Hadits Dho'If (Terputusnya Sanad)
Hadits Dho'If (Terputusnya Sanad)
HADITS DHO'IF
(TERPUTUSNYA SANAD)
Disusun oleh
Daftar Isi
Kata
Pengantar……………………………………………………………………..............................
.......1
Daftar
Isi…………………………………………………………………………..................................
.........2
BAB
1……………………………………………………………………………................................
..............3
PENDAHULUAN……………………………………………………………..........................
…................3
Latar Belakang...……...
……………………………………………………….......................................3
Rumusan Masalah…......
…………………………………………….............................................3
Tujuan Masalah.......................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1hadits dhoif.........................................................................................................4
2.2 Pandangan ulama..............................................................................................4
2.3 Terputusnya Sanad............................................................................................5
PENUTUP...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11
BAB 1
PENDAHULUAN
Hadits dhoif adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hasan.
Hadits dhaif tidak sama dengan hadits maudhu’, atau palsu. Hadits dhaif memang
dinisbahkan kepada Rasulullah, tetapi perawi haditsnya tidak kuat hafalan ataupun
kredibilitasnya, atau ada silsilah sanad yang terputus. Sementara hadits maudhu’ ialah
informasi yang mengatas namakan Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya bukan perkataan
Rasulullah SAW.
Muhadditsin membagi hadits ke dalam tiga kategori yaitu: shahih, hasan, dan dhaif.
Kategori ini dibagi berdasarkan kualitas hadits dengan ukuran kualitas perawi dan
ketersambungan sanadnya. Kualitas hadits yang paling tinggi adalah shahih, kemudian
hasan, dan terakhir dhaif.
Sangat penting bagi setiap orang untuk membedakan narasi otentik dari yang tidak autentik, dan
perawi yang dapat dipercaya dari mereka yang meragukan. Ini untuk menghindari menarasikan apa
pun selain apa yang secara otentik ditetapkan dari sumbernya. ini dikaitkan dengan Imam Ahmad
bahwa dia tidak akan pernah menggunakan hadits yang lemah untuk membangun kebajikan amal atau
perbuatan baik.
2.3. Hadits Dhaif Berdasarkan Terputusnya Sanad
Maksud dari sanad terputus adalah apabila dalam periwayatan terdapat perawi yang gugur
dari rentetan sanad. Gugurnya perawi dalam sanad dapat berbeda-beda tempatnya. Ada yang
gugur dari awal, di tengah dan di akhir. Bisa juga gugurnya dibeberapa tempat secara
berurutan atau tidak berurutan.
Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu:
a) Hadits Mauquf
Hadis mauquf adalah adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan, atau taqrir.
Contoh hadits mauquf :
ُ اَل اِ ْي َمانَ لِ َمنْ اَل َحيَا َء لَه: َقَا َل يَ ِز ْي ُد بْنُ َحا ِرثَة
“Yazid bin Haris berkata: Tidaklah beriman seseorang yang tidak mempunyai malu”
Disamping itu, sahabat yang menafsirkan sabda Nabi atau firman Allah, termasuklah
kepada mauquf.
b) Hadits Maqthu’
Hadis maqthu’ adalah hadis yang disandarkan kepada tabiin atau orang yang sebawahnya,
baik perkataan atau perbuatan.
Contoh hadits Maqtu’ :
ِ ب ْا
لج َما ِل َ ِمنْ تَ َم ِام ا ْل َح ِّج
ُ ض ْر
قاله االعمش
“Haji yang sempurna ialah dengan mengendarai unta.” Ini adalah perkataan dari salah
seorang tabi’in bernama A’masy.
c) Hadits Muallaq
Mu’allaq menurut bahasa adalah terikat atau tergantung. Sedangkan menurut istilah, hadis
mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara
berurutan.
Contoh hadits muallaq :
َكانَ النَّبِ ُّى يَ ْذ ُك ُر هللاَ على ُك ِّل اَ ْحوالِ ِه: قالَتْ عَائشة رضي هللا َع ْن َها: قَا َل ا ْلبُ َخارى
“Bukhari berkata : Aisyah telah berkata : adalah Nabi selalu mengingat Allah pada segala
keadaanya”. (Riwayat Bukhari)
Disini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah. Antara Buchari dengan Aisyah ada
beberapa orang yang tidak disebutkan namanya, sebab itu hadits tersebut dinamakan Hadits
Mu’allaq.
d) Hadits Mu’dhal
Adapun menurut istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua
orang atau lebih secara berurutan.
Contoh dari hadits Mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab
“Ma’rifat Ulumil Hadits” dengan sanadnya yang terhubung kepada al-Qo’nabi dari Malik
bahwa telah sampai kepadanya bahwa Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah
Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
ق ْ وك طَ َعا ُمهُ َو ِك
ُ س َوتُهُ بالمعروف َوال يُ َكلَّفُ ِمنَ ا ْل َع َم ِل ِإال َما يُ ِطي ِ ُلِ ْل َم ْمل
“Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara ma’ruf (yang sesuai)
dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang disanggupinya saja”
Al-Hakim berkata, “Hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab Al-Muwatha.”
Hadis ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha’,
diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu
Hurairah. Letak ke-mu’dhalan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu
Muhammad bin ‘Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi tersebut gugur secara berurutan.
e) Hadits Mursal
Secara etimologi mursal berarti ‘yang dilepaskan’. Menurut istilah, hadis mursal adalah hadits
yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda,
perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil ataupun besar.
Hadits Mursal adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i.
Maksud dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa seorang tabi’i mengatakan Rasulullah saw
berkata demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan
Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersebut menghilangkan sahabat sebagai generasi
perantara antara Rasulullah SAW dengan tabi’i.
Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran
hadis, hadis ini terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan mursal khafi.
1. Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) sangat jelas
untuk diketahui, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman/semasa dengan
orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2. Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada
saat itu sahabat tersebut masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam.
3. Mursal Khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tabiin yang hidup sezaman dengan
shahabi tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadispun darinya.
Contoh hadits mursal :
ُست َِط ْي ُعونه
ْ َح ال ي ُّ ش ُهود ا ْل ِعشَا ِء و
ِ الص ْب ُ َ بَ ْينَنا َو بَيْنَ ا ْل ُمنَافِقِيْن: قال رسول هللا: َب و هو ِمن التّابعين َ س ِعي ٌد بْنُ ا ْل ُم
ِ ّ سي َ قال
Sa’id bin Musayyab berkata... : “Perbedaan antara kita dengan orang-orang munafik ialah
bahwa orang-orang munafik itu tidak suka (malas) mengerjakan sembahyang ‘Isya dan
Subuh”.
f) Hadits Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis
tersebut tidak bernoda. Dengan kata lain bahwa hadits mudallas adalah hadis yang
diriwayatkan dengan tidak menyebutkan nama orang yang meriwayatkannya dan menukar
namanya dengan orang lain. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang
diriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.
Macam-macam tadlis sebagai berikut :
1. Tadlis Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis dari orang yang
pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadis darinya. Agar
dianggap rawi tersebut pernah mendengarnya maka ia menggunakan lafadz ‘an fulanin atau
anna fulanan yaqulu.
Contoh hadits mudallas Isnad :
روى النعمان بن راشد عن الزهزي عن عروة عن عائشة ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
لم يضرب امرأة قط وال خادما اال يجاهد فى سبيل هللا
“Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari zuhri dari urwah dari aisyah, bahwasannya
rasulullah SAW bersabda tidak pernah sekalikali memukul seorang perempuan dan juga tidak
seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad dijalan Allah”
Keterangan
Kalau diuraikan secara seder hana, maka sanadnya adalah: a. Al-Nu’man, b. al-Zuhri, c.
Urwah, d. Aisyah
Dengan kajian sederhana dari susunan sanad tersebut, maka dapat disimpulakan bahwa zuhri
mendengar riwayat diatas dari urwah, karena memang biasa zuhri meriwayatkan darinya.
Padahal anggapan itu salah, sebab imam hatim berkata, “zuhri tidak pernah mendengar hadits
diatas dari urwah….” hal ini dapat disimpulkan bahwa antara zuhri dan urwah ada seorang
yang tidak disebutkan oleh zuhri. Oleh karena itu hadits diatas disebut mudallas, tetapi karena
samarnya terjadi pada sandaran sanad hadits maka disebut mudallas isnad.
2. Tadlis Syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadis yang didengarkan dari sang
guru dengan menyebutkan nama kauniyah-nya, nama keturunannya, atau dengan menyifati
guru tersebut dengan sifat-sifat yang tidak/belum dikenal banyak orang.
Contoh Hadits mudallas syuyukh
ام ركانة- ابو ركانة واخواته-روا ابو داود عن ابن جريج اخبرني بعض بنى ابو رافعي عن اكرمة عن ابن عباس قال طلق ابو يزيد
ونكح امرأة من مزينة
Diriwayatkan oleh abu daud dari ibn juraij memberitakan kepadaku sebagian bani abu rafi’
dari ikrimah dari ibnu abbas berkata: abu yazid mentalak ( abu rukanah dan saudar-
saudaranya) atau rukanah dan menikahi seorang wanita dari kabilah muzinah.
Ibnu juraij nama aslinya adalah abdul malik bin abdul aziz bin juraij, ia tsiqoh tapi disifati
tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadits ini dengan ungkapan tegas tetapi ia menyembunyikan
nama syaikhnya yaitu bani abu rafi’. Para ulama’ berbeda pendapat tentang syaikhnya ini,
pendapat yang shahih adalah Muhammad ibn ubaidillah bin abu rafi’. Gelar tarjih-nya adalah
matruk (dusta).
3. Tadlis Taswiyah (tajwid), yaitu seorang rawi meriwayatkan hadis dari gurunya yang
tsiqah (dipercaya), yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang lemah, dan guru yang
lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah pula, tetapi si mudallis tersebut dalam
meriwayatkannya tanpa menyabutkan rawa-rawi yang lemah.
Contoh hadits mudallas taswiyah :
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-‘Ilal, dia berkata,”Aku mendengar bapakku –
lalu ia menyebutkan hadits yang diriwayatkan Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah [Baqiyyah
bin Al-Walid dikenal sebagai salah seorang perawi yang banyak melakukan tadlis], (ia
mengatakan) telah menceritakan kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar
sebuah hadits : “Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau mengetahui
simpul pendapatnya”.
Bapakku berkata : “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang orang memahaminya. Hadits
ini diriwayatkan oleh ‘Ubaidillah bin ‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Ibnu ‘Umar dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dan ‘Ubaidillah bin ‘Amru ini gelarnya adalah Abu Wahb
dan dia seorang asady (dari Kabilah Asad). Maka Baqiyyah sengaja menyebutkan namanya
hanya dengan gelar dan penisbatannya kepada Bani Asad agar orang-orang tidak
mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin Abi Farwah, ia tidak dapat
dilacak.”
g) Hadits Munqathi’
Hadis munqathi’, yaitu hadis yang tidak disebutkan seorang rawinya sebelum sahabat.
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’)
1. Perawi yang meriwayatkan Hadits jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya dengan
guru yang memberikan Hadits padanya.
2. Dengan samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja.
Diketahui dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam Hadits
riwayat orang lain.
Contoh hadits munqathi’ :
ُ ِب ا ْل ِع ْل ِم و طال
ب ال ّد ْنيا ُ ِشبَعا ِن طال ْ َم ْن
ْ َهوما ِن ال ي
رواه البيهقى و قال انه منقطع
"Dua macam manusia yang tidak akan kenyang (puas) selama-lamanya, ialah penuntut ilmu
dan penuntut dunia”. (Riwayat Baihaqi, katanya Hadits Munqathi’). Kalau sekiranya dalam
sanad hadits itu tidak disebutkan seorang rawinya sebelum sahabat. Maka hadits itu dinamai
hadits munqathi’.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil ialah
sebagai berikut :
· Hadits dhaif ialah hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul
(yang dapat diterima).
· Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1. Hadits Mauquf
2. Hadits Maqthu’
3. Hadits Mu’allaq
4. Hadits Mu’dhal
5. Hadits Mursal
6. Hadits Mudallas
7. Hadits Munqathi’
· Karena sebab-sebab kedhaifan hadis itu berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya, maka
tingkatan hadis dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar kelemahannya kecil
sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadis hasan dan ada yang terlalu dhaif.
3.2. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, pemakalah menyadari dalam penulisan
makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif
demi kesempurnaan makalah ini sangat pemakalah harapkan. Berikutnya besar harapan
pemakalah semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan
pemakalah pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
AZIZ MAHMUD DAN MAHMUD JUNUS. ILMU MUSTHALAH HADIST. JAKARTA: P.T DJADJAMURNI. 1958.