Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BANTUAN HUKUM

Tentang :

WADAH BANTUAN HUKUM BAGI GOLONGAN


TIDAK MAMPU

Oleh :
Maizi Fahdela Agustin: 2030203048
Mishel Fatricya: 2030203052
Miftahurrahmi: 2030203051

Dosen Pengampu:

DIAN PERTIWI, S.H., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS

BATUSANGKAR

2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa karena
atas Ridho dan limpahan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah
yang berjudul “Wadah Bantuan Hukum Bagi Golongan Tidak Mampu” ini
dengan tepat waktu, terlepas dari segala ketidak sempurnaan yang terkandung
dalam makalah ini. Untuk itu sangat penting bagi penulis untuk berterima kasih
atas pihak-pihak yang telah memberikan perannya dalam pembuatan makalah ini.
Terutama dosen pengampu mata kuliah Bantuan Hukum yang banyak
memberikan masukan dan bimbingannya dalam penulisan makalah ini sehingga
tersusun dengan sistematis dan komperhensif.
Oleh karena itu besar harapan penulis tentang makalah ini, semoga dapat
bermanfaat dan memberikan pengaruh yang baik bagi pembaca.Terlepas dari itu
semua penulis sangat menyadari adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan kritikan yang
membangun atas makalah ini.

Batusangkar, 26 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Istilah dan defenisi bantuan hukum ..................................................... 3

B. Perkembangan Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia...................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 16

B. Saran .................................................................................................. 16

DAFTAR KEPUSTAKAAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bantuan hukum artinya tenaga, pikiran hukum, karya hukum yang
di gunakan untuk membantu para pihak yang berperkara. Bantuan Hukum
dalam pengertian yang luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu
golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum.
Berstatus sebagai negara yang. tengah berkembang dengan jumlah
penduduk yang tidak sedikit, kerap kali menimbulkan berbagai
permasalahan (hukum) yang terjadi antar warga negara. Disamping itu,
banyaknya masyarakat yang tidak semuanya paham hukum, berstatus
sosial kurang mampu atau marginal tentu tidak menghilangkan kewajiban
negara untuk menjalankan amanat Undang Undang Dasar 1945.
Bagaimanapun Berkedudukan sebagai negara hukum tentu sudah
menjadi sebuah kewajiban negara untuk menjalankan konstitusi tertinggi
salah satunya yang diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 34
ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 mengakui, menjamin dan
melindungi, memberikan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama di hadapan hukum antar sesama warga negaranya. Serta fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Frasa fakir miskin disini
dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tidak mampu yang berarti
masyarakat yang kurang mampu menjadi tanggung jawab negara salah
satunya dibidang hukum.
Setiap warga negara tetap berhak mendapatkan others to help
menyelesaikan serta mewujudkan akses terhadap keadilan (acces to
judtice. Salah satu bentuk implementasi dari Pasal 28D ayat (1) dan Pasal
34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 adalah melalui bantuan hukum
secara gratis dimana bantuan hukum tersebut dapat diperoleh melalui
lembaga bantuan hukum Dan pada Kantor hukum. (Achmad, D. 2015: 17).
Berangkat dari latar belakang diatas serta meningkatkan
pemahaman maka perlu dikaji dari hal yang lebih dasar terlebih dahulu,

3
untuk itu kami tertarik membahas tentang “Wadah Bantuan Hukum Bagi
Golongan Tidak Mampu”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan
masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1. Apa saja istilah dan defenisi bantuan hukum?
2. Bagaimana Perkembangan Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah dan defenisi bantuan hukum
2. Untuk mengetahui Perkembangan Lembaga Bantuan Hukum di
Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Istilah dan Pengertian Bantuan Hukum


Pada awalnya, kegiatan bantuan hukum bertujuan untuk mendapatkan
pengaruh dari masyarakat. Kemudian berubah menjadi sikap kedermawanan
(charity) untuk membantu kaum miskin. Sikap ini beriringan dengan
tumbuhnya nilai-nilai kemuliaan (nobility) dan kesatriaan (chivalry) yang
sangat diagungkan. (Karauwan. D, 2022: 14) Menurut Prof. Dr. Mochtar
Kusumoatmadja, hukum adalah keseluruhan kaidah dan segala asas yang
disusun pergaulan hidup dalam masyarakat dan untuk kepentingan ketertiban
dan jangkauan lembaga dan proses, guna mewujudkan berlakunya kaidah
sebagai suatu ruang dalam masyarakat.
Jadi bantuan hukum artinya tenaga, pikiran hukum, karya hukum yang di
gunakan untuk membantu para pihak yang berperkara. Bantuan Hukum dalam
pengertian yang luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan
yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Adnan Buyung Nasution
mengatakan bahwa upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu
mempunyai tiga aspek yang paling berkaitan yaitu, aspek perumusan aturan
aturan hukum, aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar
aturan itu ditatati dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu
dihayati.(Yesmil Anwar dan Adang,2009,p.246 )
Bantuan hukum dapat di berikan oleh seseorang yang mamahami hukum,
atau yang di sebut panesehat hukum, seperti pengacara dan advokat. Advokat
adalah pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat
atau pembela perkara dalam pengadilan. Istilah advokat sudah dikenal ratusan
tahun yang lalu dan identik dengan advocato, attorney, rechtsanwalt, barrister,
procureurs, advocaat, abogado dan lain sebagainya di Eropa yang kemudian
diambil alih oleh negara-negara jajahannya. Kata advokat berasal dari bahasa
Latin, advocare, yang berarti to defend, to call to one’s aid, to vouch or
towarrant. (WJS. Poerwadarminta,1976)

5
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat Pasal 1 Ayat (1) antara lain:
1. Adokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini.

2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan


konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien.

Undang-undang advokat membedakan antara advokat Indonesia dan


advokat asing, dimana yang dimaksud dengan Advokat Indonesia adalah orang
yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun diluar Pengadilan
yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik
sebagai advokat, pengacara, penasehat hukum, pengacara praktek ataupun
sebagai konsultan hukum. Advokat asing adalah advokat berkewarganegaraan
asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin
Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat, dilarang beracara di
sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau
perwakilannya di Indonesia. Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh
Advokat kepada masyarakat atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan
hukum. Perihal bantuan hukum termasuk didalamnya prinsip equality before
the law dan acces to legal councel, dalam hukum positif Indonesia telah diatur
secara jelas dan tegas melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2003 tentang advokat.( Hilman Hadikusuma,2013,P. 147-148)
Dalam kedudukannya sebagai suatu profesi yang mulia atau lebih dikenal
dengan istilah officium nobile. Maka advokat, berdasarkan Undang Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, memiliki kewajiban dalam

6
memberikan bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf. Secara ideal
dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari
advokat. Oleh sebab itu maka advokat dituntut agar dapat mengalokasikan
waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya untuk orang miskin yang
membutuhkan bantuan hukum secara cuma-cuma atau probono.(Raharjo,
2014,P.16)
Pemberian bantuan hukum oleh advokat bukan hanya dipandang sebagai
suatu kewajiban namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi
dan tanggung jawab sosial (social contribution and social liability) dalam
kaitannya dengan peran dan fungsi sosial dari profesi advokat. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah mengatur secara tegas mengenai
kewajiban advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
sebagai bagian dari kewajiban profesi. Dalam hal advokat tidak melakukan
kewajiban profesi maka dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban profesi sehingga dapat diberlakukan sanksi.
Untuk mendukung pelaksanaan kewajiban pemberian bantuan hukum secara
cuma-cuma oleh advokat maka dibutuhkan peran yang optimal dari organisasi
profesi.

B. Perkembangan Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia


Secara Umum dallam perkembangannya, Lembaga Bantuan Hukum
terbagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Lembaga Bantuan Hukum Swasta. Lembaga inilah yang telah muncul dan
berkembang belakangan ini. Anggotanya pada umumnya terdiri dari
kelompok yang bergerak dalam profesi hukum pengacara. Konsep dan
peranannya jauh lebih luas dari sekedar memberi bantuan hukum secara
formal di depan sidang Pengadilan terhadap rakyat kecil yang miskin dan
buta hukum. Konsep dan programnya dapat dikatakan:

1)Menitikberatkan bantuan dan nasihat hukum terhadap lapisan


masyarakat kecil Yang tidak mampu;

7
2) Memberi nasihat hukum di Luar pengadilan terhadap buruh, tani,
nelayan, dan pegawai negeri yang merasa haknya dirampas;

3) Mendampingi atau memberi bantuan hukum secara langsung di sidang


pengadilan baik yang meliputi perkara perdata dan pidana.

4) Bantuan dan nasihat hukum yang mereka berikan dilakukan secara


Cuma- Cuma.

2. Lembaga Bantuan Hukum yang Bernaung Pada Perguruan Tinggi.


Lembaga ini sering dikenal dengan nama Biro Bantuan Hukum. Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengambil
konsep bantuan hukum model kesejahteraan yaitu bantuan hukum sebagai
suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka
perlindungan sosial yang diberikan oleh suatu negara kesejahteraan
(welfare state).

Gerakan bantuan hukum oleh para advokat agaknya diawali dengan


berdirinya beberapa lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk
konsultasi, antara lain biro bantuan hukum di rechtshoge school jakarta
pada tahun 1940 oleh prof. Zeylemaker, yang sala satu tujuannya untuk
memberikan nahehat hukum kepada mareka yang tidak mampu. Namun
sayang nya biro yang di kelola oleh Mr. Alwi St. Osman Dan Mr. Elkana
Tobing dan beberapa mahasiswa ini tidak sukses karena kurangnya
pengalaman praktek di kalangan pengelolanya.Tahun 1953 muncul
kembali ide untuk mendirikan lembaga bantuan hukum yang berasal dari
perguruan tionghoa bernama Sim Ming Hui atau tjandra naya. Biro ini
terbentuk pada tahun 1954 di bawah pimpinan prof.Ting swan tiong.

Namun biro ini hanya terbatas memberikan konsultasi hukum untuk


golongan keturunan tertentu saja. Tahun 1963, pada masa dekan prof.
Sujono hadibroto, berdiri satu lembaga bantuan hukum di universitas
indonesia yang di beri nama biro konsultasi hukum universitas indonesia
yang di ketahui oleh prof. Ting swan tiong. Lembaga ini telah mengalami

8
beberapa kali perubahan nama, terakhir yaitu lembaga konsultasi dan
bantuan hukum atau di kenal dengan LKBH. Di daerah lain juga
berkembang lembaga-lembaga bantuan hukum. Di abandung, biro
konsultasi hukum didirikan oleh prof. Mochtar kusumaatmadja di pakultas
hukum universitas padjajaran.

Pada tahun 1959-1965 kepercayaan masyarakat terhadap bantuan


hukum sempat hilang. Hal ini karena merosotnya peran advokat sebagai
dampak dari sistem peradilan yang tidak bebas dan mandiri. Kondisi ini
terlihat dengan banyaknya kompromi yang di lakukan antara hakim
dengan jaksa pada waktu akan memutuskan suatu perkara. Efeknya,
wibawa pengadilan menjadi jatuh dan orang tidak melihat mamfaat dari
bantuan hukum dan lebih senang untuk meminta pertolongan kepada
jaksa, hakim atau orang kuat lainya dari pada meminta bantuan kepada
advokat dalam meminta keadilan untuk dirinya. Dalam masa
pemerintahan orde baru, kegiatan pemberian bantuan hukum sepertinya
mendapat perhatian dari pemerintah. Dengan diaturnya undang-undang
baru menggantikan undang-undang sama yang di buat pemerintah orde
lama. Perubahan terpenting terjadi dalam kegiatan bantuan hukum untuk
masyarakat miskin di indonesia pada bulan november 1978. Lembaga
bantuan hukum atau yang di naungi dalam yayasan lembaga bantuan
hukum indonesia (YLBHI) pada awalnya merupakan gagasan dari Adnan
buyung nasution, yang ketika itu tergabung dalam peradin, akibat dari
ketidak puasannya terhadap situasi sosial politik yang mengesampingkan
norma-norma hukum yang ada, dan sering kali bertindak merugikan
rakyat.

LBH didirikan dengan konsep awal untuk melindungi masyarakat


dari penindasan hukum yang kerap menimpa maraka, LBH ini dipimpin
oleh Adnan buyung nasution, berdasarkan hasil kongres pada tanggal 28
oktober 1970 di jakarta. Konsep ini kemudian di tuangkan dalam
anggaran dasar LBH dimana di dalamnya di sebutkan bahwa tujuan LBH

9
adalah:

1. Memberi pelayanan hukum kepada rakyat miskin.

2. Mengembangkan dan meningkatkan kesadaran hukum rakyat,


terutamamengenai hak-haknya sebagai subyek hukum.
3. Mengusahakan perubahan dan perbaikan hukum untuk mengisi
kebutuhan baru dari masyarakat yang berkembang.
Pada awalnya memang LBH mendapat dukungan dari
pemerintah, namun ternyata pembentuakan LBH ini di jakarta malah
menjadi pemicu berdiri nya organisasi-organisasi serupa di yogyakarta,
surabaya, bandung, dan medan. Tahun 1980 dalam pertemuan nasional
LBH di sepakati untuk menyamakan serta menyatukan visi dan misi
lembaga bantuan hukum, dan kemudian membentuk yayasan lembaga
bantuan hukum indonesia (YLBHI).

Tujuan terwujudnya YLBHI ialah :


1) Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas
tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab/berprikemanusiaan
secara demokratis (a just, humane, and democratic sociolegal
system).
2) Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu
menyediakan tatacara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga
melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati
keadilan hukum (a fair and transparent intitutionalize legal-
administrative system).
3) Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik, dan budaya yang
membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap
keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan
memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan
menjunjung tinggi HAM (an open political-economic system with a
culture that fully respects human rights).

10
Syarat-syarat lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan
yang memberi layanan Bantuan Hukum yang dapat disebut sebagai
Pemberi Bantuan hukum adalah:

1. Berbadan hukum,

2. Terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini,

3. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap,

4. Memiliki pengurus, dan

5. Memiliki program Bantuan Hukum.

Saat ini ada beberapa undang-undang yang mengatur terkait


tata cara pembentukan serta pelaksanaan Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) diantaranya:

1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

2) Peraturan Pemerintah RI. No. 42 Tahun 2013 tantang syarat dan tata
cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan
hukum.

3) Peraturan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. No. 03 Tahun
2013 tentang tata cara verifikasi dan akreditasi lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan.

4) Peraturan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. No. 22 Tahun
2013 tentang peraturan pelaksanaan “Peraturan Pemerintah No. 42
Tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum
dan penyaluran danabantuan hukum.

5) SEMA RI No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum.

6) Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Advokat.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga Bantuan Hukum merupakan sebuah badan atau
organisasi yang didirkan dengan tujuan memberikan bantuan hukum
kepada rakyat yang kurang mampu, serta yang buta hukum dengan Cuma-
Cuma. Bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (“UU
Bantuan Hukum”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013
tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran
Dana Bantuan Hukum (“PP 42/2013”).
Perkembangan Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia sebenarnya
berawal dari tahun 1940 di rechtshoge school jakarta oleh prof.
Zeylemaker untuk memberikan nasehat nasehat
hukum kepada mereka yang tidak mampu. Namun keberadaan biro
tersebut tidak tahan lama karena terkendala atas kurangnya pengalaman
dari penasehat hukumnya. pembentukan lembaga bantuan hukum secara
resmi dimulai pada tahun 1969, pada saat berlangsung Kongres Peradin,
seorang mantan jaksa bernama Adnan Buyung Nasution memunculkan
gagasan untuk mendirikan lembaga bantuan hukum (LBH). Gagasan ini
diwujudkan dengan pendirian LBH Peradin di Jakarta pada tahun 1970.
Pendirian ini mendapat dukungan dari Gubernur Jakarta Ali Sadikin.
Gagasan beliau muncul karena melihat sebuah ketidakadilan kepada
masyarakat miskin pada setiap perkara. Yang padahal seharusnya tidak
ada sebuah perbedaan jika sudah dihadapan hukum semua sama.

B. Saran
Adapun saran terhadap lembaga yang berwenang memberikan
bantuan hukum secara gratis hendaklah senantiasa memberikan bantuan

12
hukum dengan sepenuh hati atau bagi kantor swasta hendaklah
memberikan bantuan hukum secara gratis sama halnya ketika memberikan
bantuan hukum kepada klienya yang membayar.

13
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Buku

Karauwan, D. (2022). Bantuan Hukum di Indonesia. Eureka Media Aksara: Jawa

Tengah.

Jurnal

Achmad, D. (2015). Peranan Mahasiswa Fakultas Hukum sebagai pelaksana


bantuan

hukum (legal aid) kepada masyarakat. Fiat Justicia: Jurnal Ilmu Hukum,
9(1).
5
6

Anda mungkin juga menyukai