Anda di halaman 1dari 6

UAS Bahasa Indonesia FF Unpar

Nama : Guido Angelo Supriyadi


NPM : 6122201012
(Jurusan Filsafat Keilahian, Semester I)
MEDIA SOSIAL LADANG PEMERSATU AGAMA

Agama merupakan komponen yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia. Hal itu
terbukti dari simbol negara kita yaitu Pancasila, yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa.
Indonesia sendiri dalam survei The Global God Devide dikatakan adalah negara paling religius
di Asia, karena sebanyak 98% responden Indonesia menganggap agama penting dalam hidup
mereka (Adinda 2021). Hal itu juga terbukti dalam kehidupan bermasyarakat kita yang sangat
lekat dengan kehidupan beragama. Contohnya dalam pelantikan pejabat pemerintahan terdapat
ritual sumpah jabatan dengan memegang kitab suci dari agama yang dianutnya (Siregar 2015),
atau ketika sedang mengadakan kegiatan-kegiatan (Upacara Bendera, Pertemuan RT, dll) akan
dimulai dan diakhiri dengan doa, bahkan negara menetapkan hari libur nasional pada setiap
perayaan- perayaan agama yang diakui oleh Indonesia. Tidak hanya itu saja dalam setiap
perayaan- perayaannya selalu dirayakan dengan penuh kemeriahan, sukacita dan kebersamaan.
Seperti pada perayaan Natal 25 Desember 2022, ketika Presiden Jokowi mengunjungi Gereja
Katedral Bogor dan disambut dengan sangat antusias oleh umat Katolik (detikNews 2022), juga
perayaan Nyepi di Bali yang memiliki sebuah kebijakan-kebijakan khusus untuk merayakan
Nyepi (detik.com 2022), dan masih banyak lagi. Ini membuktikan bahwa Indonesia sebenarnya
sangat menjunjung tinggi kerukunan, keberagaman serta persatuan.

Namun kerap kali muncul narasi-narasi publik di media sosial yang memecahkan
kerukunan, keberagaman serta persatuan ini. Seperti larangan mengucapkan natal yang beredar
dalam media sosial atau seorang konten kreator Paul Zhang yang membuat video menista umat
Islam (Kamil 2021). Dua kasus ini adalah kasus yang terekam dan sebenarnya masih banyak lagi
kasus-kasus intoleransi dalam media sosial. Menurut Kominfo ada sekitar 13.829 konten negatif
yang berupa ujaran kebencian di media sosial (Yuliani 2017). Melihat realitas ini konten- konten
negatif harus dilawan dengan konten yang positif dalam media sosial. Maka dari itu harus ada
dialog antaumat beragama dalam media sosial yang bersifat kekinian, tidak kaku dan bermakna.
Pentingnya Dialog Bagi Manusia

Manusia secara naluriah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (Aristoteles 2020). Karena
keingintahuan ini manusia terus berpikir dan pikiran ini terus berkembang dari waktu ke
waktu(Cohen 2014). Manusia seperti ini disebut dengan Homo Sapiens (Harari 2017). Homo
sapiens merupakan makhluk yang sangat unik karena kelakuannya ditentukan dari sistem
organik biologi dan pengaruh dari faktor lingkungan hidup (Cohen 2014). Karena keunikan ini
terjadi juga pola kelakukan antara individu dengan individu lainnya. Sehingga interaksi
merupakan hal yang sangat penting bagi homo sapiens (Fadul 2019). Maka sejak semula
manusia memerlukan dialog untuk kelangsungan hidup mereka.

Dalam agama pun demikian, sejak manusia mulai mengenal agama yang berbeda dari
agama yang diyakini oleh mereka disitu tercipta dialog antarumat beragama (Ruswanda 2022).
Dialog antarumat beragama dari zaman ke zaman menjadi penting karena dalam dialog ada
tujuan yang hendak dicapai. Seperti memahami kebenaran dalam setiap agama, bekerja sama
dalam menghadapi tantangan dunia, saling membantu dalam suatu proyek yang menyangkut
kepentingan bersama dan saling berefleksi satu sama lain. Mengutip dari pernyataan seorang
teolog Katolik yaitu Hans Küng, yang mengatakan “there can be no world peace without
religious peace” (Küng 1991, 76). Pernyataan ingin menegaskan bahwa perdamaian dunia dapat
tercipta karena adanya perdamaian antara-agama.

Dalam Gereja Katolik dialog antarumat beragama menjadi perhatian yang penting,
khususnya setelah Konsili Vatikan II. Doktrin Extra Eclessiam Nula Salus (Di Luar Gereja Tidak
Ada Keselamatan) yang sebelumnya dipandang sebagai dasar sikap eksklusif Gereja didefinisi
ulang melalui dokumen Nostra Aetate. Dokumen ini membahas secara khusus sikap Gereja yang
mulai terbuka untuk membangun dialog terhadap agama-agama lain. Gereja Katolik tidak
menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Secara jelas dan tegas
melalui dokumen tersebut Gereja menyatakan demikian: “Dengan sikap hormat yang tulus
Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang
memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak
jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang (Paulus 1991, NA art
2).” Ini menegaskan bahwa Gereja Katolik menyadari bahwa perbedaan dalam kebenaran, cara
hidup serta cara beribadah bisa jadi menginspirasi untuk memperdalam iman seseorang.

Hal ini selaras dengan hasil kuesioner yang dibagikan kepada Mahasiswa dan mahasiswi
aktif, Pelajar SMA dan SMP, guru, serta karyawan sederajat. Sebanyak 44.3% beragama Katolik,
21.3% beragama Kristen, 26,2% beragama Islam, 3.3% beragama Hindu, 3.3% beragama
Buddha dan 1.6% beragama Konghucu. Mereka sangat setuju bahwa dialog antarumat beragama
itu penting karena 56 dari 61 responden merasa bahwa agama sangat penting dalam kehidupan
karena agama menjadi pokok dan dasar pembelajaran bagi hidup, pedoman dalam menjalankan
kehidupan pribadi maupun kelompok serta menjadi suatu norma dalam bertindak. Tidak hanya
itu saja banyak pula mengatakan bahwa agama adalah sebagai fondasi utama dalam menjalani
hidup agar tetap kokoh dan kuat. Dan 5 responden responden merasa bahwa agama sudah sangat
tidak penting, karena agama hanya sebagai sebuah pegangan dalam hidup agar tetap waras.
Dapat disimpulkan dialog antarumat beragama itu masih sangat penting namun tetap saja masih
ada yang menganggap itu tidak penting. Untuk menanggapi hal ini dialog antarumat beragama
harus tetap digaungkan bahkan harus dijadikan pembahasan yang santai dan semua kalangan
masyarakat dapat membahasanya. Melihat responden yang mayoritas ialah generasi milenial dan
generasi Z, maka dialog antarumat beragama harus lebih digaungkan dalam media sosial.

Media Sosial Ladang Berdialog

Media sosial adalah sebuah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna
yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi (Nasrullah 105). Sedangkan
menurut Dave Kerpen (2011) media sosial adalah teks, gambar, video dan kaitan secara daring
yang dibagikan diantara orang-orang dan organisasi (Laila Fazry 2021). Bisa dikatakan bahwa
dengan media sosial kita dapat berbagi aktivitas dua arah dengan berbagai cara seperti bertukar
informasi, berkolaborasi gagasan, bercerita baik dalam bentuk tulisan, visual maupun audio
visual. Singktanya dengan media sosial kita dapat Sharing, Collaborating dan Connecting
(Puntoadi 2011).

Oleh karena itu Media Sosial sebenarnya bisa menjadi ladang untuk berdialog antarumat
beragama. Menurut laporan dari We Are Social jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia
sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022 dan umur penggunanya dari 13-50 tahun (Kemp
2022). Sebenarnya dialog antarumat beragama sudah terjadi dalam platform media sosial. Seperti
Habib Husein Ja’far yang menjelaskan mengapa umat Islam dilarang mengucapkan selamat natal
kepada kaum Nasrani dalam podcast Daniel Mananta Network. Dalam platform Instagram
banyak sekali akun-akun yang berfokus menjelaskan ritual dan makna dalam agamanya seperti
katolikmedia, katolikvidgram, sahabatkatolik, bimbingan_islam, hindutimes.id, buddhazine, dan
masih banyak lagi. Belum lagi dalam platform twitter yang membahas kebenaran- kebenaran
tentang agamanya dengan cara dikomedikan, contohnya Katolik garis lucu dan Nu garis lucu.

Media Sosial memang sebuah sarana yang tepat untuk beraktifitas, berkolaborasi dan
berdialog dalam agama. Karena dengan media sosial pembahasan tentang agama itu akan
menjadi lebih ringan namun tetap terjadi ruang dialog. Dialognya pun lebih menyebarkan nilai-
nilai agama yang universal seperti cinta kasih, kebaikan, toleransi,dll. Bahkan kehidupan
beragama dapat dihumorkan namun tetap bermakna. Seperti ketika Nu garis lucu mengupload
sebuah video seorang laki-laki mirip dengan Yesus sedang shalat. Lalu akun katolik garis lucu
menanggapinya dengan mengomentari “nasib ku piye” (@NUgarislucu 2023). Kesannya seperti
humor tetapi di situ ada nilai universal yang ingin dituju misalnya toleransi dan disitu juga terjadi
moderasi. Menurut O’Connel dengan humor kita dapat menjauhkan diri dari situasi yang
dianggap negatif dan memandang suatu masalah dari sudut kelucuannya (Febriana 2014). Dan
hal itu hanya bisa dilakukan dalam platform media sosial.

Akhirnya dengan adanya media sosial, agama-agama dapat semakin bersatu untuk
menjelaskan kebenaran-kebenaran, persoalan-persoalan dalam agama baik dari dalam maupun
dari luar serta dapat menunjukan keunikan dalam agamanya. Sehingga tujuan dialog antarumat
beragama pun dapat tercapai. Namun kita juga harus bersikap sadar untuk terus menyaring
ajaran-ajaran agama dan juga tidak langsung reaktif terhadap suatu masalah. Justru kita harus
menggunakan media sosial untuk mencari sumber informasi yang benar serta tepat. Mungkin
juga dapat bertanya langsung kepada admin-admin akun yang bersangkutan. Sehingga dialog
dapat terus telaksana dan akhirnya agama semakin dapat bersatu, saling bekerjasama untuk
kelangsungan hidup di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA

@NUgarislucu. Wes to manuto NU penak-penak. Indonesia, 14 Januari 2023.


Adinda, Permata. “Riset Pew: Indonesia Negara Paling Religius di Dunia, Mengalahkan Negara
Timur Tengah.” asumsi.com. 4 Maret 2021. https://www.asumsi.co/post/59299/hasil-
riset-pew-indonesia-negara-paling-religius-di-dunia-mengalahkan-negara-timur-tengah/
(diakses Januari 15, 2023).
Aristoteles. Metafisika. Dialihbahasakan oleh Dedeh Sri Handayani. Yogyakarta: BASABASI,
2020.
Cohen, Claudine. “Homo Sapiens.” Quinzaine Litteraire, 2014: 20.
detik.com, Tim. “Nyepi di Bali 2022, Ini Sederet Kebijakan yang Diberlakukan.” detiknews. 03
Maret 2022. https://news.detik.com/berita/d-5966755/nyepi-di-bali-2022-ini-sederet-
kebijakan-yang-diberlakukan (diakses Januari 16, 2023).
detikNews, Tim. “Jokowi Presiden Pertama Kunjungi Katedral Bogor.” detiksumut. 25
Desember 2022. https://www.detik.com/sumut/berita/d-6480169/jokowi-presiden-
pertama-kunjungi-katedral-bogor (diakses Januari 16, 2023).
Fadul, Fabiana. “Hubungan Interleasi manusia dan Lingkungan.” Universitas Andalas, 2019: 80-
81.
Febriana, Irliene. “PENGARUH KEPRIBADIAN DAN SENSE OF HUMOR TERHADAP
PSYCHLOGICAL WELL-BEING.” Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014: 11.
Harari, Yuval Noah. Sapiens. Dialihbahasakan oleh Yanto Musthofa. Jakarta: PT Pustaka
Alvabet, 2017.
Kamil, Irfan. “Jozeph Paul Zhang Berani Mengaku Nabi ke-26 dan Menantang Dipolisikan,
Diduga karena Tak Ada di Indonesia.” KOMPAS.com. 19 April 2021.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/19/05593681/jozeph-paul-zhang-berani-
mengaku-nabi-ke-26-dan-menantang-dipolisikan-diduga (diakses Januari 16, 2023).
Kemp, Simon. “DIGITAL 2022: ANOTHER YEAR OF BUMPER GROWTH.” We are Social.
26 Januari 2022. https://wearesocial.com/uk/blog/2022/01/digital-2022-another-year-of-
bumper-growth-2/ (diakses Januari 16, 2023).
Küng, Hans. Global Responsibility: In Search of a New World Ethic (Terj. John Bowden).
London: SCM Press, 1991.
Laila Fazry, Nurliana Cipta Apsari. “PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP
PERILAKU.” Jurnal Pengabdian dan Penelitian, 2021: 272-278.
Nasrullah, Rulli. Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 105.
Paulus, Yohanes. Nostra Aetate (Pernyataan Tentang Hubungan Gereja Dengan Agama-Agama
Bukan Kristiani. Dialihbahasakan oleh R. Hardawiryana. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1991.
Puntoadi, Danis. Menciptakan Penjualan Melalui Social Media. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2011.
Ruswanda, Asep Sandi. “Pentingnya Dialog Antar Agama.” UINSDGBANDUNG. 4 Maret 2022.
https://uinsgd.ac.id/pentingnya-dialog-antar-agama/#:~:text=Disinilah%20dialog
%20antar%20agama%20menjadi,dan%20kemungkinan%20akan%20terus%20berlanjut.
(diakses Januari 16, 2023).
Siregar, Hamka. “Sumpah Pegawai Negeri Sipil.” AL-‘ADALAH, 2015: 715-728.
Yuliani, Ayu. “Ujaran Kebencian Picu Generasi Muda Jadi Intoleran dan Diskriminatif.”
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA. 12
Desember 2017. https://www.kominfo.go.id/content/detail/11958/ujaran-kebencian-picu-
generasi-muda-jadi-intoleran-dan-diskriminatif/0/sorotan_media (diakses Januari 16,
2023).

Anda mungkin juga menyukai