Landasan Teori Meiosis
Landasan Teori Meiosis
PEMBAHASAN
Leptoten
Dari gambar di atas diketahui pada testis valanga sp. didapatkan fase leptotene
Pada meiosis I, setelah sintesis DNA dan pembentukan kromatid sejenis lengkap, spermatosit
preleptoten memasuki profase (profase I). Selama profase, ukuran sel induk dan nukleusnya
meningkat secara progresif bentuk nukleus yang menunjukkan perubahan penting dari
kromosom adalah dasar untuk mengklarifikasikan spermatosit primer I. Pada spermatosit
leptoten, kromosom menjadi padat, tetapi tidak berpasangan dan nampak seperti filamen halus
dan benang kromatin berbintik-bintik dalam nucleus (Ali, 2007). Leptonema adalah benang-
benang kromati menebal menjadi kromosom.
Zygoten
Spermatosit zygoten, sedikit lebih besar ditunjukkan oleh benang kromatin yang panjang dan
lebih tebal, mulai tampak seperti karangan bunga, karena kromosom mengumpul pada satu sisi
nucleus (Susilawati, 2011). Zigonema adalah tiap kromosom homolog bergandengan, dan tiap
pasang kromosom homolog disebut dengan bivalen.
Pakiten
Pada spermatosit pakhiten, kromosom sudah lengkap berpasangan dan bertahan sampai sekitar 2
minggu. Setiap kromosom terdiri dari kromatod sejenis yang bergabung pada sentromernya
(Susilawati, 2011). Pakinema adalah tiap bagian dari kromosom homolog mengganda, tetapi
masih dalah ikatan 1 sentromer sehingga membentuk tetrad.
Diploten
Pada spermatosit diploten, pasangan kromosom telah berpisah hampir disepanjang lengannya,
kecuali pada tempat kiasma berlokasi. Bila dibandingkan spermatosit pakhiten, spermatosit
diploten merupakan tipe sel induk yang terbesar. Dengan nukleus yang lebih besar dan daerah
yang lebih terang diantara tonjolan pita kromatin (Ali, 2007). Diplonema adalah kromatid dari
tiap belahan kromosom memendek dan membesar, serta tampak saling menjauhi tetapi tetap
terikat bersama oleh kiasmata (terjadinya pindah silang (crossing over)).
Diakinesis
Selama diakinesis I kromosom terus memendek untuk mencapai pemadatan maksimal dan
terlepas seluruhnya dari membran nukleus. Setelah masa profase I yang panjang, tahap
selanjutnya adalah meiosis I berjalan secara cepat. Diakinesis I akan segera diikuti oleh metafase
I (Susilawati, 2011). Diakinesis adalah kromatid masih melanjutkan gerakan untuk saling
menjauhi dan kiasmata mulai bergerak kearah ujung-ujung kromosom, kemudian sentrosom
membentuk 2 sentriol yang masing-masing membentuk benang spindle atau benang gelondong
pembelahan. Satu sentriol bergerak kearah kutub yang berlawanan sendangkan yang satunya
llagi tetap pada posisi semula. Nukleoplasma (membran inti) dan nukleolus (anak inti)
menghilang.
Metafase I
Pada tahap ini membran nukleus mulai memisah, timbul benang-benang spindel dan pasangan
kromosom mensejajarkan diri pada poros ekuatorial sel dengan berorientasi pada sentromer di
kutub yang berbeda (Ali, 2007).
Anafase I
Pasangan kromosom homolog tersebut selanjutnya berpisah, sedangkan sentromer dengan
kromatid sejenis bergerak menuju kutub sel yang berlawanan selama anafase I (Susilawati,
2011).
Telofase I
Pada telofase I, kromosom haploid akan berkelompok pada sel yang berlawanan. Setelah tahap
ini, sel akan membelah membentuk dua spermatosit sekunder yang masing-masing berisi
pasangan haploid, dengan kromatid sejenis yang masih bergabung pada sentromernya.
Spermatosit sekunder berbentuk spheris dan lebih kecil dari spermatosit primer. Nukleusnya
bulat dan berwarna lebih gelap, berisi pola kromatid yang relatif lebih homogen dengan beberapa
gumpalan kromatid yang besar. Spermatosit sekunder, waktu hidup pendek + 8 jam, gambaran
kurang spesifik sehingga secara histologik sulit diidentifikasikan (Ali, 2007).
DAPUS :
Campbell, Neil A., Jane B. Reece, Lisa A. Urry, Michael L. Cain, Steven A. Wasserman, Peter V.
Minorsky, Robert B. Jackson.2009. Biology. 8th ed. Benjamin Cummings, San Fransisco: xlvi +
1267 hlm.
Effendi, Y. 2020. Genetika Dasar. Jawa Tengah: Pustaka Rumah Cinta.
Situmorang, M. V. (2020). Biologi Dasar.
Fibrae M.J. 2020. Pembentukan sel: Meiosis dan reproduksi seksual. 521 hal. Pratiwi, Handari.
2014. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., Jackson, R.B., Minorsky,
P.V. (2014). Campbell biology.- 9th ed. Pearson. United States of America
Ritonga, A. W. dan Wuansari. 2017. Analisis Meiosis. Departement AGH: IPB Jurnal Biosmart.
2(1):20-27.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry L. A., Cain, M.L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V.,
danJackson, R. B. 2018. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Terjemahan dari Biology Eight
Edition, oleh Damaring Tyas Wulandari, Erlangga, Jakarta.
Mustami M. K. 2013. Genetika. Makassar: Universitas Islam Negri Makassar.
Ali, I. 2007. sistem Reproduksi.Universitas Negeri Malang.
Susilawati, T. 2011. Spermatology. Malang. Universitas Brawijaya Press.