BUPATI MAMUJU,
-2-
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, TLN RI
Nomor 5063);
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
12. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 82, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Permerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
224, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012
Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 188, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5347);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016
Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5883);
16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Pengaduan dan Pengaduan Akibat Dugaan
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup;
17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor
131 tahun 2012 Tentang pedoman
-3-
Pelaksanaan Reduse, Reuse, Recycle Melalui
Bank sampah;
18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
prasarana dan sarana persampahan dalam
penanganan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan
Lembar Negara Republik Indonesia Nomor
5617);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 2/PRT/M/2016
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 172);
-4-
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATENMAMUJU
dan
BUPATI MAMUJU
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Mamuju;
2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom;
3. Bupati adalah Bupati Mamuju;
4. Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten Mamuju
yang selanjutnya disingkat DPRD adalah adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah;
5. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi
Barat;
6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menterisebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-5-
7. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi
pemiliknya;
8. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni;
9. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan;
10. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan
permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan
permukiman;
11. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan,
kawasan transisi, maupun kawasan perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan;
12. Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
adalah pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis yang terdiri
dari perumahan dan permukiman kumuh diatas air (Laut,
sungai, kanal,rawa dan daerah pasang surut), perumahan
dan permukiman kumuh di tepi air (tepi sungai, laut/pesisir,
danau, waduk, mata air) namun berada diluar garis
sempadan, perumahan dan permukiman kumuh di dataran
(berada di kemiringan lereng < 10%; perumahan dan
permukiman kumuh di perbukitan ( berada dikemiringan
lereng >10% -<40%); dan perumahan dan permukiman
kumuh di kawasan rawan bencana ( berada di daerah rawan
bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir);
13. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami
penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian;
14. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
-6-
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat;
15. Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghindari tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh baru;
16. Peningkatan kualitas adalah upaya untuk meningkatkan
kualitas bangunan serta prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
17. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan
pemerintah untuk memperoleh rumah;
18. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan
bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman;
19. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi;
20. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian;
21. Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh adalah penetapan atas lokasi perumahan kumuh
dan permukiman kumuh yang ditetapkan oleh Bupati, yang
dipergunakan sebagai dasar dalam peningkatan kualitas
perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
22. Lingkungan Siap Bangunan, yang selanjutnya disebut
Lisibaadalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari
Kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga
sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan
lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;
23. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya
disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang berlaku;
-7-
24. Pelaku pembangunan adalah setiap orang dan/atau
pemerintah yang melakukan pembangunan perumahan dan
permukiman;
25. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum;
26. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh
warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
27. Kelompok swadaya masyarakat adalah kumpulan orang
yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok
dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi,
kepentingan, dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok
tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai
bersama.
Pasal 2
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pengaturan lebih lanjut
dan operasionalisasi di daerah dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang
merupakan landasan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru dalam mempertahankan perumahan
dan permukiman yang telah dibangun agar tetap terjaga
kualitasnya;
b. meningkatkan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dalam mewujudkan perumahan dan
kawasan permukiman yang layak huni dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur.
-8-
Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:
a. kriteria dan tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh;
b. pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh baru;
c. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
d. penyediaan tanah;
e. pendanaan dan sistem pembiayaan;
f. tugas dan kewajiban pemerintah daerah;
g. pola kemitraan, peran masyarakat, dan kearifan local;
h. Sanksi Administratif ;
i. Ketentuan Penyidikan ;
j. Ketentuan pidana ;
k. Ketentuan peralihan;
l. Ketentuan Lain lain; dan
m. Ketentuan penutup.
BAB II
KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 5
(1) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh
merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi
kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman.
(2) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kriteria
kekumuhan ditinjau dari:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
-9-
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
Pasal 6
(1) Kriteria kekumuhanditinjau daribangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a mencakup:
a. ketidakteraturan bangunan;
b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai
dengan ketentuan rencana tata ruang; dan/atau
c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
(2) Ketidakteraturan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a merupakan kondisi bangunan gedung pada
perumahan dan permukiman:
a. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana
Detil Tata Ruang (RDTR), paling sedikit pengaturan bentuk,
besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
zona; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas
lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), paling sedikitpengaturan blok lingkungan, kapling,
bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas
lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
(3) Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai
dengan ketentuan rencana tata ruangsebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi bangunan gedung
pada perumahan dan permukiman dengan:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan
RDTR, dan/atau RTBL;
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan
dalam RDTR, dan/atau RTBL; dan/atau
c. Kepadatan bangunan yang tinggi pada lokasi, yaitu antara
250 unit per hektar hingga lebih dari 300 unit per hektar
untuk kota metropolitan dan kota besar, atau antara 200
unit per hektar hingga lebih dari 250 unit per hektar untuk
kota sedang dan kota kecil.
- 10 -
gedung pada perumahan dan permukiman yang tidak sesuai
dengan persyaratan teknis
(5) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) terdiri dari :
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah
tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum;
c. keselamatan bangunan gedung;
d. kesehatan bangunan gedung;
e. kenyamanan bangunan gedung; dan
f. kemudahan bangunan gedung.
Pasal 7
(1) Dalam hal kabupaten belum memiliki RDTR dan/atau RTBL,
maka penilaian ketidakteraturan dan kepadatan bangunan
dilakukan dengan merujuk pada IMB dan persetujuan
mendirikan bangunan untuk jangka waktu sementara.
(2) Dalam hal bangunan gedung tidak memiliki IMB dan
persetujuan mendirikan bangunan untuk jangka waktu
sementara, maka penilaian ketidakteraturan dan kepadatan
bangunan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan
mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung
(TABG).
Pasal 8
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b mencakup:
a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh
lingkungan perumahan atau permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
(2) Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan
perumahan atau permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan
atau permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan.
(3) Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi sebagian
- 11 -
atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan
jalan.
Pasal 9
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c
mencakup:
a. ketidaktersediaan akses aman air minum; dan/atau
b. tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
sesuai standar yang berlaku.
(2) Ketidaktersediaan akses aman air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana
masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki
tingkat (suspended solid) yang rendah,kualitas tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak berasa.
(3) Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam
lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai
minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.
Pasal 10
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d
mencakup:
a. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air
hujan sehingga menimbulkan genangan;
b. ketidaktersediaan drainase;
c. tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan;
d. tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat
dan cair di dalamnya; dan/atau
e. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
(2) Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air
hujan sehingga menimbulkan genangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana jaringan
drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air
sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm
selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun.
- 12 -
(3) Ketidaktersediaan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b merupakan kondisi dimana saluran tersier, dan/atau
saluran lokal tidak tersedia.
(4) Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran
pada hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat
mengalir dan menimbulkan genangan.
(5) Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan
cair di dalamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase
tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
(6) Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kondisi dimana
kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah
tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi
kerusakan.
Pasal 11
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e
mencakup:
a. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar
teknis yang berlaku; dan/atau
b. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak
memenuhi persyaratan teknis.
(2) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar
teknis yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada
lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki sistem
yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung
dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal
maupun terpusat.
(3) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air
limbah pada perumahan atau permukiman dimana:
- 13 -
a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki
septik;atau
b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau
terpusat.
Pasal 12
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f
mencakup:
a. prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan
persyaratan teknis;
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi
persyaratan teknis; dan/atau
c. tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan
sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun
jaringan drainase.
(2) Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan
pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memadai
sebagai berikut:
a. tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala
domestik atau rumah tangga;
b. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce,
reuse, recycle) pada skala lingkungan;
c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala
lingkungan; dan
d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala
lingkungan.
(3) Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan
perumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. pewadahan dan pemilahan domestik;
b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan;
d. pengolahan lingkungan.
- 14 -
(4) Tidakterpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar
oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan
drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakankondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Pasal 13
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g
mencakup ketidaktersediaan:
a. prasarana proteksi kebakaran; dan/atau
b. sarana proteksi kebakaran.
- 15 -
Bagian Kedua
Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 14
(1) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis.
(2) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuhsebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari
perumahan kumuh dan permukiman kumuh:
a. di tepi air,
b. di dataran;
c. di perbukitan; dan
d. di daerah rawan bencana.
(3) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan
kondisi spesifik di dalam wilayah Kabupaten Mamuju.
(4) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disesuaikan dengan
alokasi peruntukan dalam rencana tata ruang Kabupaten
Mamuju.
(5) Dalam hal rencana tata ruang tidak mengalokasikan
keberadaan tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka
keberadaannya harus dipindahkan pada lokasi yang sesuai.
- 16 -
BAB III
PENCEGAHAN TERHADAP TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH BARU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh baru dilaksanakan melalui:
a. pengawasan dan pengendalian;
b. pemberdayaan masyarakat.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pengendalian
Paragraf 1
Umum
Pasal 16
(1) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap:
a. perizinan;
b. standar teknis; dan
c. kelaikan fungsi.
- 17 -
Paragraf 2
Bentuk Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 17
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 18
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b
dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
- 18 -
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
tahap pembangunan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
menjamin:
a. terpenuhinya sistem pelayanan yang dibangun sesuai
ketentuan standar teknis yang berlaku;
b. terpenuhinya kuantitas kapasitas dan dimensiyang
dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
c. terpenuhinyakualitas bahan atau material yang digunakan
serta kualitas pelayanan yang diberikan sesuai ketentuan
standar teknis yang berlaku.
Pasal 19
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelayakan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c
dilakukan terhadap:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
- 19 -
c. kondisi kerusakan bangunan gedung beserta prasarana,
sarana dan utilitas umum tidak mengurangi
keberfungsiannya masing-masing.
Pasal 20
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, Pasal 18, dan Pasal 19 dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 21
(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh
baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dilakukan dengan
cara:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan.
Pasal 22
(1) Pemantauan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 huruf a
merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara:
a. langsung; dan/atau
b. tidak langsung.
- 20 -
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan dapat melibatkan
peran serta masyarakat.
(3) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan melalui pengamatan lapangan pada
lokasi yang diindikasi berpotensi menjadi kumuh.
(4) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan:
a. data dan informasi mengenai lokasi kumuh yang ditangani;
dan
b. pengaduan masyarakat maupun media.
Pasal 23
(1) Evaluasi dalam rangka pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh
baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b
merupakan kegiatan penilaian secaraterukurdan obyektif
terhadap hasil pemantauan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dan dapat melibatkan peran serta
masyarakat.
(3) Pemerintah daerah dapat dibantu oleh ahli yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan memadai dalam hal pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan menilai kesesuaian perumahan dan permukiman
terhadap:
a. perizinan pada tahap perencanaan;
b. standar teknis pada tahap pembangunan; dan/atau
c. kelayakan fungsi pada tahap pemanfaatan.
- 21 -
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan rekomendasi pencegahan tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru.
Pasal 24
(1) Pelaporan dalam rangka pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh
barusebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c
merupakan kegiatan penyampaian hasil pemantauan dan
evaluasi.
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat
Paragraf 1
Umum
Pasal 25
Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf b dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang
perumahan dan kawasan permukiman melalui:
a. pendampingan; dan
b. pelayanan informasi.
- 22 -
Paragraf 2
Pendampingan
Pasal 26
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a
dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
melalui fasilitasi pembentukan dan fasilitasi peningkatan
kapasitas kelompok swadaya masyarakat.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk:
a. penyuluhan;
b. pembimbingan; dan
c. bantuan teknis.
Pasal 27
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf a merupakan kegiatan untuk memberikan informasi
dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
sosialiasi dan diseminasi.
(3) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan alat bantu dan/atau alat peraga.
Pasal 28
(1) Pembimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf b merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk atau
penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan atau
larangan aktivitas tertentuterkait pencegahan terhadap tumbuh
dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh.
(2) Pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. pembimbingan kepada kelompok masyarakat;
b. pembimbingan kepada masyarakat perorangan; dan
c. pembimbingan kepada dunia usaha.
- 23 -
Pasal 29
(1) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf c merupakan kegiatan untuk memberikan bantuan yang
bersifat teknis berupa:
a. fisik; dan
b. non-fisik.
Pasal 30
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
dilaksanakan dengan ketentuan tata cara sebagai berikut:
a. pendampingan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui
satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam
urusan perumahan dan permukiman;
- 24 -
b. pendampingan dilaksanakan secara berkala untuk mencegah
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru;
c. pendampingan dilaksanakan dengan melibatkan ahli, akademisi
dan/atau tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman memadai dalam hal pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
d. pendampingan dilaksanakan dengan menentukan lokasi
perumahan dan permukiman yang membutuhkan
pendampingan;
e. pendampingan dilaksanakan dengan terlebih dahulu
mempelajari pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi yang
telah dibuat secara berkala insidental;
f. pendampingan dilaksanakan berdasarkan rencana dan alokasi
anggaran.
Paragraf 3
Pelayanan Informasi
Pasal 31
(1) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat
dalam bentuk pemberitaan hal-hal terkait upaya pencegahan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. rencana tata ruang;
b. penataan bangunan dan lingkungan;
c. perizinan; dan
d. standar perumahan dan permukiman.
(3) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemerintah daerah untuk membuka akses informasi
bagi masyarakat.
- 25 -
Pasal 32
(1) Pemerintah daerah menyampaikan informasi melalui media
elektronik, cetak, dan/atau secara langsung kepada
masyarakat.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
bahasa yang mudah dipahami.
BAB IV
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi dan
penentuan total luasan lokasi dan perencanaan penanganan.
(2) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditindaklanjuti dengan pengelolaan untuk mempertahankan dan
menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara
berkelanjutan.
(3) Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dengan luasan kurang dari 10 Ha yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah.
(4) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dengan luasan di atas 10 Ha menjadi
kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
- 26 -
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi
Pasal 34
(1) Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Proses pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
proses:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
(3) Penetapan lokasi dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
bentuk keputusan bupati berdasarkan hasil penilaian lokasi.
Pasal 35
Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
huruf a, meliputi identifikasi terhadap:
a. satuan perumahandan permukiman;
b. kondisi kekumuhan;
c. legalitas lahan; dan
d. pertimbangan lain.
Pasal 36
(1) Identifikasi satuan perumahan dan/atau permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a merupakan
upaya untuk menentukan batasan atau lingkup entitas
perumahan dan permukiman formal atau swadaya dari setiap
lokasi dalam suatu wilayah kabupaten.
- 27 -
formal dilakukan dengan pendekatan fungsional melalui
identifikasi deliniasi.
Pasal 37
(1) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf b merupakan upaya untuk menentukan tingkat
kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman dengan
menemukenali permasalahan kondisi bangunan gedung beserta
sarana dan prasarana pendukungnya.
(2) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Pasal 38
(1) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 huruf c merupakan tahap identifikasi untuk menentukan
status legalitas lahan pada setiap lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagai dasar yang menentukan bentuk
penanganan.
(2) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi aspek:
a. kejelasan status penguasaan lahan; dan
b. kesesuaian dengan rencana tata ruang.
(3) Kejelasan status penguasaan lahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a merupakan kejelasan terhadap status
penguasaan lahan berupa:
- 28 -
a. kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat hak
atas tanah atau bentuk dokumen keterangan status tanah
lainnya yang sah; atau
b. kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat), dengan
bukti izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah
atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara
pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan
pengguna tanah.
(4) Kesesuaian dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b merupakan kesesuaian terhadap
peruntukan lahan dalam rencana tata ruang.
Pasal 39
(1) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf d merupakan tahap identifikasi terhadap
beberapa hal lain yang bersifat non fisik untuk menentukan
skala prioritas penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
(2) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi aspek:
a. nilai strategis lokasi;
b. kependudukan; dan
c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
(3) Nilai strategis lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a merupakan pertimbangan letak lokasi perumahan atau
permukiman pada:
a. fungsi strategis kabupaten; atau
b. bukan fungsi strategis kabupaten.
- 29 -
(5) Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c merupakan pertimbangan potensi yang
dimiliki lokasi perumahan atau permukiman berupa:
a. potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam
mendukung pembangunan, dan kelompok komunitas yang
dapat diberdayakan dalam mendukung pembangunan;
b. potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi atau potensi
kawasan tertentu yang bersifat strategis secara ekonomibagi
masyarakat setempat; dan
c. potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan budaya
tertentu yang dimiliki masyarakat setempat.
Pasal 40
(1) Prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dilakukan oleh pemerintah daerah yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perumahan dan
permukiman.
Pasal 41
(1) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
huruf b dilakukan untuk menilai hasil identifikasi lokasi yang
telah dilakukan terhadap aspek:
a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas lahan; dan
c. pertimbangan lain.
- 30 -
(2) Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas
klasifikasi:
a. kumuh kategori ringan;
b. kumuh kategori sedang; dan
c. kumuh kategori berat.
Pasal 42
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (3)
dilengkapi dengan:
a. tabel daftar lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh; dan
b. peta sebaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Tabel daftar lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, berisi data terkait nama lokasi, luas, lingkup administratif,
titik koordinat, kondisi kekumuhan, status lahan dan prioritas
penanganan untuk setiap lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang ditetapkan.
(3) Prioritas penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berdasarkan hasil penilaian aspek pertimbangan lain.
- 31 -
Pasal 43
Pasal 44
(1) Perencanaan penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (4) dilakukan melalui tahap:
a. persiapan;
b. survei;
c. penyusunan data dan fakta;
d. analisis;
e. penyusunan konsep penanganan; dan
f. penyusunan rencana penanganan.
- 32 -
Bagian Tiga
Pola-pola Penanganan
Paragraf 1
Umum
Pasal 45
- 33 -
permukiman yang prasarana, sarana, dan utilitasnya belum
diserahterimakan kepada pemerintah daerah.
Pasal 46
Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan
status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah peremajaan;
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan
status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah pemukiman kembali;
c. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan
status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah peremajaan;
d. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan
status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah pemukiman kembali;
e. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan
status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah pemugaran; dan
f. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan
status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan
adalah pemukiman kembali.
- 34 -
Pasal 47
Pola-pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dengan mempertimbangkan tipologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (2) diatur dengan ketentuan:
- 35 -
Paragraf 2
Pemugaran
Pasal 48
Pasal 49
(1) Pemugaran pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan
pemugaran;
b. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
c. pendataan masyarakat terdampak;
d. penyusunan rencana pemugaran; dan
e. musyawarah untuk penyepakatan.
- 36 -
Paragraf 3
Peremajaan
Pasal 50
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
huruf b dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi
keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar.
Pasal 51
(1) Peremajaan pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (4) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan
peremajaan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana peremajaan; dan
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Peremajaan pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (4) huruf b meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan
hasil kesepakatan;
- 37 -
b. penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi
lain;
c. proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi
permukiman eksisting;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi
peremajaan; dan
e. proses penghunian kembali masyarakat terdampak.
(3) Peremajaan pada tahap pasca konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Paragraf 4
Pemukiman Kembali
Pasal 52
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 455
ayat (3) huruf c dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi
keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat.
(2) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 53
(1) Pemukiman kembali pada tahap pra konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a meliputi:
a. kajian pemanfaatan ruang dan/atau kajian legalitas lahan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana pemukiman baru, rencana
pembongkaran pemukiman eksisting dan rencana
pelaksanaan pemukiman kembali; dan
- 38 -
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Pemukiman kembali pada tahap konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan
hasil kesepakatan;
b. penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi
lain apabila dibutuhkan;
c. proses legalisasi lahan pada lokasi pemukiman baru;
d. proses pelaksanaan konstruksi pembangunan perumahan
dan permukiman baru;
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi
pemukiman kembali;
f. proses penghunian kembali masyarakat terdampak; dan
g. proses pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting.
(3) Pemukiman kembali pada tahap pasca konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Keempat
Pengelolaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 54
(1) Pengelolaan terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang telah ditangani bertujuan untuk mempertahankan
dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara
berkelanjutan.
Paragraf 2
Pemeliharaan
Pasal 55
(1) Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dilakukan
melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala.
(2) Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) wajib
dilakukan oleh setiap orang.
(3) Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk
perumahan, dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah
daerah dan/atau setiap orang.
(4) Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan
hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah
daerah, dan/atau badan hukum.
(5) Pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman wajib
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan/atau
badan hukum.
- 40 -
Paragraf 3
Perbaikan
Pasal 56
(1) Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dilakukan
melalui rehabilitasi atau pemugaran.
(2) Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.
(3) Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk
perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah
daerah dan/atau setiap orang.
(4) Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian
wajib dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah,
dan/atau setiap orang.
(5) Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah,
dan/atau badan hukum.
BAB V
PENYEDIAAN TANAH
Pasal 57
(1) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung
jawab atas penyediaan tanah dalam rangka peningkatan
kualitas perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh.
(2) Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah
merupakan tanggung jawab pemerintahan daerah.
Pasal 58
(1) Penyediaan tanah untuk peningkatan kualitas perumahan
kumuh dan permukiman kumuh merupakan salah satu
pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
- 41 -
(2) Penyediaan tanah untuk peningkatan kualitas perumahan
kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung
dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah;
d. pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar;
dan/atau
f. Pemanfaatan tanah adat/ulayat sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
BAB VI
PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN
Pasal 59
(1) Pendanaan dimaksudkan untuk menjamin kemudahan
pembiayaan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
tanggung jawab pemerintah daerah.
(3) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
difasilitasi oleh Pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi.
(4) Sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
(1) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh
pemerintah daerah.
(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pemerintah daerah kabupaten dapat melakukan
koordinasi dengan Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Bagian Kedua
Tugas Pemerintah Daerah
Pasal 61
(1) Dalam melaksanakan pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
pemerintah daerah memiliki tugas:
a. merumuskan kebijakan dan strategi kabupaten serta
rencana pembangunan kabupaten terkait pencegahan dan
peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman
kumuh;
b. melakukan survei dan pendataan skala kabupaten mengenai
lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. melakukan pemberdayaan kepada masyarakat;
d. melakukan pembangunan kawasan permukiman serta
sarana dan prasarana dalam upaya pencegahan dan
- 43 -
peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman
kumuh;
e. melakukan pembangunan rumah dan perumahan yang
layak huni bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin
dan masyarakat berpenghasilan rendah;
f. memberikan bantuan sosial dan pemberdayaan terhadap
masyarakat miskin dan masyarakat berpenghasilan rendah;
g. melakukan pembinaan terkait peran masyarakat dan
kearifan lokal di bidang perumahan dan permukiman; serta
h. melakukan penyediaan pertanahan dalam upaya
pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh
dan permukiman kumuh.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah sesuai
kewenangannya.
(3) Pemerintah daerah melakukan koordinasi dan sinkronisasi
program antarsatuan kerja perangkat daerah.
(4) Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program dilakukan
melalui pembentukan tim koordinasi tingkat daerah.
Bagian Ketiga
Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 62
(1) Kewajiban pemerintah daerah dalam pencegahan terhadap
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
- 44 -
a. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
kesesuaian perizinan pada tahap perencanaan perumahan
dan permukiman;
b. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
kesesuaian standar teknis pada tahap pembangunan
perumahan dan permukiman; dan
c. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
kesesuaian kelaikan fungsi pada tahap pemanfaatan
perumahan dan permukiman.
(3) Kewajiban pemerintah daerah pada tahap pemberdayaan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam rangka
pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, melalui
penyuluhan, pembimbingan dan bantuan teknis; dan
b. memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat
mengenai rencana tata ruang, perizinan dan standar teknis
perumahan dan permukiman serta pemberitaan hal-hal
terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Pasal 63
(1) Kewajiban pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dilakukan pada tahap:
a. penetapan lokasi;
b. penanganan; dan
c. pengelolaan.
- 45 -
c. melakukan penetapan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh melalui keputusan kepala daerah; dan
d. melakukan peninjauan ulang terhadap ketetapan lokasi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh setiap tahun.
Bagian Keempat
Pola Koordinasi
Pasal 64
(1) Pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, melakukan koordinasi dengan Pemerintah pusat
dan pemerintah provinsi sesuai dengan kewenangannya.
(2) Koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. melakukan sinkronisasi kebijakan dan strategi kabupaten
dalam pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan
kebijakan dan strategi provinsi dan nasional;
- 46 -
b. melakukan penyampaian hasil penetapan lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh kepada pemerintah
provinsi dan Pemerintah;
c. melakukan sinkronisasi rencana penanganan terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di kabupaten
dengan rencana pembangunan provinsi dan nasional; dan
d. memberikan permohonan fasilitasi dan bantuan teknis
dalam bentuk pembinaan, perencanaan dan pembangunan
terkait pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
BAB VIII
POLA KEMITRAAN, PERAN MASYARAKAT, DAN KEARIFAN
LOKAL
Bagian Kesatu
Pola Kemitraan
Pasal 65
(1) Pola kemitraan antar pemangku kepentingan yang dapat
dikembangkan dalam upaya peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yaitu:
a. kemitraan antara pemerintah daerah dengan badan usaha
milik negara, daerah, atau swasta; dan
b. kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat.
- 47 -
(3) Kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dikembangkan melalui peningkatan peran masyarakat dalam
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Peran Masyarakat
Paragraf 1
Peran Masyarakat Dalam Pencegahan
Pasal 66
(1) Peran masyarakat dalam pencegahan terhadap tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dilakukan pada tahap:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
Pasal 67
Peran masyarakat pada tahap pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a dilakukan
dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian perizinan dari
bangunan, perumahan dan permukiman pada tahap
perencanaan serta turut membantu pemerintah daerah dalam
pengawasan dan pengendalian kesesuaian perizinan dari
perencanaan bangunan, perumahan dan permukiman di
lingkungannya;
b. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian standar teknis dari
bangunan, perumahan dan permukiman pada tahap
pembangunan serta turut membantu pemerintah daerah dalam
pengawasan dan pengendalian kesesuaian standar teknis dari
- 48 -
pembangunan bangunan, perumahan dan permukiman di
lingkungannya; dan
c. berpartisipasi aktif menjaga kesesuaian kelaikan fungsi dari
bangunan, perumahan dan permukiman pada tahap
pemanfaatan serta turut membantu pemerintah daerah dalam
pengawasan dan pengendalian kesesuaian kelaikan fungsi dari
pemanfaatan bangunan, perumahan dan permukiman di
lingkungannya.
Pasal 68
Peran masyarakat pada tahap pemberdayaan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b dilakukan
dalam bentuk:
a. berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan penyuluhan,
pembimbingan, dan/atau bantuan teknis yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah daerah
untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam rangka
pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh; dan
b. memanfaatkan dan turut membantu pelayanan informasi yang
diberikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau
pemerintah daerah mengenai rencana tata ruang, perizinan dan
standar teknis perumahan dan permukiman serta pemberitaan
hal-hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Paragraf 2
Peran Masyarakat Dalam Peningkatan Kualitas
Pasal 69
(1) Peran masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada
tahap:
a. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan perumahan
kumuh dan permukiman kumuh;
b. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh; dan
c. pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
- 49 -
Pasal 70
(1) Dalam penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
huruf a, masyarakat dapat:
a. Berpartisipasi dalam proses pendataan lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, dengan mengikuti survei
lapangan dan/ atau memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
b. Berpartisipasi dalam memberikan pendapat terhadap hasil
penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dengan dasar pertimbangan berupa dokumen atau
data dan informasi terkait yang telah diberikan saat proses
pendataan.
Pasal 71
(1) Peran masyarakat pada tahap peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana
dimaksud dalam pasal 69 huruf b, dapat dilakukan dalam
proses:
a. pemugaran atau peremajaan; dan
b. pemukiman kembali;
- 50 -
(2) Dalam proses pemugaran atau peremajaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga
pada masyarakat yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi
penyepakatan rencana pemugaran dan peremajaan;
c. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemugaran dan
peremajaan, baik berupa dana, tenaga maupun material;
d. membantu pemerintah daerah dalam upaya penyediaan
lahan yang berkaitan dengan proses pemugaran dan
peremajaan terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau
utilitas umum;
e. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan
pemugaran dan peremajaan;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau
menghalangi proses pelaksanaan pemugaran dan
peremajaan; dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf f,
kepada instansi berwenang agar proses pemugaran dan
peremajaan dapat berjalan lancar.
(3) Dalam proses permukiman kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga
pada masyarakat yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi
penyepakatan rencana permukiman kembali;
c. membantu pemerintah daerah dalam penyediaan lahan yang
dibutuhkan untuk proses pemukiman kembali;
d. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan
pemukiman kembali;
e. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemukiman kembali, baik
berupa dana, tenaga maupun material;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau
menghalangi proses pelaksanaan pemukiman kembali;
dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf
d, kepada instansi berwenang agar proses pemukiman
kembali dapat berjalan lancar.
- 51 -
Pasal 72
Dalam tahap pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh sebagaimana dimaksud dalam dalam pasal 69 huruf c,
masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif pada berbagai program pemerintah daerah
dalam pemeliharaan dan perbaikan di setiap lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh yang telah tertangani;
b. berpartisipasi aktif secara swadaya dan/atau dalam kelompok
swadaya masyarakat pada upaya pemeliharaan dan perbaikan
baik berupa dana, tenaga maupun material;
c. menjaga ketertiban dalam pemeliharaan dan perbaikan rumah
serta prasarana,sarana, dan utilitas umum di perumahan dan
permukiman;
d. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi
proses pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan; dan/atau
e. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf d,
kepada instansi berwenang agar proses pemeliharaan dan
perbaikan dapat berjalan lancar.
Paragraf 3
Kelompok Swadaya Masyarakat
Pasal 73
(1) Pelibatan kelompok swadaya masyarakat merupakan upaya
untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Kelompok swadaya masyarakat dibentuk oleh masyarakat
secara swadaya atau atas prakarsa pemerintah.
(3) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu
dilakukan dalam hal sudah terdapat kelompok swadaya
masyarakat yang sejenis.
(4) Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 52 -
Bagian Ketiga
Kearifan Lokal
Pasal 74
(1) Kearifan lokal merupakan petuah atau ketentuan atau norma
yang mengandung kebijaksanaan dalam berbagai perikehidupan
masyarakat setempat sebagai warisan turun temurun dari
leluhur.
(2) Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman
kumuh di daerah perlu dilakukan dengan mempertimbangkan
kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
berlaku pada masyarakat setempat dengan tidak bertentangan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman
kumuh di daerah dilakukan dengan mempertimbangkan
kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
menganut nilai Bisse Sara’ Nisitimangngi, lanto siri’
nisikamungngi.
(4) Peningkatan Kualitas perumahan kumuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pada bentuk lenggam arsitektur
mengikuti aturan yang berlaku pada Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Bangunan Gedung.
(5) Untuk mendukung Peningkatan kualitas permukiman kumuh
didaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), utamanya untuk
perbaikan kualitas lingkungan dapat dilakukan dengan
membuat gerakan penyadaran yang terorganisir dan
berkelanjutan yang melibatkan komponen masyarakat,
pemerintah dan dunia usaha dengan mengedepankan semangat
gotong royong.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan kearifan lokal
dalam mendukung peningkatan kualitas perumahan kumuh
dan permukiman kumuh di daerah dapat diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Bupati.
- 53 -
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 75
(1) Setiap orang dan Badan Hukum dilarang membangun
perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan
persyaratan yang diwajibkan.
(2) Setiap orang dilarang membangun rumah yang tidak sesuai
dengan persyaratan yang di wajibkan.
(3) Setiap orang dan Badan Hukum dilarang membangun
perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang
ditetapkan bagi perumahan dan permukiman.
(4) Setiap orang dilarang membangun rumah tanpa izin.
(5) Setiap orang dan Badan Hukum dilarang membangun
perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi
dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.
(6) Setiap orang dilarang membangun rumah di tempat yang
berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun
orang.
(7) Setiap pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan
rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai
dengan fungsi dan pemanfaatan ruang.
(8) Setiap orang dilarang menolak atau menghalang-halangi
kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, dan/atau
permukiman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau
pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan
masyarakat setempat.
(9) Badan Hukum yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan dan permukiman, dilarang mengalih fungsikan
prasarana, sarana, dan utilitas umum di luar fungsinya.
- 54 -
(10) Setiap orang dilarang melakukan perubahan baik sebagian
ataupun keseluruhan terhadap eksisting prasarana dan sarana
umum tanpa izin pemerintah setempat.
(11) Setiap orang dilarang mengalih fungsikan sebagian rumah atau
keseluruhan bangunan rumah tanpa ijin dari pemerintah
setempat.
(12) Badan hukum yang belum menyelesaikan status hak atas
tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan
permukiman.
(13) Orang perseorangan dilarang membangun Lisiba.
(14) Badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual
kaveling tanah matang tanpa rumah.
Bagian Kedua
Bentuk Sanksi Administratif
Pasal 76
(1) Setiap orang dan Badan Hukum yang membangun rumah,
perumahan dan/atau permukiman yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (9), ayat (10), ayat
(11), ayat (12), ayat (13), ayat (14), dikenai sanksi administratif.
(2) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
dikenakan sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau penghentian tetap pada
pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada
pengelolaan perumahan atau permukiman;
e. penguasaan sementara oleh pemerintah daerah (segel);
f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka
waktu tertentu;
g. pembatasan kegiatan usaha;
h. pembekuan izin mendirikan bangunan;
i. pencabutan izin mendirikan bangunan;
j. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah;
k. perintah pembongkaran bangunan rumah;
- 55 -
l. pembekuan izin usaha;
m. pencabutan izin usaha;
n. pembatalan izin;
o. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu
tertentu;
p. pencabutan insentif;
q. pengenaan denda administratif; dan/atau
r. penutupan lokasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara,
mekanisme pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (2)
diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 77
(1) Selain penyidik polri, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
pelanggaran terhadap Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Undang Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah daerah yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
a. menerima, mencari, megumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang
pelanggaran terhadap Peraturan Daerah agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. menerima, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
- 56 -
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi
atau badan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran
terhadap Peraturan Daerah;
d. memeriksa buku buku, catatan dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap
Peraturan Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran terhadap
Peraturan Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan/atau, melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundangundangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hhasil
penyidikannya kepada Penuntut umum melalui penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Hukum Acara
Pidana.
- 57 -
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Ketentuan Pidana Ringan
Pasal 78
(1) Setiap Pejabat yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
ayat (2), ayat (3), Pasal 40 ayat (2), Pasal 44 ayat (3), pasal
46 , pasal 47, pasal 48 ayat (3), pasal 49, pasal 50 ayat (4),
pasal 51, pasal 52 ayat (2), pasal 53 diancam dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5) Tindak pidana pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
adalah pelanggaran.
- 58 -
(7) Pidana sebagaiman dimaksud pada pasal (4) mengacu pada
undang undang terkait.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 79
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua
ketentuan dan/atau dokumen yang telah ditetapkan atau
dikeluarkan atau diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini
ditetapkan, selama masih sesuai dengan Peraturan Daerah ini
dinyatakan tetap berlaku.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua
ketentuan dan/atau dokumen yang telah ditetapkan atau
dikeluarkan atau diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini
ditetapkan, namun bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini harus disesuaikan.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN
Pasal 80
(1) Perencanaan dan perancangan rumah, perumahan dan
permukiman harus memenuhi persyaratan teknis, administratif,
tataruang dan ekologis.
(2) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus
memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
(3) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dapat
dilakukan oleh setiap orang.
- 59 -
Pasal 81
(1) Pembangunan rumah, perumahan dan/atau permukiman
harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Mamuju.
(2) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum wajib
dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan.
(3) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan/atau permukiman harus memenuhi
persyaratan:
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah
hunian;
b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas
umum dan lingkungan hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(4) Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai
dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 82
(1) Dalam rangka mendorong setiap orang agar memanfaatkan
kawasan permukiman, maka Pemerintah Daerah dapat
memberikan insentif kepada badan hukum dan MBR.
- 60 -
c. bantuan peningkatan kualitas rumah serta prasarana,
sarana, dan utilitas umum; dan/atau
d. kemudahan perizinan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Mamuju
pada tanggal ...........................
BUPATI MAMUJU
tanda tangan
NAMA LENGKAP BUPATI MAMUJU
Diundangkan di Mamuju
pada tanggal ...........................
SEKRETARIS DAERAH,
tanda tangan
NAMA LENGKAP SEKDA
- 61 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU
NOMOR ..........TAHUN ....
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
I. UMUM
(Akan disusun setelah substansi pengaturan disepakati)
Huruf b
Meningkatkan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dimaksudkan untuk perumahan dan
permukiman kumuh yang telah ada sebelum Peraturan
Daerah ini di sahkan (kondisi existing).
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
- 62 -
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Izin prinsip yang dimaksud adalah izin yang diberikan oleh
kepala daerah/bupati untuk pendirian
perumahan,permukiman baru atau fasilitas umum.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
- 63 -
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
- 64 -
Pasal 33
Ayat (3) dan ayat (4)
sesuai dengan lampiran Undang undang No. 23 tahun 2014
tentang pembangian urusan pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah bidang perumahan dan kawasan
permukiman, huruf D no. 2 Sub Urusan Kawasan
Permukiman.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
- 65 -
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat 1
Pemeliharaan prasarana, sarana dan utilitas umum di
laksanakan sesuai dengan Permen PUPR Nomor
02/PRT/M/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan permukiman, Undang undang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014.Atau peraturan
yang berlaku.
- 66 -
Pasal 56
Ayat 1
Perbaikan prasarana, sarana dan utilitas umum di
laksanakan sesuai dengan Permen PUPR Nomor
02/PRT/M/2016 tentang peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan permukiman, Undang undang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 atau peraturan
yang berlaku.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Sesuai dengan undang undang Nomor 23 tahun 2014 pasal
11 dan pasal 12.
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
- 67 -
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat 3
Makna dari kalimat “Bisse sara’ nisitimangngi, lanto siri’
nisikamungngi” adalah, jika timbul satu masalah,
hendaknya kita hadapi bersama, jangan mengumbar
masalah hingga merusak harga diri, mari duduk bersama
mencari solusi.
Secara filosofi kalimat Bisse sara’ nisitimangngi, lanto siri’
nisikamungngi diartikan sebagai cara yang ditempuh dalam
menyelesaikan setiap persoalan di tengah masyarakat
Mamuju, yaitu melalui dialog yang sehat dengan semangat
musyawarah untuk mufakat.
Prinsip Bisse sara’ nisitimangngi, lanto siri’ nisikamungngi
merupakan cara yang dipergunakan oleh Masyarakat
Mamuju dalam menghadapi berbagai persoalan di tengah
masyarakatnya.
- 68 -
Pasal 75
Ayat (5) dan ayat (6)
Yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat
menimbulkan bahaya” antara lain adalah sempadan rel
kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan Sungai
(DDS), daerah rawan bencana dan derah kawasan khusus
seperti kawasan militer.
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1) dan Ayat (2)
persyaratan teknik adalah persyaratan teknik perencanaan
dan perancangan bangunan, perumahan, permukiman dan
fasilitas umum di buat sesuai dengan Standar teknis atau
persyaratan procedure perencanaan dan atau Standar
Nasional yang berlaku untuk perencanaan bangunan,
perumahan, permukiman dan fasilitas umum sebagaimana
dimaksud pada pasal 6 ayat (5) dan pasal 18 ayat (1).
Persyaratan administratif adalah perencanaan bangunan,
perumahan, permukiman dan fasilitas umum yang memiliki
standar perizinan yang berlaku untuk perencanaan
bangunan, perumahan, permukiman dan fasilitas umum
sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1, Pasal 38 ayat
(3).
Persyaratan tataruang adalah kesesuaian antara
perencanaan rumah, perumahan dan permukiman terhadap
fungsi dan peruntukan lahan, ruang dan/atau zona
sebagaimana tertuang di dalam dokumen perencanaan
- 69 -
tataruang wilayah sebagaimana dimaksud pada pasal 38
ayat 2 huruf b dan ayat 4.
Persyaratan ekologis adalah tidak memberi dampak buruk
bagi lingkungan sekitarnya, tidak merusak keseimbangan
dan keserasian baik dengan lingkungan buatan, lingkungan
alam maupun lingkungan social budaya, termasuk nilai nilai
budaya masyarakat yang perlu dilestarikan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “setiap orang yang memiliki
keahlian” adalah setiap orang yang memiliki sertifikat
keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti
kompetensi
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
- 70 -
LAMPIRAN I
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN MAMUJU
NOMOR ..........TAHUN ....
TENTANG
PENCEGAHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN
KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH
A. DATA SURVEYOR
Jabatan : …………………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………………
B. DATA RESPONDEN
Jabatan : …………………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………………
- 71 -
Nama Lokasi : …………………………………………………………………………
Koordinat : …………………………………………………………………………
Demografis:
Administratif:
RW : …………………………………………………………………………
Kelurahan : …………………………………………………………………………
Kecamatan : …………………………………………………………………………
Kabupaten : …………………………………………………………………………
Provinsi : …………………………………………………………………………
Permasalahan : …………………………………………………………………………
Potensi : …………………………………………………………………………
Tipologi : …………………………………………………………………………
Peta Lokasi :
D. KONDISI BANGUNAN
1. Ketidakteraturan Bangunan
- 72 -
tampilan bangunan 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memiliki
dengan arahan RDTR keteraturan
…………………………………………………………………………………………………
Mohon dapat dilampirkan Dokumen RDTR / RTBL yang menjadi rujukan penataan
bangunan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
- 73 -
pembangunan bangunan gedung di atas
dan/atau di bawah tanah, air dan/atau
prasarana/sarana umum
keselamatan bangunan gedung
…………………………………………………………………………………………………
Lingkungan Perumahan dan 76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan
Permukiman yang dilayani jalan lingkungan
oleh Jaringan Jalan
Lingkungan 51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan
jalan lingkungan
- 74 -
permukaan jalan yang buruk
…………………………………………………………………………………………………
Akses aman terhadap air 76% - 100% populasi tidak dapat mengakses
minum (memiliki kualitas air minum yang aman
tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa) 51% - 75% populasi tidak dapat mengakses
air minum yang aman
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kualitas air minum yang dapat
diakses masyarakat.
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
Genangan yang terjadi lebih dari (tinggi 30 cm, selama 2 jam dan
terjadi 2 x setahun)
- 75 -
terjadi 2 x setahun)
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan genangan pada lokasi tersebut
(bila ada).
…………………………………………………………………………………………………
2. Ketidaktersediaan Drainase
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan saluran tersier dan / atau
saluran lokal pada lokasi.
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
- 76 -
4. Ketidakterhubungan dengan Sistem Drainase Perkotaan
Saluran tersier
Saluran Lokal
…………………………………………………………………………………………………
Saluran beton
…………………………………………………………………………………………………
- 77 -
Sistem pengolahan air limbah 76% - 100% area memiliki sistem pengelolaan
tidak memadai (kakus/kloset air limbah yang tidak sesuai standar teknis
yang tidak terhubung dengan
tangki septik / IPAL) 51% - 75% area memiliki sistem pengelolaan
air limbah yang tidak sesuai standar teknis
…………………………………………………………………………………………………
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kondisi prasarana dan sarana
pengolahan air limbah pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratan tenis.
…………………………………………………………………………………………………
- 78 -
dengan Persyaratan Teknis memenuhi persyaratan teknis
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
- 79 -
J. KONDISI PROTEKSI KEBAKARAN
sarana komunikasi
…………………………………………………………………………………………………
mobil tangga
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang sumber pasokan air untuk pemadaman di lokasi.
…………………………………………………………………………………………………
- 80 -
I.2. PROSEDUR PENDATAAN
RW
Pe nje lasan &
Pe nye baran Form Re kapitulasi Tingkat
Isian Masyarakat RW
Masyarakat
Pada Lokasi
BUPATI MAMUJU
tanda tangan
NAMA LENGKAP BUPATI MAMUJU
- 81 -
LAMPIRAN II
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN MAMUJU
NOMOR ..........TAHUN ....
TENTANG
PENCEGAHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN
KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH
- 82 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
KDB melebihi ketentuan 76% - 100% bangunan
RDTR, dan/atau RTBL; memiliki lepadatan 5
KLB melebihi ketentuan tidak sesuai ketentuan
dalam RDTR, dan/atau 51% - 75% bangunan Dokumen
RTBL; dan/atau memiliki lepadatan 3 RDTR &
Kepadatan bangunan yang tidak sesuai ketentuan RTBL,
b. Tingkat
tinggi pada lokasi, yaitu: Dokumen
Kepadatan
o untuk kota IMB,
Bangunan metropolitan dan Format
25% - 50% bangunan
kota besar>250 Isian, Peta
memiliki lepadatan 1
unit/Ha Lokasi
tidak sesuai ketentuan
o untuk kota sedang
dan kota kecil >200
unit/Ha
Kondisi bangunan pada 76% - 100% bangunan
lokasi tidak memenuhi pada lokasi tidak
5
persyaratan: memenuhi persyaratan
pengendalian dampak teknis
lingkungan 51% - 75%
pembangunan bangunan bangunan pada lokasi
3
c. gedung di atas dan/atau tidak memenuhi Wawancara
Ketidaksesuaia di bawah tanah, air persyaratan teknis , Format
dan/atau
n dengan Isian,
prasarana/sarana
Persyaratan Dokumen
umum
Teknis IMB,
keselamatan bangunan
25% - 50% Observasi
Bangunan gedung
kesehatan bangunan bangunan pada lokasi
1
gedung tidak memenuhi
kenyamanan bangunan persyaratan teknis
gedung
kemudahan bangunan
gedung
76% - 100% area tidak
terlayani oleh jaringan 5
Sebagian lokasi perumahan jalan lingkungan Wawancara
a. Cakupan
atau permukiman tidak 51% - 75% area tidak , Format
Pelayanan
terlayani dengan jalan terlayani oleh jaringan 3 Isian, Peta
Jalan lingkungan yang sesuai jalan lingkungan Lokasi,
Lingkungan dengan ketentuan teknis 25% - 50% area tidak Observasi
terlayani oleh jaringan 1
jalan lingkungan
2. 76% - 100% area
KONDISI JALAN memiliki kualitas
5
LINGKUNGAN permukaan jalan yang
buruk
b. Kualitas Sebagian atau seluruh jalan Wawancara
51% - 75% area
lingkungan terjadi kerusakan , Format
Permukaan memiliki kualitas
permukaan jalan pada lokasi 3 Isian, Peta
Jalan permukaan jalan yang
perumahan atau Lokasi,
Lingkungan buruk
permukiman Observasi
25% - 50% area
memiliki kualitas
1
permukaan jalan yang
buruk
Masyarakat pada lokasi 76% - 100% populasi Wawancara
3. a. 5
perumahan dan permukiman tidak dapat mengakses , Format
- 83 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
KONDISI Ketidaktersedia tidak dapat mengakses air air minum yang aman Isian,
PENYEDIAAN an Akses Aman minum yang memiliki Observasi
kualitas tidak berwarna, 51% - 75% populasi
AIR MINUM Air Minum
tidak berbau, dan tidak tidak dapat mengakses 3
berasa air minum yang aman
25% - 50% populasi
tidak dapat mengakses 1
air minum yang aman
76% - 100% populasi
tidak terpenuhi
5
kebutuhan air minum
Kebutuhan air minum minimalnya
b. Tidak masyarakat padalokasi 51% - 75% populasi Wawancara
Terpenuhinya perumahan atau tidak terpenuhi , Format
3
Kebutuhan Air permukiman tidak mencapai kebutuhan air minum Isian,
Minum minimal sebanyak 60 minimalnya Observasi
liter/orang/hari 25% - 50% populasi
tidak terpenuhi
1
kebutuhan air minum
minimalnya
76% - 100% area
Jaringan drainase terjadi
5
lingkungan tidak mampu genangan>30cm, > 2
a. Wawancara
mengalirkan limpasan air jam dan > 2 x setahun
, Format
Ketidakmampu sehingga menimbulkan 51% - 75% area terjadi
Isian, Peta
an Mengalirkan genangan dengan tinggi lebih genangan>30cm, > 2 3
Lokasi,
Limpasan Air dari 30 cm selama lebih dari jam dan > 2 x setahun
Observasi
2 jam dan terjadi lebih dari 2 25% - 50% area terjadi
kali setahun genangan>30cm, > 2 1
jam dan > 2 x setahun
76% - 100% area tidak
tersedia drainase 5
Tidak tersedianya saluran
lingkungan Wawancara
drainase lingkungan pada
b. 51% - 75% area tidak , Format
lingkungan perumahan atau
Ketidaktersedia tersedia drainase 3 Isian, Peta
permukiman, yaitu saluran
an Drainase lingkungan RIS,
4. tersier dan/atau saluran
25% - 50% area tidak Observasi
lokal
KONDISI tersedia drainase 1
DRAINASE lingkungan
LINGKUNGAN 76% - 100% drainase
lingkungan tidak
5
terhubung dengan
c. Saluran drainase lingkungan hirarki di atasnya
Ketidakterhubu tidak terhubung dengan 51% - 75% drainase Wawancara
saluran pada hirarki di lingkungan tidak , Format
ngan dengan 3
atasnya sehingga terhubung dengan Isian, Peta
Sistem menyebabkan air tidak dapat hirarki di atasnya RIS,
Drainase mengalir dan menimbulkan 25% - 50% drainase Observasi
Perkotaan genangan lingkungan tidak
terhubung dengan 1
hirarki di atasnya
- 84 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
perumahan atau 51% - 75% area Observasi
permukiman, baik: memiliki drainase
3
pemeliharaan rutin; lingkungan yang kotor
dan/atau dan berbau
pemeliharaan berkala 25% - 50% area
memiliki drainase
1
lingkungan yang kotor
dan berbau
76% - 100% area
memiliki kualitas
5
kontrsuksi drainase
Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk
Wawancara
buruk, karena berupa galian 51% - 75% area
e. Kualitas , Format
tanah tanpa material pelapis memiliki kualitas
Konstruksi 3 Isian, Peta
atau penutup maupun kontrsuksi drainase
Drainase RIS,
karena telah terjadi lingkungan buruk
Observasi
kerusakan 25% - 50% area
memiliki kualitas
1
kontrsuksi drainase
lingkungan buruk
76% - 100% area
memiliki sistem air
Pengelolaan air limbah pada 5
limbah yang tidak
lokasi perumahan atau
a. Sistem sesuai standar teknis
permukiman tidak memiliki Wawancara
51% - 75% area
Pengelolaan Air sistem yang memadai, , Format
memiliki sistem air
Limbah Tidak yaitukakus/kloset yang 3 Isian, Peta
limbah yang tidak
Sesuai Standar tidak terhubung dengan RIS,
sesuai standar teknis
tangki septik baik secara Observasi
Teknis 25% - 50% area
individual/domestik,
memiliki sistem air
komunal maupun terpusat. 1
5. limbah yang tidak
KONDISI sesuai standar teknis
PENGELOLAAN Kondisi prasarana dan 76% - 100% area
AIR LIMBAH sarana pengelolaan air memiliki sarpras air
5
b. Prasarana limbah pada lokasi limbah tidak sesuai
dan Sarana perumahan atau persyaratan teknis
Wawancara
Pengelolaan Air permukiman dimana: 51% - 75% area
, Format
kloset leher angsa memiliki sarpras air
Limbah Tidak 3 Isian, Peta
tidak terhubung limbah tidak sesuai
Sesuai dengan RIS,
dengan tangki septik; persyaratan teknis
Observasi
Persyaratan tidak tersedianya 25% - 50% area
Teknis sistem pengolahan memiliki sarpras air
1
limbah setempat atau limbah tidak sesuai
terpusat persyaratan teknis
Prasarana dan sarana 76% - 100% area
persampahan pada lokasi memiliki sarpras
a. Prasarana perumahan atau pengelolaan
5
dan Sarana permukiman tidak sesuai persampahan yang
6. Wawancara
dengan persyaratan teknis, tidak memenuhi
Persampahan , Format
KONDISI yaitu: persyaratan teknis
Tidak Sesuai Isian, Peta
PENGELOLAAN tempat sampah 51% - 75% area
dengan RIS,
PERSAMPAHAN dengan pemilahan memiliki sarpras
Observasi
Persyaratan sampah pada skala pengelolaan
3
Teknis domestik atau rumah persampahan yang
tangga; tidak memenuhi
tempat pengumpulan persyaratan teknis
- 85 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
sampah (TPS) atau
TPS 3R (reduce, reuse,
recycle) pada skala
lingkungan; 25% - 50% area
gerobak sampah memiliki sarpras
dan/atau truk pengelolaan
1
sampah pada skala persampahan yang
lingkungan; dan tidak memenuhi
tempat pengolahan persyaratan teknis
sampah terpadu
(TPST) pada skala
lingkungan.
Pengelolaan persampahan 76% - 100% area
pada lingkungan perumahan memiliki sistem
5
atau permukiman tidak persampahan tidak
b. Sistem memenuhi persyaratan sesuai standar
sebagai berikut: 51% - 75% area Wawancara
Pengelolaan
pewadahan dan memiliki sistem , Format
Persampahan 3
pemilahan domestik; persampahan tidak Isian, Peta
yang Tidak pengumpulan RIS,
sesuai standar
Sesuai Standar lingkungan; Observasi
Teknis 25% - 50% area
pengangkutan
memiliki sistem
lingkungan; 1
persampahan tidak
pengolahan
sesuai standar
lingkungan
76% - 100% area
memiliki sarpras
Tidak dilakukannya 5
persampahan yang
c. pemeliharaan sarana dan
tidak terpelihara
Tidakterpelihar prasarana pengelolaan Wawancara
51% - 75% area
persampahan pada lokasi , Format
anya Sarana memiliki sarpras
perumahan atau 3 Isian, Peta
dan Prasarana permukiman, baik:
persampahan yang
RIS,
Pengelolaan tidak terpelihara
pemeliharaan rutin; Observasi
Persampahan 25% - 50% area
dan/atau
memiliki sarpras
pemeliharaan berkala 1
persampahan yang
tidak terpelihara
Tidak tersedianya prasarana 76% - 100% area tidak
proteksi kebakaran pada memiliki prasarana 5
lokasi, yaitu: proteksi kebakaran
a. pasokan air; 51% - 75% area tidak Wawancara
Ketidaktersedia jalan lingkungan; memiliki prasarana 3 , Format
an Prasarana sarana komunikasi; proteksi kebakaran Isian, Peta
Proteksi data sistem proteksi RIS,
kebakaran 25% - 50% area tidak Observasi
7. Kebakaran
lingkungan; dan memiliki prasarana 1
KONDISI
bangunan pos proteksi kebakaran
PROTEKSI kebakaran
KEBAKARAN Tidak tersedianya sarana 76% - 100% area tidak
b. proteksi kebakaran pada memiliki sarana 5
Wawancara
lokasi, yaitu: proteksi kebakaran
Ketidaktersedia , Format
Alat Pemadam Api 51% - 75% area tidak
an Sarana Isian, Peta
Ringan (APAR); memiliki sarana 3
Proteksi RIS,
mobil pompa; proteksi kebakaran
Observasi
Kebakaran mobil tangga sesuai 25% - 50% area tidak
1
kebutuhan; dan memiliki sarana
- 86 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
peralatan pendukung proteksi kebakaran
lainnya
B. IDENTIFIKASI PERTIMBANGAN LAIN
Pertimbangan letak lokasi Lokasi terletak pada
Wawancara
perumahan atau fungsi strategis 5
, Format
permukiman pada: kabupaten
a. Nilai Isian,
fungsi strategis Lokasi tidak terletak
Strategis Lokasi RTRW,
kabupaten; atau pada fungsi strategis
1 RDTR,
bukan fungsi strategis kabupaten
Observasi
kabupaten
Pertimbangan kepadatan Untuk Metropolitan&
penduduk pada lokasi Kota Besar
perumahan atau Kepadatan Penduduk
permukiman dengan pada Lokasi sebesar
klasifikasi: >400 Jiwa/Ha
5
rendah yaitu Untuk Kota Sedang &
kepadatan penduduk Kota Kecil
Wawancara
di bawah 150 jiwa/ha; Kepadatan Penduduk
b. , Format
sedang yaitu pada Lokasi sebesar
Kependudukan Isian,
kepadatan penduduk >200 Jiwa/Ha
. Statistik,
antara 151 – 200 Kepadatan Penduduk
Observasi
jiwa/ha; pada Lokasi sebesar 3
tinggi yaitu kepadatan 151 - 200 Jiwa/Ha
7. penduduk antara 201 Kepadatan Penduduk
PERTIMBANGA – 400 jiwa/ha; pada Lokasi sebesar
N LAIN sangat padat yaitu <150 Jiwa/Ha 1
kepadatan penduduk
di atas 400 jiwa/ha;
Pertimbangan potensi yang Lokasi memiliki
dimiliki lokasi perumahan potensi sosial,
atau permukiman berupa: ekonomi dan budaya 5
potensi sosial yaitu untuk dikembangkan
tingkat partisipasi atau dipelihara
masyarakat dalam
mendukung
c. Kondisi pembangunan; Wawancara
Sosial, potensi ekonomi yaitu , Format
Lokasi tidak memiliki
Ekonomi, dan adanya kegiatan Isian,
potensi sosial,
Budaya ekonomi tertentu yang Observasi
ekonomi dan budaya
bersifat strategis bagi 1
tinggi untuk
masyarakat setempat;
dikembangkan atau
potensi budaya yaitu
dipelihara
adanya kegiatan atau
warisan budaya
tertentu yang dimiliki
masyarakat setempat
- 87 -
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILA SUMBER
I DATA
tanah lainnya yang tidak memiliki
sah; atau kejelasan status
kepemilikan pihak penguasaan lahan,
lain (termasuk milik baik milik sendiri atau
adat/ulayat), dengan milik pihak lain
bukti izin
pemanfaatan tanah
dari pemegang hak
atas tanah atau
pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian
tertulis antara
pemegang hak atas
tanah atau pemilik
tanah dengan
Keseluruhan lokasi
berada pada zona
Kesesuaian terhadap peruntukan (+)
Wawancara
peruntukan lahan dalam perumahan/permukim
, Format
rencana tata ruang (RTR), an sesuai RTR
2. Kesesuaian Isian,
dengan bukti Izin Sebagian atau
RTR RTRW,
Mendirikan Bangunan atau keseluruhan lokasi
RDTR,
Surat Keterangan Rencana berada bukan pada
(-) Observasi
Kabupaten (SKRK). zona peruntukan
perumahan/permukim
an sesuai RTR
Sumber: Tim Penyusun, 2015
- 88 -
NILAI KETERANGAN BERBAGAI KEMUNGKINAN KLASIFIKASI
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Sedang
1 – 3 Pertimbangan Lain X X X X X X
Rendah
Legalitas Lahan
(+) Status Lahan Legal X X X X X X X X X
(-) Status Lahan Tidak X X X X X X X X X
Legal
SKALA PRIORITAS 1 1 4 4 7 7 2 2 5 5 8 8 3 3 6 6 9 9
PENANGANAN =
BUPATI MAMUJU
tanda tangan
NAMA LENGKAP BUPATI MAMUJU
- 89 -
LAMPIRAN III
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN MAMUJU
NOMOR ..........TAHUN ....
TENTANG
PENCEGAHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN
KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH
BUPATI MAMUJU
PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI MAMUJU
- 90 -
c. bahwa berdasarkan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, penetapan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh wajib dilakukan pemerintah
daerah dengan melibatkan peran masyarakat;
MEMUTUSKAN:
- 91 -
Target Nasional Permukiman Tanpa Kumuh;
Ditetapkan di : .....................................
Pada tanggal : .... ..................... ..........
BUPATI MAMUJU
t.t.d.
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN BUPATI MAMUJU
NOMOR ...........................
TENTANG
PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI
KABUPATEN ........................
NO NAMA LOKASI LUAS LINGKUP ADMINISTRATIF KEPENDUDUKAN KOORDINAT KEKUMUHAN PERT. LAIN LEGAL- PRIORI-
RT/RW KELURAHAN/ KECAMATAN/ JUMLAH KEPA- LINTANG BUJUR NILAI TINGK. NILAI TINGK. ITAS TAS
DESA DISTRIK DATAN LAHAN
- 92 -
III.3. FORMAT PETA SEBARAN LOKASI LOKASI
Keterangan
Koordinat
(Lintang & Bujur)
Garis Koordinat
(Lintang & Bujur)
Keterangan Lampiran SK
Kepala Daerah
Judul Peta
Skala, Orientasi,
Proyeksi, Sistem Grid,
Datum
Keterangan Sumber Peta
Keterangan Legenda
Peta Inset
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN BUPATI MAMUJUNOMOR .... LEGENDA: PETA INSET:
TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH
DAN PERMUKIMAN KUMUH
PETA SEBARAN
LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH DI KABUPATEN MAMUJU BUPATI MAMUJU.
(Tanda Tangan)
- 93 -
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN BUPATI MAMUJUNOMOR ....
TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN
Keterangan KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
PETA SEBARAN
Lampiran SK Kepala LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN ....
Daerah
Keterangan Judul Peta
Koordinat
(Lintang & Bujur) Skala, Orientasi,
PETA INSET
Proyeksi, Sistem
Grid, Datum
Peta Inset
LEGENDA:
Keterangan Legenda
Garis
Koordinat
(Lintang & SUMBER PETA:
Bujur)
Keterangan Sumber
Peta BUPATI MAMUJU
Kepala Daerah
Nama Lengkap (Tanpa gelar)
BUPATI MAMUJU
tanda tangan
NAMA LENGKAP BUPATI MAMUJU
- 94 -