Epidemiologi
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001 menyebutkan
jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi peningkatan jumlah
DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993.
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah penduduk
Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001
dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang Survei Depkes 2001 terdapat
7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Data Depkes tersebut
menyebutkan jumlah penderita DM menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan
ke-1 di rumah sakit dari keseluruhan pasien penyakit dalam.
Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di
antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencangkup
15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang baru
diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab utama
amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapatkan terapi
dialysis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada dalam urutan ke
tiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian besar
disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita
diabetes.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus
tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan
musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000
(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)
No Rangking negara tahun 2000 Orang dengan
DM (juta)
1. India 31,7
2. Cina 20,8
3. Amerika Serikat 17,7
4. Indonesia 8,4
5. Jepang 6,8
6. Pakistan 5,2
7. Federasi Rusia 4,6
8. Brazil 4,6
9. Italia 4,3
10. Banglades 3,2
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus Tipe 1
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses atuoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe 2:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Stress
5) Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan
hanya sekitar 20.000
6) Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak
efektif
7) Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler
terganggu
4. Patofisiologi
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus.
Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh
tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada
kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan
menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan
mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen,
lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan
adipose dengan bantuan transporter glukosa.
5. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth)
a. Tipe I: Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes mellitus
atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi pada segala
usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya bertubuh kurus pada
saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi, etiologi
mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya virus, sering
memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi
akut hiperglikemi : ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II: Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu awitan
terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh gemuk
pada saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan, penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi
insulin, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita
infeksi, komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).
c. Gestational Diabetes :Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan
selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan keadaan
yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan hormonal,
obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang mengandungsetrogen
penyandang diabetes.
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang
sekali tidak menghasilkan insulin kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi
tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relative
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur
6. Gejala Klinis
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan
tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak
diterapi dengan baik.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang
berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika
kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi
berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2)
yang sering ditemukan adalah :
1) Katarak
2) Glaukoma
3) Retinopati
4) Gatal seluruh badan
5) Pruritus Vulvae
6) Infeksi bakteri kulit
7) Infeksi jamur di kulit
8) Dermatopati
9) Neuropati perifer
10) Neuropati viseral
11) Amiotropi
12) Ulkus Neurotropik
13) Penyakit ginjal
14) Penyakit pembuluh darah perifer
15) Penyakit koroner
16) Penyakit pembuluh darah otak
17) Hipertensi
7. Komplikasi
a. Komplikasi mendadak akut
Komplikasi akut, komplikasi yang datangnya mendadak tanpa aba- aba. Namun
jika diatasi,isa sembuh. Yang termasuk komplikasi akut:
1) Infeksi yang sulit sembuh
Sewaktu” diabetes juga dapat mengalami infeksi, yaitu masukna kuman
kedalam tubuh, seperti flu, borok ( biasanya di kaki ), atau radang paru-paru.
Bedanya, penderita diabetes lebih mudah terkena ifeksi dan lebih sulit
sembuh. Pada keadaan normal, kuman yang masuk ke tubu akan dilawan dan
dibunuh oleh leukosit atau sel darah putih. Pada diabetes pada waktu kadar
gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl, kekuatan sel-sel darah putih untu
membunuh turun: dan mereka menjadi lemah dan loyo. Oleh karena itu
kuman yang masuk lebih sukar dibunuh, malaj terus akan terus berkembang
biak sehingga infeksi jadi susah sembuh apalagi nfeksi di kaki.
Pada diabetes tipe – 2 yang belum tekendali apabila terjadi infeksi berat,
umumnya infeksi paru atau borok di kaki, gula darah dapat mendadak makin
meningkat sangat tinggi. Dalam keadaan tersebut, gejala klasik diabetes akan
menjadi lebih berat.
2) Koma hiperglikemik ( koma diabetic )
Kadar gula darah yang sangat tinggi sdisebut hiperglikemi. Keadaan ini
bisa menyebabkan koma pada diabetes. Koma adalah istilah medis yang
menrangkan bahwa kondisi seseorang kritis dan tidak sadar, hidup tapi seperti
mati. Tubuhnya masih hidup: jantung, paru- paru, ginjal, semua masih hidup.
Namun, dia tidak sadar dan tidak bisa berbuat apa- apa. Koma karena
hiperglikemi disebut koma hiperglikemik atau koma ketoasidotik. Yang bisa
berlangsung sehari hingga beberapa hari. Ada bermacam-mcam koma
hiperglikemik, tetapi yang paing seing terjadi adalah koma diabetic atau koma
ketoasidotik. Biasanya gejala yang terjadi sebelum koma adalah keluhan
klasik yang bertambah hebat, yaitu semakin cepat haus, semakin banyak
minum dan badan semakin lemas. Jika infeksi tidak cepat diobati dan gula
darah tidak cepat diatur, penyakit ini bisa menjadi lebih berat lagi, dan
terjadilah penurunan kesadaran atau koma. Koma semacam ini dapat terjadi
bak pada diabetes tipe – 2 maupu tipe – 1. Pada diabetes tipe – 1, koma tidak
harus didahului oleh infeksi. Koma dpaat terjadi segera begitu diabetisi tidak
mendapat suntukan insulin. Atau wlaupun sudah diberi tetapi telambat atau
dosisnya kurang dari yang seharusnya.
3) Hipoglikemi dan koma hipoglikemik
Hipoglikemi bukan komplikasi murini diabetes. Keadaan ini adalah
komplikasi pengobatan karena hanya dapat dialami ileg diabetisi yang
mendapat obat penurun gula, kususnya golongan sulfonylurea atau sutikan
insulin. Hipoglikemi terjadi apabila pasien yang sudah minum obat golongan
sulfonylurea, atau suntikan insulin, lali :
a). terlambat makan
b). lupa makan
c). makan tapi jumlahnya kurang
d). tiba-tiba muntah – muntah
e). tiba- tiba harus melakukan kerja fisik berat
ciri – cirri gejalanya, tiba – tiba merasa luar biasa lapar, berkeringat dingin,
jantung berdebar, using, dan linglung. Jika tidak segera diatasi, kesadaran
turun, smapai akhirnya tidak sadarkan diri ( koma ). Kondisi inilah yang
disebut koma hipoglikemik. Koma hipoglikemik adalah kadaan yang sangat
gawat karena jika tidak cepat ditangani akan menyebabkan kematian. Apabila
meraakan adanya gejala hipoglikemi, diabetes harus segera minum air gula
atau makan apa saja yang banyak mengandung gula.
8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
untuk DM, yaitu sekelompok usia dewasa tua (>40thn), obesitas, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >
4000g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipedemia.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau skrining
glukosa darah, ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan
makrosomia, Hemoglobin glikosida (HbA1c) yang menunjukkan kontrol diabetik
(HbA1c lebih besar dari 8,5% khususnya sebelum kehamilan, membuat janin beresiko
anomali kongenital, Pemeriksaan kadar keton urin untuk menentukan status gisi,
Budaya urin untuk mengidentifikasi ISK asimtomatik, protein dan kliren kreatinin (24
jam) untuk memastikan tingkat fungsi ginjal, khusus pada diabetes durasi lama,
tes`toleransi glukosa (GTT), kultur vagina mungkin positif untuk candida albicans,
Contraction stress test ( CST), Oxytocin challenge test (OCT) menunujukkan hasil
positif jika trjadi insufisiensi plasenta, Kriteria profil biofisik (BPP).
a. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa memberikan
diagnosa definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia pemeriksaan glukosa
serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih
membantu menegakkan diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar
glukosa puasa hampir normal tetapi megalami hiperglikemia berkepanjangan
setelah makan. Diadnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut
ini terpenuhi :
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 20 mg/dl
atau lebih.
Glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagi patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum Pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
9. Pemeriksaan Fisik
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi: Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak
makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan
tonus otot
Palpasi: Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi
hipertensi
Diabetes Melitus Tipe 2
Inspeksi: Pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan dm tipe
1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS adalah klien
yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada kaki
klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi, katarak (terutama pada
lansia), dll.
Palpasi dan auskultasi: Dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2
didapatkan TD yang tinggi.
10. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/ gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjang untuk mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan
insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Kriteria ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kriteria pengendalian diabetes mellitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl)
- Puasa - 80-109 - 110-139 >140
- 2 jam - 110-159 - 160-199 >200
Hb 1c(%) 4-6 6-8 >8
Kolestrol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolestrol LDL
- Tanpa PJK - <130 130-159 ≥160
- Dengan PJK - <100 100-129 ≥130
Kolestrol HDL (mg/dl)
trigliserida (mg/dl)
- Tanpa PJK - <200 <200-249 >250
- Dengan PJK - <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- Wanita - 18,5 - 23-25 >25/<18,5
- Laki-laki - -23,9 - 25-27 >27/<20
- 20-24,9
Tekanan darah (mmhg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
2. Latihan jasmani
Olahraga /latihan jasmani merupakan sarana yang penting dalam
menangani diabetes tipe 2. Aktivitas fisik meningkatkan sensivitas insulin,
memperbaiki toleransi glukosa, dan meningkatkan pengendalian berat badan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga sedang dapat memperlambat atau
mencegah awitan diabetes tipe 2 pada kelompok risiko tinggi. Ketika anda
merencanakan program olahraga untuk lansia, pastikan tingkat latihan fisik sesuai
dengan tingkat kesehatannya. Olahraga yang dipilih untuk lansia mencakup
berjalan, berenang, dan bersepeda.
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap mingguselam ±0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rhytmical, interval, progressive,
indurence traning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa henti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap
dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75- 85% denyut nadi maksimal.
Denyut nadi maksimal (DNM ) dapat dihitung dengan menggunakan formula
berikut :
DNM = 220- umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang
yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa tanda
pengenal sbg pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki secara cermat
setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pasien yang menderita diabetes tipe 1 membutuhkan penggantian insulin
dan pemantauan kadar glukosa serum dan diet serta regimen latihan yang ketat.
Pasien yang menderita diabetes tipe 2 dapat memerlukan obat anti diabetic oral
untuk merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensivitas insulindi
tingkat selular, menekan glukoneogenesis hepatic, dan memperlambat
absorpsikarbohidrat di GI. Untuk beberapa pasien, kadar glukosa darah dapat
dikontrol dengan diet dan perubahan gaya hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes mellitus tipe 2 yang dapat
membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi kedua sulfoniluera (seperti
gliburida dan glipizida), inhibitor alfa glikosida (seperti karbosa dan maglitol),
biguanida(seperti metformin), glitazon (seperti rosiglitazon) dan meglinitida
(repaglinida).
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tetapi kadar glukosa darahnya belum membaik, dipertimbangkan untuk
memakai obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat hipoglikemik oral (OHO)
a) Sulfoniluera
Obat golongan sulfoniluera bekerja dengan cara:
(1) Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
(2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
(3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Kloropropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufiensirenal dan orang tua
karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid.
Untuk orangtua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid,
glikudion). Glikudion juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi
ginjal atau hati ringan.
b) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat
lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfoniuluera.
c) Inhibittor α glukosidase
obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosadan
menuukan hiperglikemia pascapradial.
d) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini
belum beredar d Indonesia.
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
DM dengan BB menurun drastis
Ketoasidosis, asidosisi laktat, dan koma hiperosmolar
DM yang mengalami / DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut
Dosis insulin oral/ suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.
Perawatan dirumah.
Sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki
sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki.
Perawatan tersebut meliputi :
a. Hentikan kebiasaan merokok
b. Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka lecet ;
gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki.
c. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama dicelah
jari kaki.
d. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian pada
celah jari kaki.
e. Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus.
f. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
g. Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
h. Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap hari.
i. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
j. Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki.
k. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ; periksa adanya
benda asing.
l. Hindari trauma yang berulang.
m. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun
ulkus/gangren telah sembuh.
Edukasi
Melalui edukasi, diabetes atau siapa saja bisa mengethui dan mengerti apa itu
diabetes, masalah yang harus dihadapi, mengapa penyakit ini perlu dikendalikan
secepatnya, dan seterusnya. Penyuluhan ini harus dilakukan berulang-ulang. Dalam
edukasi tersebut akan ditekankan bahwa yang terpenting dalam pengendalian diabetes
adalah perubahan pola makan dan aktivitas fisik atau olahraga inilah yang disebut
dengan perubahan gaya hidup (life style).
11. Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur
hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat
dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang
baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar
glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali
menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada
dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur
dan baik akan memberikan prognosis baik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
2) Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Data subjektif yg mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien mengeluh merasa lemah
- Klien mengeluh pandangannya kabur
Data objektif:
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
3) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
4) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi
otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak
adanya retinopati, kekaburan pandangan.
Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
6) Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
e) Elektrolit :
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
7) Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Dasar data pengkajian pasien menurut Doenges ( data subjektif dan objektif)
1) Aktivitas/ istirahat
a. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat.
b. Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma Penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
a. Gejala:adanya riwayat hipertensi; IM akut
klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama
b. Tanda:
Takikardia perubahan tekanan darah postural; hipertensi nadi yang
menurun/tak ada disritmia krekels; DVJ (GJK). Kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego:
a. Gejala: stres; tergantung pada orang lain masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
b. Tanda: ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi:
a. Gejala: perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri/ terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, Nyeri tekan abdomen, diare
b. Tanda: urine, encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovalemia berat) urine berkabut, bau busuk
(infeksi)
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun;hiperaktif
(diare).
5) Makanan/cairan:
a. Gejala: hilang napsu makan mual/muntah tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badab lebih dari periode
beberapa hari/minggu, haus
b. Tanda: kulit kering/bersisik, turgor jelek
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebtuhan metabolic dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/manis, bau
buah (napas aseton)
6) Neurosensori:
a. Gejala: pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, Gangguan penglihatan
b. Tanda: disorientasi; mengantuk; letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan
memori (baru, masa lalu); kacau mental, refleks tendon dalam (RTD)
menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut DKA).
7) Nyeri/ kenyamanan:
a. Gejala: abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
b. Tanda: wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan :
a. Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum purulen
(tergantung adanya infeksi/ tidak)
b. Tanda: lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum prulen (infeksi).
9) Keamanan:
a. Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit
b. Tanda: demam,diaphoresis,kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas:
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria; kesulitan
orgasme pada wanita.
Pengkajian persistem pada lansia mencakup :
a. Sistem Endokrin
Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan BB atau
obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton.
b. Sistem Kardiovaskuler
Biasanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akaral dingin, nadi perifer
melemahterutama pada tibia posterior dan dorsalis pedís, CRT menurun dan dapat
pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan
jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c. Sistem pernapasan
Biasanya didapatkan pernapasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, nafas
bau aseton.
d. Sistem Percernaan
Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi,
penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan yang meningkat.
e. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien
dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis.
f. Sistem Integumen
Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal,
luka dan penurunan suhu tubuh.
g. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstremitas bawah.
h. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan
suhu pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung.
i. Sistem Penginderaan
Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan berupa
katarak, penglihatan kabur.
j. Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada wanita
disertai keputihan.
b. Indeks Katz
Indeks katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), merupakan aat yang
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia dan
penyakit kronis. Katz indeks meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi
seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan. Selain itu, juga
berguna untuk menggambarkan tingkat fungsional klien (maniri atau tergantung) dan
secara objektif mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan yang dilakukan berdasarkan teori, maka
diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien lansia dengan diabetes militus
yaitu :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan mual suhu meningkat (Normal S:36,5 0
c-37,50 c),
perubahan keadaan mental, peningkatan keluaran urine,urine encer,
kelemahan,haus,penurunan berat badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor kulit
turun, Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
b. Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin ,penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran,status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare
c. Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelelahan otot,
ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy, status
hipermetabolik/infeksi.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
e. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau meminta informasi,
mengungkapkan masalah.
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan frekwensi miksi yang sering/poliuria.
i. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen :
ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan/atau elektrolit.
Kolaborasi
14. Berikan cairan sesuai indikasi : Tipe dan jmlh cairan tergantung derajat
Normal saline atau setengah kekurangan cairan dan respons klien
normal saline dengan atau secara individual
tanpa dekstrosa.
Albumin,plasma,atau Plasma ekspander (pengganti) di
dekstran. butuhkan jika mengancam jiwa atau
tekanan darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha rehidrasi yg telah di
lakukan.
15. Pasang kateter urine Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan infeksi biasanya telah
1. Observasi tanda infeksi mencetuskan keadaan ketoasidosis atau
(kalor,dolor,rubor ,tumor dan infeksi nosokomial.
fungsiolaesa) dan peradangan
(demam, kemerahan, pus, sputum
purulen, warna urine keruh, atau
berkabut)
2. Pantau tanda –tanda vital klien Infeksi biasanya dimanifestasikan
(Normal:TD 120/80 Mmhg,S: 36,5 dengan adanya peningkatan tanda –
0
c-37,50 c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- tanda vital.
20x/mnt)
3. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan (infeksi nosokomial).
yang baik
4. Pertahankan teknik aseptic pada Kadar glukosa darah yang tinggi akan
prosedur invasive (pemasangan menjadi media terbaik bagi
infuse, kateter foley), pemberian pertumbuhan kuman.
perawatan
5. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur, masase daerah tulang yang menyebabkan risiko kerusakan kulit
tertekan, jaga kulit tetap kering, atau iritasi serta infeksi
serta linen kering dan tidak
berkerut.
6. Lakukan perubahan posisi (posisi Mencegah terjadinya risiko infeksi.
Sim).
7. Anjurkan makan dan minum Menjga keseimbangn nutrisi, cairan, dan
adekuat (sekitar 3000 ml/hari). elektrolit.
Kolaborasi Mengidentifikasi organism sehingga
8. Lakukan pemeriksaan kultur dan dapat memberikan terapi antibiotic yang
sensitivitas sesuai indikasi. terbaik.
9. Berikan antibiotic yang sesuai Penenganan awal membantu mencegah
timbulnya sepsis.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan Intervensi
5. Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan Pasien menunjukkan hidrasi yang
berhubungan Diuresis osmotic adekuat dibuktikan oleh tanda vital
(dari hiperglikemia), stabil
Diare,muntah ditandai nadi perifer dapat diraba
dengan ,suhu meningkat 36,5 0 c- turgor kulit dan pengisian kapiler
37,50 c, perubahan keadaan baik
mental, peningkatan keluaran haluaran urin tepat secara individu
urine,urine encer, kadar elektrolit dalam batas normal.
kelemahan,haus,penurunan berat
badan, Kulit/membrane mukosa
kering,turgor kulit turun,
Hipotensi,takikardia,perlambatan
pengisian kapiler.
2. Ketidakseimbangan nurtisi Pasien dapat mencerna jumlah
kurang dari kebutuhan tubuh kalori atau nutrien yang tepat
berhubungan dengan Berat badan stabil atau
ketidakcukupan insulin , penambahan ke arah rentang biasanya
Penurunan masukan
oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri
abdomen,perubahan kesadaran,
Status
hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi
ditandai dengan Nyeri
abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan
masukan makanan tidak
adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat
badan,kelelahan,tonus otot
buruk, diare.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor,
(sepsis ) berhubungan dengan fungsiolesia
Kadar glukosa tinggi, klien mampu mengidentifikasi
penurunan fungsi intervensi untuk mencegah atau
leukosit,perubahan sirkulasi, menurunkan risiko infeksi
nfeksi pernapasan yang ada Terjadi perubahan gaya hidup untuk
sebelumnya atau ISK. mencegah terjadinya infeksi