Anda di halaman 1dari 7

NAMA : TISA KHAIRATUNAWA

NIM : 213307030055
FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI DAN ILMU KESEHATAN PRODI
FARMASI KLINIS

SOAL

1. Untuk memastikan efektivitas sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan


obat, rumah sakit melakukan kajian sekurang- kurangnya sekali setahun
bagaimana kajian tahunan tersebut di lakukan ?siapa saja yang terlibat serta
tujuan dilakukannya kajian tahunan?

Jawaban:

Kajian tahunan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi dan pengalaman


yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk
jumlah laporan insiden kesalahan obat serta upaya untuk menurunkannya.
Pelaksanaan kajian melibatkan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, Komite/ Tim
Penyelenggara Mutu, serta unit kerja terkait. Kajian bertujuan agar rumah sakit
memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan. Kajian meliputi
proses-proses poin a) sampai dengan i), termasuk insiden kesalahan obat
(medication error).

2. Apa yang dimaksud dengan penyusunan formularium secara kolaboratif?


Mengapa harus kolaboratif? Bagaimana formularium rumah sakit dievaluasi?

Jawaban:

Penyusunan formularium secara kolaboratif untuk Mempertimbangkan kebutuhan,


keselamatan pasien dan aspek biaya. Formularium harus dijadikan acuan dan dipatuhi
dalam peresepan dan pengadaan obat. Komite/Tim Farmasi dan Terapi melakukan
evaluasi terhadap formularium rumah sakit sekurang-kurangnya setahun sekali
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan biaya. Pelaksanaan evaluasi
kepatuhan terhadap Formularium Rumah Sakit dapat dilakukan dengan menghitung
kesesuaian penggunaan dan kesesuaian ketersediaan obat di rumah sakit dengan
Formularium Rumah Sakit. Pelaksanaan evaluasi lebih efisien dilakukan jika
difasilitasi sistem informasi instalasi farmasi rumah sakit.Hasil pemantauan dan
evaluasi dilaporkan kepada Komite/Tim Farmasi dan Terapi sebagai bahan untuk
melakukan kajian Formularium Rumah Sakit

3. Secara umum, bagaimana penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP?


Bagaimana penyimpanan sediaan farmasi dilakukan terhadap obat atau
produk yang memerlukan penanganan khusus? Bagaimana bentuk
supervisi departemen farmasi terhadap penyimpanan obat di seluruh
rumah sakit?

Jawaban:
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan regulasi penyimpanan sediaan farmasi
dan BMHP disimpan dengan benar dan aman sesuai peraturan perundang-
undangan dan standar profesi Rumah sakit mempunyai ruang penyimpanan
sediaan farmasi dan BMHP yang disesuaikan dengan kebutuhan, serta
memperhatikan persyaratan penyimpanan dari produsen, kondisi sanitasi, suhu,
cahaya, kelembaban, ventilasi, dan memiliki system keamanan penyimpanan
yang bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan produk serta keselamatan
staf.
Beberapa sediaan farmasi harus disimpan dengan cara khusus, yaitu:
a) Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan sesuai sifat dan risiko bahan
agar dapat mencegah staf dan lingkungan dari risiko terpapar bahan
berbahaya dan beracun, atau mencegah terjadinya bahaya seperti kebakaran.
b)  Narkotika dan psikotropika harus disimpan dengan cara yang dapat
mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi disalahgunakan (drug
abuse). Penyimpanan dan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
c) Elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan konsentrasi tertentu diatur
penyimpanannya agar tidak salah dalam pengambilan.
Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat harus diberi label yang
memuat informasi nama, kadar/kekuatan, tanggal kedaluwarsa dan peringatan
khusus untuk menghindari kesalahan dalam penyimpanan dan penggunaannya.
Apoteker melakukan supervisi secara rutin ke lokasi penyimpanan sediaan
farmasi dan BMHP, untuk memastikan penyimpanannya dilakukan dengan benar
dan aman.

4. Dimana letak perbedaan mendasar antara dosis titrasi dan tapering?


Jawaban:

Instruksi titrasi adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat dinaikkan/diturunkan


secara bertahap tergantung status klinis pasien. Instruksi harus terdiri dari: dosis awal,
dosis titrasi, parameter penilaian, dan titik akhir penggunaan,

Instruksi tapering down/tapering off adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat
diturunkan secara bertahap sampai akhirnya dihentikan. Cara ini dimaksudkan agar tidak
terjadi efek yang tidak diharapkan akibat penghentian mendadak.
5. Mengapa Rumah sakit perlu menetapkan dan menerapkan regulasi
rekonsiliasi obat berdasarkan standar PKPO 4 ?

Jawaban:

Rekonsiliasi obat di rumah sakit adalah proses membandingkan daftar obat yang
digunakan oleh pasien sebelum masuk rumah sakit dengan obat yang diresepkan
pertama kali sejak pasien masuk, saat pindah antar unit pelayanan (transfer) di
dalam rumah sakit dan sebelum pasien pulang. .Tujuan nya Untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat (medication error) akibat adanya diskrepansi Di banyak
hasil penelitian, kesalahan obat (medication error) yang tersering terjadi di tahap
peresepan. Jenis kesalahan peresepan antara lain: resep yang tidak lengkap,
ketidaktepatan obat, dosis, rute dan frekuensi pemberian.

6. Jelaskan minimal apa saja yang harus ada agar satu penuisan resep dapat
dikatakan lengkap secara administratif ? Apa saja yang harus dipersiapkan
oleh tenaga kefarmasian untuk obat pulang pasien?

Jawaban:

rumah sakit menetapkan persyaratan bahwa semua resep/permintaan obat/instruksi


pengobatan harus mencantumkan identitas pasien nama obat, dosis, frekuensi
pemberian, rute pemberian, nama dan tanda tangan dokter. Persyaratan kelengkapan
lain ditambahkan disesuaikan dengan jenis resep/permintaan obat/instruksi
pengobatan, misalnya:

a)  Penulisan nama dagang atau nama generik pada sediaan dengan zat aktif
tunggal.

b)  Penulisan indikasi dan dosis maksimal sehari pada obat PRN (pro renata atau
“jika perlu”).

c)  Penulisan berat badan dan/atau tinggi badan untuk pasien anak-anak, lansia,
pasien yang mendapatkan kemoterapi, dan populasi khusus lainnya.

d)  Penulisan kecepatan pemberian infus di instruksi pengobatan.

e)  Penulisan instruksi khusus seperti: titrasi, tapering, rentang dosis.

Yang harus dilakukan Tenaga kefarmasian untuk obat pulang pasien

a) Resep dibuat lengkap sesuai regulasi.


b) Telah dilakukan evaluasi terhadap penulisan resep/instruksi pengobatan yang tidak
lengkap dan tidak terbaca.
c) Telah dilaksanaan proses untuk mengelola resep khusus seperti emergensi,
automatic stop order, tapering,
d) Daftar obat yang diresepkan tercatat dalam rekam medis pasien dan menyertai
pasien ketika dipindahkan/transfer.
e) Daftar obat pulang diserahkan kepada pasien disertai edukasi penggunaannya.

7. Jelaskan perbedaan wewenang antar tenaga kefarmasian untuk


melakukan pengkajian resep! Sebutkan apa saja yang termasuk dalam
“5 TEPAT” yang harus dipastikan oleh tenaga kefarmasian saat
dispensing! Sebutkan kelengkapan etiket/label obat yang harus ada
ketika hendak diserahkan dari farmasi ke perawat/pasien!

Jawaban:

Dalam pengkajian resep tenaga teknis kefarmasian diberi kewenangan terbatas


hanya aspek administratif dan farmasetik. Pengkajian resep dilakukan oleh
tenaga kefarmasian yang kompeten dan diberi kewenangan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat sebelum obat
disiapkan. Pengkajian resep aspek administratif meliputi: kesesuaian identitas
pasien (lihat SKP 1), ruang rawat, status pembiayaan, tanggal resep, identitas
dokter penulis resep. Pengkajian resep aspek farmasetik meliputi: nama obat,
bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah obat, instruksi cara pembuatan (jika
diperlukan peracikan), stabilitas dan inkompatibilitas sediaan.
Lima tepat :
a)  Pasien.
b)  Nama obat.
c)  Dosis dan jumlah obat.
d)  Rute pemberian.
e)  Waktu pemberian.
Sebelum pemberian obat kepada pasien, dilakukan verifikasi kesesuaian obat
dengan instruksi pengobatan yang meliputi: a)  Identitas pasien. b)  Nama
obat. c)  Dosis. d)  Rute pemberian. e)  Waktu pemberian. Obat yang termasuk
golongan obat high alert, harus dilakukan double-checking untuk menjamin
ketepatan pemberian obat.
8. Apa perbedaan antara pengkajian resep pada aspek administratif,
farmasetik, dan klinis?

Jawaban:

Pengkajian resep aspek administratif meliputi: kesesuaian identitas pasien (lihat SKP 1),
ruang rawat, status pembiayaan, tanggal resep, identitas dokter penulis resep. Pengkajian
resep aspek farmasetik meliputi: nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah obat,
instruksi cara pembuatan (jika diperlukan peracikan), stabilitas dan inkompatibilitas
sediaan.

Pengkajian resep aspek klinis meliputi: a)  Ketepatan identitas pasien, obat, dosis,
frekuensi, aturan pakai dan waktu pemberian. b)  Duplikasi pengobatan. c)  Potensi alergi
atau hipersensitivitas. d)  Interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan. e)
Variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit, misalnya membandingkan dengan panduan
praktik klinis, formularium nasional. f)  Berat badan pasien dan atau informasi fisiologis
lainnya. g)  Kontraindikasi.

9. Ketika hendak memberikan obat (oral, parenteral, dll) ke pasien, jelaskan


apa saja yang harus dilakukan oleh staf klinis?

Jawaban:

1.  Telah dilaksanaan verifikasi sebelum obat diberikan kepada pasien minimal meliputi:
identitas pasien, nama obat, dosis, rute, dan waktu pemberian.
2.  Telah melaksanakan double checking untuk obat high alert.
3.  Pasien diberi informasi tentang obat yang akan diberikan.

10. Bagaimana bila ada pasien yang membawa obat dari luar rumah sakit? Apa
sebenarnya yang menjadi kekhawatiran bila obat berasal dari yang dibawa
pasien dari luar rumah sakit?

Jawaban:

rumah sakit harus melakukan penilaian terhadap obat tersebut terkait


kelayakan penggunaannya di rumah sakit. Penggunaan obat oleh pasien
secara mandiri, baik yang dibawa dari luar rumah sakit atau yang
diresepkan dari rumah sakit harus diketahui oleh dokter yang merawat dan
dicatat di rekam medis pasien.

berisiko dalam hal identifikasi/keaslian dan mutu obat. Serta kelayakan obat
11. Apa yang sebenarnya perlu dilakukan/diharapkan oleh/dari seorang
apoteker klinis / farmasis klinis menurut standar PKPO 7?

Jawaban:

a) Telah melaksanakan pemantauan terapi obat secara kolaboratif.


b) Telah melaksanakan pemantauan dan pelaporan efek samping obat serta analisis
laporan untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat.

12. Untuk mencegah kesalahan obat (medication error), apa yang harus
dilakukan pihak rumah sakit agar kejadin yang sama tidak terulang lagi?
Jelaskan perbedaan antara KTC, KTD, KNC, dan kejadian sentinel!

Jawaban:

Untuk meningkatkan keselamatan pasien, rumah sakit harus berupaya mengurangi


terjadinya kesalahan obat dengan membuat sistem pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat yang lebih aman (medication safety). Insiden kesalahan obat harus
dijadikan sebagai pembelajaran bagi rumah sakit agar kesalahan tersebut tidak
terulang lagi. Rumah sakit menerapkan pelaporan insiden keselamatan pasien serta
tindak lanjut terhadap kejadian kesalahan obat serta upaya perbaikannya.
Proses pelaporan kesalahan obat yang mencakup kejadian sentinel, kejadian yang
tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC) maupun kejadian nyaris cedera
(KNC),

13. Mengapa upaya pencegahan resistensi antimikroba begitu penting


untuk dilakukan rumah sakit? Jelaskan apa saja upaya yang dapat
dilakukan rumah sakit menurut PKPO 8?

Jawaban:

Resistansi antimikroba (antimicrobial resistance = AMR) telah menjadi


masalah kesehatan nasional dan global. Pemberian obat antimikroba
(antibiotik atau antibakteri, antijamur, antivirus, antiprotozoa) yang tidak
rasional dan tidak bijak dapat memicu terjadinya resistansi yaitu
ketidakmampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba
sehingga penggunaan pada penanganan penyakit infeksi tidak efektif.
Meningkatnya kejadian resistansi antimikroba akibat dari penggunaan
antimikroba yang tidak bijak dan pencegahan pengendalian infeksi yang belum
optimal. Resistansi antimikroba di rumah sakit menyebabkan menurunnya
mutu pelayanan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta meningkatnya
beban biaya perawatan dan pengobatan pasien.
Rumah sakit menyusun program kerja PPRA meliputi:
a)  Peningkatan pemahaman dan kesadaran penggunaan antimikroba bijak bagi
seluruh tenaga kesehatan dan staf di rumah sakit, serta pasien dan keluarga,
melalui pelatihan dan edukasi.
b)  Optimalisasi penggunaan antimikroba secara bijak melalui penerapan
penatagunaan antimikroba (PGA).
c)  Surveilans penggunaan antimikroba secara kuantitatif dan kualitatif. d)
Surveilans resistansi antimikroba dengan indikator mikroba multi drugs
resistance organism (MDRO).
e)  Peningkatan mutu penanganan tata laksana infeksi, melalui pelaksanaan
forum kajian kasus infeksi terintegrasi (FORKKIT).

14. Jelaskan apa saja yang menjadi bagian dalam kegiatan utama
dari penatagunaan antimikroba (PGA) atau antimicrobial
stewardship (AMS)!
Jawaban

kegiatan strategis dan sistematis, yang terpadu dan terorganisasi di


rumah sakit, bertujuan mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara
bijak, baik kuantitas maupun kualitasnya, diharapkan dapat menurunkan
tekanan selektif terhadap mikroba, sehingga dapat mengendalikan
resistansi antimikroba. Dilanjutkan dengan pencatatan dan pemantauan
keberhasilan dan/atau kegagalan terapi, potensial dan aktual jika terjadi
reaksi yang tidak dikehendaki, interaksi antimikroba dengan obat lain,
dengan makanan, dengan pemeriksaan laboratorium, dan reaksi alergi.

Anda mungkin juga menyukai