Anda di halaman 1dari 5

Teori Pemidanaan dan Jenis Pidana di Indonesia

Kayla Adriana Wijaya - 13502210011

Teori Pemidanaan/Tujuan Pemidanaan

1. Teori Absolut
Teori Absolut berdasar pada gagasan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk
bersifat praktis tetapi bahwa pemidanaan merupakan syarat mutlak yang menjadi suatu
keharusan, bisa dikatakan bahwa pidana adalah pembalasan atas nama keadilan. Teori
Absolut fokus pada tindakan pidana dan pelaksanaan tindak pidana itu sendiri. Teori ini
terbagi secara subjektif dan objektif, Teori Absolut subjektif artinya pembalasan atas
tindakan pelaku sedangkan Teori Absolut objektif artinya pembalasan atas dampak yang
dibuat pelaku terhadap dunia luar. Kelemahan dari teori ini adalah ketidakadilan dapat
muncul sebab dalam suatu tindak pidana seperti pembunuhan, tidak semua pelaku
dihukum mati tetapi harus dipertimbangkan latar belakang, bukti dari kejahatan, dan lain-
lain.

2. Teori Relatif
Teori Relatif berdasar pada gagasan bahwa pidana merupakan alat untuk menegakkan
hukum di dalam masyarakat. Suatu tindakan pidana yang dijatuhi hukuman harus
memiliki suatu tujuan seperti menyembuhkan penyakit mental pelaku agar ia tidak
mengulangi hal yang sama. Teori Relatif bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu
tindak pidana. Teori ini berpegang pada 3 asas yaitu asas preventif dengan memisahkan
pelaku tindak pidana dari masyarakat, asas menakuti dengan tujuan untuk menimbulkan
rasa takut untuk berbuat tindakan pidana, dan asas perubahan untuk mengubah sikap
pelaku sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat. Maka dari itu, tindakan pidana
saja tidak cukup melainkan diperlukan manfaat atau tujuan kepada pelaku atau
masyarakat dari pemidanaan itu sendiri. Kelemahan dari teori ini adalah memberikan
kesan mengabaikan tanggapan masyarakat sebab tujuan nya hanya ‘memperbaiki’ pelaku
tidak memberikan rasa keadilan terhadap masyarakat, dapat menimbulkan ketidakadilan
ketika dijatuhkan hukuman berat kepada pelaku tindak pidana ringan untuk memenuhi
tujuan ‘menakut-nakuti’ maka teori ini susah dipraktekan.
3. Teori Gabungan
Teori Gabungan dipublikasikan oleh Prins, Van Hammel, dan Van List. Teori Gabungan
menggagaskan bahwa pemidanaan memiliki tujuan yang bersifat plural dengan
menggabungkan kedua teori sebelumnya yaitu Teori Absolut dan Teori Relatif. Dalam
Teori Gabungan, pidana dianggap sebagai salah satu upaya efektif oleh pemerintah untuk
membasmi kejahatan, maka dari itu pidana tidak berjalan sendiri namun bersama dengan
nilai sosial. Berdasarkan teori ini, pemidanaan memiliki karakter ‘pembalas’ serta
berperan sebagai kritik moral terhadap pelaku tindak pidana yang di dalam kritik tersebut
mengandung tujuan untuk memperbaiki perilaku pelaku. Teori Gabungan menjadi
penyeimbang antara kedua teori sebelumnya.

Jenis Pidana di Indonesia

Dalam pasal 10 KUHP, tercantum 2 jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Pidana pokok meliputi:
1. Pidana Mati
Pidana Mati diatur oleh Pasal 11 KUHP dengan metode gantung diri tetapi hal tersebut
diganti dengan ditembak hingga mati setelah penetapan Penpres 2/1964. Sanksi ini
dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana mematikan seperti pembunuhan berencana.
2. Pidana Penjara
Pidana Penjara adalah sanksi pembatasan kebebasan seseorang untuk bergerak yang
dimana pelaku akan didaftarkan ke suatu lembaga pemasyarakatan. Pidana ini
memberikan kesempatan kedua bagi pelaku untuk memperbaiki perilakunya dan diatur
dalam Pasal 12 KUHP dengan ketentuan jangka waktu seumur hidup atau waktu tertentu.
Jangka waktu tertentu minimal 1 hari dan maksimal 15 tahun berturut-turut tetapi bisa
menjadi alternatif pidana mati atau penjara seumur hidup dengan 20 tahun berturut-turut.
Maksimal Pidana penjara selama waktu tertentu adalah 10 tahun. Pemerasan adalah salah
satu tindak pidana dengan ancaman pidana penjara.
3. Pidana Kurungan
Pidana Kurungan adalah pidana yang mirip Pidana Penjara namun dengan jangka waktu
yang lebih singkat. Pidana Kurungan diatur dalam Pasal 18 KUHP dengan jangka waktu
minimal 1 hari dan maksimal 1 tahun. Namun apabila terdapat pemberatan pidana
(pengulangan), dapat ditambah 4 bulan menjadi jumlah maksimal pidana kurungan yaitu
1 tahun 4 bulan. Berbuat gaduh di malam hari adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana ini. Kurungan untuk pelanggaran bukan kejahatan.
4. Pidana Denda
Pidana Denda adalah pelaku wajib untuk membayar uang ‘kompensasi’ atas tindakannya
kepada negara. Sanksi ini dinilai sebagai kesempatan kedua untuk pelaku dengan tidak
membatasi kebebasannya. Pidana Denda tercantum dalam pasal 30 KUHP yang
menjelaskan bahwa minimal nominal denda adalah Rp3.750. Apabila pelaku tidak
membayar maka terancam pidana kurungan dengan jangka waktu minimal 1 hari dan
maksimal 6 bulan namun jika terdapat pemberatan Pidana Denda, maka pidana kurungan
pengganti maksimal 8 bulan. Salah satu tindakan pidana yang dapat dikenakan sanksi ini
adalah pelanggaran lalu lintas.
5. Pidana Tutupan
Pidana Tutupan berdasar atas Pasal 1 UU no. 20 tahun 1946 dan tempat dilaksanakannya
pidana ini disebut Rumah Tutupan. Rumah Tutupan dideskripsikan sebagai penjara
istimewa karena seseorang yang dijatuhi pidana ini adalah orang yang istimewa dengan
perlakuan istimewa. Contohnya pada Pasal 33 ayat 2 PP no. 8 tahun 1948 yang
menjelaskan bahwa konsumsi di Rumah Tutupan lebih sedap daripada Penjara.
Kemudian, Pasal 33 ayat 5 PP no. 8 tahun 1948 juga menjelaskan bahwa tahanan yang
tidak merokok akan tetap diberikan uang rokok dengan nominal yang sesuai. Pidana
tutupan pernah diberikan Mahkamah Tentara Agung tanggal 27 Mei 1948 kepada pelaku
kudeta 3 Juli 1946.

Pidana tambahan meliputi:


1. Pencabutan hak-hak tertentu
Pencabutan hak-hak tertentu bukan berarti seluruh hak pelaku akan dicabut karena jika
seluruh hak dicabut pelaku bisa kehilangan kesempatan hidup. Pencabutan hak tercantum
dalam Pasal 35 ayat 1 KUHP yang menyebutkan beberapa hak yang bisa dicabut adalah
hak menduduki jabatan, hak mengambil bagian dalam angkatan bersenjata, hak
melakukan mata pencaharian tertentu, dll. Kemudian, dalam Pasal 38 KUHP dijelaskan
tentang jangka waktu dari pencabutan hak dibagi berdasarkan pidana pokok. Jangka
waktu pencabutan hak untuk pidana mati adalah jangka waktu seumur hidup, pidana
penjara adalah jangka waktu 2-5 tahun dari pidana pokoknya, pidana denda adalah jangka
waktu 2-5 tahun.
2. Penyitaan benda-benda tertentu
Definisi dari penyitaan tercantum dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP yang berbunyi
tindakan penyidik untuk mengambil suatu barang untuk tujuan pembuktian, penyidikan
maupun penuntutan dalam proses peradilan yang sementara akan berada dibawah
penguasaanya. Pasal 39 KUHAP mengatur mengenai jenis barang yang bisa disita yaitu
barang yang disangka didapat dari tindak pidana, barang yang dipakai untuk melakukan
tindak pidana, barang yang dipakai untuk mempersulit penyidikan, barang yang secara
spesifik ditujukan untuk melakukan tindak pidana, dan barang lainnya yang memiliki
hubungan langsung dengan tindak pidana tersebut.
3. Pengumuman dari putusan hakim
Pengumuman dari putusan hakim merupakan sebuah publikasi tambahan dari suatu
putusan pidana dalam proses peradilan. Hakim memiliki hak dan kebebasan untuk
memilih cara dari pengumuman dari putusannya, hal ini bertujuan untuk sosialisasi
kepada masyarakat agar lebih ‘takut’ dan tidak melakukan kejahatan.
Daftar Pustaka

Lawyersclub. (2020). Teori Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan. Diakses pada 24 April
2023 dari https://www.lawyersclubs.com/teori-teori-pemidanaan-dan-tujuan-
pemidanaan/

Tim Hukumonline. (2022). Macam-Macam Sanksi Pidana Beserta Penjelasan dan Contoh.
Diakses pada 24 April, 2023 dari https://www.hukumonline.com/berita/a/sanksi-
pidana-dan-contohnya-lt63227a2102445/

Bantuan Hukum. (2021). Jenis-Jenis Hukum Pidana. Diakses pada 24 April, 2023 dari https:/
bantuanhukum-sbm.com/artikel-jenis-jenis-hukum-pidana

Anda mungkin juga menyukai