Anda di halaman 1dari 5

Bab I

Pendahuluan

Peran perempuan dalam perubahan sosial , pembangunan, organisasi sosial


dan bahkan pada bidang lainnya misalnya dalam bidang politik sangatlah besar
walaupun pada umumnya hanya berada dibalik layar “keberhasilan”. Hal ini dapat
menjadi evaluasi dalam pembangunan dan pemberdaya perempuan di seluruh
dunia.

Peran pemimpin perempuan dalam organisasi sosial sering mendapatkan


popularitas yang besar ditengah masyarakarat walaupun demikian, popularitas
kepemimpinan tersebut dalam beberapa hal cenderung dianggap sebagai buah
daari kiprah politik dan sosial keluarganya atau pasangannya bagi yang
berpasangan. Bagi wanita yang berprinsip hidup selibat (single) popularitas
kepemimpinannya cenderung dianggap buah dari tempaan dan pengaruh sosial
budaya misalnya, popularitas mendiang lady diana dalam organisasi sosial yang
dianggap” mendompleng” popularitas keluarga Kerajaan Inggris Raya; atau suster
theresea yang dianggap kiprah terhadap masyarakat marijal di Kalkuta, India hanya
merupakan penunaian tanggung jawab sosial organisasinya.

Selain itu kiprah perempuan dalam mencetus ide-ide dan strategi pencapaian
justru cenderung banyak mempengaruhi kebijakan organisasi. Oleh sebab itu
kepemimpinan perempuan cenderung banyak di belakang layar, tetapi jarang ada
pengakuan eksplisit untuk hal tersebut. Perhatikan sumbangan pemikiran ibu Tien
Soeharto (almarhumah) dalam pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
ide Ibu Tien Soeharto tentang pembentukkan PKK sampai rukun tetangga sebagai
upaya pemberdaya perempuan jaman orde baru.

Bagi kaum perempuan Indonesia yang berkecimpung dilingkungan organisasi


sosial seperti PKK Kelurahan, organisasi istri karyawan suatu departemen
organisasi dan lainnya tentu mengetahui bahwa sebenarnya mereka dalam suatu
tatanan kepemimpinan organisasi perempuan juga puncak pimpinan organisasi
tersebut adalah kaum perempuan yang umumnya adalah istri pejabat utama dari
organisasi-organisasi tersebut.

Mengapa di Indonesia kepemimpinan organisasi sosial dalam lingkungan


pekerjaan public cenderung diberikan kepada kaum perempuan sebagai
pemimpinnya? hal ini jika kita cermati ternyata bertitik tolak pada latar belakang
budaya steorotip tentang perempuan di masyarakat umum.
Bab II

Kajian Pustaka

Gambaran kepemimpinan perempuan dalam organisasi sosial merupakan salah


satu gambaran nyata, tetapi masih ada hambatan bagi kepemimpinan perempuan
misalnya masih adanya steorotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan. Jika
ditelusuri lebih lanjut, adanya steorotipe negative tentang kepemimpinan perempuan
disebabkan oleh:

1. faktor latar belakang sosial budaya termasuk pandangan dalam keyakinan


dan kepercayaan masyarakat secara individual maupun kolektif;
2. beragamnya pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender yang
terkait dengan dunia kerja;
3. tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah. Semakin maju suatu
negara maka ada kecenderungan semakin besar peluang tercapainya
maksimalisasi Pendidikan masyarakat dan meniadakan diskriminasii jenis
kelamin. Semakin terbelakang pembangunan suatu negara maka ada
kecenderungan semakin besar terjadinya diskriminasi jenis kelamin dalam
pemberian kesempatan pendidikkan.

Banyaknya steorotipe yang tidak menguntungkan bagi pemimpin perempuan


menurut hasil penelitian Bass, Krusell, dan Alexander dalam Bass (1990:711)
dikelompokkan menjadi empat garis besar steorotip umum yang negative tentang
posisi kepemimpinanmanajerial perempuan, antara lain;

1. perempuan kurang orientasi kerjanya;


2. perempuan kurang potensi kepemimpinannya;
3. perempuan kurang mandiri;
4. perempuan lebih emosional.

Persepsi bahwa perempuan kurang orientasi kariernya dikaitka dengan adanya


steorotip bahwa perempuan kurang memperhatiakan pekerjaannya. Steorotipe -
steorotipe lainnya merupakan campuran antara khayalan dan kenyataan sehingga
tidak relevan dan valid sebagai temuan penelitian. Bass (1990;711) menyatakan
bahwa dari hasil penelitian Heller tahun 1982 ditemukan bahwa ada steorotipe
negative pemimpin perempuan yaituperempuan dianggap terlalu emosional dalam
nenimoin daripada sebagi pemimpin yang efektif, pekerja keras yang sangat agresif
mendominasi, dan memanipulasi. Stereotipe-stereotipe tersebut menjadi halangan
bagi para perempuan untuk memasuki posisi pemimpin manajerial.

Akan tetapi , ada beberapa temuan penelitian yang menyimpulkan bahwa ada
Stereotipe-stereotipe yang menguntungkan bagi pemimpin permpuan antara lain
seperti yang dikemukakan Kanter, Alban, dan Seashore yang dikutip oleh Bass
(1990:713) bahwa perempuan lebih efektif dalam melakukan urusan kegiatan atau
negosiasi bisnis. Selain itu temuan Larwood dan Wood tahun 1977 menyatakan
bahwa pemimpin efektif dapat menggabungkan kopetensi kepemimpinan yang
tegas, seperti halnya tuntutan sifat pemimpin yang maskulin, orientasi tugas, inisiatif
dan sigfat yang lebih feminism dalam memperhatikan orang-orang, perasaan-
perasaan dan hubungan-hubungan. Hasil penelitian Pearson dan Serafin tahun
1984 menyatakan bahwa perempuan lebih toleren daripada laki-laki tentunya hal
tersebut merupakan kelebihan dari karakter pemimpin perempuan yang dapat
mengabungkan dua kemampuan secara efektif.

Dalam gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki dalam beberapa


penelitian tidak ada perbedaan. Hal ini ditegaskan dalam penelitian Butterfield dan
Powell tahun 1981, Thomas Tahun 1982, Michener dan schwertfeger tahun 1972
dan lainnya yaitu

1. tidak ada perbedaan penggunaan kekuasaan (coercive power, ppersuasive


power dan sebagainya);
2. tidak ada perbedaan cara perempuan dengan laki-laki dalam memberi
penghargaan prestasi kerja kepada bawahannya;
3. tidak ada perbedaan tingkat gaya kepemimpinan perempuan dan laki-laki;
4. perempuan dan laki-laki sama-sama mengunakan gaya komunikasi yang
maskulin dalam memimpin bawahannya.

Bab III

Pembahasan

Organisasi publik dan private merupakan wadah yang sangat kompetitif bagi
perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan yang strategis. Dengan
karakteristiknya organisasi masing-masing, baik organisasi public maupun
organisasi privat perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan top
management perlu beradaptasi dengan lingkungan secara cepat, akibat adanya
stereotipe dan persepsi sosial budaya masing-masing wilayah terhadap
keeberadaan perempuan sebagai pemimpin.

Selain itu pada perkembangan terbaru sekitar tahun 1980-an saampai


sekarang, peran perempuan dalam posisi manajerial bukan menjadi kendala bagi
organisasi. Hal ini diperkuat oleh temuan praktik manajerial perusahaan Exxon
Amerika Serikat tumbuh dari 25,3% menjadi 25,9% Karyawan perempuan
menduduki 10 % pos manajerial dibandingkan dengan 8,9% tahun lalu, sementara
peran perempuan dalam posisi professional naik dari 18,9% menjadi 19,5% focus
recruitment perempuan berkembang mmelalui kesempatann kerja musim panas
dan beasiswa.

Menurut Bass (1990:728) antara perempuan dan laki-laki ternyatatidak ada


perbedaan dalam efektivitas kepemimpinannya. hal ini diperkuat oleh temuan
penelitian Barton tahun 1978, Larwood, Wood dan Inderlied tahun 1978 serta B.A,.
Hall tahun 1975. Karakteristik kepemimpinan perempuan dengan karakteristik
kepemimpinan pria merupakan suatu potensi yang dapat disinergikan maksimal
seperti halnya “bauut dan sekrup” dalam hubungan mutualisme manajemen yang
memperkaya satu sama lain sebagai satu kesatuan karakteristik kepemimpinan
manajerial.

Berdasarkan hasil temuan penelitian kepemimpinan perempuan dalam jajaran


manajemen suatu organisasi baik organisasi public maupun organisasi privat dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan perempuan sama dengan kepemimpinan laki-laki
walaupun kepemimpinan perempuan memiliki keunikan dan caranya sendiri untuk
mencapai keefektifan kepemimpinan. Selain itu dengan adanya Gerakan kebebasan
atau pemberdayaan perempuan dan usaha untuk meningkatkan ketegasan dalam
memimpin telah semakin maju maka segala perbedaan kepemimpinan perempuan
dan laki-laki semakin tidak terlihat signifikannya lagi.

Globalisasi telah memporakporandakan tatanan konservatife yang usang


dalam segala aspek kehidupan dunia. Tatanan konservatif yang usang tersebut
antara lain tatanan pemilihan pemimpin manajerial dan organisasi yang
mengutamakan maskulinitas. Selama ini dalam persepsi umum terlihat bahwa tata
pemilihan pemimpin manajerial dan organisasi dipengaruhi mitos kepemimpinan
yang menyatakan bahwa hanya laki-laki yang mempunyai kemampuan
kepemimpinan efektif. mitos tersebut berubah menjadi prinsip tatanan yang
berdasarkan core competency (keahlian utama).

Siasat unggulan sangat diperlukan bagi perempuan untuk menduduki posisi


sebagai pemimpin di pasar global. hal ini disebabkan oleh beberapa situasi dan
kondisi budaya, sosial, politik yang menghambat kesempatan dan perkembangan
karier bagi kepemimpinan perempuan. Siasat unggulan bagi wanita untuk
menduduki posisi sebagai pemimpin tersebut meliputi berikut ini:

1. belajar berkawan dengan pihak manapun secara ikhlas.


2. memberikan dan menerima bantuan dari kaum pria tanpa membiarkan hal
tersebut mengarah pada Tindakan asusila.
3. mengkombinasikan gaya kooperatif dan bersahabata bdengan keahlian
pemimpin yang berorientasi pada tujuan (hal ini sangat dihargai oleh para
atasan)
4. harus memiliki kontak jaringan yang tepat serta sesuai dengan profesinya
bisnisnya dan kepentingannya.
5. sering kontak bisnis yang prakmatis (sesuai dengan kegunaannya)
dengan pemimpin perempuan lainnya dari pada pertemuan sosial biasa.

Bab IV

Kesimpulan

Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika


kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung
diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial, namun dengan adanya
globalisasi telah membuat paradigma kepemimpinan kearah pertimbangan core
competence yang dapat berdaya saing di pasar global.
hambatan bagi pemimpin perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe
negative tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang
bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul akibat dari pemikiran individu
dan kolektif yang berasal dari latar belakng sosial budaya dan karakteristik
pemahaman mmasyarakat terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu
negara atau wilayah.

Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya
keppemimpinan perempuan dan laki-llaki wallaupun ada sedikit potensi
kepemimpinan perempuan dan laki-laki dimana keunggulan dan kelemahan potensi
kepemimpinan peremmpuan dan laki-laki nerupakan hal yang mengisi. begitu juga
dengan karakteristik kepemimpinan perempuan dan laki-laki dapat disinergikan
menjadi kekuatan yang harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.

Daftar Pustaka

Enceng,dkk.(2022). Kepemimpinan; Tanggerang Selatan : Penerbit Universitas


Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai