Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN

KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA


IBU BERSALIN DI RSUD OTISTA
KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2021

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kebidanan

LASTIAR KRISTINA
6221456

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Hubungan usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia
pada ibu bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung tahun 2021”. Yang diajukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
Tidak sedikit rintangan yang saya hadapi dalam penyusunan skripsi ini, baik
dalam teknik penulisan maupun dalam pengumpulan dan pengolahan data. Berkat
dorongan dan bantuan dari segala pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi berbagai
kesulitan tersebut, saya banyak mendapatkan pengarahan dari berbagai pihak, untuk
itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M., M.Keb. selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
3. Lia Kamila S.S.T., Bd., M.Keb. selaku Penanggung jawab program program
studi Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali sekaligus pembimbing
utama skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
pengarahan dan bantuan selama penyusunan skripsi.
4. Anne Loisza S.S.T., Bd., M.Tr.Keb. selaku pembimbing pendamping skripsi
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan
bantuan selama penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen Institut Kesehatan Rajawali Bandung yang telah memberikan
ilmu dan bimbingannya dalam pelaksanaan penyusunan skripsi.
6. Seluruh bidan dan perawat yang telah membantu dalam melakukan
pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian.
7. Papah yg sudah tenang di surga sana terimakasih untuk motivasinya selama
papah hidup banyak sekali nasehat dan cinta kasih yang papah berikan untuk

3
saya, Mama yang selalu mensupport dan memberikan nasehat dan kasih sayi
nng sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Suami dan anak-anak tercinta yang dengan penuh kasih sayangnya telah
banyak memberikan doa, dukungan dan motivasi secara materil maupun
moril guna kelancaran penyelesaian skripsi.
9. Abang , kakak serta adik yang telah memberikan banyak dukungan dan
motivasi kepada saya sehingga saya dapat termotivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
10. Sahabat yang sudah saya anggap saudara saya sendiri Ama, Ibun & Mami
Uwi terimakasih telah banyak memberikan masukan dan motivasinya.
11. Adik adik saya Sri Sulastri dan Nita yang telah banyak membantu dan selalu
memotivasi saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Rekan-rekan seperjuangan Yeni, Sindi, Yulfi, Santi, Desi Serta Semua
Angkatan saya mahasiswa Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali
Bandung yang senantiasa selalu memberikan doa, dukungan dan semangat.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan dukungan, Doa , serta semangat kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi banyak pihak serta
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menambah wawasan
pengetahuan serta pengalaman.

Bandung, Januari 2023

Penulis

4
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................i


HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................v
DAFTAR ISI ...................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN. .............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................6
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................7
1.5 Hipotesis Penelitian........................................................................8
1.6 Manfaat Penelitian..........................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................10
2.1 Preeklampsia..................................................................................10
2.1.1 Definisi Preeklampsia............................................................10
2.1.2 Etiologi .................................................................................11
2.1.3 Patofisiologi...........................................................................13
2.1.4 Mekanisme ...........................................................................14
2.1.5 Faktor Resiko ........................................................................15
2.1.6 Komplikasi ...........................................................................19
2.1.7 Diagnosis Preeklampsia ........................................................20
Preeklampsia Berat ........................................................................21
2.2 Kerangka Teori...............................................................................22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................
23
3.1 Rancangan Penelitian...................................................................23

5
3.2 Kerangka Penelitian.....................................................................23
3.3 Variabel Penelitian.......................................................................23
3.4 Definisi Operasional Variabel......................................................24
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian....................................................24
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian.....................26
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data..................................................26
3.6.2 Prosedur Penelitian..............................................................26
3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data.........................................27
3.7.1 Pengolahan Data..................................................................27
3.7.2 Analisa Data .......................................................................28
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................29
BAB IV PEMBAHASAN ………………........................................................34
4.1 Hasil Penelitian.............................................................................34
4.1.1 Analisis Univariat................................................................34
4.1.2 Analisis Bivariat..................................................................35
4.2 Pembahasan.................................................................................36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN …… ......................................................40
5.1 Simpulan ....................................................................................40
5.2 Saran ...........................................................................................40
DAPTAR PUSTAKA......................................................................................30
LAMPIRAN

6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................... 40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep.......................................................................... 41

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi


Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 : Instrumen Penelitian
Lampiran 4 : Riwayat Hidup Penulis

8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan maternal masih menjadi masalah global dan menuntut semua
pihak mencari terobosan sebagai upaya mencapai derajat kesehatan yang lebih
baik. Bidan sebagai tenaga kesehatan dilini terdepan dalam pelayanan wanita
diharapkan dapat memberikan asuhan yang berkualitas dan sesuai kebutuhan.
Pelayanan yang diberikan tidak sekedar berdasarkan intuisi atau kebiasaan
melainkan harus berdasarkan bukti penelitian handal dan sesuai dengan kaidah-
kaidah Evidance Based Practice (EBP) (Bayu, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) 2019 AKI merupakan
jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca
persalinan yang dijadikan indikator derajat kesehatan perempuan. Untuk Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh tidak
terlaksananya pemeriksaan continuity of care pada ibu, selain itu timbulnya
penyulit persalinan yang tidak segera ditangani. Kematian ibu terjadi pada
perempuan meliputi 4 terlalu yaitu terlalu muda untuk hamil, terlalu tua untuk
hamil, jarak kehamilan yang terlalu dekat, dan kehamilan yang terlalu sering,
serta 3 terlambat yaitu terlambat memberikan pertolongan pertama, terlambat
mencari pertolongan, terlambat membawa ketempat rujukan. AKI merupakan
salah satu target global Sustainable Development Goals (SDGs) dalam
menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
Menurut WHO 2019 AKI di dunia yaitu sebanyak 303.000 jiwa/100.000 KH.
AKI di Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) yaitu sebesar 235 per
100.000 kelahiran hidup (ASEAN Secretariat, 2020).
Angka kejadian AKI di Indonesia tahun 2020 sebanyak 4.627
kasus/ 100.000 kh. AKI di Indonesia saat ini masih tinggi. Berdasarkan hasil
Direktorat Kesehatan Ibu penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
mencapai (31%), preeklampsia (25%), gangguan sistem perdarahan (13,0%)
infeksi sebesar (6%), gangguan metabolic (3%), dan lain-lain sebanyak (35%).

1
2

Data Kemenkes 2020 AKI di Jawa Barat tahun 2019 sebesar 684 kasus
meningkat pada tahun 2020 menjadi 745 Kasus/100.000 KH. Hasil survey
Badan Pusat Statistik (BPS) di Kabupaten Bandung tahun 2018 menunjukkan
bahwa AKI mencapai 39/100.000 kelahiran hidup. Perdarahan merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi sebagai akibat kematian ibu yaitu sekitar
44,68 % baik saat kehamilan, persalinan dan nifas. Adapun penyebab kematian
ibu disebabkan oleh perdarahan (27%), hipertensi atau preeklampsia (14%),
Infeksi (11%), Abortus (8%), Emboli (3%), kematian tidak langsung (28%) dan
kematian langsung (10%). UNICEF (2020). Preeklampsia di kabupaten
Bandung menempati peringkat kedua penyumbang angka kematian ibu
sebanyak 19,56 %.
Preeklampsia dapat dideteksi ketika kehamilan ≤ 34 minggu dan
ditemukan tekanan darah sistol < 160 mmHg dan tekanan darah diastol < 110
mmHg maka pasien memiliki komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia,
selanjutnya dilakuakan evaluasi janin termasuk evaluasi ultrasonografi
pertumbuhan janin dan perkiraan volume cairan ketuban saat masuk,
velosimetri Doppler arteri umbilikalis, pemantauan detak jantung janin, dan
evaluasi klinis kriteria janin (Le et all, 2019). Preeklampsia pada awalnya
penyakit ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir kehamilan berisiko
terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani secara
cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan
otak yang berakhir dengan kematian (Fatkhiyah,2018).
Penyebab preeklampsia masih belum diketahui secara pasti. Namun
masalah kesehatan tersebut dapat dihubungkan dengan beberapa faktor. Para
ahli mempercayai bahawa preeklampsia disebabkan oleh adanya masalah
dengan perkembangan Plasenta. Preeklampsia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu umur, paritas, riwayat hipertensi, hamil kembar, obesitas dan diabetes
melitus (Bothamley et al, 2012)
Sekitar 13% wanita berusia 15 - 20 tahun lebih memiliki resiko tinggi
baik untuk ibu maupun janinnya, wanita berusia 35 tahun memperlihatkan
3

peningkatan bermakna dalam insiden hipertensi atau preeklampsia. Angka


kematian ibu lebih tinggi pada wanita yang memiliki usia ekstrim yaitu <20 dan
>35 Dan 85% preeklampsia terjadi pada primigravida (Erlita andIit,2017).
Wanita hamil dengan usia diatas 35 tahun akan mengalami perubahan
fisiologis tubuh seperti vaso spasme, aktivasi berlebihan sistem koagulasi dan
gangguan hormonal yang akan berdampak berkurangnya produksi prostasiklin
sebagai vasodilator kuat, selain itu akan terjadi agregasi sel trombosit pada sel
endotel yang rusak dan menyebabkan produksi berlebihan vasokonstriktor
tromboksan. Kadar tromboksan jauh lebih tinggi dibandingkan kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi terus menerus dan peningkatan
tekanan darah. (Martadiansyah, 2019).
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun berisiko mengalami
preeklampsia karena organ reproduksi belum terbentuk secara sempurna. Usia
terlalu muda dalam menjalani proses kehamilan akan berpengaruh terhadap
kematangan organ reproduksi dan komplikasi – komplikasi yang akan terjadi
salah satunya yaitu preeklampsia. (Retnawati, 2017). Usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun
meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi. Selain itu
ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi
preeklamsi (Cuningham, 2016).
Angka kematian ibu 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan
resiko meningkat lagi pada grandemultigravida. Etiologi terjadinya preeklampsi
belum bisa diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya preeklampsi yaitu primigravida/nulliparitas, usia
ibu yang ekstrim (35 th), riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsi,
penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas,
diabetes melitus, penyakit trofoblas (70% terjadi pada kasus molahidatidosa).
4

Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3


merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko
meningkat lagi pada grande multigravida (Bobak, 2015). Ibu paritas primipara
akan terjadi pembentukan “Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA)” yang
berperan penting dalam modulasi respon imunitas, sehingga ibu menolak hasil
konsepsi (plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga terjadi
preeklampsia. Sedangkan ibu dengan paritas grandemultipara sudah mengalami
penurunan fungsi sistem reproduksi sehingga menyebabkan preeklampsia
(Veftisia,2018).
Dampak preeklampsia pada ibu yaitu kelahiran prematur, oliguria,
kematian, sedangkan dampak pada janin yaitu pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, dapat pula meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Yogi ED
etal,2014). Dampak preeklamsi pada ibu adalah meningkatnya persalinan
secio caesarea (SC), perdarahan, kejang/eklamsia, koma, dan solusio plasenta
hingga kematian/mortalitas. Dampak preeklampsia pada ibu adalah pulmonal,
gagal hati dan gagal ginjal, disseminated intravascular coagulation (DIC),
sindrom HELP, dan perdarahan otak. Dampak preeklampsia pada janin yaitu
Prematuritas, Kematian, Berat bayi lahir rendah (BBLR), Intrauterine growth
restriction (IUGR), dan oligohidramion,(Eka,2021). Sebesar 90% dampak
negtif dapat dicegah dengan melakukan perawatan antenatal, obstetri, dan
perinatal yang berkualitas termasuk perawatan yang diberikan oleh bidan dan
penolong persalinan yang terampil (UNFPA, 2018). Upaya pemerintah dalam
meningkatkan kesehatan ibu secara optimal dalam menurunkan angka kematian
ibu, adalah dengan ditetapkannya target AKI pada tahun 2030 sebesar 70 per
100.000 .
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan didefinisikan
sebagai suatu kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140/90 MmHg dan tingginya kadar protein pada urine
(proteinuria) yang sering muncul pada umur kehamilan ≥ 20 minggu disertai
dengan proteinuri (≥300mg/24 jam atau 1+ dipstik). Faktor risiko adalah suatu
karakteristik atau tanda dan gejala yang dapat menentukan seberapa besar
5

kemungkinan seorang individu yang sehat mengalami sakit namun tidak


memiliki hubungan sebab akibat dari penyakit tersebut (Hermawati, 2020).
Menurut penelitian Prasetyo, Wijayanegara dan Yulianti, (2015) dalam
penelitiannya yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Preeklampsia pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2013” terdapat hubungan antara
karakteristik ibu hamil dengan kejadian preeklampsia diantaranya ditinjau dari
segi, umur, dan paritas. Menurut penelitian Nuralfi fauziah, dkk, (2020)
kejadian preeklampsia di RSUD dr. hj. Abdoel Moeloek Bandar Lampung
tahun 2020 ibu mengalami preeklamspia dan ibu dengan paritas multigravida,
sebanyak 43 (33,9%) ibu mengalami preeklampsia dan sebanyak 84 (66,1%)
tidak mengalami preeklamsia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara jumlah kelahiran (paritas) dengan kejadian
preeklamspia di RSUD Dr. H. Abdoel Moelek Bandar Lampung tahun 2020.
Kesimpulan hasil penelitian diperoleh “Ada hubungan faktor umur dengan
kejadian preeklampsia di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung
tahun 2020, (Komalasari et al., 2021)
Rumah Sakit Daerah Soreang adalah salah satu Rumah Sakit
Pemerintah yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, berdiri pada tahun
1996, merupakan pengembangan dari Puskesmas DTP Soreang. RSD Soreang
didirikan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah TK. II Bandung
Nomor: 445/4056/Tapra tahun 1996 perihal Persetujuan Prinsip Peningkatan
Puskesmas DTP Soreang menjadi Rumah Sakit Kelas D. Salah satu tugas dari
Rumah Sakit Otista yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna
dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit. Berdasarkan hasil data studi pendahuluan di RSUD OTISTA tahun
2021 , data kejadian preeklampsia pada tahun 2019 adalah 146 orang (7,3%)
pada tahun 2020 adalah 195 orang (11,2%) dan pada tahun 2021 berdasarkan
rekam medis adalah 300 orang (12,9%) terjadi peningkatan sebanyak 105 kasus
6

(3,9%) dan angka kematian ibu ditahun 2021 sebanyak 10 orang (0,9%) karena
preeklampsia.
Maka berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai Hubungan usia dan paritas dengan kejadian
preeklampsia di RSUD Otista Soreang Kabupten Bandung tahun 2021.

1.2 Identifikasi Masalah


Jumlah ibu bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung pada tahun
2021 sebanyak 7.947 orang dengan persalinan pervaginan dan section caesaria.
Penyebab komplikasi pada ibu bersalin di RSUD Otista diantaranya adalah
atonia uteri 355 kasus (19,9 ), KPD 350 kasus ( 19,6%) dan preeklampsia 204
kasus (11,4%). Preeklampsia meningkat dari tahun 2019 sebanyak 146 orang
( 7,3%), kemudian pada tahun 2020 meningkat menjadi 195 orang (11,2%) dan
pada tahun 2021 sebanyak 300 orang (12,9%). Preeklampsia menjadi penyebab
kematian ke tiga setelah perdarahan ( atonia uteri) pada tahun 2021. Jumlah
kematian ibu bersalin akibat preeklamsia sebanyak 10 orang (0,9%) dengan
rata-rata usia <20 tahun atau > 35 tahun, dan paritas lebih dari persalinan kedua.
Umur ibu <20 tahun atau >35 tahun menjadi salah satu faktor
preeklampsia karena Pada umur <20 tahun diketahui bahwa organ reproduksi
matang secara sempurna selain itu diduga karena adanya suatu mekanisme
imunologi disamping endokrin dan genetic hal ini akan meningkatkan
terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk preeklampsia dan eklampsia
(Situmorang et al., 2016).
Umur pada umur >35 tahun atau semakin bertambahnya umur ibu
hamil, dapat terjadi proses degeneratif yang menyebabkan terjadinya
pengerasan dinding pembuluh darah yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
penyempitan pembuluh darah dan rentang menderita Preeklampsia karena
kehamilan atau superimposed Preeklampsia .(Lowdermilk et al., 2014). Hal ini
sejalan dengan penelitian komalasari tahun 2021 jika umur yang berisiko tinggi
memiliki 3,9 kali lebih besar pada preeklampsia (Komalasari et al., 2021).
7

Paritas ialah jumlah kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh
seorang ibu baik itu hidup atau pun mati.
Faktor paritas mempunyai pengaruh persalinan, ibu hamil memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan selama masa kehamilan.
Primigravida sering mengalami stress dalam persalinan dikarenakan belum
adanya pengalaman melahirkan, sehingga dapat mempengaruhi terjadinya
hipertensi dalam kehamilam atau preeklampsia. Stres emosi mengakibatkan
peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
hipotalamus,kemudian menyebabkan peningkatan terhadap kortisol. Kortisol
mempersiapkan tubuh merespon terhadap semua stressor dengan meningkatkan
respon simpatis, termasuk respon untuk meningkatkan curah jantung dan
mempertahankan tekanan darah. Ibu hamil dengan Preeklampsia tidak terjadi
penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
mengakibatkan peningkatan volume darah yang berakibat meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi hermawati
tahun 2022 jika paritas tidak ada hubungan dengan preeklampsia (Hermawati,
2020). Dampak preeklampsia pada ibu yaitu kelahiran prematur, oliguria,
kematian, sedangkan dampak pada janin yaitu pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, dapat pula meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Yogi ED
et al,2014).

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan usia dan paritas
dengan kejadian preeklampsia di RSUD Otista Soreang Kabupten Bandung
tahun 2021?”

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian
preeklampsia di RSUD Otista Kabupten Bandung tahun 2021?”
8

1.4.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui distribusi frekuensi usia pada ibu bersalin di RSUD Otista
Kab. Bandung tahun 2021.
2. Mengetahui distribusi frekuensi paritas pada ibu bersalin di RSUD Otista
Kab. Bandung tahun 2021.
3. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di
RSUD Otista Kab. Bandung tahun 2021.
4. Mengetahui hubungan usia dengan kejadian preeklampsia pada ibu
bersalin di RSUD Otista Kab. Bandung 2021.
5. Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian preeklampsia pada ibu
bersalin di RSUD Otista Kab. Bandung 2021.

1.5 Hipotesis Penelitian


1. Tedapat hubungan antara usia dengan kejadian preeklampsia pada ibu
bersalin di RSUD Otista Kab. Bandung.
2. Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian preeklampsia pada ibu
bersalin di RSUD Otista Kab. Bandung.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan atau
referensi bagi para mahasiswa dan peneliti untuk melakukan penelitian lebih
lanjut terkait hubungan umur dan paritas dengan kejadian preeklampsia.
Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan dasar kajian
untuk menelaah lebih lanjut dalam mengetahui hubungan karakteristik dengan
kejadian preeklampsia.
9

1.6.2 Manfaat Praktis


a. Bagi RSUD Otista
Dapat meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kebidanan
khususnya pemantauan secara dini mengenai kegawat daruratan maternal
dan neonatal.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menjadi masukan dan menambah informasi dalam
mengembangkan penelitian ini dengan desain dan variabel yang berbeda.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.2 Definisi Preeklampsia
Kehamilan serta persalinan merupakan suatu peristiwa alamiah dan hal
yang sangat dinanti setiap ibu yang sedang menunggu proses kelahiran bayinya.
Meskipun persalinan merupakan peristiwa fisiologis namun setiap proses
persalinan yang terjadi berisiko mengalami komplikasi selama persalinan. Hal
tersebut dapat memperburuk kondisi baik ibu maupun bayi selama persalinan
berlangsung sehingga berdampak terjadinya kematian pada ibu dan bayi
(Cuningham, 2014).
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya
inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
umur kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia selalu didefinisikan dengan
adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria),(POGI,2016). Meskipun kedua kriteria ini masih
menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal,(POGI, 2016).
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan didefinisikan
sebagai suatu kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140/90 MmHg dan tingginya kadar protein pada urine
(proteinuria) yang sering muncul pada umur kehamilan ≥ 20 minggu disertai
dengan proteinuri (≥300mg/24 jam atau 1+ dipstik), (POGI, 2016). Hipertensi

10
didiagnosis secara empiris bila tekanan darah yang diambil secara tepat
melebihi

11
11

140 mm Hg sistolik atau 90 mm Hg diastolik. Korotkof fase V digunakan untuk


menentukan tekanan diastolik. Sebelumnya peningkatan bertahap sistolik 30
mm Hg atau diastolik 15 mm Hg di atas nilai tekanan darah yang diambil pada
pertengahan kehamilan juga telah digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan
ketika nilai absolut < 140/90 mm Hg. Perubahan tambahan ini tidak lagi
digunakan untuk mendefinisikan hipertensi, tetapi direkomendasikan bahwa
wanita tersebut diamati lebih dekat karena eklampsia berkembang pada
beberapa yang tekanan darahnya tetap di bawah 140/90 mm Hg (Cunningham,
FG, 2017).

2.1.2 Etiologi
Sejumlah mekanisme telah diusulkan untuk menjelaskan penyebab
Preeklampsia bukan hanya "satu penyakit", tetapi merupakan hasil akhir dari
berbagai faktor yang mungkin mencakup sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan
janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting meliputi:
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh
darah uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif di antara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal
4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta
pengaruh epigenetik.
1) Invasi Trofoblastik Abnormal
Implalantasi normal adalah karakteristik dipicu oleh remodeling
ekstensif arteriola spiralis didalam desidua basalis. Trofoblas
endovaskular menggantikan endotel vaskular dan lapisan otot untuk
memperbesar diameter pembuluh darah. Pada preeklamsia, mungkin
terjadi invasi trofoblastik inkomplet. Bila terjadi invasi yang dangkal
scperti ini, pcmbuluh desidua, dan bukan pembuluh miometrium, akan
dilapisi oleh trofoblas endovaskular.
12

Arteriola miometriun yang lebih dalam tidak kehilangan lapisan endotel


dan jaringan muskuloelastik mereka dan rerata diameter eksternal
mereka hanya setengah diameter pembuluh pada plasenta normal.
Derajat gangguan invasi trofoblas pada arteria spiralis berhubungan
dengan keparahan penyakit hipertensi.
Lumen arteriola spiralis yang terlalu sempit (abnormal) kemungkinan
mengganggu aliran darah plasenta. Berkurangnya perfusi dan
lingkungan yang hipoksik akhirnya menyebabkan pelepasan debris
plasenta yang mencetuskan respons inflamasi sistemik.
2) Faktor Imunologis
Toleransi sistem imun ibu terhadap plasenta yang diturunkan dari ayah
dan antigen janin. Hilangnya toleransi merupakan teori lain yang
berusaha menjelaskan sindrom preeklampsia. Tentu saja perubahan
histologis pada maternal plasenta ibu menunjukan penolakan cangkok
akut. Data inferensial juga menunjukan bahwa preeklampsia adalah
gangguan yang diperantarai sistem imun pada preeklampsia misalnya,
risiko preeklampsia meningkat dalam keadaan dimana pembentukan
antibodi pemblokiran terhadap situs antigenik plasenta terganggu. Pada
kondisi ini, kehamilan pertama akan memiliki risiko yang lebih tinggi.
3) Aktivasi Sel Endotel
Perubahan inflamatorik diduga merupakan kelanjutan perubahan pada
tahap 1i. Sebagai respons terhadap iskemia atau akibat faktor pemicu
lainnya, faktor plasenta dilepaskan dan memulai serangkaian kejadian.
Sehingga faktor metabolik dan antiangiogenik serta mediator inflamasi
Iainnya diduga memicu cedera endotel.
4) Faktor Genetik
Preeklampsia merupakan penyakit multifaktorial dan poligenik. Dalam
suatu ulasan yang komprehensif, risiko insiden preeklampsia sebesar 20
hingga 40 persen pada anak dari ibu yang pernah mengalami
preeklamsia, 11 hingga 37 persen pada saudara perempuan seorang
penderita prceklampsia, dan 22 hingga 47 persen pada kehamilan
13

kembar, Variabel Genetik Lainnya. Terdapat sebuah daftar yang


panjang berisi variabel-variabel Iain yang memengaruhi ekspresi
genotipik dan fenotipik sindrom preeklampsia. Beberapa di antaranya:
a. Genotipe ganda: maternal dan paternal (fetal dan plasental)
b. Subkelompok: penyakit yang terkait, seperti diabetes dan sifat-sifat,
seperti paritas
c. Etnisitas genomic. frekuensi polimorfisme, genetic drift, efek
founder, dan seleksi.
d. Interaksi antar gen: alel spesifik atau produk dari dua atau lebih gen
yang saling memengaruhi sehingga memengaruhi fenotipe
e. Fenomena epigenetik: variasi dalam ekspresi gen stabil yang
fungsional, misalnya, perbedaan pada kembar monozigotik
f. Interaksi gen lingkungan hal ini bersifat tidak terbatas (Cunningham,
F. Gary, 2018)

Gambaran 2.1. Skema Implantasi Plasenta Normal

2.1.3 Patofisiologi
Meskipun penyebab preeklamsia masih belum diketahui, bukti manifestasi
preeklamsia dimulai pada awal kehamilan, dengan perubahan patofisiologi
terselubung yang mendapatkan momentum selama kehamilan dan akhirnya
menjadi nyata secara klinis. Kecuali pengiriman supervenes, perubahan ini pada
14

akhirnya menyebabkan akhirnya meyebabkan keterlibatan multiorgan dengan


spektrum klinis yang berkisar dari nyaris tidak nyata hingga penurunan
patofisiologis katastrofik yang dapat mengancam nyawa ibu maupun janin.
Seperti yang telah diuraikan tanda klinis ini diduga merupakan akibat
vasospasme, disfungsi endotel dan iskemia. Meskipun sejumlah besar dampak
sindrom preeklamsia pada ibu biasanya diuraikan per sistem organ, manifestasi
klinis ini sering kali multipel dan bertumpang tindih secara klinis.
1. Sistem Kardiovaskular
Gangguan kardiovaskular sering terjadi pada sindrom preeklampsia
atau. Gangguan ini berkaitan dengan:
1) peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi
2) preload jantung, yang dikurangi dengan penurunan ekspansi volume
secara patologis selama kehamilan dan yang meningkat dengan
kristaloid intravena atau onkotik.
3) aktivasi endotel menyebabkan ekstravasasi interendotel cairan
intravaskular kedalam ruang ekstraseluler dan yang penting ke dalam
paru-paru.
2. Perubahan Hemodinamik
Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensi terkait
kehamilan bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Faktor-faktor ini
termasuk keparahan preeklampsia, keparahan hipertensi, adanya penyakit
kronis yang mendasari, adanya preeklampsia, dan stadium perjalanan klinis
saat mereka dipelajari. Terdapat sejumlah klaim bahwa pada beberapa
perempuan, perubahan ini bahkan dapat mendahului hipertensi. Namun
demikian, dengan onset klinis klinis preeklampsia, terjadi penurunan
jantung menurun,kemungkinan karena peningkatan tahanan perifer.

2.1.4 Mekanisme
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklampsia.
Masing- masing manifestasi menunjukkan ketetlibatan berat suatu organ
dan memerlukan perhatian segera:
15

1. Nyeri kepala dan skotomatn diduga timbul akibat hiperperfusi


serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus oksipitalis.
Menurut Sibai (2005) dan Zwart dkk., (2008), 50 hingga 75 persen
perempuan mengalami nyeri kepala dan 20 hingga 30 persen di
antaranya mengalami gangguan penglihatan yang mendahului kejang
eklalntik. Nyeri kepala dapat ringan hingga berat, dan dapat
intermicen atau konstan. Menurut pengalaman kami, tanda ini unik
karena biasanya membaik setelah dimulainya infus magnesium sulfat.
2. Kejang bersifat diagnostik untuk eklampsia.
3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklampsia saja, tetapi sering menjadi
komplikasi pada kejang eklamtik, yaitu pada hingga 15 persen
perempuan (Cunningham dkk., 1995) Kebutaan telah dilaporkan
timbul hingga seminggu atau lebih setelah pelahiran (Chambers dan
Chain,2004)Setidaknya terdapat dua jenis kebutaan yang akan dibahas
selanjutnya.
4. Edema Otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklampsia dan
biasanya bermanifestasi sebagai perubahan Status mental yang
bervariasi dari kebingungan hinooa koma. Kondisi ini khususnya
berbahaya karena dapat menyebabkan herniasi supratentorial yang
membahayakan jiwa.

2.1.5 Faktor Resiko


Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara , sedangkan
perempuan yang lebih tua berada pada risiko yang lebih besar untuk hipertensi
kronis yang bertumpang tinding dengan preeklampsia, selain itu insiden sangat
dipengaruhi oleh ras etnis dan karena itu, oleh predisposisi genetik. Faktor lain
meliputi pengaruh lingkungan, sosial ekonomi, dan bahkan musim .
(Cunningham, F. Gary, 2017).
Faktor – faktor lain yang berkaitan dengan dengan preeklampsia
mencakup obesitas , kehamilan ganda, umur ibu lebih dari 35 tahun, dan etnis
16

Afrika-Amerika. Hubungan berat badan ibu dan dan resiko preeklampsia bersifat
progresif Risiko ini meningkatkan dari 4,3 persen untuk perempuan yang
memiliki indeks masa tubuh (IMT) <20kg/m² menjadi 13,3 persen pada
perempuan yang memiliki IMT>35 kg/m². Pada perempuan dengan kehamilan
kembar, di bandingkan dengan kehamilan tunggal ,insiden hipertensi
gestasional-13 versus 6 persen, meningkat secara signifikan. Insiden ini
berkaitan dengan zigositas kembar tersebut (Cunningham, F. Gary, 2018)
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Preeklampsia
1) Faktor umur
Umur ibu <20 tahun atau >35 tahun menjadi salah satu faktor
preeklampsia karena Pada umur <20 tahun diketahui bahwa organ
reproduksi matang secara sempurna selain itu diduga karena adanya
suatu mekanisme imunologi disamping endokrin dan genetic hal ini
akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk
preeklampsia dan eklampsia (Situmorang et al., 2016).
Umur pada umur >35 tahun atau semakin bertambahnya umur ibu
hamil, dapat terjadi proses degeneratif yang menyebabkan terjadinya
pengerasan dinding pembuluh darah yang selanjutnya menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah dan rentang menderita
Preeklampsia karena kehamilan atau superimposed Preeklampsia .
(Lowdermilk et al., 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian komalasari
tahun 2021 jika umur yang berisiko tinggi memiliki 3,9 kali lebih besar
pada preeklamsia (Komalasari et al., 2021)
2) Paritas
Paritas ialah jumlah kelahiran hidup atau jumlah anak yang
dimiliki oleh seorang ibu baik itu hidup atau pun mati. Faktor paritas
mempunyai pengaruh persalinan, ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami gangguan selama masa kehamilan. Primigravida
sering mengalami stress dalam persalinan dikarenakan belum adanya
pengalaman melahirkan, sehingga dapat mempengaruhi terjadinya
hipertensi dalam kehamilam atau preeklampsia.
17

Stres emosi mengakibatkan peningkatan pelepasan corticotropic-


releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus, kemudian menyebabkan
peningkatan terhadap kortisol. Kortisol mempersiapkan tubuh
merespon terhadap semua stressor dengan meningkatkan respon
simpatis, termasuk respon untuk meningkatkan curah jantung dan
mempertahankan tekanan darah. Ibu hamil dengan Preeklampsia tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida
tersebut, sehingga mengakibatkan peningkatan volume darah yang
berakibat meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Hal ini
sejalan dengan penelitian Dewi hermawati tahun 2022 jika paritas tidak
ada hubungan dengan preeklamsia (Hermawati, 2020)
4) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai
faktor risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada
wanita yang memiliki paparan rendah terhadap sperma.
5) Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia,
memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir
sama dengan nulipara. Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko
preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval
dengan kehamilan pertama
6) Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan
faktor risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia
onset dini, dan dampak perinatal yang buruk.
18

7) Riwayat keluarga preeklampsia


Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko
hampir 3 kali lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu
meningkatkan risiko sebanyak 3.6 kali lipat.
8) Kehamilan multipel
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan,
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat. Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki
risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet Sibai dkk
menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan
normal.
9) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Saat pertama kali ANC Obesitas merupakan faktor risiko
preeklampsia dan risiko semakin besar dengan semakin besarnya IMT.
Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga
merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas meningkatkan risiko
preeklampsia sebanyak 2, 47 kali lipat sedangkan wanita dengan IMT
sebelum hamil > 35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko
preeklampsia 4 kali lipat. IMT adalah rumus yang sederhana untuk
menentukan status gizi, terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan
kekurangan berat badan. Rumus menentukan IMT adalah sebagai
berikut: IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan ²(dalam meter)
Klasifikasi IMT di Indonesia sudah disesuaikan dengan karakteristik
Negara berkembang. Perbedaan karakteristik menjadi penyebab tidak
bisa disamaratakan IMT di Negara maju dengan Negara berkembang.
10) DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat bila
diabetes terjadi sebelum hamil.
19

11) Penyakit Ginjal


Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia
meningkat sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan
penyakit ginjal.
12) Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik,
didapatkan insiden preeklampsia superimposed dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk. Chappel juga
menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang dapat dinilai secara dini
sebagai prediktor terjadinya preeklampsia superimposed pada wanita
hamil dengan hipertensi kronik yaitu Riwayat preeklampsia
sebelumnya , Penyakit ginjal kronis, Merokok, Obesitas (POGI, 2016).

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin,
namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin
adalah sebagai berikut (Marianti, 2017)
1. Bagi Ibu
1) Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim
liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
2) Eklamsia, preeklampsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
3) Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan
dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika
mempunyai riwayat preeklampsia.
4) Kegagalan organ, preeklampsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa
organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
5) Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk
20

pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang


menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
6) Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan
plasenta, yang akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan
janin.
7) Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika
seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami
kerusakan karena adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga
karena tidak mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran
darah, kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan
kematian.(Indrieni, 2020).
2. Bagi janin/bayi
1) Asfiksia neonatorum,
2) Pertumbuhan bayi terhambat (Intra Uterin Fetal Retardation)
3) Hipoksia intrauteri,
4) Kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.

2.1.7 Diagnosis Preeklamsia


Terjadinya peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg
atau peningkatan tekanan sistolik 15 mmHg atau adanya tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sekurang- kurangnya 90
mmHg atau lebih dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat
sebagai diagnosis preeklampsia.(Handayani, 2019) Kriteria terbaru sudah tidak
mengkategorikan preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat (Handayani,
2019) Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia yaitu:
21

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter


2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent orreversed end diastolic velocity (ARDV)(POGI,
2016)
2.2 Usia
Usia adalah lama waktu individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Padila, 2014). Usia
merupakan bagian dari status reproduksi yang penting dan memiliki pengaruh
terhadap kehamilan dan waktu persalinan. Usia berkaitan dengan peningkatan atau
penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan seseorang. Usia
yang paling aman dan memungkinkan tidak beresiko untuk hamil dan melahirkan
adalah usia 20-35 tahun, karena pada usia tersebut memiliki kematangan baik dari
segi fisik, serta kesiapan mental ibu untuk menerima dan merawat bayi maupun
dirinya. Sedangkan wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan wanita
yang hamil pada usia > 35 tahun akan mempunyai resiko yang sangat tinggi
terhadap kehamilan dan persalinan, yaitu preeklampsia.
Lockwood dan Paids mengambil batasan usia kemungkinan beresiko
terjadinya preeklamsia yaitu umur kehamilan >37 minggu untuk preeklamsia
ringan, sedangkan batasan umur kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklamsia berat
(Prawirohardjo, 2020). Dengan demikian tingkat morbilitas dan mortalitas ibu
serta bayi yang dilahirkan bisa dipengaruhi oleh usia kehamilan dan usia ibu pada
saat melahirkan.
22

2.3 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup yaitu kondisi
yang menggambarkan kelahiran sekelompok atau kelompok wanita selama masa
reproduksi (BKKBN, 2018). Menurut Bobak (2017) paritas merupakan jumlah
kehamilan yang menghasilkan janin hidup bukan jumlah janin yang dilahirkan.
Jumlah janin yang lahir atau mati setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi
paritas. Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau pernah hamil
berdasarkan jumlahnya, yaitu :
1. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kali..
2. Multigravida dalah wanita yang pernah hamil beberapa kali, dimana
kehamilan tersebut tidak lebih dari 5 kali.
3. Grandemultigravida adalah wanita yang pernah hamil lebih dari 5 kali
Menurut sumber lain Siswosudarmo (2012) Paritas adalah jumlah janin
dengan berat badan lebih dari atau sama dengan 500 gram yang pernah
dilahirkan hidup maupun mati. Bila berat badan tak diketahui maka dipakai
umur kehamilan, yaitu 24 minggu. Adapun jenis paritas bagi ibu yang sudah
partus antara lain yaitu:
1. Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu
hidup
2. Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang telah
mencapai tahap mampu hidup
3. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau lebih
Ibu hamil dengan usia > 35 tahun dengan paritas 2-3 dan jarak lahir > 5
tahun memiliki faktor resiko terjadinya preeklampsia, selain itu juga status
pendidikan, riwayat hipertensi, riwayat komplikasi kehamilan memegang
peranan penting untuk meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia dan resiko
tinggi kehamilan. Jarak aman kehamilan dan proses bersalin yaitu 2-5 tahun.
Jarak lahir <2 tahun menandakan bahwa uterus atau alat reproduktif ibu tidak
akan kembali ke normal, sedangkan jika melahirkan dengan jarak lahir > 5 tahun
akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia yang berhubungan dengan
23

proses degeneratif atau kekuatan fungsi otot uterus dan otot pelvis melemah
yang sangat berpengaruh terhadap proses bersalin ketika terjadi kehamilan
dikemudian hari.
Wanita yang baru menjadi ibu atau ibu dengan pasangan baru memiliki
enam sampai 8 kali resiko lebih mudah terkena preeklampsia dibandingkan
multipara, sedangkan anak wanita dan saudara wanita ibu dengan preeklampsia
memiliki resiko lebih tinggi terjadinya preeklampsia. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa usia kehamilan (sebelum minggu ke 28), usia ibu lebih dari
25 tahun, dan ibu multigravida dan ibu yang menderita hipertensi kronis atau
penyakit ginjal merupakan salah satu faktor meningkatnya jumlah morbilitas dan
mortalitas maternal dan perinatal tertinggi yang disebabkan oleh preeklampsia
berat- eklampsia .
Menurut Wiknjosastro (2015), paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari kasus kematian ibu. Paritas pertama berhubungan dengan
kuranganya pengalaman dan pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih
dari tiga) merupakan paritas beresiko terjadinya preeklampsia. Ibu dengan
paritas tinggi (lebih dari 4) sudah mengalami penurunan fungsi sistem
reproduksi, selain itu biasanya ibu terlalu sibuk mengurus rumah tangga
sehingga sering mengalami kelelahan Evi Diliana Rospia, dkk.: Hubungan
Paritas dengan Kejadian Preeklampsia Berat di RSUD Panembahan Senopati
Bantul CARING, Volume 5 Nomor 2, Desember 2021 26 dan kurang
memperhatikan pemenuhan gizinya (Henderson, 2006). Pada primigravida
sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi
pada primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic- releasing
hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan
kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap
semua stresor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan
darah. Pada wanita dengan preeklamsia/eklamsia, tidak terjadi penurunan
sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan
24

besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah.
(Windaryani, dkk. 2013).

2.4 Peran Bidan dalam Penanganan Preeklampsia


Bidan adalah seorang petugas yang ahli dalam menangani kondisi-kondisi
normal pada masa usia subur sekaligus mendeteksi komplikasi yang ada pada
saat kehamilan. Peran bidan untuk mendeteksi terjadinya komplikasi yang ada
pada saat kehamilan yaitu peran bidan pada masa kehamilan, periode persalinan
dan periode BBL dan Nipas. Pengetahuan yang harus dimiliki seorang bidan
tentang kondisi fisiologis pada awal kehamilan sangat penting untuk memahami
tanda dugaan (presumptive) dan tanda kemungkinan (probable) kehamilan.
Pengetahuan ini juga penting untuk mengetahui adanya kelainan pada kehamilan
atau kondisi tertentu yang dapat menimbulkan tanda dan gejala khusus.
Apabila kehamilan termasuk resiko tinggi maka harus diberikan perhatian
dan jadwal kunjungan yang ketat. Namun, apabila kehamilan normal jadwal
asuhan antenatal cukup empat kali selama kehamilan. Selama melakukan
kunjungan untuk asuhan antenatal, ibu hamil akan mendapatkan serangkaian
pelayanan untuk mendeteksi adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama
kehamilan yang dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan. Ada beberapa
komplikasi minor yang sering muncul adalah yang masih dapat ditangani secara
mandiri dalam ruang lingkup praktik bidan, yang perlu dikonsultasikan ke
dokter, yang membutuhkan kolaborasi dengan dokter, atau yang perlu dirujuk ke
dokter untuk mendapatkan penatalaksanaan medik.
Peran bidan dalam penanganan preeklampsia atau gangguan hipertensi
selama kehamilan terletak pada ketelitiannya dalam melakukan pemeriksaan,
mengidentifikasi dini, dan melakukan konsultasi atau berkolaborasi dengan
dokter. Preeklamsia dapat menimbulkan dampak yang sangat serius baik pada
janin maupun pada ibu hamil. Oleh karena itu, mempertahankan tingkat
kecurigaan yang tinggi dan menghindari asumsi berlebihan bahwa temuan yang
diperoleh menunjukan kondisi normal akan membantu menegakkan diagnosis
yang tepat.
25

Pengetahuan bidan sangat penting dalam membedakan hipertensi kronis


dari preeklampsia. Apabila tekanan darahnya melabihi batas normal atau
terdapat proteinuria, kondisi ini dapat dikatakan sebagai tanda preeklampsia atau
penyakit ginjal dan bukan merupakan hal yang bisa disebabkan oleh hipertensi
kronis. Tanda dan gejala preeklampsia merupakan dasar pengkajian riwayat
rutin, pemeriksaan fisik dan penapisan lobaratorium yang dilakukan pada setiap
kunjungan.
Ketika diagnosis preeklamsia ditegakan atau ada dugaan kuat
preeklampsia, maka yang dibutuhkan oleh bidan adalah konsul dokter.
Persalinan merupakan solusi untuk mengatasi preeklampsia. Peran terbaik yang
dilakukan oleh bidan adalah memfasilitasi persalinan. Apabila usia kehamilan
belum cukup bulan maka beresiko akan mengancam kehidupan janin. Oleh
karena itu, upayakan penatalaksanaan preeklampsia dengan mengutamakan
keselamatan ibu dan janin. Tindakan ini harus ditujukan sebagai salah satu upaya
meningkatkan kondisi ibu sehingga memungkinkan janin menjadi matang.
Apabila preeklampsia yang dialami ringan dan muncul kondisi yang tidak
terlalu berat, maka penatalaksanaan dapat dirawat dirumah, dengan
memodifikasi pola tirah baring, memeriksa protein urine dan memperbanyak
jumlah kunjungan ke pelayanan kesehatan dan kunjungan rumah untuk
memeriksa tekanan darah dan gejala lain. Apabila tekanan darah meningkat,
proteinuria berlanjut, pemeriksaan laboratorium mengindikasikan perburukan
penyakit, atau ada kelainan kondisi janin, maka penatalaksanaannya dianjurkan
untuk melakukan perawatan di rumah sakit sampai masa persalinan. Hal ini
dilakukan dengan mengkaji ulang untuk memperpanjang usia kehamilan,
tergantung pada perkembangan penyakit ibu dan status janin.
Sebelum persalinan, penatalaksanaan difokuskan pada pola tirah baring,
pemeriksaan tekanan darah secara teratur, pemeriksaan laboratorium, fungsi hati
dan ginjal, kondisi ginjal serta kondisi janin. Apabila kondisi tersebut dalam
keadaan stabil, janin akan dapat dipertahankan hingga matang sambil terus
melakukan observasi. Untuk mencegah kejang, biasanya diberikan magnesium
sulfat.
26

Indikasi persalinan berdasarkan faktor risiko pada janin dan ibu. Cara
persalinan yang dipilih adalah pervaginum. Cara ini dapat menghindarkan resiko
pembedahan dan stres berkelanjutan pada ibu dan janin. Ketika keputusan
ditetapkan untuk melakukan perrsalinan maka induksi persalinan segera dapat
dilakukan. Apabila persalinan pervaginum tidak dapat dilakukan sehubungan
waktu yang urgensi atau karena kontra indikasi lain, maka persalinan dapat
dilakukan dengan seksio sesaria. Apabila ternyata seksio sesaria harus dilakukan,
maka pilihan anestesi yang dianjurkan adalah epidural. Pembiusan secara umum
sedapat mungkin dihindari karena hal ini dapat meningkatkan resiko
preeklampsia. (Varney, H. et al, 2007).
27

2.5 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang menyebabkan


Preeklampsia

1. Usia<20 tahun atau>35


2. Paritas
3. Obesitas
4. Kehamilan Ganda
5. Riwayat preeklampsia
Preeklampsia
6. Riwayat hipertensi pada keluarga
7. Jarak antar kehamilan
8. Obesitas sebelum hamil dan
indeks massa tubuh (IMT)
9. Diabetes melitus tergantung
insulin
10. Penyakit ginjal
11. Hipertensi kronik

Sumber : (Cunningham, F. Gary, 2014)dan (Sugiarti et al., 2017)


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan
rancangan pendekatan bedah lintang (cross sectional). Cross sectional ialah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan
faktor efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada satu waktu yang sama.

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Usia

- Preeklampsia
Paritas

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Variabel Penelitian


Variabel adalah suatu ukuran, sifat atau ciri yang berbeda dalam suatu
konsep yang digunakan dalam suatu penelitian (Notoadmojo, 2018).
Menurut (Sugiyono, 2015) “variabel independen adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen (terikat)”. Menurut (Sugiyono, 2015).
1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel resiko atau sebab
(Notoadmojo,2018).
Adapun Variabel independen dalam penelitian ini adalah Usia dan Paritas.
2. Variabel Dependen
Variabel Dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Adapun yang menjadi variabel
dependen dalam penelitian ini adalah preeklampsia.

27
28

3.4 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala
Ukur
1. Usia Yang di hitung dari saat lahir Rekam 1. Berisiko ( Usia <20 Ordinal
sampai dengan waktu medis tahun dan >35 tahun)
penelitian dilakukan dalam 2. Tidak Berisiko (Usia 20-
satuan tahun 35 Tahun)

2. Paritas Jumlah anak yang telah Rekam 1. Resiko Tinggi (1, >3) Ordinal
dilahirkan oleh responden medis 2. Resiko Rendah (2-3)
yang tercatat dalam buku
register
3. Preeklampsia Ibu bersalin yang memiliki Rekam 1. Preeklampsia Ordinal
Tekanan darah medis 2. Tidak Preeklampsia
≥140/90mmHg dan disertai
proteinuria (di atas positif 1)
dan atau edema menyeluruh
yang
didiagnosis oleh tenaga
kesehatan.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang tercatat
dalam buku register di ruang vk RSUD Otista Soreang Kab Bandung tahun 2021
sebanyak 1.548 orang.
3.5.2 Sampel
a. Besar Sampel
Rumus Slovin Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
analasis deskriptif kategorik. Deskriptif katagorik merupakan masalah yang
dianalisis secara deskriptif untuk menentukan variabel kategorik. Hasilnya
adalah berupa frekuensi dan presentase (proporsi) yang dapat disajikan dalam
bentuk tabel maupun grafik (Dahlan S, 2016). Besar samnpe dalam penelitian
29

ini dihitung dengan menggunakan rumus slovin yaitu


N
n = 1+ N (e)2

Keterangan :
n = Jumlah sample
N = Ukuran populasi
e= Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambil sample
yang masih bisa di tolerir.
Pengambilan e + 0,1 dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut :
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1.548 ibu bersalin,
sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 5 % dan hasil
perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk
mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut :
N
n= 2
1+ N (e)
1.548
n=
1+ 1.548.( 5 %)2
1.548
n= 2
1+ 1.548.( 0,05)
1.548
n=
1+ 1.548(0,0025)
1.548
n=
1+ 3,87
1.548
n=
4,87
n = 317,8 kemudian dibulatkan menjadi 318

b. Teknik Pengambilan Sempel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian diambil secara quota
sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel dengan cara peneliti
membagi populasi ke dalam kategori (strata) lalu memberikan jatah jumlah
subjek untuk masing-masing strata tersebut (Sulistyaningsih. 2011).
30

c. Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Ibu bersalin normal di RSUD Otista Kab. Bandung tahun 2021.
b) Data Lengkap yang di ambil dari data sekunder ( Rekam Medis).
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah :
a) Ibu yang mengalami komplikasi tambahan selain PEB pada persalinan
seperti perdarahan pervaginam, plasenta previa dan solutio plasenta.

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.6.1 Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan
data dalam penelitian, sebelum mengukur data perlu dilihat alat ukur
pengumpulan data agar dapat memperoleh hasil penelitian (Hidayat, 2014).
3.6.2 Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Persiapan materi dan konsep yang mendukung jalannya penelitian,
prosedur ini dilakukan peneliti dengan cara mencari literature dari
berbagai sumber buku dan jurnal keperawatan dan Kebidanan.
b. Ijin memperoleh data dan studi pendahuluan dari RSUD Otista Kab
Bandung. dimulai dari pengajuan perijinan kepada RSUD Otista Kab
Bandung untuk mendapatkan data awal penelitian.
c. Studi pendahuluan penelitian untuk mendapatkan data-data yang
mendukung penelitian, tahap ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2021.
d. Penyusunan proposal penelitian dan konsultasi dengan dosen
pembimbing.
e. Seminar proposal penelitian dan revisi proposal penelitian.
31

2. Tahap pelaksanaana. Mengajukan izin studi penelitian ke RSUD Otista Kab


Bandung.
b. Melakukan pengumpulan data.
c. Melakukan pengolahan data dan analisa data.
d. Menarik Kesimpulan .
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan akhir.
b. Sidang atau persentase hasil penelitian.
c. Pendokumentasian hasil penelitian.
d. Menyusun laporan penelitian.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing data dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori.
c. Scoring
Scoring adalah tahap pengolahan data untuk memberikan score/ nilai
responden.
d. Data Entry
Data Entry dalam tahap ini penulis memasukkan data yang telah dikumpulkan
ke dalam data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.
e. Tabulating (Menyusun data)
32

Tabulating merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah


dimasukan, yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel
yang diteliti.

3.7.2 Analisa Data


3.7.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data yang
dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Data disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini analisis univariat digunakan untuk
mengetahui distribusi frekuensi preeklampsia, usia dan paritas di ruang VK
RSUD Otista Kab. Bandung.

P = F x 100
N
Keterangan :
P = Persentase F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
Untuk pembahasan hasil selanjutnya data dinterprestasikan dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2016):
0 % = Tidak satupun
1-25% = Sebagian kecil
26-49% = Kurang dari setengahnya
50% = Setengahnya
51-75% = Lebih dari setengahnya
76-99% = Sebagian besar
100% = Seluruhnya
Analisis Univariat didapatkan hasil dari variabel usia di RSUD Otista Soreang
Kabupaten Bandung hampir setengah responden mengalami usia beresiko
sebanyak (45,2%) responden. Variabel paritas hampir setengah responden
mengalami paritas resiko tinggi sebanyak (45,2%) responden. Variabel
Preeklampsia Sebagian besar responden mengalami Preeklampsia sebanyak
(64,2%) responden.
33

3.7.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan apabila telah dilakukan analisis univariat
diatas, akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel. Analisis
bivariat yang dilakukan untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara variabel
bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Dan
dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya
hubungan usia dan paritas dengan kejadian Preeklampsia pada ibu bersalin di
ruang VK RSUD OTISTA Kab. Bandung. Untuk membuktikan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat digunakan
analisis Chi square, pada batas kemaknaan perhitungan statistik p value (0,05).
Apabila hasil perhitungan menunjukkan nilai p < p value (0,05) maka
dikatakan (Ho) ditolak dan Ha diterima, artinya kedua variabel secara statistik
mempunyai hubungan yang signifikan. Kemudian untuk menjelaskan adanya
asosiasi (hubungan) antara variabel bebas digunakan analisis tabulasi silang.
x2 =∑ ( f o−f e )
fe
dimana :
2
x : Chi Square
f o : Frekuensi Observasi
f e : Frekuensi Ekspektasi
Analisis Bivariat penelitian ini adalah p-value =0,003 yang berate p < α (0,5),
maka menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu
dengan kejadian preeklampsia berat di RSUD Otista Soreang Kabupaten
Bandung. Terdapat adalah p-value =0,003 yang berate p < α (0,5), maka
menunjukkan hubungan yang bermakna antara paritas ibu dengan kejadian
preeklampsia berat di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.8.1 Lokasi Penelitian
34

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Otista kabupaten Bandung tahun


2022.
3.8.2 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2022.
35

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik
variabel terikat maupun bebas yang kemudian ditampilkan dalam bentuk distribusi
frekuensi.
1. Distribusi Frekuensi Usia Pada Ibu Bersalin di RSUD Otista Kabupaten
Bandung Tahun 2021

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Pada Ibu Bersalin di RSUD


Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021

Usia Frekuensi %
Beresiko 134 42,1
Tidak Beresiko 184 57,9
Total 318 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 318 responden
kurang dari setengah dari responden memiliki usia yang beresiko sebanyak 134
responden (42, 1%).
2. Distribusi Frekuensi Paritas Pada Ibu Bersalin di RSUD Otista Kabupaten
Bandung Tahun 2021
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas Pada Ibu Bersalin di RSUD
Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021

Paritas Frekuensi %
Resiko Tinggi 134 42,1
Resiko Rendah 184 57,9
Total 318 100,0
36

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 318 responden
kurang dari setengah dari responden memiliki paritas yang resiko tinggi sebanyak
134 responden (42, 1%).
3. Distribusi Frekuensi Preeklampsia Pada Ibu Bersalin di RSUD Otista
Kabupaten Bandung Tahun 2021.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Preeklampsia Pada Ibu Bersalin di
RSUD Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021

Preeklampsia Frekuensi %
Preeklampsia 204 64,2
Tidak Preeklampsia 114 35,8
Total 318 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 318 responden
lebih dari setengahnya dari responden mengalami Preeklampsia sebanyak 204
responden (64, 2%).

4.1.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat disajikan dalam tabel silang yang memperlihatkan hubungan
antara usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat, sebagaimana
ditunjukkan pada
Tabel 4.4 berikut:
1. Hubungan Usia Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Bersalin di RSUD
Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021.
Tabel 4.4 Hubungan Usia Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
Bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021

Preeklampsia Total P
Usia Preeklampsia Tidak Preeklampsia
F % F % F %
Beresiko 85 63,4 49 36,6 134 100 0,003
Tidak Beresiko 119 64,7 65 35,3 184 100
37

Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden


mengalami preeklampsia berat pada ibu hamil dengan usia ibu yang berisiko
didapatkan hasil sebanyak (63,4%) sedangkan sebagian besar pada kelompok usia
tidak berisiko sebanyak ( 64,7%) .
Hasil Penelitian menunjukkan uji statistic Chi-Squer diperoleh nilai p.0,003
(p.value <0,05) yang berate ada hubungan yang bermakna antara usia dengan
kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung
Tahun 2021.
2. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Bersalin di RSUD
Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021.
Tabel 4.5 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
Bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung Tahun 2021

Preeklampsia Total P
Paritas Preeklampsia Tidak Preeklampsia
F % F % F %
Beresiko Tinggi 85 63,4 49 36,6 134 100 0,003
Beresiko Rendah 119 64,7 65 35,3 184 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, juga dketahui bahwa preeklampsia pada ibu
dengan paritas 2-3 (63,4%) adalah lebih sedikit daripada ibu dengan paritas 1 atau >
3 (64,7%), sebaliknya tidak preeklampsia berat pada ibu dengan paritas 2-3
jumlahnya (36,6%) lebih besar dibandingkan pada ibu dengan paritas 1 > 3
(35,3%).
Hasil Penelitian menunjukkan uji statistic Chi-Squer diperoleh nilai p.0,003
(p.value <0,05) yang berati ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan
kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di RSUD Otista Kabupaten Bandung
Tahun 2021

4.2 Pembahasan
Usia ibu hamil terbukti berhubungan dengan kejadian preeklampsia berat di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Usia ibu yang berisiko tersebut yaitu
38

usia ibu 35 tahun atau juga dikenal sebagai usia berisiko. Jumlah ibu hamil dengan
usia berisiko pada penelitian ini sebanyak 63,4%; angkanya hampir sama dengan
yang dilaporkan dalam penelitian Mulastin dkk. (2019) yang berjumlah sebanyak
20%. Dinyatakan sebagai usia berisiko karena usia yang terlalu muda (35 tahun)
dapat menyebabkan ibu hamil terpapar komplikasi obstetrik dan medik. Pada usia
terlalu tua, terdapat kemungkinan terjadi perdarahan pada umur kehamilan lanjut
serta meningkatnya perdarahan karena solusio plasenta juga plasenta previa. Usia
terlalu tua juga berisiko pada tingginya kematian maternal (Andriani, 2019). Pada
ibu hamil usia berisiko didapatkan 69,2% preeklampsia berat dimana angkanya
lebih tinggi daripada preeklampsia berat pada kelompok usia tidak berisiko
(36,7%). Dilihat dari nilai/tingkat risiko didapatkan risiko preeklampsia berat pada
ibu hamil usia berisiko adalah 1,885 kali. Usia 35 tahun berisiko pada preeklampsia
berat karena pada usia berisiko akan lebih rentan terjadi komplikasi selama
kehamilan yang bisa berakibat buruk baik bagi ibu maupun janin. Pada usia <20
tahun ukuran rahim belum normal sepenuhnya sehingga risiko komplikasi
kehamilan akan tinggi (Sari dkk , 2017). Pada usia <20 tahun juga dimungkinkan
terjadi imunologis maladaption dimana hasil konsepsi (zygot) dianggap sebagai
tubuh/benda baru yang masih asing, sementara itu mekanisme imunologis di usia
muda masih belum sempurna yaitu human leukocyte antigen G (HLA-G) belum
efektif dalam menghambat pembentukan antibodi, dan sebagai akibatnya proses
implantasi trofoblas pada jaringan desidual akan terganggu. Sementara itu menurut
usia lebih dari 35 tahun, proses degenerasi yang terjadi mengakibatkan pergantian
struktural dan fungsional pada vaskularisasi perifer sehingga meningkatkan tekanan
darah dan munculnya preeklampsia (Sari dkk,2017).
Pada penelitian di RS DR. M Djamil Padang juga didapatkan ada hubungan usia
dengan kejadian preeklampsia, dimana preeklampsia pada usia berisiko ditemukan
sebesar 69% sedangkan pada usia tidak berisiko sebanyak 36,4% (Sari, Utama and
Agus, 2017). Pada penelitian di RSU Haji Surabaya tahun 2013 juga ditemukan
preeklampsia berat yang lebih besar pada kelompok usia berisiko yaitu 71,7% lebih
tinggi daripada yang ditemukan pada kelompok usia tidak berisiko yaitu sebanyak
50,0%. Usia merupakan faktor risiko preeklampsia berat (Haryani dkk., 2017).
39

Berdasarkan status paritas, sebagian besar ibu hamil dengan preeklampsia pada
penelitian ini adalah multipara yaitu sebanyak 62,9%;dengan rata-rata jumlah anak
lahir hidup yang dimiliki adalah 2 anak. Pada kelompok ibu hamil multipara ini
kejadian preeklampsia berat didapatkan sebanyak 55,0% lebih tinggi angkanya
dibandingkan dengan preeklampsia berat pada ibu hamil primipara (22,7%).
Berdasarkan uji chi square didapatkan nilai p sebesar 0,014 menunjukkan bahwa
paritas berhubungan dengan preeklampsia berat dengan nilai RP sebesar 2,420
(IK95%: 1,066 – 5,494).
Temuan mengenai hubungan paritas dan preeklampsia berat juga
ditunjukkan oleh Djaga dkk., (2020) di RS Panti Wiloso Citarum Semarang yang
melaporkan sebanyak 55% preeklampsia berat ditemukan pada multipara, serta
pada penelitian Tonasih dan Kumalasary (2020) di RSD Gunung Jati Cirebon yang
melaporkan preeklampsia berat pada multipara sebanyak 21,7% lebih tinggi
daripada preeklampsia berat pada primipara (19,6%) dan 47,8% pada
grandemultipara dengan nilai p = 0,000 bahwa semakin tinggi paritas risiko
preeklampsia berat juga meningkat. Namun pada penelitian ini tidak ada status
paritas grandemultipara.
Temuan mengenai risiko preeklampsia berat yang lebih tinggi pada
multipara juga sesuai dengan penelitian Haryani dkk., (2017) yang menemukan
bahwa risiko preeklampsia berat pada multipara lebih tinggi dibandingkan dengan
nulipara, namun berbeda dengan temuan penelitian Punyatora (2013) yang
menyatakan bahwa preeklampsia berat lebih tinggi pada nulipara dibandingkan
multipara, karena terbentuknya respon imun lebih sempurna daripada kehamilan
sebelumnya sehingga risiko preeklampsia berat akan lebih rendah. Hasil penelitian
ini juga tidak mendukung temuan penelitian di RSUD Pelabuhan Ratu yang
menyatakan bahwa primipara adalah yang lebih berisiko pada preeklampsia berat
dibandingkan dengan multipara (p = 0,015) dengan perbandingan kejadian 26,9%
dan 63,2% (Laila, 2019). Temuan ini juga tidak sejalan dengan teori yang
disampaikan oleh Cunningham dkk. (2013) yang menyatakan bahwa primipara dan
multipara berisiko preeklampsia berat lebih rendah daripada nulipara.
40

Perbedaan hasil penelitian ini dan sebelumya atau dengan teori dapat diakibatkan
oleh keberadaan faktor lain (perancu) yang juga dapat ikut mempengaruhi
preeklampsia berat. Pada penelitian ini faktor perancu yang sudah dikendalikan
meliputi status obesitas dan keberadaan penyakit kronis seperti DM, penyakit ginjal
dan hipertensi kronis, namun untuk faktor kehamilan dengan suami lama atau suami
baru atau mengenai riwayat preeklampsia berat di kehamilan sebelumnya, jarak
kehamilan/melahirkan < 2 tahun, riwayat melahirkan BBLR, atau persalinan
prematur, riwayat penyakit systematic lupus erythematosus (SLE), serta kepatuhan
melakukan kunjungan ANC tidak dipertimbangkan mengingat data tersebut tidak
semuanya dapat diperoleh dari rekam medis.
Multipara pada penelitian ini berisiko lebih tinggi pada preeklampsia berat
dibandingkan dengan primipara karena terdapat kemungkinan bahwa terdapat
riwayat preeklampsia berat pada kehamilan sebelumnya. Hal tersebut dijelaskan
dalam penelitian yang menyatakan bahwa Riwayat preeklampsia di kehamilan
sebelumnya adalah prediktor kuat bagi kekambuhan preeklampsia pada kehamilan
berikutnya (Hernández-Díaz dkk., 2009). Kehamilan oleh pergantian pasangan atau
perubahan paternitas juga bisa menjadi faktor yang ikut berkontribusi pada
tingginya preeklampsia berat pada multiparitas. (Robillard dkk, 2021).
Pergantingan pasangan kurang mendukung perluasan antigen spesifik sel-sel Treg
paternal sehingga terjadi preeklampsia. Pasangan baru yang sebelumnya juga
memiliki istri dengan riwayat preeklampsia dapat ikut berkontribusi karena kadar
sitokin seminal yang dimiliki akan mempengaruhi penyimpangan imun maternal,
karakteristik HLA spesifik paternal, serta single nucleotide polymorphisms (SNPs)
spesifik paternal terutama yang mengekspresikan gen-gen paternal yang dapat
mempengaruhi plasentasi sehingga menyebabkan preeklampsia (Saito, 2018).
Alasan-alasan tersebut dikemukakan mengingat setelah disesuaikan dengan usia
ibu, preeklampsia berat ini signifikan ditemukan pada multipara di kelompok usia
tidak berisiko (Lampiran 2E).
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mengungkap lebih jauh
mengenai sebab preeklampsia berat pada multipara, serta terkendala dengan
41

perolehan data secara langsung dari sumber data primer atau dari ibu bersalin
preeklampsia karena sumber data berupa data sekunder.
42

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Gambaran Usia di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung hampir
setengah responden mengalami usia beresiko sebanyak (45,2%) responden.
2. Gambaran Paritas di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung hampir
setengah responden mengalami paritas resiko tinggi sebanyak (45,2%)
responden.
3. Gambaran Preeklampsia di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung
Sebagian besar responden mengalami Preeklampsia sebanyak (64,2%)
responden.
4. Terdapat hubungan bermakna antara usia ibu dengan kejadian preeklampsia
berat di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung dengan nilai p value
0,003.
5. Terdapat hubungan bermakna antara paritas dengan kejadian preeklampsia
pada ibu bersalin di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung dengan nilai
p value 0,003.

5.2 Saran
1. Untuk RSUD Otista
Hasil penelitian ini agar lebih meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan kesehatan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi,
misalnya mangadakan penyuluhan sebagai pegenalan penyebab terjadinya
preeklamsia serta gejala-gejala yang timbul sehingga pencegahan dan
penanganan dapat dilakukan secara dini. Rumah sakit juga harus
menyediakan peralatan dan fasilitas yang lengkap dan menujang untuk
pemeriksaan ibu hamil.
2. Untuk Petugas Kesehatan
Petugas Kesehatan terutama yang berhubungan langsung kepada ibu
hamil lebih di perhatikan dalam melakukan deteksi scrinning preeklampsia
terutama pada usia beresiko (<20 atau >35 tahun ), ibu yang hamil untuk
43

pertama kalinya. Bidan disarankan agar memotivasi ibu hamil untuk


pemeriksaan Antenatal care secara rutin, pemeriksaan tekanan darah secara
rutin, lebih meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan antenatal care pada
ibu hamil, dan melakukan penyuluhan serta konseling informasi edukasi
(KIE) tentang resiko mtinggi kehamilan, sehingga Ketika waktu persalinan
nanti ibu bersalin dengan kasus preeklampsia sudah dapat di tangani dengan
cepat.
3. Untuk Institusi Pendidikan
Penelitian ini di harapkan dapat menambah referensi dalam
perpustakaan sehingga bisa di jadikan bahan bacaan serta gambaran bagi
peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini bisa di jadikan referensi data untuk
pendalaman mata kuliah yang berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan agar peneliti selanjutnya meneliti lebih lanjut tentang
Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
Bersalin dengan menggunakan desain penelitian yang lebih baik lagi.
44

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN Secretariat. ASEAN Integration in Services. Jakarta : 2021.

Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2016.

Bobak, Lowdermik, Jensen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC ;


2005.

Bothamley J, Mauren B. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC; 2012.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
Williams (Ed.23). Jakarta : EGC; 2017.

Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., &
Wenstrom, K. D.. Preterm Premature Ruftur Of Membranes. Dalam F. G.
Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. C. Hauth, L. Gilstrap, & K. D.
Wenstrom (Penyunt.), Williams Obstetrics (24th Edition ed.). New York:
The McGraw-Hill Companies: 2014.

Dahlan, M. Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Epidemiologi Indonesia. 2020.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan


Provinsi Jawa Barat. Bekasi; 2020.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Profil kesehatan Kabupaten Bandung


tahun 2020. Soreang ; 2020.

Hellen, Varney. Buku ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC; 2006.

Ika D. R Bere, Paulina et Al. Faktor Risiko Kejadian Pre-Eklamsia Pada Ibu
Hamil Di Kabupaten Belu. Jurnal MKMI 2017. Vol. 13 No. 2.

Islahul Imaroh, I et al. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi


pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu, Kota
Semarang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat (JKM- e journal)
2017. Vol. 6 No. 1.

Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2020. Jakarta; 2020.

Lalenoh, D, C.. Preeklamsia Berat Dan Eklamsia. Yogyakarta: Deepublish; 2018.

Lockhart, Anita, Lyndon S. Asuhan Kebidanan Kehamilan Fisiolologis &


Patologis.Jakarta : Binapura Aksara Publisher ; 2018.
45

Manuaba dkk. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


untuk Pendidikan Bidan, Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010.

Manuaba, IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC. Jakarta.
2012.

Morgan G, Hamilton C. Obstetri & Ginekologi : Panduan Praktik. Jakarta: EGC;


2009.

Muzalfah, Renita et al. Kejadian Preeklampsia pada Ibu Bersalin. Higea Journal of
Public Health Research and Development 2018. Vol. 2 No. 3.
Notoatmodjo,S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta; 2018.

Ratnawati, et al. Faktor Risiko pada Pasien Preeklampsia. Jurnal Ilmiah Kesehatan
2017.Vol. 10 No. 2.

Oxorn, H William R.F. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan . Edisi I.
Yogyakarta: CV andi Offset. 2010.

Profil kesehatan kabupaten Bandung tahun 2019 . available from URL :


https://ppid.bandungkab.go.id/image/document/dinas-kesehatan-profil-
dinas-kesehatan-2018-edisi-2019.pdf

Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2013.

Robson.S.E & Waugh J. Translation of Medical Disorders In Pregnancy: A Manual


For Midwives. Yulianti D. Translator. Jakarta: EGC; 2012.

Saiffuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka ; 2014.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT.


Alfabet ; 2016.

World Health Organization (WHO). Trend maternal mortality 2016-2018. Geneva


(Switzerland); 2014.

World Health Organization (WHO). WHO recommendations: policy of


interventionist versus expectant management of severe pre-eclampsia
before term; 2018.

Yogi. Hubungan Antara Usia Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli Kia RSUD
Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara, 3(2), 10–19
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai