Tak. Merpati
Tak. Merpati
Di Susun Oleh:
1. Afriyani
2. Anggi Wahyuni Putri
3. Ayu Yulia
4. Aprilia Dwi Andani
5. Arista Rere Sari
PEMBIMBING KLINIK:
Ns. Maryani, S.Kep
A. Latar Belakang
Terapi aktivitas kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa,
bahkan saat ini terapi aktivitas kelompok merupakan hal yang penting dari
keterampilan terapeutik dalam keperawatan (Keliat B.A, 2005). Terapi aktivitas
kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang merupakan upaya untuk
memfasilitasi perawat atau psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang
sama. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah pasien dilatih
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimu- lus yang pernah dialami (Keliat
Budi Anna, 2014).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan
hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah Resiko Perilaku Kekerasan. Resiko
Perilaku Kekerasan merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa.
Gangguan jiwa yaitu seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa
menggunakan pikirannya secara normal (Habbi, et all, 2017). Namun pada penderita
skizofrenia tak terinci yang mengakibatkan kerusakan otak gangguan fungsi kognitif,
aktif, bahasa, prilaku agistas dan agresif atau disebut dengan prilaku kekerasan
(Mussardo, 2020). Prilaku kekerasan yang sering ditimbulkan memaksakan yang
bukan dari bicara keras, muka memerah, otot tegang, memukul jika menemui hal yang
tidak ia senangi (Norman, 2019).
Resiko Perilaku Kekerasan adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
pasien mengalami perubahan perilaku yang di ekspresikan dengan kemarahan.
Dampak dari Resiko Perilaku Kekerasan yang diderita klien diantara nya dapat
beresiko melukai diri pasien sendiri atau orang lain.
Salah satu penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
yang bertujuan untuk membantu klien mengontrol marahnya. Dari beberapa kasus
gangguan jiwa yang ada di RS Ernaldi Bahar Palembang khususnya di ruangan
Bangau terdapat beberapa pasien yang menderita Resiko Perilaku Kekerasan. Oleh
karena itu, perlu diadakan Terapi Aktivitas Kelompok.
B. Landasan Teori
1) Pengertian Perilaku Kekerasan
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebgai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Perilaku kekerasan adalah
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara baik
secara fisik maupun psikolologis. Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan
sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak
langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang
ditekan atau pura- pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu
hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000, Perilaku kekerasan
adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung
pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
2) Rentang Respon
4) Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut
dialami oleh individu :
a) Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau saksi
penganiayaan.
b) Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua
aspekini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c) Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif)
dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
diterima(permissive)
d) Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic,
lobusfrontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
5) Faktor Presipitasi
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan
7) Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (tuart dan
sundeen, 1998). Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain :
a. Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas-remas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakanya.
10) Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
a. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat
bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga
diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak- pihak
terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu
menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku
kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orangtua.
d. Bila Klien dalam keadaan perilaku kekerasan: Meminta bantuan petugas terkait
dan terdekat untuk membantu membawa klien ke rumah sakit jiwa terdekat.
Sebelum dibawa usahan utamakan keselamatan diri klien dan penolong.
2. Tujuan TAK
1) Tujuan Umum
Menurut Muhith (2015), tujuan terapi aktifitas kelompok Stimulasi
Persepsi Perilaku Kekerasan adalah pasien dapat mengendalikan perilaku
kekerasan dengan mandiri.
2) Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya
b. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan kegiatan fisik
c. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal
d. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
e. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
3. Sesi yang digunakan
a. Sesi I :
Klien dapat menyebutkan penyebab klien marah, jenis marah yang dilakukan,
akibat marah
4. Kriteria Pasien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok ini
adalah:
- Klien dengan riwayat perilaku kekerasan
- Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk dan klien dalam keadaan tenang
- Klien dapat diajak kerja sama/Kooperatif
5. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas : Della Aprianti
- Mengkoordinasikan seluruh kegiatan
- Memimpin jalannya terapi kelompok
- Memimpin diskusi
b. Co-Leader, bertugas: Dela Amelia Nursaleha
- Membantu leader mengkoordinasikan seluruh kegiatan
- Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
- Membantu memimpin jalannya kegiatan
- Menggantikan leader jika terhalang tugas
c. Fasilitator, bertugas : Cissintia Putri, Citra Andera Putri, Cici Mulyani, Deta
Arinda Putri
- Memotivasi peserta dalam aktifitas kelompok
- Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
- Membimbing kelompok selama permainan diskusi
- Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
- Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
d. Observer, bertugas : Dea Surya Kartika
- Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai
akhir
- Mencatat semua aktifitas dalam Terapi Aktifitas Kelompok
- Mengobservasi perilaku pasien
6. Setting Tempat
Keterangan :
: Leader
: Co-Leader
: Fasilitator : Obsever
: Sasaran TAK
7. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : 26 April 2022
Waktu : 10.00 - 11.00 WIB
Alokasi waktu :
Perkenalan dan pengarahan (10 menit)
8. Metode
a. Metode
1) Ceramah
2) Diskusi
b. Media/Alat
1) Leaflet
2) Musik
9. Proses Pelaksanaan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan pasien sesuai dengan indikasi
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
- Memberikan salam kepada pasien
- Pasien dan fasilitator menggunakan name tag
c. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini
d. Kontrak
1) Leader menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan
2) Leader menjelaskan aturan main
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus
minta izin kepada leader
- Lama kegiatan 40 menit
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
e. Tahap kerja
1) Leader mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama
dan nama panggilan) dimulai dari leader, co-leader, observer,
fasilitator, dan klien.
2) Leader memberikan pujian, setiap klien menceritakan perasaannya,
dan mengajak klien lain untuk bertepuk tangan.
3) Leader menjelaskan manfaat dari mengenal PK, seperti penyebab
marah, jenis marah yang dilakukan, akibat dari marah yang
dilakukan, dan cara mengatasi PK
4) Leader memperlihatkan cara bermain dengan menggunakan balon
dan musik secara bergilir. Kemudian mempersilahkan untuk klien
ikut bermain dan fasilitator mengobservasi respon terhadap klien.
5) Setelah bermain, klien diminta untuk menceritakan penyebab PK,
jenis PK yang dilakukan, akibat PK, dan cara mengatasi PK. Dan
berikan seluruh klien kesempatan untuk menjelaskan bagaimana
perasaannya secara bergiliran.
6) Leader meminta klien untuk mengikuti semua kegiatan
7) Leader memberikan pujian kepada klien setelah benar dalam setiap
kegiatan.
f. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah menikuti
TAK
b) Leader menanyakan dan meminta klien penyebab dan akibat
marah
c) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati TAK yang akan datang: cara mengontrol resiko
perilaku kekerasan dengan fisik 1 dan 2
b) Menyepakati waktu dan tempat
3) Evaluasi
a) Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan
perawat
b) Klien mampu menyebutkan identitas dirinya
c) Klien mampu menyebutkan apa penyebab marah, jenis marah
yang dilakukan, akibat dari marah, dan cara mengatasi marah
4) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap pasien
DAFTAR PUSTAKA