Anda di halaman 1dari 12

Hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital

TUTOR :

Jefri Setyawan, S.Psi., M.A

OLEH

NAMA : SHOFIA LORENTA SEMBIRING


NIM : 042347054

MATA KULIAH KEPEMIMPINAN

(ADPU4334)

UNIVERSITAS TERBUKA

2023
Kata Pengantar

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hambatan dan tantangan kepemimpinan
perempuan di era digital”.makalah ini merupakan salah satu tugas dari Tutor matakuliah
Kepemimpinan.

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
saya yang tercinta yang telah memberikan dukungan berupa doa, nasihat, maupun materi dalam
proses perkuliahan dan juga penulisan makalah ini. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa
masih banyak memiliki kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Kepemimpinan, atas bantuan motivasi, bimbingan, didikan, nasihat dan serta saran yang
diberikan kepada penulis selama ini. Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian makalah
ini penyusun buat semoga bermanfaat.

Batam, 30 Mei 2023

Penulis,

Shofia Lorenta Sembiring

042347054
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan berkembangnya pendidikan dan kematangan karier, banyak wanita mulai
terjun dalam dunia bisnis.Namun, perjalanan menjadi pemimpin tersebut tidak selamanya
mulus.Masih banyak tantangan yang harus dihadapi bagi wanita.

Ditambah, wanita dianggap memiliki tanggung jawab ganda dan harus berjuang melawan
stereotip bahwa hakikat perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga.Hal-hal seperti
inilah yang sering menjadi hambatan seorang wanita dalam memimpin sebuah
perusahaan.

Data menunjukkan, perempuan yang bekerja di harus menjadi pemimpin yang ideal di
kantor dan di rumah, sembari melawan stigma-stigma di sekitar yang siap menyerang.

Ini merupakan temuan riset Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) di


tahun 2021 dalam melihat perjalanan naik-turunnya kepemimpinan perempuan.PPMN
dalam risetnya mengenai kepemimpinan perempuan di Media di Indonesia, memotret
bagaimana selama ini pemimpin perempuan tak hanya harus berhadapan dengan
kompetensi, tapi juga dari stigma yang mungkin saja bisa menghantuinya.

Perempuan selalu dinilai sebagai bukan orang yang capable karena dinilai lebih banyak
memiliki sisi emotional, tak rasional, dan mudah menggerutu. Stigma tidak kompeten,
sensitif, emosional, dan mudah frustasi yang selama ini menempel pada pimpinan
perempuan tidaklah benar.Meski beragam tantangan menghadang, namun wanita terus
melangkah menghadapi berbagai hambatan untuk menggapai mimpi dan memaksimalkan
potensi terbaik dalam dirinya.Namun hingga kini fakta menunjukkan peran
kepemimpinan wanita masih berada di posisi bawah dalam pemerintahan, administrasi,
dan bisnis.
B. Masalah yang dihadapi
1. Memahami makna kepemimpinan secara umum
2. Hambatan dan tantangan kepemimpinan perempuan di era digital
BAB II

Kajian Pustaka

A. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Kepemimpinan menurut para ahli

Para ahli yang mengemukakan gagasan-gagasannya merupakan bentuk dari teori


kepemimpinan. Para ahli pun memiliki pendapat masing-masing mengenai teori
kepemimpinan, berikut ini:
 Moejiono
Menurut Moejiono yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah pengaruh
satu arah, dikarenakan seorang pemimpin kemungkinan besar memiliki
kualitas tertentu yang membuatnya berbeda dengan pengikutnya.

Disebutkan juga dalam teori sukarela atau compliance induction theorist, yang
cenderung melihat kepemimpinan sebagai pemaksa atau pemberi desakan
pengaruh secara tidak langsung dan sarana pembentuk suatu kelompok yang
sesuai dengan keinginan pemimpinnya.

 Wahjosumidjo
Teori kepemimpinan yang disebutkan oleh Wahjosumidjo merupakan suatu
yang melekat pada diri seseorang, dalam hal ini pemimpin berupa sifat-sifat
tertentu.Termasuk seperti kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan
kesanggupan (capability).

Teori kepemimpinan situasional sebagai rangkaian kegiatan pemimpin yang


tidak bisa dipisahkan, termasuk dengan kedudukan dan gaya atau perilaku
pemimpin. Kepemimpinan sebagai proses antara hubungan atau interaksi
pemimpin, pengikut dan situasi.
 Fiedler
Fiedler menyebutkan teori kepemimpinan sebagai pola dari suatu hubungan
antara individu, dengan menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap
kelompok. Selain itu adapula pengaruhnya terhadap kelompok agar bisa
bekerja sama dalam mencapai tujuan.

 Sondang P. Siagian
Teori kepemimpinan menurut Sondang P. Siagian adalah kemampuan
seseorang ketika menjabat sebagai pimpinan organisasi tertentu. Saat
menjabat sebagai seorang pemimpin juga memberi pengaruh terhadap orang
lain, khususnya dalam hal ini adalah bawahan. Karena dilakukan sebagai
kemampuan dalam bertindak dan berpikir sesuai dengan arahan agar tujuan
tercapai.

 Ott
Ott menjelaskan teori kepemimpinan sebagai proses hubungan antarpribadi
yang di dalam seseorang yang bisa mempengaruhi sikap, kepercayaan dan
perilaku orang lain. Tentunya proses tersebut kemudian memiliki dampak atau
pengaruh yang signifikan.

2. Macam – macam Teori Kepemimpinan


Secara umum terdapat dua teori tentang kepemimpinan: Transformasional dan
Transaksional.

Menurut teori kepemimpinan transformasioanl, pemimpin dapat mengoptimalkan


kekuatan dan pengaruhnya melalui karisma yang dimiliki dan inspirasi yang
diberikan.Staf, anak buah, pengikut, anggota dalam sebuah organisasi maupun
perkumpulan atau paguyuban boleh jadi tidak hanya sekedar menganggap pemimpin
mereka hanyalah sebatas simbol.
Pada umumnya semua pemimpin transformasional memiliki kesamaan perilaku yaitu;
memberikan rumusan masa depan yang diinginkan; menimbulkan kegairahan;
menimbulkan minat akan hal-hal baru; memberikan bimbingan satu persatu; serta
bekerja melalui kelompok kerja (Narsa, 2012). Melekat pada kepemimpinan
transformasional adalah mereka selalu memiliki visi dan misi yang kuat, gambaran
bagi organisasinya di masa depan jika semua tujuan-tujuannya telah dicapai (Covey,
1989).

Sedangkan dalam teori kepemimpinan transaksional, sifat-sifat kepemimpinan


seseorang diakui keberadaannya dan merupakan bagian dari poses hubungan
hubungan timbal balik (Bass, 1985). Dalam kerangka ini pemimpin dan anggotanya
dianggap sebagai agen-agen yang membuat kesepakatan, dan mengatur kekuatan-
kekuatan relatif dalam sebuat proses pertukaran yang saling menguntungkan.
Menurut Bass (1985), terdapat dua karakteristik yang dapat membentuk
kepemimpinan transaksional, yaitu (a) contingent reward yang menggambarkan
bahwa sistem pembayaran sudah lazim dipakai sebagai faktor untuk memengaruhi,
yang mana ada kesepakatan eksdplisit atau implisit atas tujuan yang akan dicapai
dalam rangka untuk mendapat reward yang diinginkan. (b) management-by-exception
yaitu suatu cara bagaimana seorang pemimpin memonitor penyimpangan negatif
yang dilakukan oleh bawahan dan mengambil tindakan koreksi hanya jika bawahan
gagal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, pemimpin
transaksional adalah pemimpin yang selalu “bertransaksi” dengan bawahan. Jika ia
memberi, apa yang ia dapatkan, atau jika ia memerintah, ada sesuatu yang ia janjikan.
Misalnya ia mengatakan “jika gaji kalian ingin dinaikkan, maka naikkan dulu
produktivitas kalian”(Narsa, 2012).
BAB III

Pembahasan

A. HAMBATAN DAN TANTANGAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

1. Realitas Kepemimpinan Perempuan Saat ini


Tantangan perempuan di era digital membuat perempuan semakin merasa di
rendahkan.Kehadiran digitalisasi menjadikan perempuan semakin andal dalam segala
hal.Tidak sedikit perempuan di Indonesia yang melakukan aktivitas dengan
memanfaatkan digital seperti jualan online (pakaian, kuliner, kosmetik, cinderamata,
aksesoris, produk kesehatan, peralatan rumah tangga dan sebagainya), ojek online,
tutorial kecantikan dan memasak melalui kanal youtube, bahkan menjadi admin
sebuah website.

Digitalisasi merupakan kenyataan yang harus dihadapi, digitalisasi merupakan


tantangan yang harus dinikmati, karena teknologi informasi semakin canggih,
perkembangan zaman semakin dinamis, maka dari itu perempuan pun harus memiliki
pola fikir dan cara pandang yang realistis, namun tetap kreatif dan produktif

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) 2014 dan
2015, jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Dari total tersebut
penduduk laki-laki mencapai 128,1 juta jiwa sementara perempuan sebanyak 126,8
juta jiwa. Adapun rasio jenis kelamin penduduk indonesia pada tahun 2014 dan 2015
relatif sama yaitu sebesar 101,02 dan 101 hal ini menunjukkan bahwa dari 100
penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki (BPS, 2015).

Peningkatan jumlah perempuan Indonesia dalam posisi jabatan publik sudah semakin
menggembirakan, baik di tingkat pusat maupun daerah.Hal ini dibuktikan dengan
terpilihnya sejumlah perempuan menjadi lurah/ kepala desa dan segudang prestasi
yang mereka torehkan.
Melihat banyaknya potensi perempuan di Indonesia yang mampu menjadi kepala
daerah dan wakil kepala daerah. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan anak (PPPA) mengeluarkan Peraturan Menteri No. 10 Tahun 2015
Tentang Peningkatan Keterwakilan Perempuan. Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak ini telah disampaikan kepada Bupati, Walikota,
dan Gubernur di Indonesia untuk dilaksanakan, guna mendukung keberlangsungan
agenda planet 50:50 pada Gender Equalitydi tahun 2030 mendatang, tidak lagi
berpola 30% untuk keterwakilan perempuan dan 70% sisanya laki-laki, melainkan
menjadikan kesetaraan gender dalam menerima serta meraih manfaat dan kesempatan
diberbagai bidang pembangunan.

Salah satu kota yang menjadi pilihan studi kasus saya adalah “Kota Tanjungpinang”

Kota Tanjung pinang merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Kepulauan
Riau, yang mana Kota Tanjungpinang juga merupakan Ibu Kota dari Provinsi
Kepulauan Riau. Dalam menjaga dan memelihara komitmen suatu organisasi, peran
seorang pemimpin tentu sangat diperlukan dan kepemimpinan yang efektif tentunya
menjadi syarat utama.

Wilayah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau ini sebelumnya pernah dipimpin oleh
seorang perempuan yaitu Suryatati A. Manan pada Periode 2001- 2003 silam, seorang
perempuan yang diberikan julukan Kartini masa kini oleh masyarakat Kota
Tanjungpinang, hal ini berhasil membuktikan bahwasannya dibawah kepemimpinan
seorang perempuan suatu organisasi pemerintahan dapat menuai keberhasilan, hal ini
dibuktikan dengan keberhasilan Suryatati A. Manan yang menjabat selama 2
Periode.

Kini Kota Tanjungpinang kembali dipimpin oleh seorang perempuan yaitu Hj.
Rahma, S.IP., dalam periode 2018-2024. Dengan adanya keberhasilan pemimpin
perempuan sebelumnya tentu membuat tantangan terendiri bagi pemimpin
perempuan saat ini. Menjadi pemimpin perempuan tentu tidaklah mudah, terlebih
sebagai walikota. Dalam perjalanan sebagai seorang pemimpin perempuan, tentu
mendapatkan banyak tantangan dalam menjalankan tugas dan kewajiban, terlebih
dalam mengambil kebijakan dan keputusan.

Ada banyak faktor atau hambatan di balik rendahnya keterwakilan perempuan di


parleman. Hambatan tersebut dapat dibagi kedalam dua faktor yaitu :
 faktor budaya
 faktor prosedural.

Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ranah politik merupakan
domainnya laki-laki. Hal ini juga sangat berkaitan dengan :

 budaya patriarki yang mana dalam suatu tradisi perempuan umumnya


dipinggirkan dari jabatan-jabatan publik termasuk anggota parlemen
 adat dan agama yang mana membatasi dan bahkan mengekang potensi
perempuan untuk terliba lebih jauh dalam dunia publik, termasuk dalam
parlemen. Selanjutnya
 kurangnya pengalaman perempuan yang mana biasanya perempuan dipaksa
hanya terlibat dan berkiprah pada jabatan-jabatan yang “feminim”, sehingga
sulit bagi perempuan untuk masuk ke dalam ranah “politik formal” (dalam
KPPPA, 2015).

Meski di era ini masih sering terjadi diskriminasi terhadap perempuan, jumlah
perempuan sudah banyak yang menduduki posisi strategis baik sebagai perumus,
pelaksana pengambil keputusan kebijakan negara semakin digemari dan semakin
bertambah. Persoalannya perkembangan peran serta posisi perempuan terjadi sangat
lamban, posisi dilembaga pemerintah juga sangat kurang proposional.

Namun, tidak semua perempuan akan diakui sebagai pemimpin, hanya perempuan
yang memenuhi standard kepemimpinan laki-laki yang akan diakui
keefektivitasannya (Klenk, Mangunsong, 2009).
BAB IV

Kesimpulan

Digitalisasi merupakan kenyataan yang harus dihadapi, digitalisasi merupakan tantangan yang
harus dinikmati, karena teknologi informasi semakin canggih, perkembangan zaman semakin
dinamis, maka dari itu perempuan pun harus memiliki pola fikir dan cara pandang yang realistis,
namun tetap kreatif dan produktif.

Peningkatan jumlah perempuan Indonesia dalam posisi jabatan publik sudah semakin
menggembirakan, baik di tingkat pusat maupun daerah.Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya
sejumlah perempuan menjadi lurah/ kepala desa dan segudang prestasi yang mereka
torehkan.Meski di era ini masi sering terjadi diskriminasi terhadap perempuan, jumlah
perempuan sudah banyak yang menduduki posisi strategis baik sebagai perumus, pelaksana
pengambil keputusan kebijakan negara semakin digemari dan semakin bertambah. Persoalannya
perkembangan peran serta posisi perempuan terjadi sangat lamban, posisi dilembaga pemerintah
juga sangat kurang proposional. Namun, tidak semua perempuan akan diakui sebagai pemimpin,
hanya perempuan yang memenuhi standard kepemimpinan laki-laki yang akan diakui
keefektivitasannya (Klenk, Mangunsong, 2009).

Perempuan merupakan sumberdaya pontensial yang apabila diberikan kesempatan dan peluang
untuk maju, maka akan maju dan meningkatkan kualitasnya secara mandiri, menjadi penggerak
dalam dimensi kehiduapan serta pembangunan bangsa. Saat ini kaum perempuan dapat
menunjukkan dirinya sebagai kaum yang kuat dan berprogres. Semakin lama semakin banyak
kaum perempuan yang menunjukkan kemampuan dirinya dalam menjalankan pekerjaan laki-
laki, mereka dapat bertahan dan sukses dalam menjalankan amanah yang diberikan. Secara
esensial dalam manajemen dan kepemimpinan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kaum
laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2021. Kepemimpinan Perempuan Dalam Jabatan Publik (Studi Kasus Pada Kantor
Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan). Skripsi.Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Balkis, Aulia Hanandita. 2020. Gaya Kepemimpinan Perempuan Dalam Instansi Publik: Studi
Pada Kepemimpinan Susi Pujiastusi. Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia. Vol. 8 No. 1.

Djafri, Novianty. 2014. Efektivitas Kepemimpinan Perempuan Dalam Karir. Jurnal For Gender
Studies. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu. Vol. 6
No. 1

Eka Pratyawati, Wan. 2017. Gaya Kepemimpinan Kepala Biro Umum Provinsi Kepulauan Riau
Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai. Skripsi.Univeritas Terbuka Jakarta

Febrianti, Lisa. 2020. Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Jabatan Publik (Studi Di Kantor
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Mataram. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Mataram

Purba, Ramen Antonov. 2015. “Pengembangan Ekonomi Digital dan Kreatif Masyarakat Desa”,
dalam http://mdn.biz.id.

https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/5a70e-modul-kepemimpinan-perempuan-di-desa-
jilid-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai