Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM PERDATA

“HUKUM WARIS”

DISUSUN OLEH :
INDAH TRIMELTA YULANDA/ 2130203039
INTAN KARTIKA/ 2130203040

DOSEN PENGAMPU :
AFRIAN RAUS, SHI., MH.

HUKUM TATANEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM MAHMUD YUNUS
BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat allah swt, karena dengan rahmat dan karunianya yang melimpah,
sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM WARIS” ini tepat
waktu . makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum perdata . pemakalah juga
mengucapkan terima kasih kepada bapak “ AFRIAN RAUS,SHI., MH. , “ selaku dosen mata
kuliah HUKUM PERDATA” .
Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. dan pemakalah
merasa makalah ini sudah dibuat dengan baik, akan tetapi pemakalah tidak menutup
kemungkinan bagi pembaca untuk memberi kritik dan saran yang mendukung agar makalah ini
lebih baik kedepannya.

Batusangkar 28 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................................2
A. Pengertian hukum waris.......................................................................................................2
B. Orang orang berhak menjadi ahli waris................................................................................3
C. Sebab terhalang mendapat warisan.......................................................................................5
D. Bagian yang harus diterima oleh ahli waris..........................................................................7
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan
merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris erat kaitannya dengan ruang
lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang
dinamakan kematian mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban .
Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukup Perdata (KUHPerdata) buku
kedua tentang kebendaan dan juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua tentang
kewarisan.
Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah penerusan dan pengoperaan harta
peninggalan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari seorang pewaris kepada ahli
warisnya. maksudnya dari pewaris ke ahli warisnya. Akan tetapi di dalam kenyataannya prose
serta langkah-langkah pengalihan tersebut bervariasi, dalam hal ini baik dalam hal hibah, hadiah
dan hibah wasiat. ataupun permasalahn lainnya . Disini penulis akan sedikit memaparkan
bagaimana hukum kewarisan dalam persfektif hukum perdata (BW) dan kompilasi hukum Islam
(KHI).

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian hukum waris


2. Orang orang yang berhak menjadi ahli waris
3. Sebab terhalang mendapat warisan
4. Bagian yang harus diterima oleh ahli waris

C. Tujuan

1. Agar mengetahui pengertian hukum waris


2. Agar mengetahui orang orang yang berhak menjadi ahli waris
3. Agar mengetahui sebab terhalang mendapat warisan

1
4. Agar mengetahui bagian yang harus diterima oleh ahli waris

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum waris

Terminologi warisan, sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu al-mirats yang diartikan
berangkat (berpindahnya) sesuatu benda/barang dari seseorang kepada orang yang lain ataupun
dari sebuah estapet ke estapet asi berikutnya, maka dalam terminologi istilah warisan ini
dimaknai setiap harta atau benda peninggalan yang ditinggalkan seseorang yang disebut pemberi
waris kepada ahli waris atau si penerima warisan. Dengan demikian, semua kekayaan yang
ditinggalkan pemberi warisan inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan harta warisan.

Menurut BW adalah aturan- aturan hukum yang mengatur perpindahan keseluruhan hak
kepemilikan harta kekayaan, keseluruhan hak dan kewajiban si pewaris kepada ahli waris dan
penentuan orang – orang yang berhak menjadi ahli waris, serta penetapan bagian masing-masing
ahli waris. Menurut Soebekti “mewaris secara benifisier merupakan satu cara untuk menghindari
resiko memikul utang-utang yang melebihi warisan yang diterima oleh pewaris.1 Jadi yang
dimaksud dengan menerima warisan secara benifisier adalah: kewajiban ahli waris hanya sebesar
harta warisan yang diterima apabila ternyata setelah dilakukan perhitungan, utang lebih besar
dari harta warisan yang diperolehnya.1

Berikut adalah pengertian Hukum Waris menurut para ahli :

1.Vollmart
Hukum Waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, Jadi keseluruhan hak-
hak Kewajiban, Dari orang yang mewariskan kepada warisnya.

2.Salim H.S
Hukum Waris adalah keseluruhan kaidah-kaidah Hukum, Baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur taentang pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, Bagian yang
diterima, Serta hubungan ahli waris dengan pihak ke tiga.

3.A. Pitlo

1
Dermina Dalimunthe, PENERIMAAN WARISAN HARTA SECARA BENIFISIER PERSPEKTIF HUKUM PERDATA, Jurnal
El-Qanuny, Volume 5 Nomor 1 Edisi Januari – Juni 2019, hal 78

2
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, Dimana, Berhubung dengan
meninggalnya seseorang akibat-akibatnya didalam kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari
beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang telah meninggal, kepada ahli waris, baik dalam
hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ke tiga.

4. Supomo
Hukum Waris adalah  peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoper barang-barang yang tidak berwujud benda (IMMATERIELE GOEDEREN) dari suatu
angkatan manusia (generasi ) kepada turunannya.

B. Orang orang berhak menjadi ahli waris

Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris abintestato berdasarkan hubungan
darah terdapat empat golongan, yaitu:

1. Golongan Pertama

Golongan pertama adalah keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta
keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
Suami atau isteri yang ditinggalkan/hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada
tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/isteri tidak saling mewarisi. Bagian golongan pertama
yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta
keturunannya, janda atau duda yang ditinggalkan/ yang hidup paling lama, masing-masing
memperoleh satu bagian yang sama. Oleh karena itu, bila terdapat empat orang anak dan janda
maka mereka masing-masing mendapat hak 1/5 bagian dari harta warisan. Apabila seorang anak
telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris tetapi mempunyai lima orang anak, yaitu cucu-
cucu pewaris, maka bagian anak yang seperlima dibagi di antara anakanaknya yang
menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal (dalam sistem hukum waris BW
disebut plaatsvervulling dan dalam system hukum waris Islam disebut ahli waris pengganti dan
dalam hukum waris adat disebut ahli waris pasambei) sehingga masing-masing cucu
memperoleh 1/25 bagian. Lain halnya jika seorang ayah meninggal dan meninggalkan ahli waris
yang terdiri atas seorang anak dan tiga orang cucu, maka hak cucu terhalang dari anak (anak
menutup anaknya untuk menjadi ahli waris).

2. Golongan Kedua

3
Golongan kedua adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara,
baik laki-laki maupun perempuan serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus
yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari 1/4 bagian dari harta peninggalan,
walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris. Oleh karena itu, bila terdapat tiga
orang saudara yang menjadi ahli waris bersama-sama dengan ayah dan ibu, maka ayah dan ibu
masing-masing akan memperoleh ¼ bagian dari seluruh harta warisan, sedangkan separuh dari
harta warisan itu akan diwarisi oleh tiga orang saudara yang masing-masing memperoleh 1/6
bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal dunia maka yang hidup paling lama
akan memperoleh sebagai berikut:

a. ½ bagian dari seluruh harta warisan, jika ia menjadi ahli waris bersama dengan seorang
saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan sama saja;

b. 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris bersama-sama dengan dua
orang saudara pewaris;

c. ¼ bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris bersama-sama dengan tiga
orang atau lebih saudara pewaris. Lalu, apabila ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia,
maka harta peninggalan seluruhnya jatuh pada saudara pewaris, sebagai hali waris golongan
kedua yang masih ada. Namun, bila di antara saudara-saudara yang masih ada itu ternyata hanya
ada saudara seayah atau seibu saja dengan pewaris maka harta warisan terlebih dahulu dibagi
dua, bagian yang satu adalah diperuntukkan bagi saudara seibu

3. Golongan Ketiga

Golongan ketiga adalah ahli waris yang meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke
atas dari pewaris. Ahli waris golongan ketiga terdiri atas keluarga dari garis lurus ke atas setelah
ayah dan ibu, yaitu kakek dan nenek serta terus ke atas tanpa batas dari pewaris. Hal dimaksud,
menjadi ahli waris. Oleh karena itu, bila pewaris sama sekali tidak meninggalkan ahli waris
golongan pertama dan kedua. Dalam kondisi seperti ini sebelum harta warisan dibagi terlebih
dahulu harus dibagi dua (kloving), selanjutnya separuh yang satu merupakan bagian sanak
keluarga dari garis ayah pewaris dan bagian yang separuhnya lagi merupakan bagian sanak

4
keluarga dari garis ibu pewaris. Bagian yang masing-masing separuh hasil kloving itu harus
diberikan pada kakek pewaris untuk bagian dari garis ayah, sedangkan untuk bagian dari garis
ibu harus diberikan kepada nenek

Cara pembagiannya adalah harta warisan dibagi dua, satu bagian untuk kakek dan nenek
dari garis ayah dan satu bagian untuk kakek dan nenek dari garis ibu. Pembagian itu berdasarkan
Pasal 850 dan Pasal 853 (1):11 ½ untuk pihak ayah dan½ untuk pihak ibu.

4. Golongan Keempat

Ahli waris golongan keempat meliputi anggota dalam garis ke samping dan sanak keluarga
lainnya sampai derajat keenam. Hal dimaksud, terdiri atas keluarga garis samping, yaitu paman
dna bibi serta keturunannya, baik dari garis pihak ayah maupun garis dari pihak ibu. Keturunan
paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari si mayit (yang meninggal). Apabila bagian
dari garis ibu sama sekali tidak ada ahli waris sampai derajat keenam maka bagian dari garis ibu
jatuh kepada para ahli waris dari garis ayah. Demikian pula sebaliknya.

Dalam Pasal 832 ayat (2) BW disebutkan: “Apabila ahli waris yang berhak atas harta
peninggalan sama sekali tidak ada, maka seluruh harta peninggalan jatuh menjadi milik negara,
selanjutnya Negara wajib melunasi utang-utang si peninggal harta warisan sepanjang harta
warisan itu mencukupi. Cara pembagian harta warisan golongan keempat sama dengan ahli waris
golongan ketiga, yaitu harta warisan dibagi dua, satu bagian untuk paman dan bibi serta
keturunannya dari garis ayah dan satu bagian lagi untuk paman dan bibi serta keturunannya dari
garis ibu.2

C. Sebab terhalang mendapat warisan

Orang yang terhalang untuk mendapatkan warisan adalah orang yang sebenarnya memenuhi
sebab-sebab untuk memperoleh warisan, tetapi dia kehilangan hak untuk memperolehnya. Orang
yang demikian dinamakan mahrum. Penghalang itu ada empat:

a. Perbudakan: baik orang itu menjadi budak dengan sempurna atau tidak.
2
Dermina Dalimunthe, PENERIMAAN WARISAN HARTA SECARA BENIFISIER PERSPEKTIF HUKUM PERDATA, Jurnal
El-Qanuny, Volume 5 Nomor 1 Edisi Januari – Juni 2019, hal 78-80

5
b. Pembunuhan dengan sengaja yang diharamkan. Apabila pewaris membunuh orang yang
mewariskan dengan cara zalim, maka dia tidak lagi mewarisi, karena Nabi saw bersabda; «Orang
yang membunuh tidak mendapatkan warisan sedikit pun.” Adapun pembunuhan yang tidak
disengaja, maka para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Berkata al-Syafi’i: Setiap
pembunuhan menghalangi pewarisan, sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh anak kecil atau
orang gila, dan sekalipun dengan cara yang benar seperti had atau qishash. Mazhab Maliki
berkata: Sesungguhnya pembunuhan yang menghalangi pewarisan itu adalah pembunuhan yang
sengaja bermusuhan, baik langsung ataupun mengalami perantaraan. Undang-undang Warisan
Mesir mengambil pendapat ini dalam pasal lima belas, yang bunyinya; “Di antara penyebab yang
menghalangi pewarisan ialah membunuh orang yang mewariskan dengan sengaja, baik
pembunuh itu pelaku utama, serikat, ataupun saksi palsu yang kesaksiannya mengakibatkan
hukum bunuh dan pelaksanaannya bagi orang yang mewariskan, jika pembunuhan itu
pembunuhan yang tidak benar atau tidak beralasan; sedang pembunuh itu orang yang berakal dan
sudah berumur lima belas tahun; kecuali kalau dia melakukan hak membela diri yang sah.

c. Berlainan Agama. Dengan demikian seorang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan
seorang kafir tidak mewarisi dari seorang muslim; karena hadits yang diriwayatkan oleh empat
orang ahli hadits, dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi saw bersabda: “Seorang muslim tidak
mewarisi dari seorang kafir, seorang kafirpun tidak mewarisi dari seorang muslim.”
Diriwayatkan oleh Muaz, Mu’awiyah, Ibnu Musayyab, Masruq dan al-Nakha’i, bahwa
sesungguhnya seorang muslim itu mewarisi dari seorang kafir; dan tidak sebalinya. Yang
demikian itu seperti halnya seorang muslim laki-laki boleh menikah dengan seorang kafir
perempuan dan seorang kafir laki-laki tidak boleh menikah dengan seorang muslim
perempuan.Adapun orang-orang yang bukan muslim, maka sebagian mereka mewarisi sebagian
yang lain, karena mereka dianggap satu agama.

d. Berbeda negara (tidak menghalangi). Yang dimaksud berbeda negara adalah berbeda
kebangsaannya. Perbedaan kebangsaan ini tidak menghalangi pewarisan di antara kalangan
kaum muslimin, karena seorang muslim itu mewarisi dari seorang muslim, sekalipun jauh
negaranya dan berbeda wilayahnya.3

3
Sayid Sabiq, Fikih Sunah, Terjemah: Mahyuddin Syaf, hlm. 7.

6
D. Bagian yang harus diterima oleh ahli waris

Hukum pembagian harta warisan dalam islam akan diatur kepada ahli warisnya dengan bagian
masing-masing yang tidak sama. Pembagian harta warisan tergantung kepada status kedekatan
hubungan antara pewaris dengan ahli warisnya

Pembagian Warisan Menurut Islam' karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, cara pembagian harta
warisan berdasarkan Al-Quran surat An-Nisa, persentasenya terdiri dari setengah (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

1. Setengah (1/2)

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) adalah satu kelompok laki-laki dan
empat perempuan. Di antaranya suami, anak perempuan, cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan sebapak.

2. Seperempat (1/4)

Ahli waris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta pewaris hanyalah dua orang, yaitu
suami atau istri.

3. Seperdelapan (1/8)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian warisan seperdelapan adalah istri. Istri yang
mendapatkan waris dari peninggalan suaminya, baik itu memiliki anak atau cucu dari rahimnya
atau rahim istri yang lain.

4. Duapertiga (2/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan dua pertiga warisan terdiri dari empat perempuan. Ahli
waris ini, antara lain anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara
perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.

5. Sepertiga (1/3)

Ahli waris yang berhak mendapatkan sepertiga warisan hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara
baik laki-laki atau perempuan dari satu ibu.

7
6. Seperenam (1/6)

Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperenam warisan ada 7 orang, yakni bapak,
kakek, ibu, cucu perempuan, keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sebapak, nenek, dan
saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terminologi warisan, sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu al-mirats yang diartikan
berangkat (berpindahnya) sesuatu benda/barang dari seseorang kepada orang yang lain ataupun
dari sebuah estapet ke estapet asi berikutnya, maka dalam terminologi istilah warisan ini
dimaknai setiap harta atau benda peninggalan yang ditinggalkan seseorang yang disebut pemberi
waris kepada ahli waris atau si penerima warisan. Dengan demikian, semua kekayaan yang
ditinggalkan pemberi warisan inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan harta warisan.

Menurut BW adalah aturan- aturan hukum yang mengatur perpindahan keseluruhan hak
kepemilikan harta kekayaan, keseluruhan hak dan kewajiban si pewaris kepada ahli waris dan
penentuan orang – orang yang berhak menjadi ahli waris, serta penetapan bagian masing-masing
ahli waris. Menurut Soebekti “mewaris secara benifisier merupakan satu cara untuk menghindari
resiko memikul utang-utang yang melebihi warisan yang diterima oleh pewaris.1 Jadi yang
dimaksud dengan menerima warisan secara benifisier adalah: kewajiban ahli waris hanya sebesar
harta warisan yang diterima apabila ternyata setelah dilakukan perhitungan, utang lebih besar
dari harta warisan yang diperolehnya

Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris abintestato berdasarkan hubungan darah
terdapat empat golongan.

Dalam hukum Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur.
Di antaranya:

- Budak

Seseorang yang berstatus budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari
saudaranya. Sebab, segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.

- Pembunuhan

9
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya: seorang anak membunuh ayahnya),
maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya."

- Perbedaan Agama

Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang nonmuslim, apapun
agamanya. Hal ini telah diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula orang kafir mewarisi
muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).

10
DAFTAR PUSTAKA

Dermina Dalimunthe, PENERIMAAN WARISAN HARTA SECARA BENIFISIER


PERSPEKTIF HUKUM PERDATA, Jurnal El-Qanuny, Volume 5 Nomor 1 Edisi Januari – Juni
2019

Darmawan. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Cet.I; Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014

Sabiq, Sayid. Fikih Sunah Jilid IV “Faraid (Waris),” Terjemah: Mahyuddin Syaf, Cet. II;
Bandung: al-Ma’arif, 1988

Eman Suparman, Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat BW, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005)

11
12

Anda mungkin juga menyukai