Anda di halaman 1dari 3

Subjek Hukum dan Doktrin Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi

Kayla Adriana Wijaya - 13502210011

Korporasi adalah badan hukum yang dibentuk oleh sekelompok orang yang
beroperasi berdasarkan aturan tertentu. Pada era kemajuan teknologi, sektor bisnis tidak luput
dari perkembangan pesat akibat teknologi yang sudah memadai. Mengutip dari Rolling 1, di
era modern ini, korporasi memegang peranan penting dalam bidang ekonomi dan memiliki
banyak fungsi antara lain sebagai lapangan pekerjaan, produsen barang, penentu harga,
pemakai devisa, dan lain-lain. Korporasi menjadi sebuah wadah bagi manusia dalam bidang
ekonomi. Hal ini berarti korporasi dalam melakukan perbuatan pidana tetap bersumber dari
para pengurus dalam menjalankan tugas fungsionarisnya. Segala sesuatu yang memperoleh
hak dan kewajiban dari hukum disebut sebagai subjek hukum2. Sebelumnya pada hukum
pidana Indonesia, satu-satunya yang diakui sebagai subjek hukum pidana adalah manusia,
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 59 KUHP (WvS). Hal tersebut akibat KUHP buatan
Belanda menganut asas societas yang artinya tindak pidana tidak bisa dilakukan oleh badan
hukum. Namun seiring perubahan zaman, tidak bisa dipungkiri bahwa korporasi memiliki
peranan penting. Dengan itu, timbul gagasan bahwa suatu perkumpulan sebagai badan
tersendiri dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subjek tindak pidana.

Di Indonesia, perubahan manusia dari yang menjadi satu-satunya sasaran pidana


menjadi bersama dengan badan hukum, mulai tercermin dalam UU khusus diluar hukum
pidana, atau lex specialis. Sebagai contoh dalam UU Darurat No. 7 Tahun 1955, Pasal 14 UU
No. 4 Tahun 1997, dan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana
tetapi dalam beberapa UU tersebut penyebutan korporasi belum seragam. Apabila melihat
prospek untuk masa yang akan datang dengan menggunakan RUU KUHP draft final 6
Desember 2022, pada pasal 45 ayat 1 disebutkan bahwa korporasi termasuk subjek tindak
pidana yang mana dilanjutkan oleh ayat 2 mengenai badan-badan yang bisa disebut sebagai
korporasi yakni PT, yayasan, koperasi, firma, perseroan komanditer dan persekutuan. Dengan
menganut konsep bahwa korporasi adalah subjek tindak pidana maka korporasi dianggap
dapat melakukan tindak pidana serta mempertanggungjawabkan tindakannya.

1 Wijaya, M. M. S. (2020). Pengaturan Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana. Dari


https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PENGATURAN%20KORPORASI%20SEBAGAI
%20SUBJEK%20TINDAK%20PIDANA.pdf, diakses pada 2 April, 2022.
2 Tim Hukumonline. (2022). Subjek Hukum: Pengertian, Kategori, Analisis, dan Contohnya. Dari
https://www.hukumonline.com/berita/a/subjek-hukum-lt62ece10f037ce, diakses pada 2 April 2022.
Dalam melihat pertanggungjawaban dari tindak pidana korporasi terdapat 4 doktrin yaitu
Vicarious Liability, Identification Theory, Strict Liability, dan Realistic Theory3:

A. Vicarious Liability:
Pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan pidana
yang dilakukan oleh orang lain, seseorang dapat bertanggung jawab atas perbuatan
pidana yang dilakukan orang lain karena dianggap sebagai pengurus korporasi. Untuk
menerapkan doktrin ini, ada 2 ketentuan yang harus terpenuhi yaitu yang pertama
adalah ada suatu hubungan pekerjaan seperti majikan-pegawai dan yang kedua adalah
ada perbuatan pidana yang dilakukan oleh pegawai harus berkaitan dengan ruang
lingkup pekerjaannya4. Selain ketentuan, juga ada prinsip yang harus dipenuhi adalah
prinsip pendelegasian dan prinsip perbuatan buruh merupakan perbuatan majikan.
Terlihat jelas bahwa Vicarious Liability didasarkan pada “employment principle”
yang berarti “a servant’s acts is the master’s acts in law”. Dalam konteks korporasi,
Vicarious Liability tercantum dalam Pasal 20 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 tentang
tindak pidana korupsi. Contoh dari teori ini adalah ketika seorang pegawai melakukan
tindak pidana karena menjalankan perintah dari atasannya. Kelemahan dari teori ini
yaitu harus ada “a relevant delegation of power and duties” padahal karyawan sering
kali pegawai bawahan melakukan pekerjaan diluar perintah yang menimbulkan
kerugian besar serta pertanggung jawaban dalam doktrin ini hanya dikaitkan dengan
pelanggaran di luar hukum pidana.

B. Identification Theory:
Pertanggungjawaban pidana pada korporasi dapat dilakukan jika pelaku merupakan
seorang pembuat kebijakan dalam korporasi tersebut5. Contoh teori ini adalah kasus
korupsi Nazaruddin, sepanjang direktur utamanya terlibat maka ia bisa dikatakan
sebagai pelaku6. Namun, jika direkturnya hanya sebagai pajangan saja tidak
mempunyai kesalahan, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai pelaku tindak pidana
korporasi. Kelemahan dari doktrin ini adalah jangkauan pertanggungjawaban sangat
terbatas karena hanya perbuatan karyawan senior saja yang bisa disebut perbuatan
korporasi, lalu tidak ada batasan mengenai jabatan yang dapat digolongkan sebagai
kesalahan korporasi.

3 Reza, A. A. (2015). Pertanggungjawaban Korporasi dalam RUU KUHP. Hlm 12.


4 Ibid. Hlm 12-17.
5 Ibid. Hlm 17-22.
6 Ibid. Hlm 22-24.
C. Strict Liability:
Pertanggungjawaban korporasi yang mutlak apabila melakukan perbuatan pidana
sebagaimana telah dirumuskan dalam UU7. Contoh kasus dari doktrin ini adalah
korporasi yang tidak memiliki izin usaha, korporasi memiliki izin tetapi melanggar
syarat dalam izin tersebut, dan korporasi mengoperasikan kendaraan tanpa asuransi.

D. Realistic Theory:
Teori ini menganggap korporasi adalah korporasi itu sendiri dan bukan kumpulan
individu yang ada di dalamnya. Menurut doktrin ini, tindakan yang bisa disebut
sebagai tindakan korporasi harus memenuhi 4 syarat yaitu perbuatan dikaitkan dengan
korporasi dilihat dari apa yang dilakukan oleh seseorang terhadap korporasi tersebut
(karyawan kontrak atau menjadi karyawan karena hal lain), apakah tindakan yang
dilakukan memberikan keuntungan bagi korporasi, apakah tindakan berhubungan
dengan manajemen korporasi, dan apakah korporasi seharusnya dapat mengontrol
tindakan yang dilakukan atau tidak.

7 Mardatillah, A. (2019). Kenali Teori Ini Agar Efektif Menindak Kejahatan Korporasi. Dari
https://www.hukumonline.com/berita/a/kenali-teori-ini-agar-efektif-menindak-kejahatan-korporasi-
lt5cc6c36e5eb56/?page=2 diakses pada 2 April, 2022.

Anda mungkin juga menyukai