Anda di halaman 1dari 4

1.

Jelaskan apakah tuntutan Suroto, Imron Hanafi dan Anawati melawan Kepala Desa Gelam
melalui PTUN telah tepat memenuhi ciri-ciri sengketa hukum dalam lingkup PTUN?
Jawab :
Ciri-ciri sengketa hukum dalam lingkup PTUN
Proses beracara di Peratun pada prinsipnya sama dengan proses acara perdata di Peradilan
Umum, namun ada beberapa ciri yang terdapat di dalam Hukum Acara PTUN, antara lain
sebagai berikut:
a) Pengajuan gugatan dibatasi tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
Keputusan TUN yang digugat dikeluarkan/diumumkan oleh Badan/Pejabat TUN, atau
sejak diterima/diketahui oleh Penggugat (pasal 55);
b) Dikenal adanya prosedur penolakan ("dismissal procedure"), yaitu wewenang Ketua
PTUN untuk memutuskan dengan Penetapanbahwa gugatan tidak diterima karena tidak
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 62 ayat (1);
c) Dikenal adanya Pemeriksaan Persiapan sebelum pokok sengketa diperiksa di
persidangan, untuk melengkapi/memperbaiki gugatan yang kurang jelas (pasal 63);
d) Dikenal adanya 3 (tiga) Acara Pemeriksaan Perkara, yaitu : a. Acara Singkat,
khusus untuk pemeriksaan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal (pasal 62 ayat 4);
b. Acara Cepat (Hakim Tunggal), apabila terdapat kepentingan Penggugat yang cukup
mendesak dan dimohonkan oleh Penggugat (pasal 98-99); c. Acara Biasa (Hakim
Majelis), yaitu acara pemeriksaan perkara melalui pemeriksaan persiapan;
e) Tidak ada putusan Verstek, tetapi Hakim berwenang memanggil Tergugat melalui
atasannya (pasal 72);
f) Tidak ada gugatan rekonpensi (gugat balik) dari Tergugat kepada Penggugat;
g) Jadi menutut ciri-ciri di atas tuntutan Suroto, Imron Hanafi dan Anawati
melawan Kepala Desa Gelam sudah memenuhi ciri-ciri sengketa hukum dalam
lingkup PTUN. Karena berdasarkan Subyek Gugatan Tun sudah ada penggugat dan
tergugatnya.
a. Penggugat subyek yang dapat bertindak selaku Penggugat di dalam sengketa TUN
menurut pasal 53 ayat (l) UU No. 5 Tahun 1986, adalah : a) Seseorang (atau beberapa
orang, masing-masing sebagai pribadi); atau b) Badan Hukum Perdata, yaitu setiap
badan hukum yang bukan badan hukum publik. Ini dapat berupa perusahaan-
perusahaan swasta, organisasi, yayasan maupun perkumpulan- perkumpulan
kemasyarakat-an yang dapat diwakili oleh pengurusnya sesuai dengan ketentuan yang
diatur di dalam Anggaran Dasarnya.

b. Tergugat Tergugat dalam sengketa TUN adalah Badan/Pejabat TUN yang


mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata (Pasal 1
angka 9). Sedangkan yang dimaksud dengan Badan/Pejabat TUN menurut Pasal 1
angka 8 adalah : "Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah
berdasarkan peraturan penurdang-undangan yang berlaku. Menurut penjelasan
pasal tersebut dengan urusan pemerintah ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam
praktek, kriteria Badan/Pejabat TUN tersebut diperluas, antara lain melalui doktrin
dan yurisprudensi. Menurut INDROHARTO, SH (1991) dirumuskan bahwa yang
dimaksud dengan Badan/Pejabat TUN adalah "menunjuk kepada apa saja dan siapa
saja yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu saat
melaksanakan urusan pemerintahan, maka pada saat ia berbuat itu dapat dianggap
sebagai badan/pejabat TUN". Jadi yang menjadi kriteria bukanlah kedudukan
struktural dari badan/pejabat yang bersangkutan di dalam jajaran pemerintahan, bukan
pula nama instansi resminya" melainkan fungsi urusan pemerintahan atau 5 pelayanan
umum ("public services") yang dilaksanakannya pada saat ia mengeluarkan keputusan
TUN, yang dalam garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Instansi-
instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif tertinggi; 2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara
di luar lingkungan kekuasaan eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan melaksanakan suatu urusan pemerintahan; 3. Badan-badan hukum
perdata/BUMN yang didirikan oleh pemerintah dengan maksud untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan (seperti : Perum, Perjan, Persero); 4. Instansi-instansi yang
merupakan kerja sama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta yang
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan; 5. Lembaga-lembaga hukum swasta yang
melaksanakan tugastugas pemerintahan.

2. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan kedua belah pihak, manakala salah satu pihak
mengetahui hasil putusan PTUN dianggap tidak memuaskan?
Jawab :
Bagi para pihak (Penggugat, Tergugat maupun Intervenient) yang tidak puas terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum sebagai berikut :
1. Banding ke Pengadilan Tinggi TUN (pasal 122 s.d 130);
2. Kasasi ke Mahkamah Agung RI (pasal 13l);
Upaya Hukum Biasa: Kasasi Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004
kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan
peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi
adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang
ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah: 1. tidak berwenang
(baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang; 2. salah
menerapkan/melanggar hukum yang berlaku; 3. lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
3. Peninjauan Kembali (P.K.) ke Mahkamah Agung RI (pasal 132lJlJ No. 5 Tahun
1986 jo pasal 66-67 UU No. 14 Tahun 1985);
Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-
keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA dalam
perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan. [pasal 66-77 UU
no 14/1985 jo. UU no 5/2004] Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67
UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu: a. ada novum atau bukti baru yang diketahui
setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana yang dinyatakan palsu; b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemuksn; c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang
dituntut; d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya; e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu
kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata. Tenggang waktu pengajuan 180 hari
setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung
memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal
70 UU no 14/1985).
4. Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet Terjadi apabila dalam suatu putusan
pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-
384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena
pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak
penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil
putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat
pertama.

3. Adakah peluang dimungkinkannya penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan


melalui mekanisme non-litigasi, jelaskan?
Jawab :
Ada, dengan alasan-alasan yang kuat dan rasional demi menjamin kepastian dan
perlindungan hukum terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi akibat
keputusan tersebut. Dan melalui perundingan antara pengugat dengan yang tergugat
denagn tidak merugikan pihak manapun serta demi alasan kepentingan umum. Dengan
cara sebagai berikut:
A. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu
(klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
kliennya.
B. Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses
pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang
lebih harmonis dan kreatif.
C. Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
D. Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan
para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
E. Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan
sesuai dengan bidang keahliannya.

Anda mungkin juga menyukai