Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INDENTIFIKASI ANAK DENGAN


HAMBATAN PERILAKU, EMOSI DAN
SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan


Inklusi

Dosen Pengampu :
Dr. Nanik Yuliati, M.Pd.

Disusun Oleh :

Refi Aziza Maulidya 220210204067

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan masalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan Sosial”
dengan tepat waktu.

Makalah “Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan Sosial” ini


disusun guna memenuhi tugas Dr. Nanik Yuliati, M.Pd. Pada mata kuliah
Pendidikan Inklusi di Universitas Jember. Selain itu, penyusun juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
mengenai Anak Dengan Hambatan Perilaku, Emosi, dan Sosial.

Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada


Ibu Dra. Nanik Yuliati, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Inklusi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penyusun. Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.


Oleh Karena itu, kritik dan saran yang membangun akan diterima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 05 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Definisi Kepekaan Sosial..............................................................................3
2.2 Macam-macam Kepekaan Sosial Dalam Partisipasi Sosial.....................4
2.3 Cara Mengembangkan Kepekaan Sosial...................................................5
2.4 Pengembangan Partisipasi Sosial................................................................7
BAB III....................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................9
3.1 Kesimpulan...................................................................................................9
3.2 Saran..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak dengan gangguan emosi dan hambatan perilaku memiliki
karakteristik yang kompleks dan sering kali ciri-ciri perilakunya juga dilakukan
oleh anak-anak sebaya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu teman
sepermainan, perilaku melawan dan ada kalanya perilaku menyendiri. Anak
dengan gangguan emosi dan perilaku menyendiri. Anak dengan gangguan emosi
dan perilaku dapat ditemukan di berbagai komunitas anak -anak, seperti play
group, sekolah dasar, dan lingkungan bermain.

Guru di sekolah dasar perlu memahami dan menguasai teknik identifikasi


anak dengan gangguan emosi dan perilaku, serta prosedur pelaksanaan
identifikasi. Identifikasi ini berguna untuk membedakan anak dengan gangguan
emosi dan perilaku dengan anak nakal bermasalah tingkah laku biasa, karena
karakteristik anak dengan gangguan emosi dan perilaku sering ditemui di
komunitas anak.

Pengembangan keterampilan merupakan bagian yang cukup esensi dalam


proses belajar mengajar IPS. Keterampilan-keterampilan yang dimaksud
merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan anak didik ada masa sekarang
dan masa yang akan datang. Suatu keterampilan tidak akan bisa dipelajari secara
cepat. Sebagian besar keterampilan dapat dikaji dengan baik dengan jalan
induktif. Setelah melalui beberapa penjelasan, anak didik dapat memahami
tentang apa yang harus mereka kerjakan dan bagaimana cara kerja mereka.

Berkaitan dengan keterampilan sosial, maka makalah ini dibuat dengan


tujuan pengembangan keterampilan partisipasi sosial dalam mata pelajaran IPS
adalah agar siswa mampu berinteraksi dengan teman-temannya sehingga mampu
menyelesaikan tugas bersama, dan hasil yang dicapai akan dirasakan kebaikannya
oleh semua anggota masing-masing.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hambatan perilaku?
2. Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan perilaku?
3. Bagaimana konsep anak dengan autisme?
4. Bagaimana konsep anak dengan ADHD?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari hambatan perilaku
2. Untuk mengetahui konsep anak dengan hambatan perilaku
3. Untuk mengetahui konsep anak dengan autisme
4. Untuk mengetahui konsep anak dengan ADHD.

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hambatan Perilaku


Istilah tersebut berasal dari kata “tuna” berarti kurang dan “laras” yang
berarti sesuai. Menurut Soemantri anak tuna laras berarti anak yang bertingkah
kurang atau tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat tempat ia tinggal, misalnya
melakukan tindakan mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain, oleh karena
itu anak tuna laras juga sering disebut dengan anak tuna sosial. Anak dengan
gangguan emosi, dan perilaku sosial juga merupakan individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial dan lebih mengarah
pada lima komponen yaitu tidak mampu belajar bukan disebabkan faktor
intelektual, sensori atau kesehatan, tidak mampu untuk melakukan hubungan baik
dengan teman-teman maupun guru-gurunya, bertingkah laku atau berperasaan
yang tidak sesuai pada tempat atau lingkungannya, secara umum mereka selalu
tidak dalam keadaan tidak gembira atau depresi, dan ketakutan yang berkaitan
dengan orang maupun permasalahan di sekolahan.

Individu dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial disebabkan oleh


faktor internal maupun eksternal juga disebabkan oleh faktor psikologis yaitu
gangguan perilaku yang disebabkan terganggunya faktor psikologi yang biasanya
ditunjukkan dengan perilaku yang menyimpang dan mudah terpengaruh, sifat
yang tidak normal, dan lain-lain, tetapi adanya penyebab dari berbagai faktor dari
anak tersebut. Dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1997
menyebutkan, yang disebut tuna laras adalah :

1. Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah


laku sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan, sekolah, maupun masyarakat.
2. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang
berlaku di masyarakat.

3
3. Anak yang melakukan kejahatan.

Definisi anak tuna laras atau emotionally handicapped atau behavioral


disorder lebih terarah pada definisi Eli M Bower (1981) yang menyatakan bahwa
anak dikatakan memiliki hambatan emosional atau kelainan perilaku apabila
menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini :

i) Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena adanya faktor


intelektual, pengindraan atau kesehatan.
ii) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan
teman dan guru.
iii) Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal.
iv) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus
v) Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada
masalah-masalah sekolah (Delphie, 2006)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang


diidentifikasikan mengalami gangguan atau penyimpangan perilaku adalah
individu yang tidak mampu mendefinisikan dengan tepat kesehatan mental dan
perilaku yang normal, tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri, dan
mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi (Hallahan &
Kauffman, 1991).

2.2 Karakteristik Anak dengan Hambatan Perilaku (tunalaras)


Berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial atau
emosional dan fisik atau kesehatan anak tuna laras.

1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku mi mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang
buruk. Akibatnya, dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut :
(a) Hasil belajar di bawah rata-rata
(b) Sering berurusan dengan guru BK
(c) Tidak naik kelas
(d) Sering membolos

4
(e) Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah maupun di
masyarakat.
2. Karakteristik Sosial / Emosional
Karakteristik sosial / emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Karakteristik Sosial
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, perilaku itu
tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya, bersifat
mengganggu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial.
b). Karakteristik Emosional
Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, ditandai dengan
rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan, tekanan batin, rasa
cemas, dan sifat perasa atau sensitif.

Karakteristik Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial menurut


Rusli Ibrahim (2005) meliputi :

 Intelegensia dan kecerdasan akademis


Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial memiliki
tingkat kecerdasan (IQ) saat setelah diuji menghasilkan nilai yang
normal 90, dan sekurangnya anak telah memiliki nilai kecerdasan
di atas nilai anak-anak normal yang meliputi beberapa
kemungkinan besar dapat memiliki nilai IQ yang akan mengalami
keterbelakangan mental. Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku,
dan Sosial sering biasanya akan tidak mencapai kegiatan taraf
seperti yang diharapkan seperti usia mental pada umumnya, dan
juga akan ditemui permasalahan pada anak yang prestasi
akademiknya selalu meningkat.
 Pemahaman kegiatan motorik pada anak
Anak dengan Gangguan Emosi, Perilaku, dan Sosial akan
memiliki kekurangan yang sangat kompleks seperti merasa
enggan dalam beraktivitas, serta ketidakmampuan dalam

5
melakukan dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan
serta motorik akan sangat menunjang kegiatan pertumbuhan
serta perkembangan sosial individu seperti kemampuan akan
berpikir dan kesadaran persepsi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
karakteristik anak dengan gangguan emosi, perilaku, dan sosial dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyimpangan emosi dan penyimpangan
perilaku yang dibedakan lagi dari tingkat rendah, sedang, dan beratnya
penyimpangan yang dialami.

2.3 Konsep Anak Autisme


Autisme berasal dari kata auto berarti sendiri. Penyandang autisme
seperti hidup di dunianya sendiri. Autis adalah gangguan perkembangan
yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan
berat. Adapun penyebab autisme di antaranya :

(a) Kelainan pada lobus parietalis otaknya, sehingga cuek terhadap


lingkungan.
(b) Kelainan pada otak kecil dimana sel purkinye yang sangat
sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamin
(c) Gangguan daerah sistem limbik akibatnya gangguan fungsi
kontrol terhadap agresi dan emosi dalam Hippocompus ini
bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat
(d) Faktor genetika (kelainan kromosom)
(e) Pemicu lain yaitu saat kehamilan trimester I mengalami
keracunan obat, virus rubella, logam berat, pengawet, pewarna,
jamu, pendarahan hebat, muntah-muntah hebat, proses
kelahiran terlalu lama, dan tumbuhnya jamur yang berlebihan
di usus anak akibat pemakaian antibiotika yang berlebihan
sehingga menyebabkan gangguan pencernaan kasein dan
gluten.

6
Menurut Acocella (1996) dalam Lubis MU (2009), ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam autisme ada empat gejala yang selalu muncul, yaitu :

 Isolasi sosial

Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak sosial
ke dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloness .
Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, akan
bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada.

 Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar mengalami retardasimental (IQ<70),
tetapi anak autis sedikit lebih baik dalam hal yang berkaitan
dengan kemampuan sensori motorik. Retardasimental yang
dialami pada anak autis disebabkan oleh masalah kognitifnya,
bukan dari pengaruh penarikan diri dari lingkungan sosial.

 Kekurangan dalam bahasa


Anak yang mengalami autis lebih dari setengahnya tidak dapat
berbicara, hanya mengoceh, merengek, menjerit atau
menunjukkan ecolalia, seperti menirukan apa yang dikatakan
oleh orang lain. Beberapa dari mereka tidak daat
berkomunikasi dua arah (resiprok) sehingga tidak dapat terlibat
dalam pembicaraan orang normal pada umumnya.

 Tingkah laku stereotif


Anak autis sering bertingkah laku aneh, misalnya melakukan
gerakan yang berulang-ulang secara terus-menerus tanpa tujuan
yang jelas. Hal ini disebabkan karena kerusakan fisik atau
adanya gangguan neurologis. Kebiasaan yang dilakukan anak
autis seperti menarik-narik rambut dan menggigit jari,

7
meskipun sering menangis karena kesakitan akibat
perbuatannya sendiri.

Cohen & Bolton (1994) berpendapat dalam Hadrian J (2008), autisme


dapat diklasifikasikan berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini diberikan melalui
Childhood Autism Rating Scale (CARS), skala ini menilai derajat kemampuan
anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan imitasi, memberi respon
emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap perubahan, memberikan
respon visual, menilai kemampuan anak dalam perilaku takut atau gelisah ketika
melakukan komunikasi dannon berbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual
dan penampilan menyeluruh. Adapun pengklasifikasiannya sebagai berikut :

1) Autis ringan, pada kondisi ini anak autis menunjukkan adanya kontak mata
meskipun tidak berlangsung lama. Anak autis dapat memberikan respon ketika
dipanggil namanya dengan menunjukkan ekspresi muka dan berkomunikasi
secara dua arah. Tindakan yang dilakukan oleh penderita autis ringan ini
masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan mudah, karena perilakunya
dilakukan masih sesekali saja.
2) Autis sedang, pada kondisi sedang ini anak autisme menunjukkan sedikit
kontak mata, namun tidak memberikan respon ketika dipanggil. Tindakan
yang dilakukam oleh penderita autisme sedang ini cenderung agak sulit untuk
dikendalikan, karena tindakannya tergolong agresif atau hiperaktif.
3) Autis berat, pada kategori ini anak autisme melakukan tindakan-tindakan
yang susah untuk dikendalikan. Misalnya memukulkan kepalanya ke tembok
secara terus-menerus tanpa henti, mereka akan berhenti apabila merasa
kelelahan dan kemudian tertidur.

8
2.4 Konsep Anak Dengan ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder)
ADHD (Attention Deficit Diperatif Desorder) dapat
diterjemahkan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Pengertian
ADHD adalah kondisi anak yang memperlihatkan gejala kurang
konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang menyebabkan
ketidakseimbangan pada sebagian aktivitas yang dilakukannya.
Sedangkan menurut pendapat Barkley (2006 dalam Rusmawati & Dewi,
2011:75) ADHD adalah hambatan untuk mengatur dan mempertahankan
perilaku sesuai peraturan dan akibat dari perilaku itu sendiri. Dampak
dari gangguan tersebut yaitu munculnya maslah untuk menghambat,
mengawali, ataupun mempertahankan respon pada suatu kondisi.
Sedangkan menurut DSM-IV (APA 1994) secara khas
menggambarkan bahwa ADHD merupakan kesatuan dari tiga

9
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan pengetahuan sosial merupakan ilmu pengetahuan yang
disederhanakan untuk pendidikan, dimana mencakup dua keterampilan, di
antaranya keterampilan kepekaan sosial, dan keterampilan partisipasi sosial.
Dimana dari masing-masing keterampilan tersebut mempunyai tujuan untuk
membentuk kemampuan berpikir serta meningkatkan kepekaan yang tinggi
tentang masalah-masalah kemasyarakatan.

3.2 Saran
Sebagai penulis, kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif (membangun) dari
pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai
kesempurnaan bagi dari segi penulisan maupun isinya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Sapriya, M.Ed. (2017). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran.
Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Hidayah, L. F. (2015). Media Pembelajaran IPS Interaktif. Jurnal Penelitian dan


Pendidikan IPS.

Elok Maryani, H. S. (2009). Pengembangan program pembelajaran IPS untuk


meningkatkan kompetensi Keterampilan sosial. Penelitian, 1-111.
Widodo, S. (2018). Peningkatan keterampilan partisipai sosial melalui pendekatan
pembelajaran kontekstual di SD. Pendidikan, 1-11.
Zainuddin, M. (2017). Model pembelajaran kolaborasi meningkatkan partisipasi
siswa, keterampilan sossial, dan prestasi belajar IPS. Ilmiah Ilmu Sosial, 1-
9.

11

Anda mungkin juga menyukai