Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

“TINGKAT KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP HUKUM


SEBAGAI PENGARUH DARI BUDAYA HUKUM”

Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Yang Diberikan

Dosen Pengampu: Suheflihusnaini Ashady. S.H., M.H.

Disusun oleh:

Santi Dewi Sukresna

D1A020476

Sosiologi Hukum C1

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Tingkat Kepatuhan
Masyarakat Terhadap Hukum Sebagai Pengaruh Dari Budaya Hukum” ini dengan
tepat waktu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suheflihusnaini Ashady,


S.H., M.H. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Sosiologi Hukum karena
telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Bapak Suheflihusnaini Ashady, S.H., M.H. Makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan para pembaca mengenai pengaruh budaya hukum terhadap
tingkat kepatuhan hukum masyarakat.

Penulis menyadari bahwa makalah “Tingkat Kepatuhan Masyarakat


Terhadap Hukum Sebagai Pengaruh Dari Budaya Hukum” masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kedepannya makalah
ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Mataram, 2 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................3

1.3. Tujuan............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

3.1. Budaya Hukum..............................................................................................4

3.2. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Tingkat Kepatuhan Hukum Dalam


Masyarakat.....................................................................................................7

3.3. Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Masyarakat Terhadap Hukum......13

BAB III PENUTUP.........................................................................................................16

3.1. Kesimpulan..................................................................................................16

3.2. Saran............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebagai negara hukum, kata ‘hukum’ sudah
sangat umum dikenal oleh masyarakat sebab segala sesuatu di NKRI dilandaskan
pada hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum adalah apa yang kita lihat ada
dan terjadi dilakukan dalam masyarakat.1 Sedangkan, Max Weber memandang
hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang
dikelompokkkan dan dapat dikombinasikan dengan konsensus, menggunakan alat
kekerasan sebagai daya paksaan. Max Weber menyatakan bahwa hukum
merupakan suatu kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu. 2 Dari
kedua pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan
kumpulan norma atau aturan yang ada dan terjadi dalam masyarakat yang dalam
penerapannya menggunakan suatu ancaman sanksi sebagai daya paksaan.

Melalui pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa hukum berperan sebagai


suatu alat kontrol sosial yang memaksa masyarakat untuk mematuhinya, sehingga
kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan tentram. Meskipun hukum
bersifat memaksa untuk dipatuhi, namun kenyataan dalam kehidupan masyarakat
hukum tak serta merta dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri. Ketidakpatuhan
masyarakat terhadap hukum menjadi salah satu permasalahan yang cukup menyita
perhatian. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat menjadi alasan yang
umumnya digunakan atas ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Namun,
bukankah ketidakpatuhan tersebut juga seharusnya dilihat melalui aspek
masyarakat yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai yang dipercayainya.

1
Fithriatus Shalihah, Sosiologi Hukum. Cetakan ke-satu, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017,
hal. 17.
2
Ibid, hal. 37.

1
Sebagai suatu negara dengan wilayah kepulauan dengan jumlah penduduk
yang besar, Indonesia penuh dengan keanekaragaman, terutama keanekaragaman
budaya. Keanekaragaman budaya di Indonesia melahirkan berbagai nilai-nilai
tradisional yang dipercayai oleh masyarakarat, dimana nilai tersebut sangatlah
mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Nilai-nilai tersebut
telah tumbuh dan berkembang di masyarakat dalam kurun waktu yang panjang,
sehingga diyakini masyarakat sebagai suatu nilai yang baik.

Selama dalam masyarakat terdapat nilai yang diyakini dan dihargainya, maka
hal tersebut akan menimbulkan tumbuhnya sistem berlapis-lapis dalam
masyarakat itu sendiri.3 Hal tersebutlah yang dikatakan sebagai suatu budaya
hukum. Budaya hukum merupakan nilai, pemikiran, serta harapan atas kaidah atau
norma dalam kehidupan masyarakat.4 Pembahasan budaya hukum bertujuan untuk
mengenali karakteristik dari pola perilaku masyarakat terhadap hukum serta untuk
mengkaji kelanjutan maupun perubahan budaya hukum yang dialami oleh
masyarakat modern dan juga masyarakat sederhana. Budaya hukum memberikan
pengaruh yang signifikan bagi masyarakat, jika budaya hukum dalam masyarakat
cenderung kaku terhadap hukum nasional dan berpedoman teguh pada hukum
adat saja, maka akan berakibat pada ketidakpatuhan masyarakat akan hukum
nasional, begitupula sebaliknya. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa budaya
hukum merupakan suatu kekuatan yang dapat menggerakkan bekerjanya hukum
dalam masyarakat.5

Dalam membentuk hukum sudah seharusnya pemerintah tak hanya mengkaji


dari segi sistem formalnya saja, tetapi juga harus memperhatikan dari segi budaya
hukum masyarakat pula. Meskipun berada di negara yang sama dan berlandaskan
pada hukum nasional yang sama, tetapi pandangan masyarakat terhadap
3
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-empat, Rajawali Pers, Jakarta, 1984,
hal. 219.
4
Yuniko Fitrian, ”Pentingnya Budaya Hukum Dalam Masyarakat”
(https://jdih.bengkuluprov.go.id/produk/detail_produk/434-pentingnya-budaya-hukum-dalam-
masyarakat.html, di akses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 10.00 WITA)
5
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum Pencaraian Dan Pembebasan. UMS Press, Surakarta, 2010, hal.
77.

2
penegakan hukum akan berbeda-beda akibat dari perbedaan budaya hukum.6
Dengan demikian, budaya hukum menjadi salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah
dari makalah ini, yakni sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan budaya hukum dan bagaimana budaya hukum di
Indonesia?
2. Bagaimana budaya hukum dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan hukum
dalam masyarakat?
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
dari makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian budaya hukum dan budaya hukum di Indonesia;
2. Untuk mengetahui pengaruh budaya hukum terhadap tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum;
3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum.

6
Ibid

3
BAB II

PEMBAHASAN
3.1. Budaya Hukum
Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman terdapat 3
(tiga) unsur pembentuk sistem hukum, yakni substansi hukum, struktur hukum,
dan budaya hukum.7 Tujuan dari hukum adalah untuk memberikan kepastian
hukum, memberikan rasa keadilan, dan memberikan kemanfaatan. Tujuan tersebut
dapat tercapai jika aparatur negara dalam menjalankan tugasnya dapat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang ada, substansi hukumnya juga harus
baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, serta budaya hukum
juga memberikan pengaruh yang besar.8 Tujuan hukum tak akan tercapai apabila
tak ada keseimbangan antara struktur, substansi, dan budaya hukum.

Pada dasarnya hukum bukan sekedar suatu rumusan hitam di atas putih yang
tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi seharusnya hukum
dilihat sebagai gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui
pola tingkah laku masyarakat itu sendiri. Artinya bahwa hukum dipengaruhi pula
oleh faktor non hukum, baik itu sikap, nilai, dan juga pandangan masyarakat
terhadap hukum yang pada umumnya disebut sebagai budaya hukum.9

Seorang pakar Daniel S. Lev membedakan budaya hukum menjadi 2 kategori,


yakni budaya hukum internal (internal legal culture) dan budaya hukum eksternal
(external legal culture). Budaya hukum internal merupakan budaya hukum dari
masyarakat yang melaksanakan suatu tugas hukum secara khusus, dalam hal ini
aparat penegak hukum. Sedangkan, budaya hukum eksternal adalah budaya
hukum yang terdapat pada masyarakat umum. Guna dapat memahami budaya
hukum terdapat 2 hal yang harus diperhatikan, yakni memperhatikan nilai-nilai
7
Anajeng Esri Edhi Mahanani, dkk. “Kausalitas Kesadaran dan Budaya Hukum dalam
Mmebentuk Kepatuhan Hukum Kebijakan Penanggulangan Covid-19”. Widya Pranata Hukum.
Vol. 3 No. 2, September 2021, hal. 67.
8
Halida Zia, Nirmala Sari, Ade Vicky Erlita, “Pranata Sosial, Budaya Hukum Dalam Perspektif
Sosiologi Hukum”. Datin Law Jurnal. Vol. 1 No.2, Agustus-Desember 2020.
9
Fithriatus Shalihah, op. cit., hal. 62.

4
yang berhubungan dengan sarana pengaturan sosial dan penanganan konflik serta
asumsi-asumsi dasar mengenai penyebaran dan penggunaan sumber daya yang
ada dalam masyarakat itu sendiri.10

Budaya hukum merupakan ide, sikap, harapan, dan pandangan masyarakat


terhadap hukum secara keseluruhan yang mempengaruhi pribadinya untuk patuh
atau tidak terhadap hukum yang berlaku. Budaya hukum juga dapat diartikan
sebagai tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap suatu
gejala hukum. Tanggapan tersebut adalah kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai
dan perilaku hukum.11

Menurut Lawrence M. Friedman, budaya hukum/kultur hukum merupakan


keseluruhan dari sikap-sikap warga masyarakat yang bersifat umum dan nilai-nilai
dalam masyarakat yang akan menentukan pendapat tentang hukum, Keberadaan
budaya hukum cenderung menunjukan perilaku untuk menerima hukum atau
menolak hukum.12 Di mana budaya hukum merupakan suatu budaya yang secara
menyeluruh berasal dari masyarakat bukan pribadi dan budaya tersebut adalah
satu kesatuan dari sikap dan perilaku. Oleh karena itu, budaya hukum tidak akan
terlepas dari keadaan masyarakat, sistem, dan susunan masyarakat yang
mengandung budaya hukum. Budaya hukum inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan penegakan hukum di antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Sebab budaya hukum mencerminkan pola perilaku individu dalam masyarakat
dengan menggambarkan tanggapan yang sama atas kehidupan hukum yang
diyakini atau dipercayai oleh masyarakat itu sendiri.

Hukum tak hanya berfungsi sebagai alat kontrol sosial saja, tetapi hukum
harus mampu untuk menggerakan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan apa
yang diatur oleh hukum itu sendiri agar tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai.
Sudah semestinya masyarakat harus memiliki kesadaran untuk mematuhi hukum.

10
Any Ismayawati, “Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan Hukum Di Indonesia”.
Pranata Hukum. Vol. 6 No. 1, Januari 2011, hal. 57.
11
Ika Darmika, “Budaya Hukum (Legal Culture) Dan Pengaruhnya Terhadap Penegakan Hukum
Di Indonesia”. Jurnal Hukum tô-râ. Vol. 2 No. 3, Desember 2016, hal. 430.
12
Any Ismayawati, loc. cit.

5
Masyarakat yang cerdas dan berbudaya hukum merupakan masyarakat yang
memahami hukum secara menyeluruh terutama berkaitan dengan hak dan
kewajibannya.

Saat ini, Indonesia sedang mengalami perubahan budaya hukum sejalan


dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Terjadi pergeseran pandangan
masyarakat Indonesia mengenai hukum, di mana pergeseran tersebut terjadi
disebabkan oleh ketidakefektifitasan hukum nasional saat ini. Masyarakat
berpandangan bahwa produk-produk hukum yang saat ini berkedudukan sebagai
hukum nasional cenderung tidak sesuai dengan jiwa dan nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan masyarakat
mematuhi hukum sekadar untuk formalitas saja dan apabila tak ada petugas
penegak hukum yang mengawasi, maka mereka tidak akan mematuhi hukum
tersebut karena dirasa tak sesuai.13

Di Indonesia, unsur budaya hukum belum mendapatkan perhatian yang besar


dibanding dengan unsur pembentuk hukum lainnya. Padahal pada dasarnya
budaya hukum menjadi salah satu aspek yang sangat penting yang akan
memberikan pengaruh besar kepada unsur pembentuk hukum lainnya. Hukum dan
budaya memiliki hubungan yang sangatlah erat sebab sebagaimana berkualitaspun
hukum tersebut, tetapi apabila tidak sesuai dengan budaya masyarakat, maka tidak
akan dipatuhi oleh masyarakat tersebut. Dengan kata lain, budaya hukum
merupakan keseluruhan faktor-faktor yang dapat menentukan bagaimana suatu
hukum dapat diterima di dalam masyarakat.14

Apabila budaya hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


tersebut baik, maka akan menghasilkan masyarakat yang mampu untuk
menanggapi sesuatu dengan baik dan positif. Budaya hukum yang baik akan
melahirkan karya-karya yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Maka dari itu,
bagaimana seseorang menanggapi hukum dan sikap patuh atau tidak patuh

13
Any Ismayawati, op.cit., hal. 58.
14
Yuniko Fitrian, op. cit., hal. 7.

6
masyarakat terhadap hukum bergantung pada nilai-nilai yang ada dalam budaya
hukum masyarakat tersebut.

Meskipun menurut Friedman terdapat 3 unsur pembentukan sistem hukum,


tetapi unsur yang paling utama dan paling memberikan pengaruh besar adalah
unsur budaya hukum itu sendiri. Sebab bila dasar budaya hukum masyarakatnya
baik, maka akan melahirkan struktur hukum yang baik pula melalui aparatur
negara yang menjalankan pemerintahan dengan unggul. Dengan adanya struktur
hukum yang unggul, maka subtansi hukum yang dibentukpun akan dapat
mewadahi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepantasnya budaya
hukum dikatakan sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan
seseorang pada hukum.

3.2. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Tingkat Kepatuhan Hukum Dalam


Masyarakat
Dalam kajian sosiologi hukum, perilaku manusia dilihat sebagai hukum.
Satjipto Rahardjo mengungkapkan bahwa diperlukan adanya kesediaan dari
masyarakat untuk mengubah pemahamannya mengenai konsep dasar dari hukum,
di mana hukum tak hanya diartikan sebagai peraturan, tetapi juga perilaku. 15
Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum sangat dipengaruhi oleh budaya
hukum yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang memiliki arti taat atau menuruti
perintah. Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku dari manusia yang taat
terhadap aturan, perintah yang telah diberikan, prosedur, dan disiplin yang harus
dijalankannya. Sedangkan, hukum adalah kumpulan peraturan yang berupa norma
dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,
menjaga ketertiban, keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan (chaos). Dari
pengertian tersebut, M. Sofyan Lubis merumuskan kepatuhan hukum sebagai
suatu kesetiaan seseorang atau subjek hukum terhadap hukum itu yang
diwujudkan dalam bentuk suatu perilaku yang nyata. Sedangkan, Suwando
15
M. Chairul Basrun Umanailo, Sosiologi Hukum, Cetakan Ke-dua, Fam Publishing, Namlea,
2016, hal. 176.

7
merumuskan bahwa kepatuhan hukum adalah ketaatan pada hukum dalam hal ini
hukum yang tertulis, di mana kepatuhan atau ketaatan ini dilandaskan pada
kesadaran dari dalam diri individu.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat akan mematuhi


hukum, yakni sebagai berikut:

a. Compliance
Kepatuhan terhadap hukum didasarkan pada suatu harapan akan adanya suatu
imbalan serta usaha untuk menjauhkan diri dari hukuman yang dapat dialaminya
bila melanggar hukum. Hal ini dilakukan melalui pengawasan yang ketat
terhadap kaidah hukum.
b. Identification
Kepatuhan didasarkan atas usaha untuk membentuk hubungan masyarakat
tetap terjaga dan menjalin hubungan yang baik dengan pihak yang memiliki
kewenangan untuk menerapkan kaidah hukum.
c. Internalization
Kepatuhan tercipta karena melalui kepatuhan tersebut akan dihasilkan suatu
imbalan. Di mana isi atau substansi dari hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai
dari setiap individu dalam masyarakat.
d. Kepentingan para warga yang terjamin oleh adanya suatu wadah hukum16

Seseorang akan bersikap patuh pada hukum, apabila ia menyadari dan


memahami bahwa hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia baik
itu individu maupun kelompok. Kepatuhan akan lahir dari adanya kesadaran
seseorang mengenai pentingnya hukum sebagai suatu alat yang dapat menciptakan
kedamaian, ketentraman, dan keteraturan dalam masyarakat.

Hukum nasional merupakan hukum yang kesahan pembentukannya


bersumber dari kekuasaan dan kewibawaan negara serta hukum tersebut berlaku
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dewasa ini, perkembangan

16
Ellya Rosana, “Kepatuhan Hukum sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”. Jurnal
TAPIs, Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2014, hal. 20.

8
Indonesia yang semakin maju dan kompleks menuntut adanya pembentukan
hukum modern yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal
tersebut berdampak pada masyarakat tradisional yang dengan terpaksa harus
mengikuti penggunaan hukum modern.

Hukum modern yang berlaku secara nasional diidentikkan sebagai hukum


negara, sehingga muncul berbagai upaya untuk memaksimalkan penerapan hukum
tersebut. Namun, apa terjadi adalah upaya tersebut justru berakibat pada
penyisihan hukum-hukum lainnya, dalam hal ini hukum lokal dan tradisional yang
sudah melekat pada masyarakat dalam waktu yang sangat panjang. Hukum lokal
atau tradisional meskipun tak tertulis, tetapi masyarakat menganggapnya sebagai
sesuatu yang sakral dan harus ditaati sebab hukum lokal tersebut digambarkan
sebagai jiwa yang melekat dalam diri masyarakat. Jika melihat dari sudut pandang
masyarakat tradisional, penyisihan hukum lokal dari hukum modern cenderung
memicu substansi hukum yang kurang sesuai dengan budaya hukum masyarakat
Indonesia.

Jika hukum nasional mengabaikan budaya hukum, maka akan menghasilkan


suatu kegagalan dari sistem hukum modern yang dicirikan dengan munculnya
perbedaan antara apa menjadi tujuan dari UU dengan praktik yang dijalankan oleh
masyarakat. Selain itu, ketidaksesuaian hukum nasional dengan budaya hukum
masyarakat menyebabkan hukum tersebut tak dipatuhi atau bahkan mendapatkan
respon perlawanan, hal ini dikarenakan masyarakat lokal cenderung hanya
mengetahui hukumnya sendiri dan kurang memahami hukum nasional.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan adanya aturan yang mengatur mengenai
kepemilikan tanah dan pengelolaan hutan yang difokuskan kepada hukum
nasional dan tak lagi disesuaikan dengan hukum adat. Ketidaksesuaian substansi
hukum modern dengan kebiasaaan yang selalu mereka lakukan berakibat pada
perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Di mana terdapat larangan untuk
melakukan kegiatan ladang berpindah dan mengharuskan masyarakat
melaksanakan kegiatan berladang secara menetap di lokasi yang telah ditentukan
oleh pemerintah. Aturan tersebut tak sesuai dengan pola kegiatan masyarakat yang

9
telah melakukan kegiatan ladang berpindah dalam kurun waktu yang lama,
sehingga masyarakat yang hanya mengetahui hukumnya sendiri tak melaksanakan
aturan hukum nasional yang baru tersebut karena dianggap mengekang mereka
dan memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang sejak dahulu
telah menjadi nilai-nilai serta pandangan dalam kehidupannya.17 Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa ketidaksesuaian hukum nasional dengan budaya
hukum masyarakat serta kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai
hukum nasional akan membawa dampak terhadap penurunan tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum nasional.

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, Lawrence M. Friedman


menyatakan bahwa seseorang menggunakan hukum atau tidak, serta patuh hukum
atau tidak sangat bergantung dari budaya hukumnya. Artinya bahwa budaya
hukum masyarakatlah yang akan menentukan kepatuhan hukum dari setiap
individu dalam masyarakat tersebut. Budaya hukum berkaitan erat dengan
penegakan hukum yang berkesinambungan pula pada keyakinan masyarakat
terhadap hukum dan para penegak hukum. Budaya hukum merupakan suatu hasil
dari kesadaran hukum masyarakat. Pada pokoknya budaya hukum mencakup
sistem pengetahuan hukum dan nilai-nilai hukum. Jika dalam masyarakat sudah
tercipta budaya hukum yang baik, maka akan lahir masyarakat yang patuh pada
hukum.

Bila membicarakan mengenai pengaruh budaya hukum, salah satunya dapat


dilihat pada kondisi budaya hukum di Kota Makassar. Makassar merupakan kota
dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Dengan tingkat kriminalitas yang
tinggi timbullah kecenderungan masyarakat untuk melakukan perbuatan main
hakim sendiri dengan tindakan pemukulan, pengeroyokan, bahkan penghilangan
nyawa pelaku kejahatan, di mana perbuatan tersebut sudah menjadi suatu hal yang
biasa terjadi di kalangan masyarakat Makassar.18

17
M. Muhtarom, “Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Kepatuhan Hukum Dalam Masyarakat”.
SUHUF, Vol. 27 No.2, November 2015, hal. 139.
18
Muh. Triocsa Taufiq, Skripsi: “Tinjauan Sosiologi Hukum Atas Tindakan Main Hakim Sendiri
Oleh Massa Terhadap Pelaku Kejahatan Di Kota Makassar” (Makassar: Universitas Hasanuddin,

10
Jika mengkaji dari sudut pandang sosiologi hukum, dapat diketahui bahwa
tindakan dan tanggapan masyarakat terhadap pelaku kejahatan tersebut
merupakan tindakan yang sudah melekat dan mengakar menjadi suatu budaya
hukum dalam masyarakatnya karena dianggap sebagai perbuatan dengan tujuan
yang baik. Akan tetapi, perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum nasional
yang berlaku di Indonesia, yakni asas praduga tidak bersalah yang termuat dalam
KUHP. Namun, masyarakat justru tetap saja melakukan tindakan main hakim
sendiri dan tidak mematuhi hukum yang ada karena perbuatan tersebut sudah
dianggap sebagai suatu hal yang biasa di masyarakatnya.

Pandangan masyarakat Makassar yang kurang mempercayai aparat penegak


hukum yang berwenang juga turut andil dalam membentuk budaya hukum ini, hal
tersebut disebabkan oleh pelaku kejahatan yang terus saja berkeliaran dan
menimbulkan keresahan bagi masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
Budaya main hakim sendiri diindikasi dilakukan masyarakat Makassar dengan
tujuan membuat pihak yang memiliki niat jahat takut untuk melakukan
kejahatan.19 Melalui peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Makassar memandang hukum nasional dan penegak hukum tak mampu
memberikan pemenuhan rasa keadilan, sehingga tetap teguh dengan pola perilaku
yang selama ini dilakukannya dalam menghadapi pelaku kejahatan.

Dalam hal perkawinan, UU Nomor 16 Tahun 2019 telah mengatur batas usia
minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Aturan hukum tersebut hadir untuk mencegah pernikahan dini dan resiko-resiko
yang akan timbul dari pernikahan di bawah umur tersebut. Akan tetapi, di Dusun
Sasak Sade masih mempraktikkan perkawinan di bawah umur yang disebut
sebagai kawin lari untuk anak yang berusia di bawah 18 tahun. Kawin lari tersebut
berlaku untuk perempuan di Dusun Sasak Sade yang telah memasuki masa akil
balig. Di mana rata-rata usia anak perempuan yang menikah di dusun tersebut
adalah 14 atau 15 tahun. Perkawinan usia dini dilaksanakan karena mereka

2014), hal. 6.
19
Ibid, hal. 58.

11
memandang bahwa perempuan akan dicap perawan tua oleh kerabatnya bila
hingga usia 20 tahun belum menikah.20 Keberlakuan UU Perkawinan tersebut
seakan diabaikan dan tak dapat berlaku secara efektif pada masyarakat Dusun
Sasak Sade sebab pernikahan dini dianggap sebagai suatu hal yang umum dan
telah dilaksanakan masyarakat sejak dahulu.

Selain itu, dalam proses tilang oleh polisi, sering kali masyarakat melakukan
aksi memberi suap. Begitupula sebaliknya, terdapat oknum-oknum polisi yang
malah meminta suap terlebih dahulu dari masyarakat saat melakukan proses tilang
terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas. Pola perilaku tersebut tentunya
bertentangan dengan hukum yang ada. Namun, pola perilaku yang terus menerus
dilakukan oleh masyarakat tersebut malah menjadi sesuatu yang dianggap biasa.
Pada faktanya itu merupakan suatu bentuk ketidaktaatan masyarakat terhadap
hukum. Di sisi lain, apabila sejak awal masyarakat memiliki pola perilaku yang
anti suap dan selalu taat aturan, maka akan menciptakan budaya hukum yang baik
di kehidupan masyarakat tersebut. Budaya hukum yang baik dalam masyarakat,
tentunya juga akan melahirkan aparat penegak hukum yang secara tegas akan
menolak setiap bentuk suap yang dilakukan masyarakat.

Dari beberapa uraian peristiwa di atas, dapat diketahui bahwa kesetiaan


masyarakat pada nilai-nilai yang diyakininya akan menyebabkan mereka tidak
mematuhi hukum yang berlaku secara nasional meskipun hukum tersebut telah
disertai dengan ancaman saksi yang mengikatnya. Selain itu, pemahaman
masyarakat terhadap hukum nasional juga berpengaruh besar pada tingkat
kepatuhan masyarakat sebab pemahaman tersebut akan memberikan dampak pada
cara pandang masyarakat kepada hukum.

Melalui uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola-pola perilaku


masyarakat yang terjadi secara terus-menerus baik itu perilaku yang baik maupun
buruk dalam kehidupan masyarakat akan menciptakan suatu budaya hukum.

20
Petrus Riski, “Mengubah Tradisi Kawin Anak Di Lombok”
(https://www.voaindonesia.com/a/mengubah-tradisi-kawin-anak-di-lombok/5145247.html, diakses
pada tanggal 5 Juni 2022 pukul 23.25)

12
Dengan adanya budaya hukum yang baik akan membentuk suatu sistem hukum
yang sehat dan melahirkan masyarakat yang patuh kepada hukum. Sementara,
budaya hukum yang tidak baik malah akan mendorong terciptanya sistem hukum
yang tak sehat dan melahirkan masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan
terhadap hukum yang sangat rendah. Budaya hukum yang sehat akan
mewujudkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Dengan demikian,
budaya hukum memanglah memberikan pengaruh yang sangat besar pada tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum, sebab antara budaya hukum dan
kepatuhan masyarakat akan selalu berjalan beriringan.

3.3. Upaya Dalam Meningkatkan Kepatuhan Masyarakat Terhadap Hukum


Kepatuhan hukum merupakan wujud dari kesadaran dan kesetiaan masyarakat
terhadap hukum yang berlaku dan kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk
senyatanya patuh terhadap hukum. Hukum harus memiliki kewibawaan dalam
menegakkan supremasi hukumnya, hal ini dilakukan agar masyarakat dapat
memberikan penghormatan dalam wujud kepatuhan terhadap hukum. Pada
pokoknya, seorang akan patuh pada hukum jika mereka sudah menyadari bahwa
mereka membutuhkan hukum dan hukum memiliki suatu tujuan yang baik dan
mengatur masyarakat agar tercipta suatu kehidupan yang aman, damai, tentram,
dan adil.

Jika bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum,


bukankah langkah awal yang harus dilakukan adalah membentuk atau melahirkan
hukum yang mampu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan
memberikan keadilan bagi setiap individu serta mencerminkan nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hadirnya hukum yang sesuai dengan
nilai-nilai dan jiwa bangsa tersebut akan melahirkan suatu kepatuhan hukum dari
masyarakat.

Menurut Lon Fuller, terdapat 8 prinsip legalitas yang harus diwujudkan dalam
membuat hukum, yakni:

a. Wajib terdapat peraturannya terlebih dahulu;

13
b. Peraturan harus diumumkan ke seluruh masyarakat;
c. Peraturan tak boleh berlaku surut;
d. Perumusan peraturan harus dapat dimengerti dengan mudah oleh rakyat;
e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tak memungkinkan;
f. Tidak boleh ada pertentangan diantara sesama peraturan satu sama lainnya;
g. Peraturan harus tetap dan tak boleh sering diubah;
h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan para pejabat hukum dengan
peraturan yang telah dibuat.21

Hukum juga tak boleh mengabaikan budaya hukum dalam masyarakat, sebab
bila diabaikan, maka ada kecenderungan menimbulkan kegagalan. Jangan sampai
ada kesenjangan antara hukum dengan pola-pola perilaku yang diyakini oleh
masyarakat. Dengan adanya kesenjangan, hukum yang seharusnya dijadikan
sebagai pedoman, justru akan menimbulkan berbagai konflik dan ketegangan
sosial yang berdampak pada ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum.

Penanaman budaya hukum yang baik sejak dini juga menjadi faktor yang
sangat penting. Sebab apabila sejak awal sudah ditanamkan kebiasaan hukum
yang baik dan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan muatannya, maka akan
tercipta suatu budaya hukum yang baik yang akan membawa dampak berupa
kepatuhan masyarakat terhadap hukum nasional. Budaya ‘malu’ melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum juga perlu diterapkan di masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat akan patuh kepada hukum.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap


hukum, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengadaan
pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan kepada
masyarakat, terutama masyarakat tradisional melalui penyuluhan hukum.
Penyuluhan hukum tersebut dapat dimulai dari kepala desa dan lembaga lainnya.
Masyarakat akan diberikan berbagai informasi mengenai hukum atau peraturan
perundang-undangan yang ada dan pemahaman mengenai isi peraturan
perundang-undangan tersebut. Dengan adanya upaya ini, masyarakat akan lebih
21
Fithriatus Shalihah, op.cit., hal. 65.

14
memahami isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga
masyarakat dapat menyadari betapa pentingnya hukum tersebut dan betapa besar
perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada masyarakat.

15
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hukum bukanlah sekedar suatu rumusan hitam di atas putih yang tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi seharusnya hukum dilihat
sebagai gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola
tingkah laku masyarakat itu sendiri. Hukum dipengaruhi pula oleh faktor non
hukum, baik itu sikap, nilai, dan juga pandangan masyarakat terhadap hukum
yang pada umumnya disebut sebagai budaya hukum. Budaya hukum merupakan
ide, sikap, harapan, dan pandangan masyarakat terhadap hukum secara
keseluruhan yang mempengaruhi pribadinya untuk patuh atau tidak terhadap
hukum yang berlaku.

Budaya hukum menyebabkan terjadinya perbedaan penegakan hukum di


antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Sebab budaya hukum
mencerminkan pola perilaku individu dalam masyarakat dengan menggambarkan
tanggapan yang sama atas kehidupan hukum yang diyakini atau dipercayai oleh
masyarakat itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa budaya hukum merupakan
keseluruhan faktor-faktor yang dapat menentukan bagaimana suatu hukum dapat
diterima di dalam masyarakat.

Kepatuhan masyarakat terhadap hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor,


yakni compliance, identification, internalization, dan kepentingan para warga
yang terjamin oleh adanya suatu wadah hukum. Kepatuhan hukum akan lahir dari
adanya kesadaran seseorang mengenai pentingnya hukum sebagai suatu alat yang
dapat menciptakan kedamaian, ketentraman, dan keteraturan dalam masyarakat.

Pada pokoknya budaya hukum mencakup sistem pengetahuan hukum dan


nilai-nilai hukum. Jika dalam masyarakat sudah tercipta budaya hukum yang baik,
maka akan lahir masyarakat yang patuh pada hukum, begitupula sebaliknya.
Ketidaksesuaian hukum nasional dengan budaya hukum masyarakat dan kesetiaan

16
masyarakat pada nilai yang diyakininya serta kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mengenai hukum nasional justru akan membawa dampak terhadap
penurunan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum nasional. Dengan
demikian, budaya hukum memanglah memberikan pengaruh yang sangat besar
pada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, sebab antara budaya hukum
dan kepatuhan masyarakat akan selalu berjalan beriringan.

Guna dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, sudah


seharusnya hukum memiliki kewibawaan dalam menegakkan supremasi
hukumnya, hal ini dilakukan agar masyarakat dapat memberikan penghormatan
dalam wujud kepatuhan terhadap hukum. Pembentukan hukum yang mampu
untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan memberikan keadilan bagi
setiap individu serta mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat merupakan suatu upaya awal yang dapat dilakukan pemerintah. Selain
itu, hukum juga tak boleh mengabaikan budaya hukum dalam masyarakat.

Upaya lainnya yang dapat dilakukan, yakni penanaman budaya hukum yang
baik sejak dini dalam kehidupan masyarakat serta melakukan penyuluhan hukum
kepada warga masyarakat agar masyarakat dapat lebih memahami isi dan tujuan
dari peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga masyarakat dapat
menyadari betapa pentingnya hukum tersebut dan betapa besar perlindungan yang
diberikan oleh hukum kepada masyarakat.

3.2. Saran
Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam rangka meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum, sudah seharusnya pemerintah dapat membentuk atau
melahirkan hukum yang mampu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat
dan memberikan keadilan bagi setiap individu serta mencerminkan nilai-nilai
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, pemerintah
juga harus secara konsisten melakukan penyuluhan hukum agar seluruh
masyarakat, baik itu masyarakat modern maupun masyarakat tradisional dapat
memahami substansi dari hukum yang ada dan mengetahui tujuan dari hukum itu

17
sendiri. Dengan demikian, masyarakat akan tergerak untuk mematuhi hukum
nasional dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukumpun akan meningkat.
Di sisi lain, masyarakat juga harus menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan hukum
yang baik, sehingga melalui kebiasaan hukum yang baik tersebut akan
membentuk budaya hukum yang baik pula serta melahirkan masyarakat yang
cerdas dan patuh terhadap hukum.

18
DAFTAR PUSTAKA
Darmika, Ika. (2016). Budaya Hukum (Legal Culture) Dan Pengaruhnya
Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia. Jurnal Hukum tô-râ, 429-436.

Fitrian, Yuniko. (2019, Oktober 25). Pentingnya Budaya Hukum Dalam


Masyarakat. Diakses dari Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum
Pemerintah Provinsi Bengkulu:
https://jdih.bengkuluprov.go.id/produk/detail_produk/434-pentingnya-
budaya-hukum-dalam-masyarakat.html

Ismayawati, Any. (2011). Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan


Hukum Di Indonesia. Pranata Hukum, 55-68.

Mahanani, Anajeng Esri Edhi, dkk. (2021). Kausalitas Kesadaran dan Budaya
Hukum dalam Membentuk Kepatuhan Hukum Kebijakan Penanggulangan
Covid-19. Jurnal Widya Pranata Hukum, 64-74.

Muhtarom, M. (2015). Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Kepatuhan Hukum


Dalam Masyarakat. SUHUF, 121-144.

Rahardjo, Satjipto. (2010). Ilmu Hukum Pencaraian Dan Pembebasan. Surakarta:


UMS Press.

Riski, Petrus. (2019, Oktober 30). Mengubah Tradisi Kawin Anak Di Lombok.
Diakses dari VoA: https://www.voaindonesia.com/a/mengubah-tradisi-
kawin-anak-di-lombok/5145247.html

Rosana, Ellya. (2014). Kepatuhan Hukum sebagai Wujud Kesadaran Hukum


Masyaraka. Jurnal TAPIs, 1-25.

Shalihah, Fithriatus. (2017). Sosiologi Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. (1984). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Taufiq, Muh. Triocsa., “Tinjauan Sosiologi Hukum Atas Tindakan Main Hakim
Sendiri Oleh Massa Terhadap Pelaku Kejahatan Di Kota Makassar”,

19
Skripsi, Universitas Hasanuddin, 2014.

Umanailo, M. Chairul Basrun. (2016). Sosiologi Hukum. Namlea: Fam


Publishing.

Zia, Halida., Sari, Nirmala., & Erlita, Ade Vicky. (2020). Pranata Sosial, Budaya
Hukum Dalam Perspektif Sosiologi Hukum. Datin Law Jurnal.

20

Anda mungkin juga menyukai