Makalah Uas Sosio
Makalah Uas Sosio
Disusun oleh:
D1A020476
Sosiologi Hukum C1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Bapak Suheflihusnaini Ashady, S.H., M.H. Makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan para pembaca mengenai pengaruh budaya hukum terhadap
tingkat kepatuhan hukum masyarakat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.3. Tujuan............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
3.1. Kesimpulan..................................................................................................16
3.2. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebagai negara hukum, kata ‘hukum’ sudah
sangat umum dikenal oleh masyarakat sebab segala sesuatu di NKRI dilandaskan
pada hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum adalah apa yang kita lihat ada
dan terjadi dilakukan dalam masyarakat.1 Sedangkan, Max Weber memandang
hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang
dikelompokkkan dan dapat dikombinasikan dengan konsensus, menggunakan alat
kekerasan sebagai daya paksaan. Max Weber menyatakan bahwa hukum
merupakan suatu kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu. 2 Dari
kedua pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan
kumpulan norma atau aturan yang ada dan terjadi dalam masyarakat yang dalam
penerapannya menggunakan suatu ancaman sanksi sebagai daya paksaan.
1
Fithriatus Shalihah, Sosiologi Hukum. Cetakan ke-satu, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017,
hal. 17.
2
Ibid, hal. 37.
1
Sebagai suatu negara dengan wilayah kepulauan dengan jumlah penduduk
yang besar, Indonesia penuh dengan keanekaragaman, terutama keanekaragaman
budaya. Keanekaragaman budaya di Indonesia melahirkan berbagai nilai-nilai
tradisional yang dipercayai oleh masyarakarat, dimana nilai tersebut sangatlah
mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Nilai-nilai tersebut
telah tumbuh dan berkembang di masyarakat dalam kurun waktu yang panjang,
sehingga diyakini masyarakat sebagai suatu nilai yang baik.
Selama dalam masyarakat terdapat nilai yang diyakini dan dihargainya, maka
hal tersebut akan menimbulkan tumbuhnya sistem berlapis-lapis dalam
masyarakat itu sendiri.3 Hal tersebutlah yang dikatakan sebagai suatu budaya
hukum. Budaya hukum merupakan nilai, pemikiran, serta harapan atas kaidah atau
norma dalam kehidupan masyarakat.4 Pembahasan budaya hukum bertujuan untuk
mengenali karakteristik dari pola perilaku masyarakat terhadap hukum serta untuk
mengkaji kelanjutan maupun perubahan budaya hukum yang dialami oleh
masyarakat modern dan juga masyarakat sederhana. Budaya hukum memberikan
pengaruh yang signifikan bagi masyarakat, jika budaya hukum dalam masyarakat
cenderung kaku terhadap hukum nasional dan berpedoman teguh pada hukum
adat saja, maka akan berakibat pada ketidakpatuhan masyarakat akan hukum
nasional, begitupula sebaliknya. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa budaya
hukum merupakan suatu kekuatan yang dapat menggerakkan bekerjanya hukum
dalam masyarakat.5
2
penegakan hukum akan berbeda-beda akibat dari perbedaan budaya hukum.6
Dengan demikian, budaya hukum menjadi salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum.
1. Apa yang dimaksud dengan budaya hukum dan bagaimana budaya hukum di
Indonesia?
2. Bagaimana budaya hukum dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan hukum
dalam masyarakat?
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
dari makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian budaya hukum dan budaya hukum di Indonesia;
2. Untuk mengetahui pengaruh budaya hukum terhadap tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum;
3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum.
6
Ibid
3
BAB II
PEMBAHASAN
3.1. Budaya Hukum
Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman terdapat 3
(tiga) unsur pembentuk sistem hukum, yakni substansi hukum, struktur hukum,
dan budaya hukum.7 Tujuan dari hukum adalah untuk memberikan kepastian
hukum, memberikan rasa keadilan, dan memberikan kemanfaatan. Tujuan tersebut
dapat tercapai jika aparatur negara dalam menjalankan tugasnya dapat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang ada, substansi hukumnya juga harus
baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, serta budaya hukum
juga memberikan pengaruh yang besar.8 Tujuan hukum tak akan tercapai apabila
tak ada keseimbangan antara struktur, substansi, dan budaya hukum.
Pada dasarnya hukum bukan sekedar suatu rumusan hitam di atas putih yang
tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi seharusnya hukum
dilihat sebagai gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui
pola tingkah laku masyarakat itu sendiri. Artinya bahwa hukum dipengaruhi pula
oleh faktor non hukum, baik itu sikap, nilai, dan juga pandangan masyarakat
terhadap hukum yang pada umumnya disebut sebagai budaya hukum.9
4
yang berhubungan dengan sarana pengaturan sosial dan penanganan konflik serta
asumsi-asumsi dasar mengenai penyebaran dan penggunaan sumber daya yang
ada dalam masyarakat itu sendiri.10
Hukum tak hanya berfungsi sebagai alat kontrol sosial saja, tetapi hukum
harus mampu untuk menggerakan masyarakat agar berperilaku sesuai dengan apa
yang diatur oleh hukum itu sendiri agar tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai.
Sudah semestinya masyarakat harus memiliki kesadaran untuk mematuhi hukum.
10
Any Ismayawati, “Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan Hukum Di Indonesia”.
Pranata Hukum. Vol. 6 No. 1, Januari 2011, hal. 57.
11
Ika Darmika, “Budaya Hukum (Legal Culture) Dan Pengaruhnya Terhadap Penegakan Hukum
Di Indonesia”. Jurnal Hukum tô-râ. Vol. 2 No. 3, Desember 2016, hal. 430.
12
Any Ismayawati, loc. cit.
5
Masyarakat yang cerdas dan berbudaya hukum merupakan masyarakat yang
memahami hukum secara menyeluruh terutama berkaitan dengan hak dan
kewajibannya.
13
Any Ismayawati, op.cit., hal. 58.
14
Yuniko Fitrian, op. cit., hal. 7.
6
masyarakat terhadap hukum bergantung pada nilai-nilai yang ada dalam budaya
hukum masyarakat tersebut.
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang memiliki arti taat atau menuruti
perintah. Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku dari manusia yang taat
terhadap aturan, perintah yang telah diberikan, prosedur, dan disiplin yang harus
dijalankannya. Sedangkan, hukum adalah kumpulan peraturan yang berupa norma
dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,
menjaga ketertiban, keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan (chaos). Dari
pengertian tersebut, M. Sofyan Lubis merumuskan kepatuhan hukum sebagai
suatu kesetiaan seseorang atau subjek hukum terhadap hukum itu yang
diwujudkan dalam bentuk suatu perilaku yang nyata. Sedangkan, Suwando
15
M. Chairul Basrun Umanailo, Sosiologi Hukum, Cetakan Ke-dua, Fam Publishing, Namlea,
2016, hal. 176.
7
merumuskan bahwa kepatuhan hukum adalah ketaatan pada hukum dalam hal ini
hukum yang tertulis, di mana kepatuhan atau ketaatan ini dilandaskan pada
kesadaran dari dalam diri individu.
a. Compliance
Kepatuhan terhadap hukum didasarkan pada suatu harapan akan adanya suatu
imbalan serta usaha untuk menjauhkan diri dari hukuman yang dapat dialaminya
bila melanggar hukum. Hal ini dilakukan melalui pengawasan yang ketat
terhadap kaidah hukum.
b. Identification
Kepatuhan didasarkan atas usaha untuk membentuk hubungan masyarakat
tetap terjaga dan menjalin hubungan yang baik dengan pihak yang memiliki
kewenangan untuk menerapkan kaidah hukum.
c. Internalization
Kepatuhan tercipta karena melalui kepatuhan tersebut akan dihasilkan suatu
imbalan. Di mana isi atau substansi dari hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai
dari setiap individu dalam masyarakat.
d. Kepentingan para warga yang terjamin oleh adanya suatu wadah hukum16
16
Ellya Rosana, “Kepatuhan Hukum sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”. Jurnal
TAPIs, Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2014, hal. 20.
8
Indonesia yang semakin maju dan kompleks menuntut adanya pembentukan
hukum modern yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal
tersebut berdampak pada masyarakat tradisional yang dengan terpaksa harus
mengikuti penggunaan hukum modern.
9
telah melakukan kegiatan ladang berpindah dalam kurun waktu yang lama,
sehingga masyarakat yang hanya mengetahui hukumnya sendiri tak melaksanakan
aturan hukum nasional yang baru tersebut karena dianggap mengekang mereka
dan memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang sejak dahulu
telah menjadi nilai-nilai serta pandangan dalam kehidupannya.17 Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa ketidaksesuaian hukum nasional dengan budaya
hukum masyarakat serta kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai
hukum nasional akan membawa dampak terhadap penurunan tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum nasional.
17
M. Muhtarom, “Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Kepatuhan Hukum Dalam Masyarakat”.
SUHUF, Vol. 27 No.2, November 2015, hal. 139.
18
Muh. Triocsa Taufiq, Skripsi: “Tinjauan Sosiologi Hukum Atas Tindakan Main Hakim Sendiri
Oleh Massa Terhadap Pelaku Kejahatan Di Kota Makassar” (Makassar: Universitas Hasanuddin,
10
Jika mengkaji dari sudut pandang sosiologi hukum, dapat diketahui bahwa
tindakan dan tanggapan masyarakat terhadap pelaku kejahatan tersebut
merupakan tindakan yang sudah melekat dan mengakar menjadi suatu budaya
hukum dalam masyarakatnya karena dianggap sebagai perbuatan dengan tujuan
yang baik. Akan tetapi, perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum nasional
yang berlaku di Indonesia, yakni asas praduga tidak bersalah yang termuat dalam
KUHP. Namun, masyarakat justru tetap saja melakukan tindakan main hakim
sendiri dan tidak mematuhi hukum yang ada karena perbuatan tersebut sudah
dianggap sebagai suatu hal yang biasa di masyarakatnya.
Dalam hal perkawinan, UU Nomor 16 Tahun 2019 telah mengatur batas usia
minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Aturan hukum tersebut hadir untuk mencegah pernikahan dini dan resiko-resiko
yang akan timbul dari pernikahan di bawah umur tersebut. Akan tetapi, di Dusun
Sasak Sade masih mempraktikkan perkawinan di bawah umur yang disebut
sebagai kawin lari untuk anak yang berusia di bawah 18 tahun. Kawin lari tersebut
berlaku untuk perempuan di Dusun Sasak Sade yang telah memasuki masa akil
balig. Di mana rata-rata usia anak perempuan yang menikah di dusun tersebut
adalah 14 atau 15 tahun. Perkawinan usia dini dilaksanakan karena mereka
2014), hal. 6.
19
Ibid, hal. 58.
11
memandang bahwa perempuan akan dicap perawan tua oleh kerabatnya bila
hingga usia 20 tahun belum menikah.20 Keberlakuan UU Perkawinan tersebut
seakan diabaikan dan tak dapat berlaku secara efektif pada masyarakat Dusun
Sasak Sade sebab pernikahan dini dianggap sebagai suatu hal yang umum dan
telah dilaksanakan masyarakat sejak dahulu.
Selain itu, dalam proses tilang oleh polisi, sering kali masyarakat melakukan
aksi memberi suap. Begitupula sebaliknya, terdapat oknum-oknum polisi yang
malah meminta suap terlebih dahulu dari masyarakat saat melakukan proses tilang
terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas. Pola perilaku tersebut tentunya
bertentangan dengan hukum yang ada. Namun, pola perilaku yang terus menerus
dilakukan oleh masyarakat tersebut malah menjadi sesuatu yang dianggap biasa.
Pada faktanya itu merupakan suatu bentuk ketidaktaatan masyarakat terhadap
hukum. Di sisi lain, apabila sejak awal masyarakat memiliki pola perilaku yang
anti suap dan selalu taat aturan, maka akan menciptakan budaya hukum yang baik
di kehidupan masyarakat tersebut. Budaya hukum yang baik dalam masyarakat,
tentunya juga akan melahirkan aparat penegak hukum yang secara tegas akan
menolak setiap bentuk suap yang dilakukan masyarakat.
20
Petrus Riski, “Mengubah Tradisi Kawin Anak Di Lombok”
(https://www.voaindonesia.com/a/mengubah-tradisi-kawin-anak-di-lombok/5145247.html, diakses
pada tanggal 5 Juni 2022 pukul 23.25)
12
Dengan adanya budaya hukum yang baik akan membentuk suatu sistem hukum
yang sehat dan melahirkan masyarakat yang patuh kepada hukum. Sementara,
budaya hukum yang tidak baik malah akan mendorong terciptanya sistem hukum
yang tak sehat dan melahirkan masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan
terhadap hukum yang sangat rendah. Budaya hukum yang sehat akan
mewujudkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Dengan demikian,
budaya hukum memanglah memberikan pengaruh yang sangat besar pada tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum, sebab antara budaya hukum dan
kepatuhan masyarakat akan selalu berjalan beriringan.
Menurut Lon Fuller, terdapat 8 prinsip legalitas yang harus diwujudkan dalam
membuat hukum, yakni:
13
b. Peraturan harus diumumkan ke seluruh masyarakat;
c. Peraturan tak boleh berlaku surut;
d. Perumusan peraturan harus dapat dimengerti dengan mudah oleh rakyat;
e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tak memungkinkan;
f. Tidak boleh ada pertentangan diantara sesama peraturan satu sama lainnya;
g. Peraturan harus tetap dan tak boleh sering diubah;
h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan para pejabat hukum dengan
peraturan yang telah dibuat.21
Hukum juga tak boleh mengabaikan budaya hukum dalam masyarakat, sebab
bila diabaikan, maka ada kecenderungan menimbulkan kegagalan. Jangan sampai
ada kesenjangan antara hukum dengan pola-pola perilaku yang diyakini oleh
masyarakat. Dengan adanya kesenjangan, hukum yang seharusnya dijadikan
sebagai pedoman, justru akan menimbulkan berbagai konflik dan ketegangan
sosial yang berdampak pada ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum.
Penanaman budaya hukum yang baik sejak dini juga menjadi faktor yang
sangat penting. Sebab apabila sejak awal sudah ditanamkan kebiasaan hukum
yang baik dan pelaksanaan hukum yang sesuai dengan muatannya, maka akan
tercipta suatu budaya hukum yang baik yang akan membawa dampak berupa
kepatuhan masyarakat terhadap hukum nasional. Budaya ‘malu’ melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum juga perlu diterapkan di masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat akan patuh kepada hukum.
14
memahami isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga
masyarakat dapat menyadari betapa pentingnya hukum tersebut dan betapa besar
perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada masyarakat.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hukum bukanlah sekedar suatu rumusan hitam di atas putih yang tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi seharusnya hukum dilihat
sebagai gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola
tingkah laku masyarakat itu sendiri. Hukum dipengaruhi pula oleh faktor non
hukum, baik itu sikap, nilai, dan juga pandangan masyarakat terhadap hukum
yang pada umumnya disebut sebagai budaya hukum. Budaya hukum merupakan
ide, sikap, harapan, dan pandangan masyarakat terhadap hukum secara
keseluruhan yang mempengaruhi pribadinya untuk patuh atau tidak terhadap
hukum yang berlaku.
16
masyarakat pada nilai yang diyakininya serta kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mengenai hukum nasional justru akan membawa dampak terhadap
penurunan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum nasional. Dengan
demikian, budaya hukum memanglah memberikan pengaruh yang sangat besar
pada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, sebab antara budaya hukum
dan kepatuhan masyarakat akan selalu berjalan beriringan.
Upaya lainnya yang dapat dilakukan, yakni penanaman budaya hukum yang
baik sejak dini dalam kehidupan masyarakat serta melakukan penyuluhan hukum
kepada warga masyarakat agar masyarakat dapat lebih memahami isi dan tujuan
dari peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga masyarakat dapat
menyadari betapa pentingnya hukum tersebut dan betapa besar perlindungan yang
diberikan oleh hukum kepada masyarakat.
3.2. Saran
Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam rangka meningkatkan kepatuhan
masyarakat terhadap hukum, sudah seharusnya pemerintah dapat membentuk atau
melahirkan hukum yang mampu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat
dan memberikan keadilan bagi setiap individu serta mencerminkan nilai-nilai
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, pemerintah
juga harus secara konsisten melakukan penyuluhan hukum agar seluruh
masyarakat, baik itu masyarakat modern maupun masyarakat tradisional dapat
memahami substansi dari hukum yang ada dan mengetahui tujuan dari hukum itu
17
sendiri. Dengan demikian, masyarakat akan tergerak untuk mematuhi hukum
nasional dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukumpun akan meningkat.
Di sisi lain, masyarakat juga harus menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan hukum
yang baik, sehingga melalui kebiasaan hukum yang baik tersebut akan
membentuk budaya hukum yang baik pula serta melahirkan masyarakat yang
cerdas dan patuh terhadap hukum.
18
DAFTAR PUSTAKA
Darmika, Ika. (2016). Budaya Hukum (Legal Culture) Dan Pengaruhnya
Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia. Jurnal Hukum tô-râ, 429-436.
Mahanani, Anajeng Esri Edhi, dkk. (2021). Kausalitas Kesadaran dan Budaya
Hukum dalam Membentuk Kepatuhan Hukum Kebijakan Penanggulangan
Covid-19. Jurnal Widya Pranata Hukum, 64-74.
Riski, Petrus. (2019, Oktober 30). Mengubah Tradisi Kawin Anak Di Lombok.
Diakses dari VoA: https://www.voaindonesia.com/a/mengubah-tradisi-
kawin-anak-di-lombok/5145247.html
Taufiq, Muh. Triocsa., “Tinjauan Sosiologi Hukum Atas Tindakan Main Hakim
Sendiri Oleh Massa Terhadap Pelaku Kejahatan Di Kota Makassar”,
19
Skripsi, Universitas Hasanuddin, 2014.
Zia, Halida., Sari, Nirmala., & Erlita, Ade Vicky. (2020). Pranata Sosial, Budaya
Hukum Dalam Perspektif Sosiologi Hukum. Datin Law Jurnal.
20