Panduan Transfer Rs
Panduan Transfer Rs
Rsu Mujaisyah
Jl.Dr.Ratulangi Km 5
Balandai
NOMOR :
TENTANG
Menetapkan :
Keempat : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Namun apabila
dikemudian hari ada perubahan maka akan dilakukan revisi
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Palopo
Pada Tanggal : 28 Februari 2018
Direktur
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat TUHAN YANG MAHA ESA, karena atas Rahmat
dan Karunia-NYA sehingga Panduan Transfer Rumah Sakit Mujaisyah dapat tersusun
dengan baik. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih atas peran aktif dari seluruh unit
terkait di Rumah Sakit Bintanng Laut yang membantu proses perampungan panduan ini.
Panduan ini mengacu pada kebijakan yang telah di tetapkan oleh Rumah Sakit Mujaisyah.
Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada seluruh dokter,perawat,dan petugas lain yang akan melaksanakan tugas-tugasnya
sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang ada dalam panduan ini
TimPenyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
DEFINISI
I. Latar Belakang
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk ditransfer. Prinsip
dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan keamanan pasien
saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat dilakukan intra rumah sakit atau
antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra transfer
pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan peralatan yang
dibawa saat transfer dan monitoring pasien selama transfer. Transfer pasien hanya boleh
dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang kompeten serta petugas profesional
lainnya yang sudah terlatih.
III. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
- Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan berdedikasi
tinggi.
- Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan lancar serta
pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
BAB III
TATA LAKSANA
A. Pengaturan Transfer
1. RS Mujaisyah memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter IGD/MPP
dan atau perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis (perawat HCU),
petugas medis, dan petugas ambulans.
2. Berikut adalah metode transfer yang ada di RS Mujaisyah.
a. LayananAntar-Jemput Pasien : merupakan layanan / jasa umum khusus
untuk pasien RS Mujaisyah dengan pendamping transfer adalah petugas
yang sudah terlatih. Tim tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari
rumah/ rumah sakit jejaring untuk dibawa ke RS Mujaisyah/ mengantar
pasien ke rumah atau rumah sakit lain sesuai kebutuhan pasien.
b. Tim transfer lokal : RS Mujaisyah memiliki tim transfernya sendiri dan
mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain, tetapi bila tim transfer
dan fasilitas transfer di RS Mujaisyah sedang tidak siap, maka transfer
dilakukan dengan menggunakan jasa tim transfer dari ambulans dari Klinik
Mitra Husada.
3. RS Mujaisyah mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk
pasien-pasien dengan sakit berat / kritis, tanpa terkecuali.
4. Dokter atau perawat yang bertanggung-jawab dalam tim transfer pasien harus
siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan transfer
pasien sakit berat / kritis antar-rumah sakit.
5. Saat melalukan transfer petugas wajib mengisi formulir transfer yang berisi :
a. Indikasi pasien masuk dirawat
b. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik,
c. Prosedur yang telah dilakukan
d. Obat yang sudah diberikan dan tindakan yang dilakukan
e. Keadaan pasien waktu transfer (pindah)
B. Keputusan Melakukan Transfer
1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian
lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam rumah
sakit maupun ke rumah sakit rujukan / penerima, dan kembali ke RS
Mujaisyah.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman: edukasi
dan persiapan.
3
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel
rumah sakit akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga
dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya
lebih besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,
peralatan dan kendaraan khusus.
8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu
diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RS Mujaisyah, yaitu:
Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
a. Transfer ini dilakukan pada emergensi di mana sangat diperlukan transfer
yang efisien untuk tata laksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat
disediakan RS Mujaisyah, dengan syarat :
1. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer.
2. Saat menghubungi jasa ambulans, pasien dapat dikategorikan sebagai tipe
transfer ‘gawat darurat’, (misalnya ruptur aneurisma aorta. juga dapat
dikategorikan sebagai tipe transfer ‘gawat’, misalnya pasien dengan
kebutuhan hemodialisa).
b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis (transfer ini dilakukan
misalnya karena ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas
rumah sakit tidak adekuat).
Sehubungan dengan itu berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan
mereka.
2. Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan / kebutuhan akantempat
tidur/ ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan
untuk mentransfer pasien ke unit / rumah sakit lain.
3. Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika, apakah
akan mentransfer pasien stabil yang telah berada / dirawat di unit intensif
rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang membutuhkan perawatan
intensif tetapi kondisinya tidak stabil.
4. Saat menghubungi jasa ambulans, pasien ini dapat dikategorikan sebagai
tipe transfer ‘gawat’.
4
c. Repatriasi / Pemulangan Kembali
1. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya
dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP yang merawatnya.
2. Pertimbangan dengan matang dan catat resiko keuntungan dilakukannya
transfer.
3. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini
haruslah menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih
diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat.
Hal ini juga membantu menjaga hubungan baik antar-rumah sakit.
4. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya dikategorikan
sebagai tipe transfer ‘elektif’.
11. Saat keputusan transfer telah diambil, Dokter IGD atau perawat akan
menghubungi unit / rumah sakit yang dituju.
13. Dalam melakukan transfer pasien antar rumah sakit, Tim Transfer RS
Mujaisyah, Dokter dan atau Perawat akan menghubungi rumah sakit
yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang dituju dengan
menggunakan aplikasi SISRUTE. Jika unit tersebut setuju untuk
menerima pasien rujukan, Tim Transfer RS Mujaisyah harus
memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah sakit
yang dituju.
14. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RS Mujaisyah
dipegang oleh dokter di rumah sakit yang dituju.
15. Beritahukan kepada pasien jika kondisinya memungkinkan dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan mintalah
persetujuan tindakan transfer.
16. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis
pasien yang meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang
membuat kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah
sakit penerima; tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar-
rumah sakit; serta saran-saran / hasil negosiasi kedua belah pihak.
17. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki
kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang
memadai; dapat bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulans, protokol
dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya yang terkait; dan
juga memastikan proses transfer berlangsung dengan aman dan lancar
tanpa mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang merujuk.
18. Pusat layanan ambulans harus diberitahu sesegera mungkin jika
keputusan untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu
5
pastinya belum diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulans
untuk merencanakan pengarahan petugas dengan lebih efisien.
C. Stabilisasi Sebelum Transfer
1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer
yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis
(extremely ill).
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien
kalau kondisi sudah stabil).
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia
harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan jalan napas pasien
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi dengan
pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.
b. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral).
c. Pemantauan Tanda-tanda vital yang teratur merupakan teknik terbaik untuk
memantau kondisi pasien selama proses transfer berlangsung.
d. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed Drainage-
WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.
e. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
f. Pemberian terapi /tata laksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer.
7. Unit/rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen
menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien untuk memastikan bahwa semua
persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang terlewat.
6
D. Pendampingan Pasien Selama Transfer
1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat
beratnya penyakit / kondisi pasien).
3. DPJP dan atau dokter anastesi bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien kritis/ sakit berat
selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan
proses transfer.
5. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan pendampingan DPJP
dan atau dokter Anestesi selama proses transfer antar-rumah sakit berlangsung :
a. Pasien yang dapat mempertahankan potensi jalan napasnya dengan baik dan
tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi.
b. Pasien dengan perintah ‘Do Not Resuscitate’ (DNR)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di mana
intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.
6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan
tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis ( keputusan harus dibuat
oleh DPJP dan atau dokter anastesi.
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/
rumah sakit yang dituju, pasien didampingi oleh perawat selama transfer.
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); dimana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari
tim perawatan kritis, dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulans
selama transfer.
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas
yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman sebanyak dua orang.
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan
7
dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien
yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi
oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter
anestesi dan perawat ruang intensif / IGD atau paramedis lainnya).
7. Saat DPJP di RS Mujaisyah tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan /
dukungan anestesiologi yang aman selama proses transfer; pengambilan
keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer.
8. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit
berat / kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.
9. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama transfer
berlangsung yang berisi nomor telepon RS Mujaisyah dan rumah sakit tujuan.
10. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.
E. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang Harus Dibawa Selama Transfer
1. Kompetensi SDM untuk transfer intra RS Mujaisyah
Petugas
Keterampilan yang Peralatan
Pasien Pendamping
Dibutuhkan Utama
(minimal)
Derajat 0 Perawat Bantuan hidup dasar
Derajat 1 Perawat/Petugas 1. Bantuan hidup dasar 1. Oksigen
yang berpengalaman 2. Pemberian obat-obatan 2. Suction
(sesuai dengan 3. Kenal akan tanda 3. Tiang Infus
kebutuhan pasien) deteriorasi portabel
4. Keterampilan suction 4. Oksimetri
denyut
Derajat 2 Perawat senior yang 1. Semua keterampilan di 1. Oksigen
kompeten dan atas, ditambah. 2. Suction
terlatih 2. Dua tahun pengalaman 3. Oksimetri
dalam perawatan intensif denyut
(oksigenasi, sungkup 4. Monitor EKG
pernapasan, monitor)
8
dan bekerja di HCU standar
2. Keterampilan bantuan minimal
hidup dasar dan lanjut
1. Keterampilan menangani
permasalahan jalan napas
dan pernapasan.
2. Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis
Perawat:
1. Minimal 2 tahun bekerja
di HCU
2. Keterampilan bantuan
hidup dasar dan lanjut
3. Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis.
9
Derajat 1 Petugas 1. Bantuan hidup dasar 1. Kendaraan HDS/
ambulans dan 2. Pemberian oksigen Ambulans
perawat 3. Pemberian obat-obatan 2. Oksigen
4. Kenal akan tanda 3. Suction
deteriorasi 4. Tiang infus portable
5. Keterampilan perawatan 5. Oksimetri
suction
Derajat 2 Dokter, 1. Semua ketrampilan di atas, 1. Ambulans EMS
perawat,dan ditambah; Hilux
petugas 2. Penggunaan alat pernapasan 2. Suction, oksigen,
ambulans 3. Bantuan hidup lanjut oximetri
4. Penggunaan kantong 3. Monitor EKG dan
pernapasan (bag-valve tekanan darah
mask) 4. Defibrillator bila
5. Penggunaan defibrillator diperlukan
6. Penggunaan monitor
intensif
Derajat 3 Dokter, Dokter: 1. Ambulans lengkap
perawat, dan 2. Oksigen
1. Minimal 6 bulan
petugas 3. Oksimetri denyut
pengalaman mengenai
ambulan 4. Suction
perawatan HCU
5. Monitor HCU
2. Keterampilan bantuan
portabel yang
hidup dasar dan lanjut
lengkap
1. Keterampilan menangani
6. Defibrillator bila
permasalahan jalan napas
diperlukan
dan pernapasan, minimal
level ST 3 atau sederajat.
2. Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis
Perawat:
11
11. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses
terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik.
12. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan baik.
13. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di ambulans.
14. Pertahankan temperatur pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama transfer.
15. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
16. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat tidak
disambungkan dengan stop kontak/listrik).
17. Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik)
18. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan dapat
memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri, pengukuran
tekanan darah (non-invasif),dan temperatur.
19. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan cepat
menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan ekternal /
vibrasi (getaran).
20. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras.
21. Semua peralatan harus terstandarisasi agar proses transfer berjalan lancar dan
tidak terjadi penundaan dalam pemberian terapi / obat-obatan.
22. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tata laksana yang
diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus
dilengkapi selama transfer.
23. Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat di lembar
pemantauan.
24. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas dan
harus dalam posisi aman di bawah level pasien.
12
c. Perjalanan darat
d. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan dan
lamanya waktu yang diperlukan.
3. Jika telah ditentukan untuk menggunakan transfer via udara, kondisi apapun yang
mungkin dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan barometrik harus
diberitahukan kepada petugas pesawat. Ketinggian terbang dapat dibatasi sesuai
dengan pertimbangan pilot.
4. Kontraindikasi relatif untuk transfer via udara adalah pneumoperitoneum dan
adanya udara intrakranial.
H. Alat Transportasi untuk Transfer Pasien Antar Rumah Sakit
1. Gunakan mobil ambulansRS Mujaisyah. Mobil dilengkapi soket listrik 12 V,
suplai oksigen, dan peralatan lainnya
2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk mentransfer
pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll).
3. Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Jarum suntik
c. Suction
d. Baterai cadangan
e. Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan temperatur pasien)
4. Tim transfer/ SDM pendampingi dapat memberi saran mengenai kecepatan
ambulansyang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada sopir ambulans.
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera dengan
akselerasi dan deselerasi yang minimal.
6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat padat
penduduknya.
7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk pengaman.
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi segera,
berhentikan ambulans di tempat yang aman dan lakukan tindakan yang diperlukan.
9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulans, gunakanlah
pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.
Dokumentasi dan Penyerahan pasien transfer antar rumah sakit
1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer, dan
harus mencakup:
a. Detail kondisi pasien
b. Alasan melakukan transfer
c. Nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. Status klinis pre-transfer
13
e. Detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama
transfer berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan untuk
transfer intra- dan antar-rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung:
a. Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi
yang diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama
proses transfer, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah
sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim
transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat)
yang akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara
verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis
selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus
dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban
merawat pasien.
10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan sejumlah
uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim transfer.
14
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan
penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan
penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayananambulans, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi
selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan
pasien kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan mengenai
penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangannya.
15
BAB IV
DOKUMENTASI
16