Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kehidupan semua makhluk hidup terletak di alam semesta ini. Alam semesta tidak
terbentuk dengan sendirinya. Terjadi beberapa peristiwa yang diyakini sebagai
pembentukan alam semesta ini. Dari hal tersebut muncul beberapa teori tentang
pembentukan alam semesta, salah satu teori yang sering dipakai sebagai salah satu alasan
terbentuknya alam yaitu teori Big Bang.
Teori Big Bang (Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar). merupakan sebuah
peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi
mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori
Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Beberapa ahli mengeluarkan berbagai
pendapatnya mengenai teori ini, yang dapat menjelaskan tentang proses terbentuknya alam
semesta. Pada teori ini dijelaskan bahwa alam semseta terbentuk dari kondisi yang sangat
panas dan padat. Kondisi ini terus berkembang dari waktu ke waktu, bahkan hingga
13.700 tahun yang lalu.
Stephen Hawking menjelaskan mengenai teori pembentukan alam semesta. Ia
menjelaskan bahwa ledakan yang terjadi berawal dari adanya massa yang sangat besar dan
berat jenis yang besar pula. Hal ini menimbulkan reaksi pada inti massa sehingga
menyebabkan ledakan besar. Ledakan yang terjadi membuat massa alam semesta terpecah
dan terpental jauh dari pusat ledakan. Bahan atau pecahan dari alam semesta ini kemudian
membentuk beberapa kelompok yang sering kita sebut dengan galaksi dalam tata surya
akibat teori Big Bang ledakan besar.
Beberapa ilmuwan meyakini bahwa teori Big Bang-lah yang membentuk sistem
tata surya. Di dalam teori ini terdapat teori sentral yang menjelaskan tentang teori
relativitas umum. Teori ini dapat digabungkan dengan bagaimana hasil pemantauan secara
skala besar dalam pergerakan galaksi satu sama lain. Tidak hanya itu, hal ini juga dapat
memperkirakan bahwa pada waktu tertentu alam semesta akan terus atau bahkan kembali.
Teori penciptaan alam ini memiliki konsekuensi alami yang menjelaskan tentang muatan
alam semesta yang sangat panas dan padat pada masa lampau.
3
Walaupun sekarang ini teori Ledakan Dahsyat mendapatkan dukungan yang luas
dari para ilmuwan, dalam sejarahnya, berbagai persaoalan dan masalah pada teori ini
pernah memicu kontroversi ilmiah mengenai model mana yang paling baik dalam
menjelaskan pengamatan kosmologis yang ada. Banyak dari persoalan dan masalah teori
Ledakan Dahsyat telah mendapatkan solusinya, baik melalui modifikasi pada teori itu
sendiri maupun melalui pengamatan lebih lanjut yang lebih baik.
Pada tahun 1920-an dan 1930-an, hampir semua kosmologis cenderung
mendukung model keadaan tetap alam semesta dan beberapa kosmologis mengeluh bahwa
adanya permulaan waktu dalam Ledakan Dahsyat memasukkan konsep-konsep
keagamaan ke dalam ilmu fisika. Kecurigaan ini lebih menjadi-jadi oleh karena pengusul
teori Ledakan Dahsyat, Monsignor Georges Lemaître, adalah seorang biarawan Katolik
Roma. Paus Pius XII pada pertemuan Pontificia Academia Scientiarum tanggal 22
November 1951 mendeklarasikan bahwa teori Ledakan Dahsyat sesuai dengan konsep
penciptaan Katolik.
Sejak diterimanya teori Ledakan Dahsyat sebagai paradigma kosmologi fisika yang
dominan, terdapat berbagai tanggapan yang berbeda dari kelompok-kelompok keagamaan
yang berbeda akan implikasi teori ini terhadap doktrin penciptaan keagamaan mereka.
Beberapa menerima bukti-bukti ilmiah teori Ledakan Dahsyat, yang lainnya berusaha
merekonsiliasi teori ini dengan ajaran agama mereka, dan ada pula yang menolak maupun
mengabaikan bukti teori ini.
1. QS.Hud : 7
4
” Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu
yang lebih baik amalnya, dan jika kamu Berkata (kepada penduduk Mekah):
"Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang
kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
2. QS.Al-Furqan : 59
ض َو َما بَ ْينَهُ َما ِفي ِستَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم ا ْستَ َو ٰى َعلَى
َ ْت َواَأْلر َ َالَّ ِذي َخل
َ ق ال َّس َم
ِ اوا
ش ۚ الرَّحْ ٰ َم ُن فَا ْسَألْ بِ ِه َخبِيرًا
ِ ْْال َعر
“ Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam
masa, Kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka
tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang
Dia”.
3. QS.As-Sajdah : 4
ض َو َما بَ ْينَهُ َما ِفي ِستَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم ا ْستَ َو ٰى
َ ْت َواَأْلر َ َهَّللا ُ الَّ ِذي َخل
َ ق ال َّس َم
ِ اوا
َ يع ۚ َأفَاَل تَتَ َذ َّكر
ُون ِ َْعلَى ْال َعر
ٍ ِش ۖ َما لَ ُك ْم ِم ْن ُدونِ ِه ِم ْن َولِ ٍّي َواَل َشف
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu
selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
5
4. QS.Luqman : 10
5. QS.Qaaf : 38
ض َو َما بَ ْينَهُ َما ِفي ِستَّ ِة َأي ٍَّام َو َما َم َّسنَا ِم ْن
َ ْت َواَأْلر َ َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ال َّس َم
ِ اوا
ٍ لُ ُغو
ب
“Dan Sesungguhnya Telah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dalam enam masa, dan kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.”
Uraian ayat-ayat diatas adalah hanya sebagian dari ayat-ayat penciptaan alam semesta
menurut Al-Quran, salah satunya adalah menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk
melalui enam masa, akan tetapi penyebutan enam masa ini banyak menimbulkan
permasalahan. Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari,
enam periode, hingga enam tahapan. Seperti pada teori big bang atau ledakan besar yang
dikemukan oleh seorang astronomi Amerika yang bernama Edwin Hubble tahun 1929.
Teori Big Bang ini sendiri di bagi atas enam masa/ tahapan Oleh karena itu, pembahasan
berikut mencoba menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan,
dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an. Salah-satu ayat Al-Qur’an yang
6
menyebutkan enam masa yaitu sebagaimana dalam surat An-Nazi’at ayat 27-33 sebagai
berikut:
”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya (27) Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya (28) dan Dia menjadikan malamnya
gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang (29) Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya (30) Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya (31) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh {32}
(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu (33)” (Q.S. An-
Nazi’at: 27-33)
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, banyak sekali para
ilmuan yang menafsirkannya, sehingga banyak menimbulkan perbedaan pendapat antara
ilmuan yang satu dengan ilmuan yang lainnya. Akan tetapi jika kita lihat urutan sejumlah
ayat yang menyebutkan proses terjadinya alam semesta melalui enam masa tersebut
sebagaimana yang tertera diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
7
menunjukkan bahwa alam semesta tidak serta merta terbentuk dalam artian terbentuk
secara kebetulan, melainkan dalam proses yang terus menerus berlangsung. Oleh
sebab itu sudah tidak heran lagi bahwa terjadinya alam semesta ini merupakan suatu
hal yang luar biasa dan menjadi pembicaraan yang aktual oleh para pencinta sains.
8
daripada Hidrogen pada umumnya. Karena semua kehidupan berasal dari air, maka
setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai
muncul di dalam air.
6. Masa 6 (An-nazi’at ayat 32-33) Proses Geologis Serta Lahirnya Hewan dan
Tumbuhan
Dalam aya di atas terdapat kata “gunung-gunung diguncangkan dengan teguh”
para ahi tafsir menfsirkan bahwa setelah penciptaan daratan dan pembentukan air baru
terbentuklah gunung, seiring dengan itu pula muncullah pertama kali tumbuhan.
Setelah gunung terbentuk kemudian terciptalah hewan dan akhirnya manusia
sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke 33.
Ilmu pengetahuan atau sains selaras dengan apa yang ada dalam Al-Quran. Hanya
saja kebenaran sains bersifat relatif, sementara itu, kebenaran Al-Quran bersifat tetap.
Kebenaran tafsir Al-Quran relatif tergantung zaman dan wawasan mufassir, sedangkan
tafsir sains juga tergantung zaman dan wawasan penulis. Jika ada tafsir yang keliru, maka
yang salah bukan Al-Qurannya melainkan para mufassirnya. Thomas mencontohkan
bahwa dulu orang menafsirkan matahari mengelilingi bumi, tetapi kenyataannya bumi
yang mengelilingi matahari.
Perkembangan astronomi dari masa ke masa ada lah hasil upaya manusia dalam
memahami lingkungan semestanya. Karena itu, hal tersebut tak seharusnya dipisahkan
dari agama. Manurut pakar astronomi Dr Thomas Djamaluddin bahwa Sains harus jadi
bagian dari kehidupa dan sejalan dengan Alquran.
Al-quran dan ilmu pengetahuan adalah dua hal dengan domain berbeda. Al-quran
adalah satu hal yang mutlak dan tidak perlu diragukan kebenarannya. Sedangkan, ilmu
pengetahuan merupakan hasil pemikiran manusia yang didasarkan atas bukti-bukti yang
dapat diamati dengan kebenaran yang relatif. Keduanya dapat dipersatukan dalam konteks
tafsir. Karena itu, seharusnya tak ada klaim tentang kecocokan ilmu pengetahuan tertentu
dengan ajaran agama. Temuan-temuan sains adalah penjelasan bagi ayat-ayat Alquran,
bukan pencocokan.
Maka dapat disesuaikan teori modern tentang penciptaan semesta dan
kesesuaiannya dengan Alquran. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al-
9
Anbiyaa’ ayat 30, langit dan bumi berasal dari satu kesatuan. Ayat tersebut didukung oleh
ayat 47 surah adzDzaariyaat yang berbunyi, “Dan, langit itu Kami bangun dengan
kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.“
Ayat kedua tersebut memperkuat ayat surah al-Anbiyaa’ dengan menjelaskan
bahwa langit mengalami perluasan yang berarti perkembangan. Ada proses di sana. Para
mufasir pada zaman dahulu mungkin belum sampai pada penafsiran tersebut karena belum
ada bukti-bukti ilmiah yang membawa pemikiran manusia pada penafsiran tersebut.
Hal tersebut yang kemudian dijelaskan oleh Teori Big Bang (Ledakan Dahsyat).
Jadi, bukan berarti bahwa ayat Alquran tersebut cocok dengan Teori Big Bang. Melainkan
ayat-ayat tersebut dijelaskan oleh Teori Big Bang menurut perkembangan ilmu
pengetahuan saat ini. Karena, bisa saja kelak muncul teori baru yang menjelaskan ayat
tersebut.
Jadi, menurut teori tersebut, langit dan bumi dulunya merupakan satu kesatuan
yang kemudian dikembangkan oleh Allah. Dari proses evolusi bintang, terbentuklah
matahari beserta tata planetnya, termasuk bumi kita. Jadi, bumi kita dulunya berasal dari
satu materi dengan matahari dan bintang-bintang lain.
Peristiwa ledakan terjadi pada masa yang disebut t=0 dan menjadi awal mula
perhitungan waktu. Materi awal yang terbentuk adalah hidrogen yang dalam proses
evolusi bintang mengalami fusi atau reaksi nuklir yang menghasilkan helium dan
selanjutnya membentuk pula unsur-unsur lain yang kini ada di alam semesta.
Dalam Teori Big Bang disebutkan bahwa proses terbentuknya semesta terdiri atas
enam tahap. Tahapan yang enam itu tidak hanya disebutkan dalam Teori Big Bang, tetapi
juga dalam sejumlah ayat Alquran tentang penciptaan semesta yang mengandung kata fii
sittati ayyaam (dalam enam hari).Namun, untuk memperdetail tahapan dalam enam hari
itu, ayat 27-32 surah an-Nazi’at adalah dalil yang paling menjelaskan.
Pertama, ayat 27 yang berbunyi, “Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya
ataukah langit? Allah telah membangunnya,“ menunjukkan penciptaan langit sebagai
tahap pertama pembangunan semesta yang menurut perkembangan sains hari ini diyakini
sebagai peristiwa Big Bang tersebut. Sedangkan, ayat selanjutnya, “Dia meninggikan
bangunannya lalu menyempurnakannya,“ menunjukkan ekspansi yang dilakukan Allah.
Jika dikaitkan dengan Teori Big Bang, tahap ini adalah tahap evolusi bintang.
Setelah itu, pada ayat 29, Allah berfirman, “Dan Dia menjadikan malamnya gelap
gulita dan menjadikan siangnya terang benderang,“ menunjukkan proses terbentuknya
matahari dan juga tata planet karena telah ada siang dan malam. Sementara, ayat 30, “Dan
10
bumi sesudah itu dihamparkan-Nya,“ mengindikasikan proses evolusi yang terjadi di
bumi, seperti pergeseran lempeng bumi.
Proses evolusi tersebut kemudian melahirkan benua-benua, hingga kemudian
terjadi tahap selanjutnya, yakni evolusi kehidupan di bumi. Allah mulai memancarkan air
dan menciptakan makhluk pertama di bumi berupa tumbuh-tumbuhan. Tahap ini
dijelaskan dalam ayat, “Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya.“
Sebagai tahap akhir, “Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,“
menjadi simbol tahap penyempurnaan bumi oleh Allah SWT, sebelum akhirnya ia
menciptakan binatang dan manusia. Tahap-tahap yang enam ini juga dijelaskan dalam
beberapa ayat dan surah lain. Salah satunya adalah Fushshilat ayat 9-11.
Maka, ada dua hal utama yang perlu dilakukan dan diperbaiki. Pertama, umat
Islam harus menghilangkan dikotomi sains dan Islam. Selama ini, sains kerap dianggap
produk Barat sehingga ada pemilahan mana sains Barat dan mana pengetahuan Islam.
Padahal, seharusnya tidak demikian.
Sains bisa dibuktikan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, bukan dengan klaim
bahwa ini sains milik Muslim dan ini milik nonMuslim. Sains dapat dikaji ulang oleh
siapa pun tanpa memandang bangsa ataupun agama. Ia harus jadi bagian dari kehidupan
sehari-hari dan juga sejalan dengan Alquran. Maka, tugas ilmuwan adalah untuk terus
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi maslahat manusia dan juga alam semesta.
Kedua, setelah menghapuskan pemahaman tersebut, seperti pesan Rasulullah
SAW, yang berharap umat Islam terus belajar, termasuk mendalami ilmu pengetahuan.
Mengapa? Karena, sains adalah bagian dari cara kita memahami alam semesta. Sains
adalah kontribusi manusia sepanjang masa.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12