Anda di halaman 1dari 16

IMPLIKASI REVOLUSI INDUSTRI 4.

0
TERHADAP PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
DI INDONESIA

Asrori1
1
Mahasiswa Program Doktor PAI-Universitas Muhammadiyah Malang

ABSTRAK

Revolusi industri 4.0 pendidikan dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi serta
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai fasilitas lebih dan serba
canggih untuk memperlancar proses pembelajaran. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan
untuk menjelaskan tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi bagi guru di era revolusi industri 4.0. Metode penelitian yang
digunakan adalah studi litelatur atau penelitian kepustakaan yang diperoleh dari tulisan-
tulisan sebelumnya baik karya tulis maupun hasil penelitian yang berkaitan dengan
pendidikan Indonesia di era revolusi 4.0. Data dari eksplorasi tersebut kemudian
dikumpulkan dan disusun dengan metode deskriptif yaitu suatu metode yang
memberikan deskripsi berupa pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh penulis mengenai
tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 dan keterampilan berpikir tingkat tinggi
bagi guru di era revolusi industri 4.0. Hasil penelitian ini menghadapi revolusi industri
4.0 beberapa hal yang harus dipersiapkan diantaranya: Pertama, persiapan sistem
pembelajaran yang lebih inovatif untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif dan
terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
Kedua, rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif
terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program
studi yang dibutuhkan. Ketiga, persiapan sumber daya manusia yang responsif, adaptif
dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Keempat, peremajaan sarana
prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi perlu dilakukan
menopang kualitas pendidikan Pengembangan pembelajaran berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS)
dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan
kualitas lulusan dan mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran
berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking
Skill (HOTS) dalam menghadapi era revolusi industry 4.0.

Kata Kunci: Implikasi, Revolusi Industri 4.0, Pendidikan dan Pembelajaran

A. PENDAHULUAN
Revolusi merupakan suatu perubahan sosial dan kebudayaan yang menyangkut dasar
kehidupan masyarakat yang berlangsung sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam
revolusi dapat di-rencanakan atau tanpa direncanakan ter-lebih dahulu. Sedangkan
revolusi Industri yaitu perubahan besar yang dialami manu-sia dalam memproduksi barang
dan jasa. Revolusi industri merupakan keadaan di-mana semua aspek kehidupan

1
dipengaruhi oleh perubahan globalisasi. Proses produksi atau jasa yang awalnya memakan
waktu dan biaya yang lama, menjadi lebih mudah, murah dalam proses produksinya.
Dalam tiga abad terakhir, revolusi industri menjadi salah satu perkembangan penting
dalam kehidupan manusia yang sifatnya berkelanjutan dalam membangun ke-hidupan
dunia modern (Stearns, 2013).
Saat ini dunia telah mengalami empat tahapan revolusi industri, yaitu: pertama,
revolusi industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin uap, sehingga
memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal; kedua, revolusi industri 2.0 terjadi
pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi
murah, kertiga, revolusi industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970-an melalui
penggunaan komputerisasi, dan keempat, revolusi industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar
tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung
pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin (Shwab, 2016).
Memasuki era revolusi industri 4.0 ditandai dengan meningkatnya konektivitas,
interaksi serta perkembangan sistem digital, kecerdasan artifisial dan virtual. Dengan
semakin konvergennya batas antara manusia, mesin dan sumber daya lainnya, teknologi
informasi dan komunikasi tentu berimbas pula pada berbagai sektor kehidupan salah
satunya yakni pendidikan di Indonesia. Revolusi industri 4.0, era tanpa sekat batasan
ruang dan waktu, merangsang sekaligus menumbuhkan kemajuan sains-tecnology yang
menghasilkan penciptaan mesin pintar, robot otonom, bahkan Artificial Inteligent (AI).
Era ini banyak memberikan kesempatan baru dalam segala bidang dan sekaligus
melahirkan tantangan-tantangan yang kompleks dan sulit. Sehingga menuntut kualitas
SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan juga dapat memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan masyarakat (Adun Priyanto, 2020).
Perkembangan teknologi pada revolusi industri juga mempengaruhi pola dan gaya
hidup masyarakat global, salah satunya mempengaruhi bidang pendidikan. (Hoyles, C., &
Lagrange, 2010). Paradigma revolusi yang terus berkembang secara berkala diprakarsai
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pendukung pembaharuan itu.
Dunia pendidikan dalam perkembangan revolusi terus dituntut untuk memperbaiki
sistemnya, terdapat tiga negara yang berada dipuncak dalam hal perencanaan
perkembangan Revolusi Industri. Ketiga negara itu yaitu Amerika, Prancis, dan Italia yang
berinvestasi dibidang penelitian dan inovasi, pekerjaan, pendidikan, pelatihan, dan
modernisasi infrastruktur. Salah satu investasi yang menunjang kemajuan peradaban
manusia yaitu pendidikan (Liao et al., 2018).
2
Pendidikan memiliki peranan strategis dalam menentukan bagi perkembangan dan
perwujudan diri individu, terutama bagi perkembangan bangsa dan negara. Kemajuan
suatu kebudayaan tergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai
dan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berkaitan erat dengan kualitas
pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, salah satunya kepada peserta
didik (Asrori, 2019). Pendidikan dituntut agar mampu menyiapkan lulusan yang mampu
menghadapi peluang-peluang di masa depan. Memiliki keterampilan yang sesuai sehingga
siap menempati pekerjaan-pekerjaan yang belum ditemukan. Harapan untuk berkontribusi
dalam teknologi yang belum dikembangkan, hingga memiliki kecerdasan dan
keterampilan menghadapi permasalahan yang mungkin akan muncul. (Shahroom, A. A., &
Hussin, 2018).
Keberhasilan suatu Negara dalam menghadapi revolusi industry 4.0, turut ditentukan
oleh kualitas dari pendidik seperti guru. Para guru dituntut menguasai keahlian,
kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru dan tantangan global. Dalam situasi ini,
setiap lembaga pendidikan harus mempersiapkan oritentasi dan literasi baru dalam bidang
pendidikan. Literasi lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus diperkuat
dengan mempersiapkan literasi baru yaitu literasi data, teknologi dan sumber daya
manusia. Literasi data adalah kemampuan untuk membaca analisa dan menggunakan
informasi dari data dalam dunia digital. Kemudian, literasi teknologi adalah kemampuan
untuk memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan literasi
sumber daya manusia yakni kemampuan berinteraksi dengan baik, tidak kaku dan
berkarakter. (Joseph E. Aoun, 2017). Berdasarkan uraian tersebut, perlu digali lebih
mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang luas, bagaimana tantangan pendidikan di
era revolusi industri 4.0 dan bagaimana keterampilan berpikir tingkat tinggi bagi guru di
era revolusi industri 4.0.

B. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan teknik deskriptif analisis. Data
yang digunakan adalah data kualitatif. Kajian ini menelaah pustaka dan referensi relevan.
Peneliti mengikuti Miles dan Huberman dalam menganalisis data. Cara yang digunakan
adalah dengan mereduksi data, menyajikan 4 data, dan menyimpulkan serta memeriksa
hasil penelitian secara berkelanjutan dalam proses penelitian (Huberman, 1994)

3
C. PEMBAHASAN DAN ANALISIS
1. Tantangan Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0
Dunia pendidikan pada revolusi industry berada di masa pengetahuan (knowledge
age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan
pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan
information super highway. Gaya kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan
(knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa pengetahuan (knowledge
age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui
tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan
masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban
oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam konteks
pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang ada (Trilling B and Hood P,
1999).
Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 beberapa hal yang harus dipersiapkan
diantaranya: Pertama, persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif untuk
menghasilkan lulusan yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy,
technological literacy and human literacy. Kedua, rekonstruksi kebijakan kelembagaan
pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam
mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Ketiga, persiapan
sumber daya manusia yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi
industri 4.0. Keempat, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur
pendidikan, riset, dan inovasi perlu dilakukan menopang kualitas pendidikan
(Menristekdikti, 2018).
a. Guru Dalam Pemanfaatan ICT
Sistem sekolah harus dilengkapi dengan prasyarat guru yang memiliki kemampuan
berkaitan dengan penggunaan peralatan teknologi. Kemampuan yang dimaksud yaitu
kemampuan dalam menggunakan ICT sehingga mampu mendampingi dan mengajarkan
siswa dengan memanfaatkan ICT. Memiliki ketrampilan ICT juga harus diiringi dengan
pemahaman bahwa ICT untuk dimanfaatkan dalam memperoleh hasil belajar yang positif.
International Education Advisory Board mengungkapkan bahwa setiap guru yang ada,
tidak dikecualikan dari kebutuhan akan keterampilan tersebut, Pengembangan untuk
semua pendidikan sangat penting untuk memastikan teknologi digunakan dengan mudah
4
di dalam pembelajaran dan mampu mempermudah penyelenggaraan pendidikan. Peralatan
yang memadai tidak akan berguna jika tidak diiringi dengan sumber daya manusia yang
mampu memanfaatkannya (Board, 2017).
Hasil penelitian menunjukkan 62,15% guru jarang menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pembelajaran dan 34,95% guru kurang menguasai
teknologi informasi dan komunikasi (Nurhaidah, 2017). Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan pendidik dan masih terikat dengan penggunaan media
konvensional. Pemahaman pendidik tentang pentingnya memanfaatkan teknologi dalam
pembelajaran juga masih rendah. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan harapan
yang tertuang sebagai solusi dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Ditinjau dari
permasalahan pendidikan di Indonesia yang memiliki daerah terpencil dan terisolir, maka
minimnya keterampilan pendidik dalam menggunakan ICT justru akan memperburuk
permasalahan termasuk juga masalah jaringan internet yang belum memadai. Pada era
revolusi industri 4.0 pembelajaran diharapkan lebih banyak memberikan kesempatan pada
siswa untuk kreatif, memecahkan masalah, mengoptimalkan kemampuan literasi dan
numeraci, kolaborasi, dan berpikir kritis (Patrick McGuire, 2015).
b. Menyambut Pembelajaran Abad 21
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyebut abad 21 merupakan abad
pengetahuan dimana informasi banyak tersebar dan teknologi berkembang. Karakteristik
abad 21 ditandai dengan semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan sehingga sinergi
diantaranya menjadi semakin cepat. Karim & Daryanto juga mengungkapkan bahwa
perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam segala segi kehidupan. Teknologi tersebut dapat menghubungkan dunia
yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. (Syaiful
Karim, 2017)
Dalam kontek pembelajaran abad 21, pembelajaran yang menerapkan kreativitas,
berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan keterampilan
karakter, tetap harus dipertahankan bahwa sebagai lembaga pendidikan peserta didik tetap
memerlukan kemampuan teknik. Pemanfaatan berbagai aktifitas pembelajaran yang
mendukung 4.0 merupakan keharusan dengan model resource sharing dengan siapapun
dan dimanapun, pembelajaran kelas dan lab dengan augmented dengan bahan virtual,
bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran yang kaya isi bukan sekedar lengkap.
Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan
berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi
5
media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011).

Gambar 3.1 Paradigma Belajar Abad 21


(Kemendikbud, 2013)

Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation
skills, dan (3) Information media and technology skills. Ketiga keterampilan tersebut
dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan pengetahuan
abad 21/21st century knowledge-skills rainbow (Trilling and Fadel, 2009). Adapun konsep
keterampilan abad 21 dan core subject 3R, dideskripsikan berikut ini. Gambar
menunjukkan skema pelangi keterampilan-pengetahuan abad 21.

Gambar 3.2 Pelangi Keterampilan Pengetahuan Abad 21


(Trilling and Fadel, 2009)

Pada skema yang dikembangkan oleh pembelajaran abad 21 diperjelas dengan


tambahan core subject 3R. dalam konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari reading,
writing dan arithmatik, diambil lafal “R” yang kuat dari setiap kata. Dari subjek reading
dan writing, muncul gagasan pendidikan modern yaitu literasi yang digunakan sebagai
pembelajaran untuk memahami gagasan melalui media kata-kata. Dari subjek aritmatik
muncul pendidikan modern yang berkaitan dengan angka yang artinya bisa memahami
angka melalui matematika. Dalam pendidikan, tidak ada istilah tunggal yang relevan

6
dengan literasi (literacy) dan angka (numeracy) yang dapat mengekspresikan kemampuan
membuat sesuatu (wrighting). 3R yang diadaptasi dari abad 18 dan 19 tersebut, ekuivalen
dengan keterampilan fungsional literasi, numerasi dan ICT yang ditemukan pada sistem
pendidikan modern saat ini. Selanjutnya, untuk memperjelas fungsi core subject 3R dalam
konteks 21st century skills, 3R diterjemahkan menjadi life and career skills, learning and
innovation skills dan information media and technology skills.
Tabel 3.1. Peta kompetensi keterampilan 4Cs sesuai dengan P21

Partnership for 21st Century Learning mengembangkan framework pembelajaran di


abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan
kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan
inovasi serta keterampilan hidup dan karir. Framework ini juga menjelaskan tentang
keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses
dalam kehidupan dan pekerjaannya (P21, 2019). Perhatikan gambar framework
pembelajaran abad 21.

Gambar 3.3 Framework Pembelajaran Abad 21


(P21, 2019).

Sejalan dengan hal itu, Kemendikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran


abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi
dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemdikbud, 2013).
Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut BSNP
adalah sebagai berikut: (a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-

7
Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi dan
bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan
berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (c) Kemampuan mencipta dan
membaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang
dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif; (d) Literasi teknologi
informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy),
mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja
dan aktivitas sehari-hari; (e) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning
Skills) , mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian
dari pengembangan pribadi, dan (f) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak
(BSNP, 2010).
2. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi bagi Guru Era Revolusi Industri 4.0
Guru sebagai pendidik harus memiliki keterampilan berpikir kritis untuk melakukan
analisis, penilaian dan evaluasi, rekonstruksi, serta pengambilan keputusan yang mengarah
pada tindakan yang rasional dan logis (King et al., 2010). Guru harus dapat menciptakan
inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan teknologi digitalisasi.
Komunikatif yaitu guru harus mampu mengungkapkan pemikiran, gagasan pengetahuan,
ataupun informasi baru, baik secara lisan maupun tulisan. Kolaboratif yaitu seorang guru
harus bisa bekerja bersama secara efektif dengan tim dan menunjukkan rasa hormat
kepada anggota tim lainnya untuk mencapai tujuan bersama (Greenstein, 2012).
Kreativitas seorang guru harus bisa menemukan suatu hal baru yang belum ada
sebelumnya yang bersifat orisinil (Leen C.C., Hong K.F.F.H., 2014). Selain itu dalam
proses pembelajaran, guru juga harus membangun interaksi yang baik agar dapat
memenuhi dan memfasilitasi kebu-tuhan psikologis peserta didik. Seorang guru harus bisa
membuat peserta didik me-rasa bisa dan memberikan penghargaan atas hasil belajarnya.
Peran guru sebagai pendidik di era revolisi industri yaitu menanamkan nilai-nilai
dasar pengembangan karakter dalam kehidupan. Selain itu guru harus mampu
memfasilitasi dan membimbing peserta didik dalam memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi secara bijak serta se-bagai inspirator bagi peserta didik. Walaupun teknologi
infor-masi berkembang sangat cepat sehingga sumber-sumber belajar sangat mudah untuk
di peroleh namun peran guru se-bagai pendidik tidak dapat digantikan se-penuhnya oleh
8
kemajuan teknologi. Hal tersebut dapat diwujudkan jika guru tidak berhenti belajar dan
selalu berusaha mengembangkan diri melalui pelatihan-pelatihan akademik.
a. Konsep Berpikir Tingkat Tinggi
HOTS telah didefinisikan oleh beberapa ahli, yaitu mengacu pada Newcomb-Trefz
model dan berdasarkan taksonomi Bloom, Thomas & Litowitz menyatakan bahwa HOTS
menunjukkan fungsi intelektual pada level yang lebih kompleks, Janet Laster dalam
review literaturnya berkaitan dengan ilmu pengetahuan kognitif beserta respek dan
implikasinya pada kurikulum pendidikan vokasi, Quellmalz, Sternberg, Thomas &
Litowitz beserta Duke, Kurfman & Cassidy, National Council of Teachers of
Mathematics, National Council of Teachers of English (Thomas R.G. & Litowitz L, 1986),
Robinson yang menyatakan bahwa HOTS mencakup keterampilan belajar dan strategi
belajar yang digunakan, memberikan alasan, berpikir dengan kreatif dan inovatif,
pengambilan keputusan, dan memecahkan masalah (Robinson, 2000).
Mengacu pada berbagai definisi tentang HOTS oleh beberapa ahli tersebut di atas,
maka penulis mencoba membuat elaborasi sehingga menjadi definisi HOTS yang baru
menurut penulis yaitu keterampilan berpikir pada tingkat/level yang lebih tinggi yang
memerlukan proses pemikiran lebih kompleks mencakup menerapkan (applying),
menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) yang
didukung oleh kemampuan memahami (understanding), sehingga: (1) mampu berpikir
secara kritis (critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara logis, sistematis, dan
analitis (practical reasoning); (3) mampu memecahkan masalah secara cepat dan tepat
(problem solving); (4) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat (decision
making); dan (5) mampu menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan apa yang telah
dipelajari (creating). Dengan demikian, untuk dapat mengembangkan HOTS ini maka
mahasiswa harus sudah memiliki pengetahuan (knowledge) dan mampu mengingatnya
(remembering), serta pemahaman (comprehension) dan mampu memahaminya
(understanding).

Gambar 5: Aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi

9
(Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2018)

Bagi sebagian orang, HOTS dapat dilakukan dengan mudahnya, tetapi bagi orang
lain belum tentu dapat dilakukan. Meski demikian bukan berarti HOTS tidak dapat
dipelajari. Alison menyatakan bahwa seperti halnya keterampilan pada umumnya, HOTS
dapat dipelajari oleh setiap orang. Lebih lanjut Alison menyatakan bahwa dalam
praktiknya, HOTS pada anak-anak maupun orang dewasa dapat berkembang (Thomas, A.
& Thorne, 2010). Seperti halnya pendapat Edward de Bono yang menyatakan bahwa kalau
kecerdasan adalah bersifat bawaan, sedangkan berpikir adalah suatu keterampilan yang
harus dipelajari. Oleh karena itu, keterampilan berpikir ini perlu dan sangat penting untuk
dikembangkan (Moore, B., & Stanley, 2010).

b. Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia

Pendidikan pada Era Revolusi 4.0 menurut National Education Association dikenal
dengan 4Cs yaitu critical thingking, cretivity, communication dan collaboration.
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan dalam melakukan analisis, evaluasi,
rekonstruksi, pengambilan keputusan yang rasional dan logis (King et al., 2010).
Pendidikan dituntut agar mampu membekali para peserta didik dengan ket-erampilan 4Cs,
serta keterampilan men-cari, mengelola dan menyampaikan infor-masi. Selain itu
pendidikan diharapkan mampu membuat peserta didik terampil menggunakan informasi
dan teknologi.
Tabel 2. Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard
(Arends, 2012)

10
Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik dan merenungkan atau mengkaji
tentang proses berpikir orang lain. Dewey mengatakan, bahwa sekolah harus
mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak- anak. Kemudian beliau
mendefenisikan berpikir kritis (critical thinking), yaitu: Aktif, gigih, dan pertimbangan
yang cermat mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun yang diterima
dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung kemudian menyimpulkannya.
Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil, aktif terhadap observasi,
komunikasi, informasi dan argumentasi (Asrori, 2020).

Tabel 6. Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO


(Arends, 2012)

Berfikir kreatif merapakan kemampuan yang sebagian besar dari kita yang terlahir
bukan bukan pemikir kreatif alami. Perlu teknik khusus yang diperlukan untuk
membantu menggunakan otak kita dengan cara yang berbeda. Masalah pada pemikiran
kreatif adalah bahwa hampir secara definisi dari setiap ide yang belum diperiksa akan
terdengar aneh dan mengada-ngada bahkan terdengar gila. Tetapi solusi yang baik
mungkin akan terdengar aneh pada awalnya. erpikir kreatif dapat berupa pemikiran
imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda, dan bersifat lateral.
Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta
didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun
kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.
Adapun Aspek kemampuan berpikir kreatif meliputi fluency, flexibility,
originality, dan elaboration: 1) fluency merupakan kemampuan menghasilkan banyak
gagasan, jawaban, penyelesaian masalah maupun pertanyaan; 2) flexibility merupakan
kemampuan yang menghasilkan gagasan bervariasi dari informasi yang telah didapatk;
3) originality merupakan kemampuan menghasilkan gagasan atau ide yang berbeda dari
sebelumnya. 4) elaboration merupakan kemampuan mengembangkan maupun
11
menambahakan gagasan secara detail sehingga lebih menarik (Asrori, 2020).
Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin,
artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka
P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen
pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi,
diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan
Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan
Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value). Secara keseluruhan
standar P21 di Indonesia ini dirumuskan menjadi Indonesian Partnership for 21 Century
Skill Standard. (Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2018)
Tantangan pendidikan era revolusi industri 4.0 yaitu dari segi kemampuan dan
pembentukkan karakter siswa. Hal ini tentu tak lepas dari tujuan pendidikan era revolusi
indutri 4.0 untuk memperoleh lulusan pendidikan yang berkompeten di saat ini, bukan
hanya anak mampu memanfaatkan ICT tetapi juga mampu kompeten dalam kemapuan
literasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, komunikasi, kolaborasi, dan memiliki
kualitas karakter yang baik.
Mengoptimalkan seluruh kemampuan siswa dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan tahapan
perkembangan anak. Pada revolusi industri 4.0 pembelajaran diharapkan lebih banyak
memberikan kesempatan pada siswa untuk kreatif, memecahkan masalah,
mengoptimalkan kemampuan literasi dan numeracy, kolaborasi, dan berpikir kritis
(McGuire dan Alismail, 2015). Berdasarkan paparan tersebut, berbagai macam
pendekatan, strategi dan metode yang digunakan pendidik harus dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang diharapkan di era
industri 4.0. Setiap pendidik memiliki pilihan masing–masing yang tentu disesuaikan
dengan karakteristik siswanya.
Selain kemampuan kognitif siswa, karakter atau pengembangan nilai pada diri
siswa juga sangat dibutuhkan. Hal itulah yang membedakan antara manusia dengan robot
atau mesin. Seperti yang telah dipaparkan dalam kajian tantangan revolusi industri 4.0
poin yang perlu dicermati yaitu harus ada pembedaan antara manusia dengan mesin,
sehingga apapun yang terjadi dengan perubahan zaman, manusia tetap dibutuhkan dalam
dunia kerja. Oleh karena itu, pendidikan di revolusi industri 4.0 harus mampu mencetak
siswa yang berkarakter sehingga tidak hanya bertahan pada zamannya tetapi juga mampu
mengkritisi zaman.
12
Beberapa langkah untuk mewujudkan siswa yang berkarakter, diantaranya:
pertama, memupuk kepribadian anak dengan kepribadian Indonesia sehingga menjadi
pribadi yang dinamis, percaya diri, berani, bertanggung jawab dan mandiri; kedua,
pendidikan nilai di lingkungan terdekat anak, khususnya keluarga (Wening, 2012);
ketiga. anak dididik dan dilatih dengan cara bekerja sambil belajar. Kecerdasan berfikir
anak dikembangkan dengan seluas-luasnya; keempat, mengenalkan siswa dengan nilai –
nilai yang dimiliki bangsanya melalui pendidikan kewarganegaraan (Ching Sing Chai,
2017). Adanya keseimbangan antara kemampuan kognitif dan karakter yang dimiliki
siswa itulah yang harus dijadikan tujuan dari pendidikan di era sekarang. Dalam hal ini,
dibutuhkan kesiapan semua pihak untuk dapat memberi pemahaman, teladan, dan
evaluasi dari pembiasaan nilai dalam kehidupan sehari – hari.

D. SIMPULAN
Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 beberapa hal yang harus dipersiapkan
diantaranya: Pertama, persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif untuk
menghasilkan lulusan yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy,
technological literacy and human literacy. Kedua, rekonstruksi kebijakan kelembagaan
pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam
mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Ketiga,
persiapan sumber daya manusia yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi
revolusi industri 4.0. Keempat, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan
infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi perlu dilakukan menopang kualitas
pendidikan
Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi
atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) dikembangkan sebagai upaya peningkatan
kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan dan mengembangkan
Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam menghadapi
era revolusi industry 4.0 (abad 21).

13
REFERENSI

Adun Priyanto. (2020). Pendidikan Islam dalam Era Revolusi Industri 4.0. J-PAI :
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6. http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai

Arends, R. . (2012). Learning to Teach. McGraw-Hill Companies, Inc.

Asrori. (2019). Inovasi Belajar & Pembelajaran PAI: Teori Aplikatif. UMSurabaya
Press. http://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/4629%0A

Asrori. (2020). Psikologi Pendidikan: Pendekatan Multidisipliner. Pena Persada.


http://repository.um-surabaya.ac.id/id/eprint/4461%0A

Board, I. E. A. (2017). Learning in the 21st Century: Teaching Today’s Students on


Their Terms. Certiport.

BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad-XXI. Badan Standar Nasional


Pendidikan.

Ching Sing Chai, S. C. K. (2017). Professional Learning For 21st Century Education.
Journal Computer Education, 4.
https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s40692-016-0069-y.pdf

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. (2018). Buku Pegangan


Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
http://repositori.kemdikbud.go.id/11316/1/01._Buku_Pegangan_Pembelajaran_HO
TS_2018-2.pdf

Frydenberg, M., & Andone, D. (2011). Learning for 21 st Century Skills. International
Conference on Information Society, i-Society 2011. https://doi.org/10.1109/i-
society18435.2011.5978460

Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Cen-tury Skills: A Guide to Evaluating Mastery


and Authentic Learning. Corwin.

Hoyles, C., & Lagrange, J.-B. (2010). Mathematics Education and Technology-
Rethinking the Terrain. Springer.

Huberman, M. dan. (1994). Analisis data Kualitatif. (Tjetjep Rohedi Rosidi (ed.)).
Universitas Indonesia.

Joseph E. Aoun. (2017). Robot-Proof: Higher Education in The Age of Artificial


Intelligence (Kindle edi). MIT Press.

Kemendikbud. (2013). Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan.

14
King, F., Ludwika Goodson, & Rohani, F. (2010). Higher Order Thinking Skills. A
publication of the Educational Services Program, now known as the Center for
Advancement of Learning and Assessment.
https://informationtips.files.wordpress.com/2016/02/higher-order-thinking-
skills_.pdf

Leen C.C., Hong K.F.F.H., Y. T. W. (2014). Creative and Critical Think-ing in


Singapore Schools. Nanyang Technological University.

Liao, Y., Loures, E. R., Deschamps, F., Brezinski, G., & Venâncio, A. (2018). The
impact of the fourth industrial revolution: A cross-country/region comparison.
Production. https://doi.org/10.1590/0103-6513.20180061

McGuire dan Alismail. (2015). 21st Century Standards and Curriculum: Current
Research and Practice. Journal of Education and Practice, 6(5).

Menristekdikti. (2018). Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi


Industri 4.0. Online. https://ristekdikti.go.id/pengembangan- iptek-dan-pendidikan-
tinggi-di-era-revo-lusi-industri-4-0-2/

Moore, B., & Stanley, T. (2010). Critical Thinking and Formative Assessment. Eye on
Education.

Nurhaidah. (2017). Kompetensi Guru Dalam Memanfaatkan Media Pembelajaran


Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Tik) Di SD Negeri 16 Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

P21. (2019). Partnership for 21st Century Learning. Framework For21" Century
Learning.

Patrick McGuire, H. A. A. (2015). 21st Century Standards and Curriculum: Current


Research and Practice. Journal of Education and Practice, 6.
https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1083656.pdf

Robinson, J. . (2000). What are employability skills the workplace: a fact sheet. Journal
Alabama Cooperative Extension System, 1. http://proquest.umi.com/pqdweb

Shahroom, A. A., & Hussin, N. (2018). Industrial Revolution 4.0 and Education.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 8.
https://hrmars.com/papers_submitted/4593/Industrial_Revolution_4_0_and_Educat
ion.pdf

Shwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Crown Business.

Stearns, P. N. (2013). The Industrial Revo-lution in World History (4th ed.). Westview
Press.

Syaiful Karim, D. (2017). Pembelajaran abad 21. Gava Media.

Thomas, A. & Thorne, G. (2010). Higher order thinking. Mailto: Athomas@cdl.Org.


http://www.cdl.org/ resource-library/ articles/higherorderthinking.php.

15
Thomas R.G. & Litowitz L. (1986). Vocational education and higher order thinking
skills: An agenda for inquiry. Minnesota University: St. Paul Minnesota Research
& Development Center for Vocational Education.

Trilling and Fadel. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. Jossey
Bass.

Trilling B and Hood P. (1999). Learning, Technology and Education Reform in the
Knowledge Age. Educational Technology.

Wening, S. (2012). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai. Jurnal


Pendidikan Karakter, 2. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/view/1452

16

Anda mungkin juga menyukai