Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILIETUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi/Pengertian
a. Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus dari bahasa Latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Elizabeth,2009).
b. Diabetes militus merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan berbagai
sistem fisilogis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glokosa.
(Mickey Stanley, 2006).
c. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.(Brunner dan Suddarth,
2002).
Jadi dapat disimpulkan dari pengertian diatas diabetes mellitus adalah
gangguan metabolic ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia

2. Epidemiologi
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001 menyebutkan
jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi peningkatan jumlah
DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993.
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah penduduk
Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001
dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang Survei Depkes 2001 terdapat
7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Data Depkes tersebut
menyebutkan jumlah penderita DM menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan
ke-1 di rumah sakit dari keseluruhan pasien penyakit dalam.
Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di
antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencangkup
15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang baru
diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab utama
amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapatkan terapi
dialysis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada dalam urutan ke
tiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian besar
disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita
diabetes.
Variasi siklik musiman dalam jangka lama terjadi pada insiden diabetes insipidus
tergantung insulin. Kasus yang baru diketahui tampak lebih sering pada bulan-bulan
musim semi dan musim dingin di belahan bumi uatara dan selatan.
Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000
(FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)
No Rangking negara tahun 2000 Orang dengan
DM (juta)
1. India 31,7
2. Cina 20,8
3. Amerika Serikat 17,7
4. Indonesia 8,4
5. Jepang 6,8
6. Pakistan 5,2
7. Federasi Rusia 4,6
8. Brazil 4,6
9. Italia 4,3
10. Banglades 3,2

3. Etiologi
a. Diabetes Melitus Tipe 1
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses atuoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Telah disebutkan dalam patofisiologi tentang mekanisme yang tepat yang
menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe 2:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Stress
5) Jumlah resptor perifer kurang (antara 20.000-30.000)pada obesitas bahkan
hanya sekitar 20.000
6) Jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptor jelek sehingga insulin tidak
efektif
7) Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraseluler
terganggu

4. Patofisiologi
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus.
Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh
tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin
memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada
kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan
menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan
mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen,
lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan
adipose dengan bantuan transporter glukosa.

Diabetes Melitus Tipe 1


Pada tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasikan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
bersal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam
urin. Ketika glukosa yang belebihan di ekresikan ke dalam urin hal ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan berkemih (poliuria) dan haus (polidipsia)
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme preotein dal lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simapanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan gukosa
yang disimpan) dan gukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam-asam
amino dan substansi lainnya, namum pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatyan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu,
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping dari pemecahan lemak. Badan keton akan
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila berlebihan. Keto asidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila t6idak ditangani akan
menimbukan perubahan kesadaran, koma, bahnkan kematian. Pemberian insulin
bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut. Diet dan latihan disertai pemantaunan kadar
glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes Melitus Tipe 2


Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin – NIDDM)
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Stress neuro berkepanjangan akan merangsang
pelepasan hormon ACTH dari hipofisis anterior, ACTH ini merangsang pelepasan
kotrisol dari korteks adrenal, kortisol ini merupakan kontra insulin sehingga
menganggu kerja insulin dan memperkuat rangsangan glukosa terhadap insulin,
akibatnya lama kelamaan sel beta pankreas lelah memproduksi insulin sehingga
terjadilah resistensi insulin. Akibat lain dari kelelahan sel beta itu.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam
darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun
demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama sembuh-sembuh, pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

5. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth)
a. Tipe I: Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes mellitus
atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi pada segala
usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya bertubuh kurus pada
saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi, etiologi
mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya virus, sering
memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi
akut hiperglikemi : ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II: Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu awitan
terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh gemuk
pada saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan, penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi
insulin, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita
infeksi, komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).
c. Gestational Diabetes :Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan
selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan keadaan
yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan hormonal,
obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang mengandungsetrogen
penyandang diabetes.

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang
sekali tidak menghasilkan insulin kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi
tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relative

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.

90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur

6. Gejala Klinis
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan
tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak
diterapi dengan baik.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang
berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika
kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi
berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut (DM tipe 2)
yang sering ditemukan adalah :
1) Katarak
2) Glaukoma
3) Retinopati
4) Gatal seluruh badan
5) Pruritus Vulvae
6) Infeksi bakteri kulit
7) Infeksi jamur di kulit
8) Dermatopati
9) Neuropati perifer
10) Neuropati viseral
11) Amiotropi
12) Ulkus Neurotropik
13) Penyakit ginjal
14) Penyakit pembuluh darah perifer
15) Penyakit koroner
16) Penyakit pembuluh darah otak
17) Hipertensi

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga.Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.Sebagian
besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis).Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan
berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-
anak).Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah.Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya
beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa
tahun.Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa
sering berkemih dan sering merasa haus.Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula
darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-
misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat,
yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang
disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.


Jika insulin berkurang semakin parah
maka sering berkemih dan sering
merasa haus.

Berkembang dengan cepat ke Jarang terjadi ketoasidosis.


dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis
diabetikum.

7. Komplikasi
a. Komplikasi mendadak akut
Komplikasi akut, komplikasi yang datangnya mendadak tanpa aba- aba. Namun
jika diatasi,isa sembuh. Yang termasuk komplikasi akut:
1) Infeksi yang sulit sembuh
Sewaktu” diabetes juga dapat mengalami infeksi, yaitu masukna kuman
kedalam tubuh, seperti flu, borok ( biasanya di kaki ), atau radang paru-paru.
Bedanya, penderita diabetes lebih mudah terkena ifeksi dan lebih sulit
sembuh. Pada keadaan normal, kuman yang masuk ke tubu akan dilawan dan
dibunuh oleh leukosit atau sel darah putih. Pada diabetes pada waktu kadar
gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl, kekuatan sel-sel darah putih untu
membunuh turun: dan mereka menjadi lemah dan loyo. Oleh karena itu
kuman yang masuk lebih sukar dibunuh, malaj terus akan terus berkembang
biak sehingga infeksi jadi susah sembuh apalagi nfeksi di kaki.
Pada diabetes tipe – 2 yang belum tekendali apabila terjadi infeksi berat,
umumnya infeksi paru atau borok di kaki, gula darah dapat mendadak makin
meningkat sangat tinggi. Dalam keadaan tersebut, gejala klasik diabetes akan
menjadi lebih berat.
2) Koma hiperglikemik ( koma diabetic )
Kadar gula darah yang sangat tinggi sdisebut hiperglikemi. Keadaan ini
bisa menyebabkan koma pada diabetes. Koma adalah istilah medis yang
menrangkan bahwa kondisi seseorang kritis dan tidak sadar, hidup tapi seperti
mati. Tubuhnya masih hidup: jantung, paru- paru, ginjal, semua masih hidup.
Namun, dia tidak sadar dan tidak bisa berbuat apa- apa. Koma karena
hiperglikemi disebut koma hiperglikemik atau koma ketoasidotik. Yang bisa
berlangsung sehari hingga beberapa hari. Ada bermacam-mcam koma
hiperglikemik, tetapi yang paing seing terjadi adalah koma diabetic atau koma
ketoasidotik. Biasanya gejala yang terjadi sebelum koma adalah keluhan
klasik yang bertambah hebat, yaitu semakin cepat haus, semakin banyak
minum dan badan semakin lemas. Jika infeksi tidak cepat diobati dan gula
darah tidak cepat diatur, penyakit ini bisa menjadi lebih berat lagi, dan
terjadilah penurunan kesadaran atau koma. Koma semacam ini dapat terjadi
bak pada diabetes tipe – 2 maupu tipe – 1. Pada diabetes tipe – 1, koma tidak
harus didahului oleh infeksi. Koma dpaat terjadi segera begitu diabetisi tidak
mendapat suntukan insulin. Atau wlaupun sudah diberi tetapi telambat atau
dosisnya kurang dari yang seharusnya.
3) Hipoglikemi dan koma hipoglikemik
Hipoglikemi bukan komplikasi murini diabetes. Keadaan ini adalah
komplikasi pengobatan karena hanya dapat dialami ileg diabetisi yang
mendapat obat penurun gula, kususnya golongan sulfonylurea atau sutikan
insulin. Hipoglikemi terjadi apabila pasien yang sudah minum obat golongan
sulfonylurea, atau suntikan insulin, lali :
a). terlambat makan
b). lupa makan
c). makan tapi jumlahnya kurang
d). tiba-tiba muntah – muntah
e). tiba- tiba harus melakukan kerja fisik berat
ciri – cirri gejalanya, tiba – tiba merasa luar biasa lapar, berkeringat dingin,
jantung berdebar, using, dan linglung. Jika tidak segera diatasi, kesadaran
turun, smapai akhirnya tidak sadarkan diri ( koma ). Kondisi inilah yang
disebut koma hipoglikemik. Koma hipoglikemik adalah kadaan yang sangat
gawat karena jika tidak cepat ditangani akan menyebabkan kematian. Apabila
meraakan adanya gejala hipoglikemi, diabetes harus segera minum air gula
atau makan apa saja yang banyak mengandung gula.

b. Komplikasi menahun ( kronis )


Komplikasi kronis biasanya menampakkan diri setelah 10-15 tahun sejak
diagnosis diabetes. Namun, pada diabetes tipe – 2, sering kali beberapa
komplikasi kronis sudah ada sewaktu pasien pertama kali didiagnoss menderita
diabetes. In terjadi karena sebenarnya sipasien sudah lama menderita diabetes
tanpa gejala yang jelas sehingga omplikasi pun tidak terpantau. Komplikasi kronis
khas diabetes disebabkan kelainan pada pembuluh darah bsar, pembuluh darah
kecil/ halus, atau pada susunan saraf.
1) Masalah pada mata
a) Retinopati
Retinopati adalah kelainan yang mngenai pembuluh darah halus pada
retinia. Retina terdapat di dalam bola mata sebelah belakang dan kerjanya
adalah menangkap cahaya yang datang dari luar setelah menembus lensa
mata. Retina bersifat seperti kamera film, yaitu menangkap gambar yang
ada dihadapan. Jika terjadi kerusakan pada pembuluh darah retina, fungsi
retina akan terganggu sehingga terjadilah gangguan penglihatan.ketika
retina terganggu maka gambar yang dilihat tidaksampai di otak. Biasanya
gejala retinopati berjalan lambat sehingga sering tidak terdeteksijika masih
dini, kelainan ini masih dapat diobati dengan teknik fotokoagulasi dengan
memakai laser. Namun jika sudah terlambat, kemungknan terburuknya
adalah kebutaan.
b) Katarak
Istilah katarak menunjukkan menjadi buramnya lensa mata. Lensa terdapat
disebelah depan matadan fungsina adalah meneruskan sinar ke retina.
Pada orang lanjut usia, katarak merupakan hal biasa, tetapi pada diabetisi,
kelainan ini dapat terjadi pada umur yang lebih muda. Katarak
menyebabkan cahaya tidak sampai pada retina sehingga orang tidak bisa
melihat alias buta. Pada katarak dapat dilakukan operasi pengangkatan
lensa yang sudah rusak dan menggantinya dengan lensa baru. Setelah itu
berhasil, biasanya peglihatan kembali seperti biasa. Kecuali, apabila selain
ada katarak juga sudah terdapat retinopati. Pada keadaan demikian,
operasi kaarak tidak memulihkan penglihatan secara sempurna.
c) Glaucoma
Glaucoma terjadi karena meningkatnya tekanan dalam bla mata.
Keluhannyaadalah rasa nyeri pada mata dan penglihatan berkurang.
Dokter dpat mengenali kelainan itu dengan mudah. Apabila diobati
dengan segera, glaucoma tidak akan menyebabkan kebutaan.

2) Komplikasi pada ginjal


Dalam suatu proses yang disebut proses metabolism didalam tubuh, terjadi
pengolahan bahan baku menjadi zat yang dibutuhkan tubuh. Proses ini juga
menghasilkan zat-zat sisa atau zat metabolit yang beredar didalam darah. Zar
ini seolah olah sampah yang harus dikeluarkan dari tubuh. Tugas ginjal adalah
membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolic tersebut dan juga
membersihkan tubuh dari zat – zat berlebihan lainnya. Tugas tersebut
dilakukan dengan membuang semua itu bersama urine. Untuk melaksnakan
fungsi ini, ginjal ini dilengkapi dengan kumparan- kumparan pembuluh darah
halus yang disebut dengan glomelurus- serupa dengan filter kecil. Jika ginjal
sebagai flter mengalami gangguan dan tidak berfungsi dengan baik, zat-zat
sisa akan menumpuk dan meracuni tubuh.
a) Nefrotik diabetic
Penyakit ginjal diabetic yang biasa disebut nefropati diabetic, disebabkan
oleh kelainan pembuluh darah halus pada glomelurus ginjal. Pada keadaan
normal, protein yang terkandung didalam darah tidak akan bisa menembus
ginjal. Namun jika sel di dalam ginjal rusak, beberapa molekul protein
yaitu albumin- bisa melewati dinding pembuluh darah halus dan masuk ke
saluran urine, pertanda adanya kelainan nefropati adalah terdapatnya
albumin didalam urine. Awalnya, hanya albumin yang halus ( mikro-
albumin ). Selanjutnya sejalan dengan memberatnya komplikasi, akan
dijumpai makro-albumin ( biasa disebut albumn saja )didalam urine.

3) Komplikasi pada saraf


System saraf adalah system kelistrikan. Pusatnyya di otak, sumsum tulang
belakang, ( terselip di dalam ruas-ruas tulang belakang ), dan kabel-kabel
saraf diseluruh tubuh. Kabel saraf ini mirip kabel listrik. System saraf juga
bisa terkena dampak dari penyakit diabetes. Komplikasi pada susunan sraf
biasanya disebut neuropai. Neuropati dapat terjadi pada saraf dari beberapa
organ berikut.
a) Neuropati pada tungkai dan kaki
Gejala neuropati ini paling terasa pada tunggal bawah dan kaki sebelah
kiri dan kanan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan. Pada
stadium lanjut dapat terjadi baal ( kebas/ kurang/mai rasa) kadang kadang
dapat juga terasa panas( seperti kena cabai) yang paling menyiksa, pada
sebagian orang neuropati dapat menyebabkan nyeri, berdenyut terus
menerus ( neuralgi )
b) Neuropati pada saluran pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare. Diare ini
biasanya terjadi pada malam hari sehingga disebut juga nocturnal
diareha( diare malam hari ) neuropati pada saluran pencernaan juga
menyebabkan konstipasi
c) Neuropati kandung kencing
Neuropati pada kandung kencing dapat menyebabkan kencing tidak
lancer. Keluhan ini makin berat jika disertai nfeksi disaluran tersebut

4) Komplikasi pada pembuluh darah , tungkai dan kaki


Komplikasi pada pembuluh darah besar ditungkai sering kali terjadi pada
diabetisi. Yang menyebabkan kelainan ini adalah penebalan dinding
pembuluh darah besar ( makroangiopati ) lzim disebut ateresklerosis. Dengan
penebalan tersebut, aliran darah ke tungkai dan kaki menjadi tidak lancer dan
berkurang. Hal tersebut menimbulkan beberpa keluhan, diantaranya kaki
terasa dingin, kram ( kejang ) otot tugkai dan kulit kering.

5) Masalah pada jantung dan otak


Komplikasi ini paling ditakuti diabetisi, selain gagal ginjal, adalah
serangan jantng dan stroke. Komplikasi jantung disebabkan oleh
aterosklerosis dan penyempitan pembuluh darah besar yang mendarahi
jantung. Istilah medisnya adalah penyakit janung koroner. Pembuluh darah
yang sempit memudahkan terjadinya penggumpalan darah yang akan
menyumbat aliran darah sehingga pasokan ke suatu daerah di jantung akan
terhenti dan matilah bagian jantung di situ. Itulah yang disebut infark miokard
atau serangan jantung, gejalnya biasanya: nyeri tiba-tiba disebelah dada kiri
yang bisa menjalar ke lengan kiri sampai kelingking dan tidak hilang-hilang,
jika penyumbata itu terjdi pada pembuluh darah otak, yang akan muncul
adalah stroke. Pada stroke, terjadilah kelumpuhan tiba- tiba. Kelumpuhan
biasanya terjadi pada sebelah bagian badan. Kadang- kadang disertai dengan
penurunan kesadaran.
6) Disfungsi seksual
Pada laki-laki neouropai dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi
( impoten ) keadaan itu juga didasari oleh penyempitan pembuluh darah halus
dengan kelainan saraf. Disfungsi ereksi merupakan komplikasi yang paling
ditakuti oleh para diabetisi laki-laki. Pada perempuan , disfungsi seksual juga
dapat terjadi walaupun tidak jelas, yaitu cairan pelumas yang berkurang yang
menyebabkan nyeri waktu berhubungan, kadang-kadang terjadi anorgasme
dan yang sering pula terjadi adalah menurunnya keinginan untuk
berhubungan.
7) Komplikasi pada hati
Hati atau lever merupakan organ yang sangat berperan pada pengolahan
makanan atau metabolism. Pada masa lalu, komplikasi pada hati kurang
mendapat perhtian. Namun, sekrang telah diperhitungkan pada diabetes dapat
terjadi perlemakan hati atau fatty liver. Selama gula darah baik, komplikasi ini
tidak cepat memburuk. Kunci penjagaannya adalah pengendalian gula darah
yang baik

8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi
untuk DM, yaitu sekelompok usia dewasa tua (>40thn), obesitas, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >
4000g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipedemia.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau skrining
glukosa darah, ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan
makrosomia, Hemoglobin glikosida (HbA1c) yang menunjukkan kontrol diabetik
(HbA1c lebih besar dari 8,5% khususnya sebelum kehamilan, membuat janin beresiko
anomali kongenital, Pemeriksaan kadar keton urin untuk menentukan status gisi,
Budaya urin untuk mengidentifikasi ISK asimtomatik, protein dan kliren kreatinin (24
jam) untuk memastikan tingkat fungsi ginjal, khusus pada diabetes durasi lama,
tes`toleransi glukosa (GTT), kultur vagina mungkin positif untuk candida albicans,
Contraction stress test ( CST), Oxytocin challenge test (OCT) menunujukkan hasil
positif jika trjadi insufisiensi plasenta, Kriteria profil biofisik (BPP).
a. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa memberikan
diagnosa definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia pemeriksaan glukosa
serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih
membantu menegakkan diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar
glukosa puasa hampir normal tetapi megalami hiperglikemia berkepanjangan
setelah makan. Diadnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut
ini terpenuhi :
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 20 mg/dl
atau lebih.
 Glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagi patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum Pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200


Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126


Darah kapiler <90 90-109 >110

b. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar :


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1jam dan 2jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

c. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA 1c), yang


menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan sebelumnya,
biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi antidiabetik.
Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah ditemukan pada
lansia dengan toleransi glukosa normal.
d. Fruktosamina Seru, yang menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata
selama 2 sampai 3 minggu sebelumnya, merupakan indikator yang lebih baik
pada lansia karena kurang menimbulkan kesalahan.
e. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
f. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
g. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
h. Elektrolit :
i. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
j. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
k. Fosfor : lebih sering menurun
l. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
m. Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
n. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
o. Ureum / kreatinin: mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
p. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
q. Insulin darah: mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
r. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
s. Urine: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
t. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. Pemeriksaan Fisik
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi: Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak
makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan
tonus otot
Palpasi: Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi
hipertensi
Diabetes Melitus Tipe 2
Inspeksi: Pada pemeriksaan awal, didapatkan hasil pemeriksaan sama dengan dm tipe
1, tetapi pada DM type 2 biasanya klien yang datang ke RS adalah klien
yang dengan komplikasi seperti foot diabetik (terdapat gangren pada kaki
klien), retinopati (terutama pada lansia), hipertensi, katarak (terutama pada
lansia), dll.
Palpasi dan auskultasi: Dari hasil palpasi dan auskultasi biasanya pada DM type 2
didapatkan TD yang tinggi.

10. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/ gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjang untuk mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan
insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Kriteria ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kriteria pengendalian diabetes mellitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl)
- Puasa - 80-109 - 110-139 >140
- 2 jam - 110-159 - 160-199 >200
Hb 1c(%) 4-6 6-8 >8
Kolestrol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolestrol LDL
- Tanpa PJK - <130 130-159 ≥160
- Dengan PJK - <100 100-129 ≥130
Kolestrol HDL (mg/dl)
trigliserida (mg/dl)
- Tanpa PJK - <200 <200-249 >250
- Dengan PJK - <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- Wanita - 18,5 - 23-25 >25/<18,5
- Laki-laki - -23,9 - 25-27 >27/<20
- 20-24,9
Tekanan darah (mmhg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Kerangka utama pelaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat


hipoglikemik dan penyuluhan.
1. Perencanaan makan (meal planing)
Ahli gizi dapat menyusun diet khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap pasien.
Diet harus memenuhi panduan nutrisi, mengontrol kadar glukosa darah, dan
mempertahankan berat badan yang sesuai.
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
diteapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat(60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%).
Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga
memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolestrol
<300mg/hari. Jumlah kandungan serat ±25g/hari, diutamakan jenis serat larut.
Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan
secukupnya.
Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu BB ideal untuk mengetahui jumlah kalori basal pasien
DM. Perhitungan menurut Bocca :
BB ideal = (TB dalam cm- 100) - 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya <160cm atau perempuan yang tingginya <150cm
berlaku :
BB ideal = (TB dalam cm-100) × 1kg
Kemudian menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara yang
bisa digunakan yakni :
1) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB ideal
dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita. Kebutuhan kalori
sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-hari.
Dibawah ada daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagi aktivitas :
Ringan Sedang Berat
100-200 kkal/jam 200-350kkal/jam 400-900kkal/jam
Mengendarai mobil Rumah tangga Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja laboratorium Bowling Memanjat
Kerja sekretaris Jalan cepat Menari
Mengajar kerja Berkebun Lar I
Golf Sepak bola
Sepatu roda Tennis

2) Kebutuhan basal dihitung seperti diatas tapi ditambah kalori


berdasarkan % kalori bassal.
 Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
 Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
 Kerja berat ditambah 40-100% dari kalori basal
 Pasien kurus masih, tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil
atau menyusui, ditambah 20-30% dari kalori bassal.
a. Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan tabel :
Dewasa Kkal/ kg BB idaman
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
b. Suatu pegangan kasar dapat dibuat sbb :
 Pasien kurus = 2300-2500kkal
 Pasien normal = 1700-2100kkal
 Pasien gemuk =1300-1500kkal

2. Latihan jasmani
Olahraga /latihan jasmani merupakan sarana yang penting dalam
menangani diabetes tipe 2. Aktivitas fisik meningkatkan sensivitas insulin,
memperbaiki toleransi glukosa, dan meningkatkan pengendalian berat badan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga sedang dapat memperlambat atau
mencegah awitan diabetes tipe 2 pada kelompok risiko tinggi. Ketika anda
merencanakan program olahraga untuk lansia, pastikan tingkat latihan fisik sesuai
dengan tingkat kesehatannya. Olahraga yang dipilih untuk lansia mencakup
berjalan, berenang, dan bersepeda.
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap mingguselam ±0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rhytmical, interval, progressive,
indurence traning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa henti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap
dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75- 85% denyut nadi maksimal.
Denyut nadi maksimal (DNM ) dapat dihitung dengan menggunakan formula
berikut :
DNM = 220- umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang
yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa tanda
pengenal sbg pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki secara cermat
setelah olahraga.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pasien yang menderita diabetes tipe 1 membutuhkan penggantian insulin
dan pemantauan kadar glukosa serum dan diet serta regimen latihan yang ketat.
Pasien yang menderita diabetes tipe 2 dapat memerlukan obat anti diabetic oral
untuk merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensivitas insulindi
tingkat selular, menekan glukoneogenesis hepatic, dan memperlambat
absorpsikarbohidrat di GI. Untuk beberapa pasien, kadar glukosa darah dapat
dikontrol dengan diet dan perubahan gaya hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes mellitus tipe 2 yang dapat
membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi kedua sulfoniluera (seperti
gliburida dan glipizida), inhibitor alfa glikosida (seperti karbosa dan maglitol),
biguanida(seperti metformin), glitazon (seperti rosiglitazon) dan meglinitida
(repaglinida).
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tetapi kadar glukosa darahnya belum membaik, dipertimbangkan untuk
memakai obat berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan)
Obat hipoglikemik oral (OHO)
a) Sulfoniluera
Obat golongan sulfoniluera bekerja dengan cara:
(1) Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
(2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
(3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Kloropropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufiensirenal dan orang tua
karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid.
Untuk orangtua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid,
glikudion). Glikudion juga diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi
ginjal atau hati ringan.
b) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (IMT>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat
lebih (IMT 27-30) dapat dikombinasi dengan obat golongan sulfoniuluera.
c) Inhibittor α glukosidase
obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosadan
menuukan hiperglikemia pascapradial.
d) Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Obat ini
belum beredar d Indonesia.
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
 DM dengan BB menurun drastis
 Ketoasidosis, asidosisi laktat, dan koma hiperosmolar
 DM yang mengalami / DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut
 Dosis insulin oral/ suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikan
perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.

Perawatan dirumah.
Sebagai seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki
sehingga mudah terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki.
Perawatan tersebut meliputi :
a. Hentikan kebiasaan merokok
b. Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka lecet ;
gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki.
c. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik terutama dicelah
jari kaki.
d. Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari pemakaian pada
celah jari kaki.
e. Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus.
f. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
g. Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
h. Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap hari.
i. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
j. Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki.
k. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ; periksa adanya
benda asing.
l. Hindari trauma yang berulang.
m. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol walaupun
ulkus/gangren telah sembuh.
Edukasi
Melalui edukasi, diabetes atau siapa saja bisa mengethui dan mengerti apa itu
diabetes, masalah yang harus dihadapi, mengapa penyakit ini perlu dikendalikan
secepatnya, dan seterusnya. Penyuluhan ini harus dilakukan berulang-ulang. Dalam
edukasi tersebut akan ditekankan bahwa yang terpenting dalam pengendalian diabetes
adalah perubahan pola makan dan aktivitas fisik atau olahraga inilah yang disebut
dengan perubahan gaya hidup (life style).

11. Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur
hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat
dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang
baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar
glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali
menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada
dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur
dan baik akan memberikan prognosis baik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
2) Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Data subjektif yg mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien mengeluh merasa lemah
- Klien mengeluh pandangannya kabur
Data objektif:
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
3) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
4) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu

5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
 Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi
otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak
adanya retinopati, kekaburan pandangan.
 Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
 Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.

6) Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit :

 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya


akan menurun.

 Fosfor : lebih sering menurun


f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)

g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :


hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi


ginjal)

j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis


akut sebagai penyebab dari DKA.

k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)

l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat


meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

7) Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Dasar data pengkajian pasien menurut Doenges ( data subjektif dan objektif)
1) Aktivitas/ istirahat
a. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat.
b. Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma Penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
a. Gejala:adanya riwayat hipertensi; IM akut
klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama
b. Tanda:
Takikardia perubahan tekanan darah postural; hipertensi nadi yang
menurun/tak ada disritmia krekels; DVJ (GJK). Kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego:
a. Gejala: stres; tergantung pada orang lain masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
b. Tanda: ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi:
a. Gejala: perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri/ terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, Nyeri tekan abdomen, diare
b. Tanda: urine, encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovalemia berat) urine berkabut, bau busuk
(infeksi)
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun;hiperaktif
(diare).
5) Makanan/cairan:
a. Gejala: hilang napsu makan mual/muntah tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badab lebih dari periode
beberapa hari/minggu, haus
b. Tanda: kulit kering/bersisik, turgor jelek
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebtuhan metabolic dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/manis, bau
buah (napas aseton)

6) Neurosensori:
a. Gejala: pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, Gangguan penglihatan
b. Tanda: disorientasi; mengantuk; letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan
memori (baru, masa lalu); kacau mental, refleks tendon dalam (RTD)
menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut DKA).
7) Nyeri/ kenyamanan:
a. Gejala: abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
b. Tanda: wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan :
a. Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum purulen
(tergantung adanya infeksi/ tidak)
b. Tanda: lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum prulen (infeksi).
9) Keamanan:
a. Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit
b. Tanda: demam,diaphoresis,kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas:
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria; kesulitan
orgasme pada wanita.
Pengkajian persistem pada lansia mencakup :
a. Sistem Endokrin
Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan BB atau
obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton.
b. Sistem Kardiovaskuler
Biasanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akaral dingin, nadi perifer
melemahterutama pada tibia posterior dan dorsalis pedís, CRT menurun dan dapat
pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan
jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c. Sistem pernapasan
Biasanya didapatkan pernapasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, nafas
bau aseton.
d. Sistem Percernaan
Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi,
penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan yang meningkat.
e. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien
dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis.
f. Sistem Integumen
Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal,
luka dan penurunan suhu tubuh.
g. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstremitas bawah.
h. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan
suhu pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung.
i. Sistem Penginderaan
Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan berupa
katarak, penglihatan kabur.
j. Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada wanita
disertai keputihan.

2. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif/Afektif, dan Sosial


a. Pengkajian Status Fungsional
Merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan
untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien serta menciptakan
pemilihan intervensi yang tepat. Di samping berhubungan dengan diagnosis medis,
status fungsional berhubungan dengan perawatan kebutuhan klien, risiko
institusionalisasi, dan mortalitas.

b. Indeks Katz
Indeks katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), merupakan aat yang
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia dan
penyakit kronis. Katz indeks meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi
seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan makan. Selain itu, juga
berguna untuk menggambarkan tingkat fungsional klien (maniri atau tergantung) dan
secara objektif mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi.

c. Pengkajian Status Kognitif/ Afektif (Status Mental)


Pemeriksaan status menta memberikan sampel perilaku dan kemampuan
mental dalam fungsi intelektual. Pemeriksaan singkat terstandardisasi digunakan untuk
mendeteksi gangguann kognitif sehingga fungsi intelektual dapat diuji melalui satu /
dua pertanyaan untuk masing-masing area. Saat instrumen skrining mendeteksi
terjadinya gangguan, pemeriksaan lebih lanjut kemudian akan dilakukan.
Pemeriksaan status mental lengkap mengarahkan pengkajian yang dilakukan
pada tingkat kesadaran, perhatian, ketrampilan berbahasa, ingatan interpretasi
peribahasa, kemampuan mengidentifikasi kemiripan ( misalnya, “bagaimana miripnya
sebiuah apel dengan sebuah jeruk?”), keterampilan menghitung dan menulis, serta
kemampuan konstrunsional ( menyalin gambar-gambar sulit).
Pengujian status mental saat klien masuk perawatan/ panti jompo berfungsi
membangun dasar dan mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami delirium.
Penyebab fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kerusakan kognitif pada lanjut
usia, disertai pandangan bahwa kerusakan status mental adalah normal, proses
berhubungan dengan usia sering menimbulkan pengkajian tidak lengkap terhadap
masalah ini.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan yang dilakukan berdasarkan teori, maka
diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien lansia dengan diabetes militus
yaitu :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan mual suhu meningkat (Normal S:36,5 0
c-37,50 c),
perubahan keadaan mental, peningkatan keluaran urine,urine encer,
kelemahan,haus,penurunan berat badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor kulit
turun, Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
b. Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin ,penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran,status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare
c. Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelelahan otot,
ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy, status
hipermetabolik/infeksi.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
e. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada
sebelumnya atau ISK.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau meminta informasi,
mengungkapkan masalah.
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan frekwensi miksi yang sering/poliuria.
i. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen :
ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan/atau elektrolit.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Kekurangan volume cairan berhubungan Diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
Diare,muntah ditandai dengan ,suhu meningkat 36,5 0
c-37,50 c, perubahan
keadaan mental, peningkatan keluaran urine,urine encer,
kelemahan,haus,penurunan berat badan, Kulit/membrane mukosa kering,turgor
kulit turun, Hipotensi,takikardia,perlambatan pengisian kapiler.
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
cairan dapat terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil : mendemonstrasikan
hidrasi adekuat yang dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, turgor
kulit dan pengisian kapiler baik, pengeluaran urine tepat secara individu, dan
kadar elektrolit dalam batas normal.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat klien sehubungan Membantu memperkirakan kekurangan
dengan lamanya atau intensitas dari volume total. Adanya proses infeksi
gejala seperti muntah dan mengakibatkan demam dan keadaan
pengeluaran urine yang berlebihan. hipermetabolik yg meningkatkan
kehilangan air.
2. Pantau tanda –tanda vital Hipovolemia di manifestasikan oleh
(Normal:TD 120/80 Mmhg,S: 36,5 0 hipotensi dan takikardia. Perikiraan berat
c-37,50 c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- ringannya hipovolemia saat tekanan
20x/mnt),catat adanya perubahan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari
tekanan darah ortostatik posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pantau pola nafas seperti adanya Paru mengeluarkan asam karbonat
pernafasan kussmaul atau pernafasan melalui pernapasan yang menghasilkan
yg berbau keton. kompensasi alkalosisi respiratoris
terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau
aseton di sebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi
4. Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
pernapasan,penggunaan otot bantu pola dan frekwensi pernapasan normal.
napas,adanya periode apnea dan
sianosis.
5. Pantau suhu(normal 36,5 0 c-37,50 Demam,menggigil,dan diaphoresis adalah
c),warna kulit,atau kelembabanya hal umum yg terjadi pada proses
infeksi,demam dengan kulit
kemerahan,kering merupakan tanda
dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer,pengisian Merupakan indicator tingkat dehidrasi
kapiler,turgor kulit,dan membrane atau volume sirkulasi yang adekuat.
mukosa
7. Pantau masukan dan pengeluaran Memperkirakan kebutuhan cairan
pengganti,fungsi ginjal, dan keefektifan
terapi yang di berikan
8. Ukur berat badan setiap hari Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yg sedang berlangsung
selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan Mempertahankan hidrasi atau volume
minimal 2500ml/hari sirkulasi
10. Tingkatkan lingkungan ang Menghindari pemanasan yang berlebihan
menimbulkan rasa nyaman.selimuti pada klien lebih lanjut dapat
klien dengan selimut tipis menimbulkan kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan dengan
sensori hiperglikemia atau hipoglikemia,elektrolit
abnormal,asidosis,penurunan perfusi
serebral,dan hipoksia.
12. Observasi mual,nyeri Kekurangan cairan dan elekrolit
abdomen,muntah,dan distensi mengubah motilitas lambung sehingga
lambung. sering menimbulkan muntah dan secara
potensial menimbulkan kekurangan
cairan dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan yang
yang meningkat,edema,peningkatan cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
berat badan,nadi tidak teratur,dan cairan dan gagal jantung kronis.
distensi vaskuler.

Kolaborasi
14. Berikan cairan sesuai indikasi : Tipe dan jmlh cairan tergantung derajat
 Normal saline atau setengah kekurangan cairan dan respons klien
normal saline dengan atau secara individual
tanpa dekstrosa.
 Albumin,plasma,atau Plasma ekspander (pengganti) di
dekstran. butuhkan jika mengancam jiwa atau
tekanan darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha rehidrasi yg telah di
lakukan.
15. Pasang kateter urine Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.

b. Ketidakseimbangan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin , Penurunan masukan oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri abdomen,perubahan kesadaran, Status hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi ditandai dengan Nyeri abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan masukan makanan tidak adekuat,kurang minat
pada makanan, penurunan berat badan,kelelahan,tonus otot buruk, diare.
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nutrisi klien terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil klien mampu
mencerna jumlah kalori /nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi
biasanya, mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah
rentang biasanya atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
2) intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
indikasi
2. Tentukan program diet, pola Mengidentifikasi kekurangan dan
makan, dan bandingkan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik.
dengan makanan yang dapat di
habiskan klien.
3. Auskultasi bising usus, catat Hiperglikemi,gangguan keseimbangan cairan
nyeri abdomen atau perut dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi
kembung, mual,muntah, dan lambung.
pertahankan keadaan puasa
sesuai indikasi.
4. Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik di
mengandung nutrisi dan berikan pada klien sadar dan fungsi
elektrolit. gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang di Kerjasama dalam perencanaan makan
sukai
6. Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,member
perencanaan makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism karbohidrat ( gula darah akan
berkurang,dan sementara tetap di berikan
insulin, maka terjadi hipoglikemi).
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
darah dengan finger stick lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine
9. Pantau pemeriksaan Gula darah menurun perlahan denggan
laboratorium (glukosa penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol
darah,aseton,Ph,HCO3 ) sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
dan di gunakan untuk sumber kalori.
10. Berikan pengobatan insulin Insulin regular memiliki awitan cepat dan
secara teratur melalui IV. dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
11. Berikan larutan glukosa Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
( dekstrosa,setengah salin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
normal ) mg/dl.
12. Konsultasi dengan ahli gizi Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.

c. Kelelahan berhubungan dengan berhubungan dengan kelahan otot,


ketidakedekuatan oksigenasi jaringan, penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy,
status hipermetabolik/infeksi.
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kelelahan klien dapat teratasi dengan kriteria hasil klien
mampu mengidentifikasi pola keletihan setiap hari, mengidentifikasi tanda
dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi
aktivitas, mengungkapkan peningkatan tingkat energy, menunjukkan
perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan motivasi
aktivitas. Buat jadwal perencanaan untuk meningkatkan tingkat aktivitas
dan identifikasi aktivitas yang meskipun klien sangat lemah.
menimbulkan kelelahan.
2. Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab keletihan
seperti nyeri sendi, penurunan dapat menyusun jadwal aktivitas.
efisiansi tidur, peningkatan upaya
yang diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentifikasi pola Mengidentifikasi waktu puncak energy
energy dan buat rentang keletihan dan kelelahan mmbantu dalam
skala 0-10 (0= tidak lelah, 10 = merencanakan aktivitas untuk
sangat kelahan) memaksimalkan konservasi energy dan
produktivitas.
4. Ajarkan teknik konservasi energy, Memungkinkan aktivitas yang
seperti : berkesinambungan, menunjang harga
n. Modifikasi lingkungan diri yang positif.
o. Rencanakan makan sedikit tapi
sering
p. Pendelegasian pekerjaan rumah
5. Berikan aktivitas alternative Mencegah kelelahan yang berlebihan.
dengan periode istirahat yang
cukup/ tanpa diganggu.
6. Pantau nadi (normal 80-84x/mnt), Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
frekuensi napas(normal dapat ditoleransi secara fisiologis.
18-20x/mnt), serta tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas(normel 120/80 Mmhg).
7. Diskusikan cara menghemat kalori Klien melakukan lebih banyak kegiatan
selama mandi, berpindah tempat. dengan penurunan kebutuhan energy
pada setiap kegiatan.
8. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkn kepercayaan diri/harga
melakukan aktivitas sehari-hari diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
sesuai kebutuhan yang dapat ditoleransi.
9. Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang terjadinya keletihan yang berlebihan.
menunjukkan peningkatan aktivitas
penyakit dan mengurangi aktivitas,
seperti demam, penurunan berat
badan, keletihan makin memburuk

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
1) Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidakterjadi komplikasi dengan Kriteria Hasil menunjukan
peningkatan integritas kulit,Menghindari cidera kulit.
2) Intervensi:
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna,turgor,vaskuler,perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan
4. Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
penggunaan lotion robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptic
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

e. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.


1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan risiko cedera dapat dicegah dengan kriteria hasil pasien
dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami cedera.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
1. Hindarkan lantai yang licin. Mencegah pasien jatuh dan cedera.
2. Gunakan bed yang rendah Mempermudah melakukan aktivitas
fisik.
3. Orientasikan klien dengan ruangan Untuk mempermudah pasien mengenal
ruangannya yang natinya dapat
mempermudah aktivitasnya
4. Bantu klien dalam melakukan Untuk dapat memenuhi kabutuhan
aktivitas sehari-hari. pasien setiap harinya.
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Mencegah terjadinya kontraktur otot dan
perubahan posisi melancarkan peredaran darah
f. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis ) berhubungan dengan Kadar glukosa
tinggi, penurunan fungsi leukosit,perubahan sirkulasi, nfeksi pernapasan yang
ada sebelumnya atau ISK.
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan risiko infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil tidak
terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor,dolor,rubor,tumor dan
funsiolaesa,klien mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan risiko infeksi, mendemonstrasikan teknik,perubahan gaya
hidup untuk mencegah terjadinya infeksi

2) Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri Klien dengan infeksi biasanya telah
1. Observasi tanda infeksi mencetuskan keadaan ketoasidosis atau
(kalor,dolor,rubor ,tumor dan infeksi nosokomial.
fungsiolaesa) dan peradangan
(demam, kemerahan, pus, sputum
purulen, warna urine keruh, atau
berkabut)
2. Pantau tanda –tanda vital klien Infeksi biasanya dimanifestasikan
(Normal:TD 120/80 Mmhg,S: 36,5 dengan adanya peningkatan tanda –
0
c-37,50 c,nadi:80-84x/mnt,RR:18- tanda vital.
20x/mnt)
3. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan (infeksi nosokomial).
yang baik
4. Pertahankan teknik aseptic pada Kadar glukosa darah yang tinggi akan
prosedur invasive (pemasangan menjadi media terbaik bagi
infuse, kateter foley), pemberian pertumbuhan kuman.
perawatan
5. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur, masase daerah tulang yang menyebabkan risiko kerusakan kulit
tertekan, jaga kulit tetap kering, atau iritasi serta infeksi
serta linen kering dan tidak
berkerut.
6. Lakukan perubahan posisi (posisi Mencegah terjadinya risiko infeksi.
Sim).
7. Anjurkan makan dan minum Menjga keseimbangn nutrisi, cairan, dan
adekuat (sekitar 3000 ml/hari). elektrolit.
Kolaborasi Mengidentifikasi organism sehingga
8. Lakukan pemeriksaan kultur dan dapat memberikan terapi antibiotic yang
sensitivitas sesuai indikasi. terbaik.
9. Berikan antibiotic yang sesuai Penenganan awal membantu mencegah
timbulnya sepsis.

g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpetasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan atau
meminta informasi, mengungkapkan masalah.
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien mengetahui tentang penyakitnya dengan kriteria hasil
mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya, mengidentifikasi
hubungan tanda atau gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan
gejala dengan faktor penyebab, dengan benar melakukan prosedur yang
perlu dan menjelaskan rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup
dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan saling Menanggapi dan memperhatikan perlu
percaya dengan mendengarkan diciptakan sebelum klien bersedia
penuh perhatian dan selalu ada mengambil bagian dalam proses belajar
untuk klien
2. Bekerja dengan klien dalam Partisipasi dalam perencanaan
menata tujuan belajar yang meningktakan antusias dan
diharapkan bekerjasama dengan prinsip yang
dipelajri
3. Diskusikan tentang kadar glukosa Memberikan pengetahuan dasar
normal dan bandingkan dengan dimana klien dapat membuat
kadar glukosa darah klien, tipe pertimbangan dalam memilih gaya
DM yang dialami, hubungan hidup
antara kekurangan insulin dengan
kadar gula darah yang tinggi
4. Rasionalkan terjadinya serangan Pengetahuan tentang faktor pencetus
ketoasidosis membuat pertimbngan dalam memilih
gaya hidup.
5. Terangkan komplikasi penyakit Kesadaran tentang apa yang terjadi
akut dan kronis meliputi gangguan membantu klien untuk lebih konsisten
penglihatan ( retinopati ), terhadap perawatannya dan
perubahan neurosensori dan mengurangi komplikasi
kardiovaskular, perubuhanan
fungsi ginjal/ hipertensi
6. Demontrasikan cara pemerikasaan Melakukan pemerikasaan gula darah 4
gula darah dengan menggunakan x atau lebih sehari, meningkatkan
finger stick dan berikan kontrol kadar gula darah dengan lebih
kesempatan klien ketat, dan mencegah perkembangan
mendemonstrasikan komplikasi jangka panjang
7. Diskusikan tentang rencana diet, Kesadaran pentingnya kontrol diet
penggunaan makanan tinggi serat, membantu klien dalam merencanakan
dan cara melakukan makan program.serat dapat memperlambat
absorpsi glukosa yang akan
menurunkan fluktuasi kadar gula
darah, tetapi dapat menyebabkan
gangguan pada saluran cerna, flatus
meningkat, dan mempengaruhi
absorpsi vitamin/mineral
8. Tinjau ulang program pengobatan Pemahaman semua aspek yang
meliputi awitan, puncak dan digunakan obat mningkatkan
lamanya dosis insulin yang penggunaan yang tepat
diresepkan, bila disesuaikan
dengan klien

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan Intervensi

5. Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan  Pasien menunjukkan hidrasi yang
berhubungan Diuresis osmotic adekuat dibuktikan oleh tanda vital
(dari hiperglikemia), stabil
Diare,muntah ditandai  nadi perifer dapat diraba
dengan ,suhu meningkat 36,5 0 c-  turgor kulit dan pengisian kapiler
37,50 c, perubahan keadaan baik
mental, peningkatan keluaran  haluaran urin tepat secara individu
urine,urine encer,  kadar elektrolit dalam batas normal.
kelemahan,haus,penurunan berat
badan, Kulit/membrane mukosa
kering,turgor kulit turun,
Hipotensi,takikardia,perlambatan
pengisian kapiler.
2. Ketidakseimbangan nurtisi  Pasien dapat mencerna jumlah
kurang dari kebutuhan tubuh kalori atau nutrien yang tepat
berhubungan dengan  Berat badan stabil atau
ketidakcukupan insulin , penambahan ke arah rentang biasanya
Penurunan masukan
oral,anoreksia,mual,lambung
penuh,nyeri
abdomen,perubahan kesadaran,
Status
hipermetabolisme:pelepasan
hormone stress,proses infeksi
ditandai dengan Nyeri
abdomen dengan atau tanpa
kondisi patologik, melaporkan
masukan makanan tidak
adekuat,kurang minat pada
makanan, penurunan berat
badan,kelelahan,tonus otot
buruk, diare.

3. Kelelahan berhubungan dengan  Mengidentifikasikan pola keletihan


berhubungan dengan kelahan setiap hari.
otot, ketidakedekuatan  Mengidentifikasi tanda dan gejala
oksigenasi jaringan, penurunan peningkatan aktivitas penyakit yang
produksi energy metabolic, mempengaruhi toleransi aktivitas.
perubahan kimia darah :  Mengungkapkan peningkatan tingkat
insufisiensi insulin, peningkatan energi.
kebutuhan energy, status  Menunjukkan perbaikan kemampuan
hipermetabolik/infeksi. untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan
4. Gangguan integritas kulit  menunjukan peningkatan integritas
berhubungan dengan kulit
perubahan status metabolik  Menghindari cidera kulit.
(neuropati perifer) ditandai
dengan gangren pada
extremitas.
5. Risiko cedera berhubungan  Klien tidak mengalami cedera
dengan penurunan fungsi  Klien dapat memenuhi
penglihatan. kebutuhannya tanpa mengalami
cedera.

6. Resiko tinggi terhadap infeksi  Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor,
(sepsis ) berhubungan dengan fungsiolesia
Kadar glukosa tinggi,  klien mampu mengidentifikasi
penurunan fungsi intervensi untuk mencegah atau
leukosit,perubahan sirkulasi, menurunkan risiko infeksi
nfeksi pernapasan yang ada  Terjadi perubahan gaya hidup untuk
sebelumnya atau ISK. mencegah terjadinya infeksi

7. Kurang pengetahuan  Klien mengetahui tentang


mengenai penyakit, prognosis, penyakitnya
dan pengobatan berhubungan  klien mampu mengungkapkan
dengan kurang pemajanan / pemahaman tentang penyakitnya
mengingat, kesalahan  mengidentifikasi hubungan tanda
interpetasi informasi, tidak atau gejala dengan proses penyakit
mengenal sumber informasi dan menghubungkan gejala dengan
ditandai dengan pertanyaan faktor penyebab dengan benar
atau meminta informasi,  melakukan prosedur yang perlu
mengungkapkan masalah. dan menjelaskan rasional tindakan
 melakukan perubahan gaya hidup
 berpartisipasi dalam program
pengobatan.

8 Gangguan pola tidur  Jumlah jam tidur dalam batas


berhubungan dengan normal
peningkatan frekuensi miksi  Pola tidur dan kualitas dalam batas
normal
 Perasaan fresh setelah tidur atau
istirahat
 Mampu mengidentifikasikan hal-
hal yang meningkatkan tidur
9 Perubahan sensori-  Mengenal gangguan sensori dan
perseptual berhubungan berkompensasi terhadap perubahan
dengan perubahan kimia  Mengidentifikasi / memperbaiki
endogen : ketidak potensial bahaya dalam lingkungan
seimbangan glukosa/
insulin dan/atau elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2002
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC
Jaime, Liz Schaeffer. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta :
EGC
Ketut Swastika. 2011. Tanya jawab seputar obesitas Diabetes. Denpasar : Udayana
University Press.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika
Mickey, Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2 . Jakarta : EGC
NANDA. 2005. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. NANDA
International, Philadelphia.
NANDA INTERNASIONAL. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifisikasi
2009-2011. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut Panduan Lengkap untuk Diabetisi, Keluarganya,
dan Profesional Medis. Bandung : Qanita.

Anda mungkin juga menyukai